BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat membentuk persamaan dan kemauan siswa, metode ini juga melibatkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu proses terjadinya peristiwa. Menurut Rusminiati (2007: 2) metode

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar tidak hanya sekedar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan. dapat menunjang hasil belajar (Sadirman, 1994: 99).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. belajar. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

cara kerja suatu alat kepada kelompok siswa.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. STAD (Student Teams Achievement Division) merupakan satu sistem

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru.

I. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ada di sekitar individu. Menurut Sudjana dalam Rusman. (2011: 1) Belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Metode (method). Secara harafiah berarti cara. metode atau metodik berasal dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. siswa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perhatiannya pada aktivitas kehidupan manusia. Pada intinya, fokus IPS

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya (2006:2) mengatakan bahwa pendidikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. interaksi antara seseorang dengan lingkungan. Menurut Sugandi, (2004:10), dirinya dengan lingkungan dan pengalaman.

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. dipelajari oleh pembelajar. Jika siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bahasa inggris Natural Sains secara singkat sering disebut Science. Natural

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Kegiatan yang

Sementara itu, Forrest W. Parkay dan Beverly Hardeastle Stanford dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan tersebut mengalami perubahan, sehingga fungsi intelektual semakin

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Dengan Metode Kerja Kelompok Siswa Kelas VI SDN Omu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2000:26). Belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri. waktu yang relatif lama (Sugiyo, 2000:26).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. A. Metode Demonstrasi. Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian istilah scaffolding berasal dari istilah ilmu teknik sipil yaitu berupa

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil yaitu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. Pengertian hasil (product) menunjuk pada suatu perolehan akibat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Aktivitas belajar merupakan hal yang sangat penting bagi siswa, karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. interaksi aktif dilakukan pembelajaran dengan lingkungan, yang menghasilkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Bab II Landasan Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

(produk, proses dan sikap ilmiah). Pembelajaran IPA berawal dari rasa ingin tahu,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah metode yang sering

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemahaman terhadap informasi yang diterimanya dan pengalaman yang

II. KAJIAN PUSTAKA. diantaranya adalah: Carin yang dikutip oleh Holil dalam. gejala maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistimatis.

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam memahami fakta-fakta alam dan lingkungan serta

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan ilmu yang mempelajari benda-benda beserta fenomena dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat,

II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha untuk mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. setelah mengalami pengalaman belajar. Dalam Sudjana (2008:22), hasil belajar

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

IMPLIKASI PEMBELAJARAN BIOLOGI MELALUI PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMA MTA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

II. TINJAUAN PUSTAKA. perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat pengalaman dan latihan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsipprinsip

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan pemanfaatan kelompok kecil dua hingga

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berarti tengah, perantara, atau pengantar atau dengan kata lain media

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi pada fisik maupun non-fisik, merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Prinsip dalam Pembelajaran

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Gagne (dalam Slameto, 2007:43) lima kategori hasil belajar yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Aspek tingkah laku tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu merangsang peserta didik untuk menggali potensi diri yang sebenarnya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. lingkungan. Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Dalam Kamus

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Inti dari kegiatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. Orang yang banyak pengetahuannya diidentifikasi sebagai orang yang banyak belajar,

Transkripsi:

7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Eksperimen Eksperimen adalah bagian yang sulit dipisahkan dari Ilmu Pengetahuan Alam. Eksperimen dapat dilakukan di laboratorium maupun di alam terbuka. Metode ini mempunyai arti penting karena selain memberi pengalaman praktis yang dapat membentuk persamaan dan kemauan siswa, metode ini juga melibatkan aktivitas secara langsung. Menurut Farida dalam Adiningtyas (2006) metode eksperimen merupakan salah satu metode pembelajaran yang memberi pengalaman belajar langsung dan melibatkan aktivitas pada siswa. Kegiatan pembelajaran dengan metode eksperimen dapat dirancang sebagai kegiatan penemuan. Kegiatan penemuan ini dilakukan sebelum siswa mengetahui atau mempelajari suatu konsep atau teori, dengan tujuan siswa yang dituntut untuk menemukan konsep atau teori tersebut (Poedjiadi dalam Susana, 2006). Menurut Sumantri dalam Mazrawul (2010) metode eksperimen adalah suatu cara belajar mengajar yang melibatkan peserta didik untuk ikut mengalami, membuktikan sendiri proses dan hasil percobaan. Kemudian Roestiyah (2001: 80) juga mengemukakan bahwa metode eksperimen adalah salah satu cara

8 mengajar, dimana siswa melakukan suatu percobaan tentang suatu hal, mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru. Penggunaan metode ini memiliki tujuan agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atas persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri. Siswa juga dapat terlatih dalam cara berpikir ilmiah (scientific thinking). Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode eksperimen adalah suatu cara mengajar yang sesuai untuk pembelajaran IPA karena dapat melibatkan aktivitas siswa secara langsung dengan cara melakukan percobaan untuk menemukan konsep atau teori, selanjutnya dapat diaplikasikan dalam kehidupannya dengan indikator kegiatan pembukaan, kegiatan inti dan kegiatan akhir. Setiap metode pembelajaran selalu memiliki tujuan masing-masing, begitu pula dengan metode eksperimen. Berikut ini beberapa tujuan metode eksperimen menurut Abimanyu (2008: 7.17), yaitu: (1) siswa mampu merancang, mempersiapkan, melaksanakan dan melaporkan percobaannya; (2) siswa mampu berpikir sistematis; (3) siswa mampu menarik kesimpulan dari fakta, informasi atau data yang dikumpulkan melalui percobaan; dan (4) siswa mampu menuliskan kesimpulan dari data yang telah diambil. Roestiyah (2001: 82) mengemukakan beberapa kelebihan metode eksperimen, antara lain: (1) siswa terlatih menggunakan metode ilmiah dalam menghadapi segala masalah, sehingga tidak mudah percaya pada sesuatu yang belum pasti,

9 sebelum ia mencari kebenarannya sendiri; (2) siswa akan lebih aktif berpikir dan berbuat; (3) siswa dapat menemukan pengalaman dan keterampilan dalam menggunakan alat-alat percobaan; (4) siswa akan mengubah sikap mereka yang tahayul, ialah peristiwa-peristiwa yang tidak masuk akal jika ia mencari sendiri kebenarannya. Namun, selain kelebihan-kelebihan tersebut, metode eksperimen juga memiliki kekurangan sepeti yang diungkapkan oleh Djamarah (2006: 85) yaitu: (1) metode ini lebih sesuai untuk bidang-bidang sains dan teknologi; (2) metode ini memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak selalu mudah diperoleh dan kadangkala mahal; (3) metode ini menuntut ketelitian, keuletan dan ketabahan; dan (4) setiap percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan atau pengendalian. Metode eksperimen dalam pembelajaran adalah cara penyajian bahan pelajaran yang memungkinkan siswa melakukan percobaan untuk menemukan konsep-konsep terhadap apa yang dipelajari. Di bawah ini dikemukakan langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen yang diadaptasi dari Abimanyu (2008: 7.19) adalah sebagai berikut: 1. Kegiatan Persiapan a. Merumuskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan metode eksperimen. b. Menyiapkan materi pembelajaran yang diajarkan melalui eksperimen. c. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam eksperimen.

10 d. Menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS). 2. Kegiatan Pelaksanaan eksperimen a. Kegiatan Pembukaan a) Melakukan apersepsi. b) Memotivasi siswa dengan bercerita, demonstrasi atau mengungkapkan fakta yang ada kaitannya dengan materi pelajaran yang akan diajarkan. c) Mengemukakan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, dan prosedur eksperimen yang akan dilakukan. b. Kegiatan Inti a) Guru menciptakan kondisi yang memungkinkan timbulnya suatu permasalahan atau siswa diberi permasalahan yang harus dijawab melalui eksperimen. b) Membagikan LKS kepada masing-masing siswa. c) Siswa melaksanakan eksperimen berdasarkan panduan dan LKS yang telah disiapkan guru. d) Guru memantau pelaksanaan eksperimen dan membantu siswa yang mengalami kesulitan. e) Pelaporan hasil eksperimen dan diskusi balikan. c. Kegiatan Penutup a) Guru bersama siswa untuk merangkum/menyimpulkan hasil eksperimen. b) Guru mengadakan evaluasi hasil. c) Tindak lanjut, yaitu pemberian tugas rumah sebagai pendalaman.

11 B. Hakikat Belajar Belajar tidak pernah lepas dari kehidupan manusia. Karena dengan belajar akan diperoleh pengetahuan dan pengalaman baru, walaupun dibutuhkan waktu yang tidak sebentar. Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kemampuan, keterampilan, dan sikap. Seseorang dapat belajar dari pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain untuk mengubah perilakunya. Dan belajar juga memiliki keuntungan baik untuk individu pembelajar itu sendiri maupun untuk masyarakat luas. Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si pelajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari (Budiningsih, 2005: 58). Bruner dalam Trianto (2009: 20) mengungkapkan bahwa belajar adalah suatu proses aktif dimana siswa membangun (mengkonstruk) pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman atau pengetahuan yang sudah dimilikinya. Dalam pandangan konstruktivisme belajar bukanlah semata-mata mentransfer pengetahuan yang ada di luar dirinya, tetapi belajar lebih pada bagaimana otak memroses dan menginterpretasikan pengalaman yang baru dengan pengalaman yang sudah dimilikinya dalam format yang baru. Sejalan dengan pendapat di atas, Suparno dalam Trianto (2010: 75) mengemukakan bahwa belajar menurut pandangan konstruktivistik merupakan hasil konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang. Pandangan ini memberi penekanan bahwa pengetahuan kita adalah bentukan kita sendiri. Selanjutnya

12 Geoch dalam Hadis (2008: 60) mengatakan bahwa belajar adalah perubahan dalam performansi sebagai hasil dari praktik. Hamalik (2007: 36) juga mengemukakan belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Seiring dengan pendapat tersebut, Sagala (2010: 37) berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam membangun atau mengkonstruk suatu pengetahuan baru melalui interaksi dengan lingkungannya baik melalui suatu kegiatan eksperimen ataupun observasi yang menyebabkan adanya perubahan pengetahuan, sikap, tingkah laku dan cara berpikir seseorang tersebut. C. Aktivitas Belajar Aktivitas belajar merupakan faktor yang menentukan keberhasilan proses belajar siswa, karena pada dasarnya belajar adalah berbuat. Setiap orang yang belajar harus beraktivitas, tanpa ada aktivitas maka proses belajar tidak akan terjadi secara maksimal. Budiningsih (2005: 59) mengemukakan pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktivitas siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Menurut Kunandar (2010: 277) aktivitas siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Selanjutnya Rohani (2004: 6) mengungkapkan

13 belajar yang berhasil harus melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis. Aktivitas fisik adalah peserta didik giat-aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain atau bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Dan aktivitas psikis adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pangajaran. Hal ini sejalan dengan Sanjaya (2006: 132) yang mengatakan bahwa aktivitas tidak terbatas pada aktivitas fisik saja, akan tetapi meliputi aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental. Dari beberapa pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah keterlibatan dalam kegiatan yang dilakukan oleh siswa secara fisik maupun psikis ketika proses pembelajaran berlangsung yang terjadi secara sengaja yang di dalamnya terdapat perubahan tingkah laku dalam seluruh aspek baik kognitif, afektif maupun psikomotor. D. Kinerja Guru Pengembangan kinerja guru merupakan faktor yang amat menentukan pada keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran dalam era perkembangan pengetahuan yang sangat cepat dewasa ini. Pengembangan kinerja pada dasarnya menggambarkan kemampuan suatu profesi termasuk profesi guru untuk untuk terus menerus malakukan upaya peningkatan kompetensi yang berkaitan dengan peran dan tugas sebagai pendidik. Kemampuan untuk terus menerus meningkatkan kualitas kinerja yang dilakukan oleh guru akan memperkuat kemampuan profesional guru sehingga dengan peningkatan tersebut kualitas proses dan hasil pendidikan dan pembelajaran akan makin

14 bermutu, ini berarti bahwa kinerja guru merupakan faktor yang amat menentukan bagi mutu pembelajaran yang akan berimplikasi pada kualitas output pendidikan setelah menyelasaikan sekolah. Seperti yang dikemukakan oleh Sowiyah (2010: 157) bahwa kegiatan pembelajaran dan hasil belajar siswa tidak saja ditentukan oleh manajemen sekolah, kurikulum, sarana dan prasarana pembelajaran, tetapi sebagian besar ditentukan oleh guru. Menurut Suharsaputra, (2010) kinerja guru adalah prilaku yang dihasilkan seorang guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar ketika mengajar di depan kelas, sesuai dengan kriteria tertentu. Kinerja seseorang Guru akan nampak pada situasi dan kondisi kerja sehari-hari. Kinerja dapat dilihat dalam aspek kegiatan dalam menjalankan tugas dan cara/kualitas dalam melaksanakan kegiatan/tugas tersebut. Senada dengan pendapat tersebut Suryo (1997: 19) mengemukakan kinerja guru adalah kesangupan atau kecakapan para guru dalam menciptakan suasana komunikasi yang edukatif antara guru dan peserta didik yang mencakup segi kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai upaya mempelajari sesuatu berdasarkan perencanaan sampai dengan tahap evaluasi dan tindak lanjut agar tercapai tujuan pengajaran. Keberhasilan guru seseorang bisa dilihat apabila kriteria-kriteria yang ada telah mencapai secara keseluruhan. Jika kriteria telah tercapai berarti pekerjaan seseorang telah dianggap memiliki kualitas kerja yang baik. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam pengertian kinerja bahwa kinerja guru adalah hasil kerja yang terlihat dari serangkaian kemampuan yang

15 dimiliki oleh seorang yang berprofesi guru. Kategori tingkat keberhasilan kinerja guru, digunakan pedoman yang diadaptasi dari Purwanto (2008: 102), bila nilai kinerja 86 nilai 100%, maka kategori sangat baik, bila nilai 76% nilai <86% maka dikategorikan baik, bila nilai 60% nilai <76% maka dikategorikan cukup, bila nilai 55% nilai <60% maka kategori kurang, dan <55% maka dikategorikan kurang sekali. Dari beberapa pendapat tentang pengertian kinerja guru di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja guru adalah kemampuan yang ditunjukkan oleh guru dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya. Kinerja dikatakan baik dan memuaskan apabila tujuan yang dicapai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Depdiknas (2008: 35) mengemukakan bahwa terdapat berbagai model instrumen yang dapat dipakai dalam penilaian kinerja guru. Namun demikian, ada dua model yang paling sesuai dan dapat digunakan sebagai instrumen utama, yaitu skala penilaian dan (lembar) observasi. Skala penilaian mengukur penampilan atau perilaku orang lain (individu) melalui pernyataan perilaku dalam suatu kategori yang memiliki makna atau nilai. Kategori dibuat dalam bentuk rentangan mulai dari yang tertinggi sampai terrendah. Rentangan ini dapat disimbolkan melalui huruf (A, B, C, D) atau angka (4, 3, 2, 1), atau berupakata-kata, mulai dari tinggi, sedang, kurang, rendah, dan sebagainya. Wardani (1997: 2) membagi skala penilaian menjadi dua jenis, yaitu deskriptor yang berdiri sendiri dan deskriptor yang berjenjang. Skala penilaian untuk deskriptor yang berdiri sendiri dibuat berdasarkan kemunculan

16 deskriptor. Skala penilaian untuk deskriptor yang berjenjang, skala penilaiannya mengikuti jenjang deskriptor tersebut. Sedangkan observasi merupakan cara mengumpulkan data yang biasa digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati baik dalam situasi yang alami (sebenarnya) maupun situasi buatan. Dalam lembaran tersebut terdapat kolom di sebelah aspek yang hendak dinilai, di mana penilai dapat memberikan catatan atau penilaian mengenai kuantitas dan/atau kualitas aspek yang dinilai. Penilaian dapat diberikan dalam bentuk tanda cek ( ). Dari pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa kinerja guru dalam mengajar paling cocok dinilai dengan skala nilai karena instrumen tersebut terdapat deskriptor dari setiap indikator yang dinilai sehingga dapat memudahkan peneliti dalam mengamati kinerja guru. E. Hasil Belajar Setelah belajar, tujuan utama yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran adalah hasil belajar. Hasil belajar digunakan untuk mengetahui sebatas mana mereka dapat memahami serta mengerti materi tersebut. Penilaian hasil belajar merupakan bagian dari proses pembelajaran dimana siswa dapat mengetahui kemampuannya dan guru dapat mengevaluasi sejauh mana keberhasilan siswa. Menurut Dimyati dan Mujiono (2002: 4) hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak mengajar atau tindak belajar. Nashar (2004: 77) berpendapat bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Hal tersebut sejalan dengan pendapat

17 Sudjana dalam Kunandar (2010: 276) yang mengemukakan bahwa hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu tes yang tersusun secara terencana, bentuk tes tertulis, tes lisan, maupun tes perbuaatan. Kemudian Depdikbud dalam Sesiria (2005: 12) juga berpendapat bahwa hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dari nilai tes atau nilai yang diberikan oleh guru. Berdasarkan teori Taksonomi Bloom dalam Sudjana (2010: 23) hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah yaitu ranah kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut: (1) ranah kognitif yaitu berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek, yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi; (2) ranah afektif, yaitu berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima (reciving/attending), menjawab atau mereaksi (responding), menilai (valuing,), organisasi, internalisasi nilai/pembentukan pola; dan (3) ranah psikomotor, meliputi gerakan refleks, keterampilan pada gerakan-gerakan terbimbing, kemampuan perseptual (termasuk di dalamnya membedakan visual, auditif, motoris), dan gerakan-gerakan skill. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu hasil yang diperoleh siswa setelah siswa tersebut melakukan kegiatan pembelajaran dengan melibatkan aspek kognitif, afektif ataupun keterampilan psikomotor dan diwujudkan dalam bentuk skor atau angka setelah mengikuti tes.

B. 18 F. Pembelajaran IPA SD Mata pelajaran IPA adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada semua jenjang pendidikan, termasuk juga di sekolah dasar. Menurut Iskandar (1997: 2) IPA merupakan singkatan kata-kata Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan kata-kata Inggris natural science secara singkat disebut science. Natural artinya alamiah, berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam. Science artinya ilmu pengetahuan. Jadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau science itu secara harfiah dapat disebut dengan ilmu tentang alam ini, ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini. Trianto (2010: 136) berpendapat bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti obervasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya. Kemudian Abdullah (1998: 18) mengemukakan bahwa IPA merupakan pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain. Seiring dengan pendapat di atas, Suyoso (1998: 23) mendefinisikan IPA merupakan pengetahuan hasil kegiatan manusia yang bersifat aktif dan dinamis tiada hentihentinya serta diperoleh melalui metode tertentu yaitu teratur, sistematis, berobjek, bermetode dan berlaku secara universal.

19 Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan pengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang diperoleh dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang berupa metode ilmiah dan didapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang bersifat umum sehingga akan terus disempurnakan. Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara siswa dengan lingkungannya, dan melalui proses tersebut dapat mengakibatkan perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Pembelajaran IPA erat kaitannya dengan kehidupan nyata dan pemberian pengalaman pada siswa dalam belajar. Pendidikan IPA diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat, dengan tujuan agar siswa memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Oleh karena itu pembelajaran IPA yang diajarkan di sekolah harus membekali siswa tentang berbagai cara untuk mengetahui dan mengerjakan sesuatu dengan tujuan membantu siswa memahami alam secara mendalam. Guna mencapai fungsi dan tujuan serta pembelajaran IPA yang bermakna, maka dibutuhkan suatu metode pembelajaran yang sesuai. Metode pembelajaran yang sesuai yakni metode pembelajaran yang dapat melibatkan aktivitas siswa, menumbuhkan rasa ingin tahu, memberikan pengalaman langsung dan berorientasi pada kegiatan penemuan. Schoenherr dalam Martiningsih (2007) berpendapat, bahwa metode pembelajaran yang sesuai adalah metode eksperimen.