BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan model pelatihan yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 1. Keberadaan industri gula merah di Kecamatan Bojong yang masih bertahan

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam pembukaan UUD 1945 hasil amandemen terkandung

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kursus dan Pelatihan merupakan dua satuan pendidikan

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

WALIKOTA MADIUN WALIKOTA MADIUN,

WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 46 NOMOR 46 TAHUN 2008

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pola kehidupan masyarakat. Dalam memenuhi kebutuhankebutuhan

RANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 24 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG

5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lemb

KABUPATEN PESAWARAN KECAMATAN WAY RATAI DESA GUNUNGREJO PERATURAN DESA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari hasil analisis tentang Penyelenggaraan Program Kecakapan Hidup

BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI REKOMENDASI

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PENYULUHAN DAN KEBERADAAN PENYULUH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Komitmen itu diperbaharui

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 5 TAHUN

PEMERINTAH KOTA BATU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 200 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE

Sejalan dengan sifat peran serta masyarakat di atas, pada intinya terdapat 6 (enam) manfaat lain terhadap adanya peran serta masyarakat tersebut, anta

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu daerah yang

Endang Dwi Siswani Sri Atun Sri Handayani Susila K

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iis Juati, 2013

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 30 TAHUN 2016 TENTANG

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. model kecakapan hidup terintegrasi dengan nilai-nilai budaya lokal dalam

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 58 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN PEMERINTAHAN DESA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 66 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang diperoleh tentang kondisi geografis Dusun Sentolo Lor, kondisi alam dan

BAB III Tahapan Pendampingan KTH

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

DAFTAR ISI. Halaman Pengesahan.. Ii. Daftar Isi... Iii. Daftar Tabel. V. Daftar Gambar. Ringkasan... Viii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang..

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

V PERANAN UNSUR-UNSUR DALAM PENGEMBANGAN

VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

- 1 - BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 13 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

BAB VI PROFIL KARANG TARUNA KELURAHAN TENGAH. Nitro PDF Trial. Periode Tahun Kepemimpinan MHR MHR MHR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh faktor ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya.

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

BAB I PENDAHULUAN. Menghadapi era globalisasi dan semakin meningkatnya peradaban hidup

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 8 TAHUN 2O15 TENTANG

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

Transkripsi:

251 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dalam bab terakhir ini diuraikan beberapa kesimpulan, mengacu pada rumusan masalah yang dikemukakan di Bab I, dan rekomendasi ditujukan kepada pihak-pihak yang terkait A. Kesimpulan 1. Sosialisasi program pelatihan di kampung adat Kuta melalui pemanfaatan sistem kemasyarakatan sangat efektif. Sistem kemasyarakatan yang dianut meliputi dua sistem. Pertama sistem formal yang dipimpin oleh kepala dusun, sistem tersebut berfungsi untuk mengkoordinasikan kepentingan masyarakat adat Kuta dengan kepentingan pemerintahan secara formal. Kedua sistem kemasyarakatan tidak formal yang dipimpin oleh juru kunci (Kuncen) dengan dibantu oleh ketua adat, sistem tersebut berfungsi mengatur tatacara kehidupan sehari-hari masyarakat adat Kuta baik yang berhubungan dengan masalah sosial, ekonomi, maupun budaya masyarakat. Ketaatan dan kepatuhan masyarakat terhadap pemimpin sangat kuat terutama kepada pimpinan, oleh karena itu pimpinan lokal dalam pelatihan ini dijadikan agen pembaharu untuk bersama peneliti mensosialisasikan program pelatihan kepada masyarakat. Dengan menggerakan kepemimpinan lokal dan tokoh lokal dalm mensosialisasikan program terbukti sangat efektif, kefektipanya dibuktikan dengan kesungguhan peserta belajar dalam mengikuti pelatihan sehingga pengetahuan, sikap, dan keterampilan peserta belajar menjadi meningkat (output). Tumbuhnya kesadaran 251

252 peserta belajar untuk mengelola usaha gula semut khususnya selama lima bulan dalam pendampingan (outcome). 2. Pengelolaan program pelatihan disusun dengan memperhatikan lingkungan sosial, ekonomi dan potensi lokal masyarakat yang ada Kuta, karena lingkungan sosial, ekonomi, dan potensi lokal merupakan kekuatan masyarakat dalam mempertahankan kehidupannya. Potensi tersebut antara lain hutan lindung (leuweung gede) yang dilestarikan warga masyarakat merupakan daya alam dan sumber air yang alami, yang dipelihara dengan baik oleh warga masyarakat. Pohon-pohon aren sebagai sumber penghasil air nira banyak tumbuh di lahan warga masyarakat atau di sekitar hutan. Keguyuban dan toleransi, serta sifat tolong menolong dan kerja sama yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat merupakan modal sosial yang bermanfaat bagi kehidupan bermasyarakat. 3. Dinas terkait di kabupaten Ciamis, seperti dinas sosial, kesehatan, perindustrian dan perdagangan memiliki program dalam menyejahterakan warga masyarakat Kuta, walaupun masih terbatas. Penyuluhan kesehatan diberikan oleh Dinas Kesehatan, terutama pada saat terjadi endemi penyakit. Posyandu bagi ibu-ibu anak balita di bangun dan pelayanan bagi ibu dan anak balita diberikan oleh para kader (KB dan PKK), walaupun masih pada tingkat desa, di mana warga masyarakat adat Kuta bisa memanfaatkannya. Khusus yang menyangkut pelatihan, dinas perindustrian dan perdagangan pada tahun 2003 pernah memberikan pelatihan pembuatan gula aren (semut), walaupun hanya lima hari saja. Pelatihan tersebut tidak mencapai sasaran, antara lain karena: (1) Materi pelatihan yang diberikan belum sepenuhnya memenuhi

253 kebutuhan pengrajin; (2) Pelaksanaan pelatihan mengalami kesulitan terutama dalam mengembangkan pembelajaran karena terbatasnya waktu dan biaya yang disediakan, sehingga penyampaian materi pelatihan baik teori maupun praktek terbatas; (3) Kurangnya sosialisasi, pengawasan, dan evaluasi program pelatihan serta kurangnya pembinaan dari pemerintah kepada para pengrajin, baik sebelum maupun setelah pelatihan; (4) Perencanaan pembelajaran dibuat tidak mengikutsertakan peserta sehingga peserta tidak berperan dalam mengidentifikasi kebutuhan, sumber, potensi, hambatan, merumuskan dan menetapkan tujuan, menilai proses, hasil dan pengaruh; (5) Program pelatihan belum secara optimal memanfaatkan potensi lokal. Berdasar pada beberapa kelemahan di atas maka dalam pelatihan sekarang dilakukan penyempurnaan penyempurnaan khususnya dalam pndekatan dan teknik pembelajaran. Pendekata yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan andragogi dan partisipatif serta teknik pemecahan masalah, Pendekatan dan teknik yang digunakan terbukti epektif, keepektifannya terlihat dari output dan outcome pelatihannya. 4. Model konseptual pelatihan keterampian berbasis kewirausahaan disusun dengan memperhatikan arah pengembangan sesuai dengan konsep pelatihan sebagai berikut: (1) Komponen sistem pelatihan, sasarannya adalah perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dengan memperhatikan dukungan dinas terkait, dan arah pengembangannya adalah keterpaduan perencanaan dari bawah dan dari atas; (2) Komponen proses, sasarannya adalah pembelajaran keterampilan dan kewirausahaan, dan arah pengembangannya adalah tahapan pembelajaran keterampilan memproduksi

254 gula semut serta kegiatan kewirausahaan di bidang tersebut; (3) Komponen pendekataan, sasarannya adalah lingkungan kelompok masyarakat, dan arah pengembangannya adalah berbasis potensi lokal (SDM,SDA, budaya dan dukungan infrastruktur, serta potensi ekonomi daerah setempat; (4) Komponen materi, sasarannya adalah penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan aspirasi, meliputi: (a) pasar dan pemasaran, (b) permodalan, (c) kewirausahaan, (d) pembukuan dan analisis usaha, (e) produksi (pengolahan, pengemasan, dan pelabelan. Arah pengembangannya meliputi: penumbuhan jiwa kewirausahaan, dan pemilikan keterampilan/kecakapan vokasional untuk memperbaiki atau meningkatkan perolehan pendapatan (income generating) di luar bidang pertanian. (5) Komponen metode, sasarannya adalah kemampuan menyerap, mengolah, dan mengaktualisasikan informasi yang diperoleh, dan arah pengembangannya adalah terampil melakukan proses produksi dan mengelola usaha. Rambu-rambu penyusunan model konseptual pelatihan keterampilan berbasis kewirausahaan, berdasarkan pendekatan pembelajaran yang dikembangkan meliputi: (1) Komponen langkah-langkah penyusunan perencanaan program pelatihan, meliputi sub-sub komponan analisis kebutuhan; (2) Komponen pembelajaran keterampilan, meliputi sub-sub komponen perencanaan, pelaksanaa, dan valuasi program pembelajaran; (3) Komponen pendekatan pembelajaran, meliputi sub-sub komponen berpusat pada masalah, dan pengembangan aktualisasi diri; (4) Komponen pemberdayaan individu dan kelompok, dan masyarakat meliputi sub-sub komponen prinsip keberpihakan, prinsip penguatan,

255 prinsip sebagai fasilitator, prinsip saling belajar dan menghargai pebedaanperbedaan, prinsip informasi bersifat luwes, primsip pemanfaatan informasi, prinsip orientasi praktis, prinsip keberlanjutan, prinsip belajar dari kesalahan dan kekurangan, dan prinsip keterbukaan; (5) Komponen keberhasilan pemberdayaan, meliputi sub komponen perubahan kondisi sosial ekonomi rumah tangga. 5. Implementasi model pelatihan keterampilan berbasis kewirausahaan dilakukan melalui dua kali uji coba (Uji Coba I dan II). Baik pada uji coba I maupun uji coba II, hasil pembelajaran peserta pelatihan menunjukkan peningkatan yang signifikan antara sebelum dan setelah pelatihan dilaksanakan. Peningkatan hasil pembelajaran itu meliputi aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dengan demikian pembelajaran melalui model pelatihan ini secara signifikan efektif. Ditinjau dari perilaku kewirausahaan peserta pasca pelatihan, ternyata mereka berhasil mengembangkan usaha bersama dengan membentuk kelompok usaha bersama (KUBE), pendapatan mereka meningkat, sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan keluarganya. B. Rekomendasi Beberapa rekomendasi yang diajukan berlandaskan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Dinas Perindustrian dan Perdagangan kabupaten Ciamis. Pendampingan kepada para perajin gula semut sebagai pengusaha pemula yang tergabung dalam kelompok usaha bersama, disarankan tetap dilakukan sebelum mereka benar-benar mandiri. Pendampingan tersebut bisa melibatkan LSM yang bergerak dibidang pemberdayaan masyarakat, dan PSM yang beropersi di tingkat

256 kecamatan dan desa. Pendampingan itu dimaksudkan untuk menjaga keberlanjutan usaha mereka, serta meningkatkan ke arah yang lebih produktif. Selain itu juga dalam memfasilitasi mereka melakukan kemitraan dengan pengusaha yang besar, serta dengan pihak konsumen. 2. Bagi para perajin gula semut sebagai pengusaha pemula disarankan agar berupaya memanfaatkan jasa bank, dalam penambahan modal maupun menyimpan hasil usaha untuk investasi lebih lanjut. Disarankan pula agar mereka lebih banyak mlibatkan kelompok muda, baik dalam kegiatan produksi maupun pemasaran. 3. Bagi Dinas Pendidikan kabupaten Ciamis, khususnya bidang pendidikan nonformal, disarankan agar keberlanjutan pembinaan bidang pendidikan bagi masyarakat adat Kuta tetap dijga. Disarankan agar dilakukan pembinaan aspek pendidikan kecakapan hidup (life skills) bagi anggota rumah tangga yang lain di luar perajin gula semut, dengan memanfaatkan potensi lokal yang ada di daerah tersebut. Kelompok usia muda yang ada di komunitas adat tersebut perlu memperoleh sentuhan pendidikan nonformal yang terarah, miasalnya dengan mengembangakn kelompok belajar usaha, pendidikan kesetaraan, bahkan pendidikan keaksaraan, yang berbasis kecakapan hidup (life skills). 4. Bagi pemerintah desa (pamong desa), disarankan untuk terus memberikan dukungan kepada para perajin gula semut sebagai pengusaha pemula, dengan memfasilitasi mereka melakukan kemitraan dengan pihak-pihak terkait, seperti pengusa yang sudah mapan. 5. Bagi peneliti lain. Penelitian ini terbatas pada pengembangan model pelatihan keterampilan berbasis kewirausahaan bagi masyarakat adat Kuta. Belum

257 menjangkau ke wilayah yang lebih luas. Oleh karena itu disarankan agar dilakukan penelitian yang sejenis di luar wilayah masyarakat adat Kuta. Demikian juga disarakan penelitian sejenenis dilakukan di masyarakat adat lain, seperti di kampung naga, masyarakat baduy luar, dengan memperhatikan potensi alam, sosial, dan ekonomi setempat.