PELATIHAN KONSELING PERKAWINAN BERBASIS KOMUNITAS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB V PENUTUP. 1. Sebab-sebab terjadinya kasus perceraian

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

PORTAL PELATIHAN PRA-NIKAH (PORPLAN) UNTUK MENGURANGI TINGKAT PERCERAIAN PADA PERNIKAHAN DINI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. untuk itu. Perkawinan merupakan faktor untuk membina kerja sama antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

BAB III PERAN MEDIASI PERKARA SYIQAQ DI BADAN PENASIHATAN PEMBINAAN DAN PELESTARIAN PERKAWINAN (BP4) KOTA SEMARANG PASCA MUNAS KE XIV TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB III PENYAJIAN DATA. prakteknya. Membangun hubungan ini juga sangat penting bagi klien untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

PERKAWINAN USIA MUDA DAN PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT PERCERAIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN AGAMA SUKOHARJO

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK

Kebijakan Pemerintah dalam Mempersipkan Keluarga yang Ramah Anak

BABI PENDAHULUAN. Setiap pasangan suami isteri tentu berharap perkawinan mereka bisa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Pentingnya kehidupan keluarga yang sehat atau harmonis bagi remaja

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui.

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

I. PENDAHULUAN. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA)

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1. yang sakinah, mawaddah dan rahmah.

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makluk sosial (zoonpoliticoon), sehingga tidak bisa hidup

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Tiba diriku di penghujung mencari cinta Hati ini tak lagi sepi Kini aku tak sendiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya alam yang dimiliki, tetapi juga kaya akan kebudayaan. Dengan latar

BAB I PENDAHULUAN. harus dilakukan sesuai dengan tahapan perkembangannya. Salah satu tugas

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda dari kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Yang berlandaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, perkawinan merupakan kehidupan yang berpijak pada rasa

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Qur an, Jakarta:1992, hlm Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemahannya, Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah berdirinya Badan Penasehat Pembinaan dan Pelestarian

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

KONSELING REMAJA Putri Marlenny P, S.Psi, M.Psi, Psikolog Rumah Duta Revolusi Mental HP/WA :

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat mereka yakin melangsungkan pernikahan dini. Tentunya bukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN UKDW

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah salah satu individu yang menjadi bagian dari ciptaan-

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB IV ANALISIS TERHADAP PERAN HUKUM BP4 DALAM MEMINIMALISIR PERCERAIAN DI KABUPATEN BOJONEGORO

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB V HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati

Bab 1. Pendahuluan. Ketika anak tumbuh didalam keluarga yang harmonis, ada satu perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

1. Pendahuluan KOMITMEN PADA PERKAWINAN (STUDI KASUS PADA PERKAWINAN GURU DI PURWOKERTO)

BAB I PENDAHULUAN. pasal 1 disebutkan : Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria

BAB V PENUTUP. pra nikah khusus calon pengantin di BP4 kota pekalongan dan dampak. mengambil kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun. Pada masa ini, orang-orang mencari keintiman emosional dan fisik

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB IV ANALISIS. Indonesia. A. Analisis Terhadap Aturan Suscatin di Malaysia dan. Meskipun Indonesia dan Malaysia mempunyai banyak kesamaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Data tentang Konseling Pranikah bagi Calon Pengantin di. Kantor Kementerian Agama Kota Surabaya di Indonesia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PROGRAM PELATIHAN PRA PERNIKAHAN BAGI PASANGAN USIA DEWASA AWAL

BAB I PENDAHULUAN. Menikah dan kuliah sama pentingnya, secara sederhana bisa digambarkan,

Transkripsi:

Prosiding SNaPP2016 Kesehatan pissn 2477-2364 eissn 2477-2356 PELATIHAN KONSELING PERKAWINAN BERBASIS KOMUNITAS 1 Dyah Astorini Wulandari, 2 Suwarti 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuwaluh Kembaran Purwokerto 53183 Telp. (0281) 636751 Fax. (0281) 63729 Email : 1 rinirifqi@gmail.com, 2 suwartidarman@gmail.com Abstrak. Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini mempunyai tujuan membekali peserta dengan pengetahuan dan ketrampilan menjadi konselor perkawinan sebaya berbasis komunitas.kegiatan ini melibatkan dua kelompok mitra yaitu Kader PKK Kabupaten Purbalingga sebanyak 25 orang dan Pengurus Daerah Salimah Kabupaten Purbalingga sebanyak 25 orang. Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah ceramah, pelatihan, simulasi, penugasan, dan diskusi yang melibatkan partisipasi aktif peserta mulai dari mengidentifikasi permasalahan, latihan, diskusi dan sharing, simulasi hingga evaluasi kegiatan. Adapun langkahlangkah yang ditempuh dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut : (1) pelatihan konseling perkawinan, (2) praktek konseling perkawinan (3) pengembangan model konseling perkawinan berbasis komunitas, (4) simulasi model konseling perkawinan berbasis komunitas, (5) evaluasi dan (6) seminar dan publikasi hasil kegiatan. Luaran dari kegiatan ini adalah tersusunnya model konseling perkawinan berbasis komunitas. Model konseling perkawinan berbasis komunitas ini merupakan model dukungan sosial dari komunitas bagi calon pengantin dan pasangan suami isteri yang sedang mengalami masalah dalam perkawinan. Dukungan sosial yang diberikan dalam bentuk edukasi pranikah bagi calon pengantin dan konseling perkawinan sebaya untuk membantu pasangan suami isteri dalam mengatasi konflik dalam perkawinan. Kata kunci : perkawinan, konseling perkawinan, komunitas 1. Pendahuluan Olson dan Defrain (2003) mendefinisikan perkawinan sebagai komitmen emosional dan legal antara dua orang untuk berbagi kedekatan emosional, fisik, beragam tugas dan sumber ekonomi. UU No I tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan definisi perkawinan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Melalui perkawinan, individu berharap dapat memenuhi berbagai kebutuhannya; baik fisik, psikologis, maupun spiritualitasnya. Namun mewujudkan tujuan tersebut ternyata merupakan proses yang panjang dan membutuhkan penyesuaian dan pengorbanan dari semua individu yang terlibat dalam perkawinan tersebut. Hal ini disebabkan karena perkawinan pada dasarnya merupakan penyatuan dua pribadi yang berbeda dengan segala latar belakang keluarganya. Bagaimanapun, kenyataan menunjukkan bahwa perkawinan tidak selalu berjalan 164

Pelatihan Konseling Perkawinan Berbasis Komunitas 165 dengan lancar. Berbagai masalah bisa muncul dan mempengaruhi kehidupan perkawinan. Menurut Widyastuti (Lestari, 2007) setelah menikah apa yang merupakan sifat asli dari pasangan sudah mulai terlihat satu persatu. Hal ini menimbulkan perasaan bahwa ternyata pasangannya tidak sempurna, bukan lagi figur yang dijumpainya dulu. Latar belakang pengalaman, kebutuhan dan nilai-nilai yang dianut oleh pasangan suami isteri sebelum memutuskan untuk menjalin ikatan perkawinan mempengaruhi terjadinya konflik dalam perkawinan (Sadarjoen, 2005). Perkawinan juga menuntut adanya perubahan gaya hidup, penyesuaian diri terhadap tuntutan peran dan tanggung jawab baru baik dari suami maupun isteri. Ketidakmampuan melakukan tuntutan-tuntutan tersebut tidak jarang menimbulkan pertentangan, perselisihan bahkan berakhir dengan perceraian (Dewi dan Basti, 2008). Sadarjoen (2005) menyebutkan terdapat beberapa ragam penyebab terjadinya konflik perkawinan : (1) keuangan (perolehan dan penggunaannya); (2) pendidikan anak; (3) hubungan pertemanan; (4) hubungan dengan keluarga besar; (5) aktivitas yang tidak disetujui pasangan; (6) pembagian kerja dalam rumah tangga; (7) berbagai macam masalah (agama, politik, seks, komunikasi dalam perkawinan dan berbagai macam masalah sepele seperti selera makan, gaya hidup). Sebetulnya konflik dalam perkawinan merupakan hal yang wajar terjadi dalam suatu perkawinan. Bahkan menurut Gurin dkk (Sears dkk, 1994) sekitar 45 % orang yang sudah menikah mengatakan bahwa kehidupan bersama akan selalu memunculkan berbagai masalah dan 23 % pasangan yang menilai pernikahan mereka sangat membahagiakan melaporkan bahwa mereka juga pernah mengalami konflik. Pada setiap pasangan, penyebab munculnya konflik tersebut berbeda, demikian juga bagaimana mereka menghadapi dan menyelesaikan konflik tersebut. Konflik dalam perkawinan yang terjadi perlu dikelola dengan baik agar tidak berlarut-larut dan menimbulkan dampak bagi semua orang yang berada dalam perkawinan tersebut, suami, isteri, anak. Konflik dalam perkawinan yang tidak dikelola dengan baik akan berdampak pada keutuhan perkawinan. Meningkatnya angka perceraian yang terjadi menunjukkan kegagalan pasangan suami isteri menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi dalam perkawinan. Banyak pasangan suami istri yang menganggap perceraian sebagai jalan keluar temudah dalam menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi. Padahal perceraian memberikan dampak yang besar. Pasangan suami isteri yang sedang menghadapi masalah dalam perkawinan membutuhkan bantuan untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Salah satu bantuan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam perkawinan adalah melakukan konseling perkawinan 1.1 Konseling Perkawinan Patterson (dalam Adz-dzaky, 2004) mengemukakan konseling adalah proses yang melibatkan hubungan antar pribadi, antar seorang terapis dengan satu atau lebih klien dimana terapis menggunakan metode-metode psikologis atas dasar pengetahuan pissn 2477-2364, eissn 2477-2356 Vol 2, No.1, Th, 2016

166 Dyah Astorini Wulandari, et al. sistematik tentang kepribadian manusia dalam upaya meningkat kesehatan mental klien. Konseling perkawinan adalah upaya membantu pasangan (calon suami-isteri dan suamiisteri) oleh konselor profesional sehingga pasangan suami isteri bisa berkembang dan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya melalui cara-cara yang saling menghargai, toleransi dan dengan komunikasi penuh pengertian sehingga tercapai motivasi berkeluarga, perkembangan, kemandirian dan kesejahteraan seluruh anggota keluarga (Willis, 2008). Menurut Klemer (dalam Latipun, 2011) konseling perkawinan sebagai konseling yang diselenggarakan sebagai metode pendidikan, metode penurunan ketegangan emosional, metode membantu pasangan yang menikah untuk memecahkan masalah dan cara menentukan pola pemecahan masalah yang lebih baik. Dikatakan sebagai metode pendidikan karena konseling perkawinan memberikan pemahaman kepada pasangan yang berkonsultasi tentang diri pasangannya dan masalah-masalah dalam hubungan perkawinan yang dihadapi serta cara-cara yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalahan perkawinan. Penurunan ketegangan emosional dimaksudkan sebagai konseling perkawinan dilaksanakan biasanya saat kedua belah pihak berada pada situasi emosional yang sangat berat. Dengan konseling pasangan dapat membuka emosionalnya sebagai katarsis terhadap tekanan-tekanan emosional yang dihadapi selama ini. 1.2 Tujuan Konseling Perkawinan Tujuan konseling perkawinan adalah agar klien dapat menjalani kehiduan berumah tangga secara benar, bahagia dan mampu mengatasi problem-problem yang timbul dalam kehidupan perkawinan. Dalam konseling perkawinan, konselor membantu klien (pasangan) untuk melihat realitas yang dihadapi dan mencoba menyusun keputusan yang tepat bagi keduanya. Keputusannya dapat berbentuk menyatu kembali, berpisah, atau cerai dengan tujuan untuk mencari kehidupan yang lebih harmonis dan menimbulkan rasa aman bagi keduanya. Secara lebih rinci tujuan jangka panjang konseling perkawinan menurut Huff (dalam Latipun, 2011) adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan kesadaran terhadap dirinya dan dapat saling berempati di antar partner. 2. Meningkatkan kesadaran tentang kekuatan dan potensi masing-masing 3. Meningkatkan saling saling membuka diri 4. Meningkatkan hubungan yang intim 5. Mengembangkan ketrampilan komunikasi, pemecahan masalah dan mengelola konflik. 1.3 Konseling Perkawinan Berbasis Komunitas Di kota-kota besar peran konselor perkawinan profesional sudah dikenal. Namun di kota-kota kecil dan di desa meminta nasehat pada ahli seperti konselor perkawinan belum dikenal. Sebetulnya di setiap kecamatan sudah ada lembaga resmi yang bertugas memberikan nasehat dan bimbingan tentang perkawinan pada pasangan suami isteri yang sedang mengalami masalah dalam perkawinan, yaitu BP4 (Badan Penasehat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan) yang berada di Kantor Urusan Agama (KUA) di Kecamatan. Namun peran BP4 (Badan Penasehat Pembinaan Pelestarian Perkawinan) Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM Kesehatan

Pelatihan Konseling Perkawinan Berbasis Komunitas 167 tampaknya belum maksimal. Beberapa alasan yang dikemukakan mengapa tidak meminta nasehat ke BP4 (Badan Penasehat, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan) adalah karena malu, merasa bahwa masalah dalam perkawinan adalah urusan pribadi, dan ketidaktahuan kalau ada lembaga BP4 tersebut. Layanan di BP4 sendiri juga belum maksimal antara lain karena keterbatasan personil dimana hanya ada seorang petugas yang melayani dan kurangnya kompetensi dalam melaksanakan konseling. Kegiatan ini dirancang dengan tujuan mengembangkan model konseling perkawinan berbasis komunitas. Model konseling perkawinan yang ada saat ini adalah konseling perkawinan yang dilakukan oleh konselor profesional (psikolog, psikiater) yang bersifat individual, artinya individu yang mengalami masalah dalam perkawinan datang secara sukarela untuk berkonsultasi bersama pasangannya dan biasanya memerlukan dana yang besar. Model konseling perkawinan berbasis komunitas ini melibatkan partisipasi aktif komunitas dalam memberikan dukungan sosial kepada calon pengantin dalam bentuk edukasi dan bimbingan pranikah bagi calon pengantin dan bagi pasangan suami isteri yang sedang mengalami konflik dalam perkawinan dalam bentuk pemberian nasehat dan bimbingan serta dukungan informasi dan dukungan psikologis agar pasangan suami isteri mampu menyelesaikan permasalahan dalam perkawinan dan menghindari perceraian sebagai jalan untuk menyelesaikan masalah dalam perkawinan. Keberadaan konselor perkawinan sebaya dalam komunitas ini diharapkan dalam jangka panjang mampu menurunkan angka perceraian. 2. Metode Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini dilaksanakan dalam enam tahap : 1) pelatihan, 2) praktek konseling, 3) adalah pengembangan model konseling berbasis komunitas, 4) simulasi model, 5) evaluasi dan 6) publikasi. Peserta adalah 25 orang kader PKK di Kabupaten Purbalingga dan 25 orang Pengurus Daerah Salimah Purbalingga. 3. Hasil Pelatihan dilaksanakan dengan metode ceramah, simulasi dan praktek. Materi yang diberikan dalam pelatihan adalah perkawinan dan konflik perkawinan, pengantar konseling dan teknik konseling. Pada materi pertama, peserta diajak untuk mereview berbagai penyebab konflik dalam perkawinan dan manajemen konflik dalam perkawinan. Materi kedua tentang pengantar konseling. Pada materi ini peserta diberikan pengetahuan tentang definisi, proses konseling dan sikap dan perilaku konselor. Materi ketiga membahas tentang teknik-teknik konseling dan praktek konseling. Setiap pemberian materi diikuti dengan diskusi dan tanya jawab dengan peserta. pissn 2477-2364, eissn 2477-2356 Vol 2, No.1, Th, 2016

168 Dyah Astorini Wulandari, et al. Tahap kedua adalah praktek konseling. Pada tahap ini peserta diminta untuk mempraktekkan latihan yang sudah diperoleh di komunitas tempat tinggal mereka. Tahap ketiga adalah perumusan model konseling perkawinan berbasis komunitas. Berdasarkan dari hasil diskusi kemudian dirumuskan sebuah model konseling perkawinan berbasis komunitas sebagai berikut : 1. Kader PKK dan Salimah di setiap kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Purbalingga memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang keberadaan konselor perkawinan sebaya yang siap memberikan layanan dan dukungan sosial bagi masyarakat. 2. Bentuk layanan yang diberikan ada dua macam, pertama konseling perkawinan sebaya pada pasangan suami isteri yang mengalami masalah dalam perkawinan dan kedua, edukasi dan bimbingan pranikah bagi calon pengantin. 3. Dalam memberikan layanan, bekerja sama dengan dinas terkait (Kantor Urusan Agama di tiap kecamatan). Tahap keempat adalah simulasi model konseling perkawinan berbasis komunitas. Dalam tahap ini peserta menerapkan model konseling perkawinan berbasis komunitas ini di lingkungan masing-masing. Layanan yang sudah diberikan adalah sosialisasi adanya konselor perkawinan sebaya, edukasi dan konseling pranikah pada calon pengantin dan konseling perkawinan pada pasangan suami isteri yang sedang mengalami konflik perkawinan. Tahap kelima adalah evaluasi dari model konseling perkawinan berbasis komunitas. Berdasarkan hasil evaluasi ditemukan beberapa hal : (1) model konseling perkawinan berbasis komunitas dianggap cukup membantu calon pengantin untuk mempersiapkan diri menjalani kehidupan berumah tangga, (2) masih perlu sosialisasi bagi pasangan suami isteri yang sedang bermasalah untuk menggunakan layanan konseling perkawinan, (3) keberadaan konseling perkawinan berbasis komunitas ini membantu BP4, (4) masih perlu latihan bagi konselor sebaya untuk meningkatkan ketrampilannya sebagai konselor 4. Pembahasan Perselisihan, pertentangan dan konflik dalam suatu rumah tangga merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari. Sadarjoen (2005) menyebutkan terdapat beberapa ragam penyebab terjadinya konflik perkawinan : (1) keuangan (perolehan dan penggunaannya); (2) pendidikan anak; (3) hubungan pertemanan; (4) hubungan dengan keluarga besar; (5) aktivitas yang tidak disetujui pasangan; (6) pembagian kerja dalam rumah tangga; (7) berbagai macam masalah (agama, politik, seks, komunikasi dalam perkawinan dan berbagai macam masalah sepele seperti selera makan, gaya hidup). Lebih lanjut Sadarjoen (2005) menyatakan bahwa latar belakang pengalaman, kebutuhan dan nilai-nilai yang dianut oleh pasangan suami isteri sebelum memutuskan untuk menjalin ikatan perkawinan mempengaruhi terjadinya konflik dalam perkawinan. Pada umumnya tujuan-tujuan yang tidak serasi antara kedua pasangan merupakan dasar dari munculnya konflik dalam perkawinan. Sebetulnya konflik dalam perkawinan merupakan hal yang wajar terjadi dalam suatu perkawinan. Bahkan menurut Gurin dkk (Sears dkk, 1994) sekitar 45 % orang Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM Kesehatan

Pelatihan Konseling Perkawinan Berbasis Komunitas 169 yang sudah menikah mengatakan bahwa kehidupan bersama akan selalu memunculkan berbagai masalah dan 23 % pasangan yang menilai pernikahan mereka sangat membahagiakan melaporkan bahwa mereka juga pernah mengalami konflik. Namun konflik yang terjadi dalam perkawinan perlu dikelola dengan baik agar tidak berlarutlarut dan menimbulkan dampak bagi semua orang yang berada dalam perkawinan tersebut, suami, isteri, anak. Konflik dalam perkawinan yang tidak dikelola dengan baik akan berdampak pada keutuhan perkawinan. Pasangan suami isteri yang sedang menghadapi masalah dalam perkawinan membutuhkan bantuan untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Salah satu bantuan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam perkawinan adalah melakukan konseling perkawinan. Di kota-kota besar peran konselor perkawinan profesional sudah dikenal. Namun di kota-kota kecil dan di desa meminta nasehat pada ahli seperti konselor perkawinan belum dikenal. Peran BP4 (Badan Penasehat Pembinaan Pelestarian Perkawinan) sebagai lembaga resmi yang bertugas memberikan nasehat perkawinan juga belum maksimal. Beberapa alasan yang dikemukakan mengapa tidak meminta nasehat ke BP4 (Badan Penasehat, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan) adalah karena malu, merasa bahwa masalah dalam perkawinan adalah urusan pribadi, dan ketidaktahuan kalau ada lembaga BP 4 tersebut. Model konseling perkawinan berbasis komunitas ini melibatkan partisipasi aktif komunitas misalnya PKK maupun pengurus dan kader organisasi wanita lainnya yang berperan sebagai konselor perkawinan non professional dalam memberikan dukungan sosial kepada calon pengantin dalam bentuk edukasi dan bimbingan pranikah bagi calon pengantin dan bagi pasangan suami isteri yang sedang mengalami konflik dalam perkawinan dalam bentuk pemberian nasehat dan bimbingan serta dukungan informasi dan dukungan psikologis agar pasangan suami isteri mampu menyelesaikan permasalahan dalam perkawinan dan mengambil keputusan yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan dalam perkawinan mereka. Keberadaan konselor perkawinan sebaya dalam komunitas ini diharapkan dalam jangka panjang mampu menurunkan angka perceraian. Pada pelaksanaannya model konseling perkawinan berbasis komunitas ini dimulai dengan peserta yang sudah mendapatkan pelatihan memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang adanya konselor perkawinan di wilayah masing-masing. Konselor sebaya yang sudah dilatih memberikan layanan berupa edukasi dan bimbingan pranikah bagi calon pengantin sebagai bekal menjalani kehidupan berumah tangga dan konseling serta dukungan sosial bagi pasangan suami isteri yang sedang mengalami masalah dalam perkawinan agar mampu menemukan solusi yang tepat. Hasil evaluasi dari model konseling perkawinan berbasis komunitas ini adalah : (1) model konseling perkawinan berbasis komunitas ini dianggap cukup membantu calon pengantin untuk mempersiapkan diri menjalani kehidupan berumah tangga, (2) masih perlu sosialisasi bagi masyarakat terutama pasangan suami isteri yang sedang bermasalah untuk menggunakan layanan konseling perkawinan, (3) keberadaan konseling perkawinan pissn 2477-2364, eissn 2477-2356 Vol 2, No.1, Th, 2016

170 Dyah Astorini Wulandari, et al. berbasis komunitas ini membantu BP4, (4) masih perlu latihan bagi konselor sebaya untuk meningkatkan ketrampilannya sebagai konselor. 5. Kesimpulan Model konseling perkawinan berbasis komunitas ini bisa menjadi alernatif solusi untuk mengurangi angka perceraian yang terus meningkat di masyarakat karena dua bentuk layanan yang diberikan yaitu edukasi dan bimbingan pranikah bagi calon pengantin sebagai bekal menjalani kehidupan berumah tangga dan memberikan konseling dan dukungan sosial bagi pasangan suami isteri yang sedang mempunyai masalah dalam perkawinan untuk menemukan solusi terbaik bagi masalah perkawinan yang dihadapi. Oleh karenanya kepada pemerintah diharapkan dapat memberikan dukungan pada penerapan model konseling perkawinan berbasis komunitas ini dengan bekerja sama dengan lembaga yang sudah ada di komunitas misalnya PKK dan organisasi wanita di daerah tersebut, mengkaji kemungkinan model ini dijadikan sebagai model yang lebih baku dalam mengatasi perceraian misal dengan menerbitkan regulasi agar pasangan suami isteri yang akan bercerai harus mengikuti konseling perkawinan dan bagi calon penagntin wajib mengikuti kursus pranikah. Daftar pustaka Adz-dzaky, M.H.B. 2004. Konseling dan Psikoterapi Islam. Yogyakarta : Fajar Pustaka. Dewi, E.M.P., dan Basti. 2008. Konflik Perkawinan dan Model Penyelesaian Konflik Perkawinan pada Pasangan Suami Isteri. Jurnal Psikologi Volume 2 No. 1, Desember 2008. Latipun. 2011. Psikologi Konseling. Malang : UMM Press. Lestari, W. 2007. Strategi Coping Suami Isteri dalam Menghadapi Konflik Perkawinan. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Purwokerto : Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Olson, D.H. & DeFrain, J. 2003. Marriage and Families. Boston : McGraw-Hill. Sadarjoen. J.W. 2005. Konflik Marital : Pemahaman konseptual, Aktual dan Alternatif Solusinya. Bandung : Refika Aditama. Sears, D.O., Freedman, J.L. dan Pepalau, L.A. 1994. Psikologi Sosial. Jakarta : Erlangga Willis, S.S. 2008. Konseling Keluarga (Family Counseling). Bandung : Alfabeta. Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM Kesehatan