BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit diabetes mellitus ditetapkan oleh PBB sebagai penyakit tidak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perilaku dan gaya hidup yang dijalani oleh masyarakat. Saat pendapatan tinggi,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO Tahun 2013, diperkirakan 347 juta orang di dunia menderita

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

KEPATUHAN MENJALANI DIET DITINJAU DARI JENIS KELAMIN DAN TINGKAT PENDIDIKAN PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. makan, faktor lingkungan kerja, olah raga dan stress. Faktor-faktor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. metabolisme gula akibat kurangnya sekresi hormon insulin sehingga terjadi

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kronis menjadi masalah kesehatan yang sangat serius dan

KEPATUHAN PERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2

BAB 1 PENDAHULUAN. tertentu dalam darah. Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi pankreas

BAB I PENDAHULUAN. adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM, baik aspek

BAB I PENDAHULUAN. Fluktuasi politik dan ekonomi saat ini mengakibatkan perubahan pada tingkat

BAB I PENDAHULUAN. hidup yaitu penyakit Diabetes Melitus. Diabetes Melitus (DM) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. manusia di dunia. Menurut Golostein (2008), bahwa 5% dari populasi penduduk

BAB I PENDAHULUAN. merealisasikan tercapainya Millenium Development Goals (MDGs) yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang

BAB I PENDAHULUAN. yang selalu mengalami peningkatan setiap tahun di negara-negara seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia pada abad 21. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2025,

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus, merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. kemasan merupakan hal yang penting dan diperlukan oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi medis tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. seseorang oleh karena gangguan keseimbangan karbohidrat, lemak dan

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health Organization (WHO)

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena sekresi

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Taufik Hidayat, 2013

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. kematian di wilayah Asia Tenggara. Hal ini seperti yang disampaikan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. absolute atau relatif. Pelaksanaan diet hendaknya disertai dengan latihan jasmani

BAB I PENDAHULUAN. adalah diabetes melitus (DM). Diabetes melitus ditandai oleh adanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGETAHUAN DIABETES MELITUS DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DM TIPE 2

BAB I PENDAHULUAN. Association, 2013; Black & Hawks, 2009). dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun Data dari profil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit degeneratif atau penyakit tidak menular akan terus meningkat

BAB I PENDAHULUAN. di hampir semua negara tak terkecuali Indonesia. Penyakit ini ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat

BAB I PENDAHULUAN. pada seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu diantara penyakit tidak menular

BAB 1 PENDAHULUAN. komprehensif pada self-management, dukungan dari tim perawatan klinis,

BAB I PENDAHULUAN. kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa)

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara

I. PENDAHULUAN. akan mencapai lebih dari 1,5 milyar orang (Ariani,2013). Hipertensi telah

BAB 1 PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN. ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal serta gangguan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. semakin meningkat dari tahun ke tahun. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan di dunia. Insidens dan prevalens penyakit ini terus

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus telah menjadi masalah kesehatan di dunia. Insidens dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Internasional of Diabetic Ferderation (IDF, 2015) tingkat. prevalensi global penderita DM pada tahun 2014 sebesar 8,3% dari

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang cukup banyak mengganggu masyarakat. Pada umumnya, terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. atau keduanya (Sutedjo, 2010). Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Diabetes Mellitus (DM) atau kencing manis merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. bahwa, penderita diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2013 yang


BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRESS TERHADAP KADAR GULA DARAH PENDERITA DIABETES MELITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKOHARJO I KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan ekonomi yang semakin cepat, kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) sebagai suatu penyakit tidak menular yang cenderung

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi penyakit dan kesakitannya. Dari data-data yang ada dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh gangguan sekresi insulin, penggunaan insulin atau keduanya(ada,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH PEMBERIAN DIIT DM TINGGI SERAT TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH PASIEN DM TIPE-2 DI RSUD SALEWANGANG KAB. MAROS

Kesehatan (Depkes, 2014) mendefinisikan diabetes mellitus sebagai penyakit. cukup atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara efektif, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberhasilan suatu pengobatan tidak hanya dipengaruh i oleh. kesehatan, sikap dan pola hidup pasien dan keluarga pasien, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. degenerative. Diabetes Melitus (yang selanjutnya disingkat DM) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal (Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. berpenghasilan rendah dan menengah. Urbanisasi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. gizi ganda, dimana masalah terkait gizi kurang belum teratasi namun telah

PENDAHULUAN. psikologis, dan perubahan kondisi sosial. 2 Kondisi ini membuat kebutuhan asupan gizi lansia perlu diperhatikan untuk mencegah risiko

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit diabetes mellitus ditetapkan oleh PBB sebagai penyakit tidak menular, tetapi berlangsung lama dan sulit untuk diturunkan angkanya. Penyakit ini adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup (Soegondo, 1999). Menurut laporan statistik dari International Diabetes Federation (IDF) (Nathan dan Delahanty, 2009) menyebutkan bahwa terdapat 230 juta penderita diabetes mellitus dan diperkirakan akan terus meningkat menjadi 370 juta pada tahun 2030. Perkiraan tersebut memperkuat pendapat Suyono (2006) bahwa diabetes mellitus merupakan salah satu di antara beberapa penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya dimasa datang. Data Dinas Kesehatan Kota Surakarta menunjukkan jumlah penderita diabetes mellitus pada tahun 2005 sebesar 43.312 orang dan meningkat pada tahun 2006 menjadi 46.465 orang. Tahun 2009 jumlah penderita diabetes mellitus berkembang lagi, tercatat data penderita diabetes mellitus di puskesmas sebanyak 12.685 kasus dan di rumah sakit sebanyak 29.165 kasus. Jika dihitung prevalensinya maka diperoleh angka sebesar 4.362 per 100.000 penduduk RSUD Dr. Moewardi di Surakarta juga mencatat tahun 2008 pasien terdiagnosa awal diabetes mellitus terhitung sebanyak 720 orang, pada tahun 2009 1

2 sebanyak 752 orang, pada tahun 2010 menjadi 1.000 orang, tahun 2012 jumlahnya menjadi 2.197 orang dan di tahun 2013 angka pasien mencapai 11.701 orang. Adapun perbandingan prosentase pasien diabetes mellitus dan beberapa pasien dengan kasus non-diabetes di klinik penyakit dalam RSUD Dr. Moewardi dapat diketahui pada gambar. Gambar 1.1 Prosentase jumlah rata-rata pasien klinik penyakit dalam RSUD Dr. Moewardi di Surakarta dispepsi 7% gastritis 4% hipertiroid 3% hepatitis B 1% hipertensi 33% diabetes Mellitus 52% Penyakit diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi 3, yaitu, diabetes mellitus tipe 1, diabetes mellitus tipe 2 dan diabetes mellitus gestasional. Dari ketiganya, Nathan dan Delahanty (2009) mengatakan hampir semua kasus diabetes mellitus adalah kasus diabetes mellitus tipe 2. Didukung pendapat Kariadi (2009) yang mengatakan bahwa diabetes mellitus tipe 2 menempati urutan terbanyak dari semua kasus diabetes mellitus di seluruh dunia, yaitu sekitar 90-99%. Prevalensi yang besar pada kejadian diabetes mellitus tipe 2 disebabkan oleh beberapa hal, seperti pendapat Lin dan Sun (2010), bahwa secara etiologi

3 penyebab diabetes mellitus tipe 2 adalah faktor genetik dan aktivitas fisik. Sedangkan menurut Nathan dan Delahanty (2009) mengatakan bahwa diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang dipengaruhi oleh setiap aspek gaya hidup, termasuk pola makan dan aktivitas fisik, dan juga berkaitan dengan proses penuaan dan obesitas. Majithia dan Florez (dalam Lin dan Sun, 2010) menerangkan prosentase seseorang menderita diabetes mellitus tipe 2 dilihat dari faktor genetik adalah 7% bagi yang tidak memiliki sejarah keluarga menderita penyakit ini, 40% jika salah satu dari orang tuanya menderita diabetes mellitus, dan 70% jika kedua orang tuanya menderita diabetes mellitus. Hal ini berarti setiap orang memiliki risiko menderita diabetes mellitus meskipun dengan kemungkinan yang berbeda. Menurut Harbuwono (Kompas, 2010) diabetes mellitus berkaitan dengan faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik dianggap tidak bisa dimodifikasi, sementara faktor lingkungan bisa. Jika seseorang sudah mempunyai faktor genetik, yang harus dijaga adalah faktor lingkungannya. Menurut data dari WHO tahun 2009, 90% diabetes mellitus pada penderita disebabkan pola hidup di masyarakat yang cenderung tidak sehat, seperti kurang olah raga dan pola makan tidak sehat dengan konsumsi karbohidrat, lemak, dan lainnya secara berlebih. Diabetes mellitus tipe 2 tidak bisa disembuhkan, akan tetapi penderitanya bisa mengendalikan kondisi kesehatannya dengan menjaga kestabilan kadar gula darahnya. Salah satu upaya utama dalam pengendalian kadar gula darah adalah dengan mematuhi aturan diet.

4 Darusman (2009) mengatakan bahwa diet merupakan terapi paling utama dalam penatalaksanaan diabetes mellitus. Diet ditujukan terutama untuk mengendalikan berat badan pasien, mempertahankan gula darah supaya tetap normal dengan menyeimbangkan asupan makanan dengan insulin yang tersedia dalam tubuh, sehingga menghambat terjadinya perkembangan penyakit yang tidak diinginkan. Adapun pengaturan diet diabetes mellitus berdasarkan 3J, yaitu, jumlah, jenis dan jadwal (Kariadi, 2009). Jumlah makanan diatur berdasarkan tinggi dan berat badan, jenis aktivitas dan umur penderita diabetes. Jenis makanan mencakup karbohidrat (termasuk penghitungan gula murni dan gula komplek), lemak, buah dan sayuran. Sedangkan jadwal makan meliputi waktu makan tetap dan makan selingan. Pengendalian penyakit diabetes mellitus harus dilakukan dengan kepatuhan yang baik. Cox dan Anderson (dalam Ciechanowski dkk 2001) mengatakan bahwa diabetes mellitus dianggap sebagai salah satu penyakit yang membahayakan segi psikologis dan perilaku dari penyakit-penyakit medis kronis lainnya, 95% dari manajemennya dikendalikan oleh pasien sendiri. Clark (dalam Sabate, 2003) mengatakan bahwa dalam pencegahan penyakit diabetes, kepatuhan terhadap diet dan aktivitas fisik secara efektif mengurangi timbulnya penyakit, mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi dan kecacatan. Watkins (2000) menyatakan bahwa penderita diabetes mellitus seringkali mengalami kesulitan untuk menerima diagnosa, terutama ketika ia mengetahui bahwa hidupnya diatur oleh diet makanan dan obat-obatan. Sementara penyakit

5 lainnya dapat diobati dengan mengonsumsi obat dan waktu yang ditentukan, diabetes mellitus membutuhkan perhatian terus menerus dan kewaspadaan dalam hal penentuan waktu dan kandungan makanan serta aktivitas fisik, pemantauan kadar gula darah serta berbagai pengelolaan pengobatan (Nathan dan Delahanty, 2009). Anderson (dalam Delamater, 2006) mengatakan bahwa pasien diabetes mellitus menunjukkan kepatuhan yang lebih baik terhadap obat daripada perubahan gaya hidup yang diresepkan seperti dalam pengaturan makan atau diet. Seorang penderita diabetes mellitus tipe 2 mengaku belum pernah mendapatkan anjuran untuk mengatur pola makannya, hanya mengatur dalam penggunaan gula. Hal ini mempengaruhi pemahaman penderita tentang diet, terutama dalam upaya menjaga kestabilan kadar gula darahnya. Kadar gula tinggi bukan hanya disebabkan konsumsi gula, akan tetapi ada beberapa jenis makanan yang jika dikonsumsi akan langsung diolah oleh tubuh dan sifatnya cepat meningkatkan kadar gula darah, misalnya adalah nasi. Terlalu banyak mengkonsumsi nasi dan tidak diimbangi dengan jenis makanan lain seperti serat serta tidak diimbangi dengan aktivitas fisik, akan dengan cepat meningkatkan kadar gula dalam darah. Dua penderita diabetes mellitus lainnya sudah beberapa kali menjalani perawatan di rumah sakit karena terjadi ulkus di kakinya. Saat disinggung tentang pola makannya, kerabat seorang penderita menjawab bahwa penderita suka ngemil. Ngemil adalah mengkonsumsi makanan ringan, seperti snack, jajanan pasar, atau sekedar memakan teman makan yang kerap disebut karak dan kerupuk. Penderita yang lain tidak bisa mengontrol aktivitas makannya begitu melihat ada

6 makanan yang tersaji di hadapannya. Keluarganya sudah berusaha menjaga aturan diet diabetes atau aturan 3J-nya. Akan tetapi, aktivitas penderita yang sering menghadiri pertemuan dengan kolega atau kerabat di luar rumah membuat penderita menghadapi aneka makanan suguhan. Penderita mengaku setiap melihat ada makanan dirinya tidak menahan diri untuk menyantapnya. Kegemaran makan tanpa menaati aturan diet berdampak buruk bagi perkembangan kesehatan penderita diabetes mellitus. Rendahnya tingkat kepatuhan pada pasien diabetes dalam menjalani diet akan mengurangi manfaat dari rangkaian tritmen klinis yang dijalani pasien. Menurut Pinci (dalam Winasis, 2009) rasa tidak berdaya sering terjadi pada individu dengan penyakit kronis. Ketidakberdayaan merupakan suatu persepsi bahwa tindakan seseorang tidak akan mempengaruhi hasil. Hal tersebut akan mempengaruhi kepatuhan pasien dalam menjalankan anjuran dokter. Ditambah lagi menurut Hartono (1995) perkataan diet sering ditanggapi oleh banyak orang sebagai suatu tindakan yang akan mengganggu kenyamanan serta kemudahan dalam hidupnya sehari-hari. Penelitian Bourne (2010) menemukan ada beberapa variabel yang berkorelasi dengan kesehatan, antara lain adalah umur, jenis kelamin, dan tingkat pendapatan serta hubungannya dengan tingkat pendidikan, status perkawinan, tempat tinggal, pendidikan, kondisi psikologis (misal, kondisi positif atau negatif afeksi psikologis seseorang) dan variabel yang lainnya. Smet (1994) mengemukakan bahwa kepatuhan pada penderita diabetes mellitus bisa diidentifikasikan berdasarkan kelas sosial-ekonomi, pendidikan,

7 umur, dan jenis kelamin yang senada dengan pendapat McDonald, Garg, dan Haynes (2002) bahwa kepatuhan memiliki hubungan dengan faktor-faktor sosiodemografis seperti jenis kelamin, usia, ras, tingkat kecerdasan dan tingkat pendidikan. Peran pendidikan dalam penatalaksanaan diet diabetes mellitus adalah sebagai modal utama pengetahuan pasien akan pentingnya mematuhi aturan diet. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah orang tersebut menerima informasi sehingga makin banyak pengetahuan yang dimiliki. Menurut Notoatmodjo (2003), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Sama halnya dengan yang dikemukakan oleh Berman (dalam Darusman, 2009) bahwa tingkat pendidikan dapat mempengaruhi perilaku untuk mematuhi pengobatan, termasuk dalam penatalaksanan diet. Hal ini terbukti dalam penelitian Susanti, dkk (2013) yang menunjukkan bahwa dengan pendidikan sampai dengan jenjang SMA membuat pasien sudah cukup baik dalam menerima dan mengingat pengetahuan tentang diet tanpa mengalami kesulitan. Moehyi (dalam Darusman, 2009) mengatakan jenis kelamin juga disebut sebagai faktor yang berhubungan dengan tingkat kepatuhan pasien. Menurut Kozier (dalam Darusman, 2009) pada umumnya wanita lebih memperhatikan dan peduli pada kesehatan mereka dan lebih sering menjalani pengobatan dibandingkan pria. Glasgow (dalam Sabate, 2003) mengatakan, meskipun lakilaki lebih banyak melakukan aktivitas fisik mereka juga mengkonsumsi lebih

8 banyak kalori, makan lebih banyak makanan yang tidak tepat dan memiliki tingkat kepatuhan yang dinilai rendah dalam menggunakan ukuran gabungan diet. Akan tetapi, menurut hasil penelitian Irani (dalam Darusman, 2009) menunjukkan bahwa laki-laki memiliki tingkat kepatuhan yang lebih baik dibandingkan dengan wanita dalam menjalani penatalaksanaan Diabetes mellitus. Uraian di atas melatar belakangi peneliti dalam melakukan penelitian tentang kepatuhan menjalani diet ditinjau dari jenis kelamin dan tingkat pendidikan penderita diabetes mellitus tipe 2. B. Rumusan Masalah Permasalahan dalam penelitian ini adalah "Apakah ada perbedaan kepatuhan menjalani diet ditinjau dari jenis kelamin dan tingkat pendidikan penderita diabetes mellitus tipe 2?". C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Megetahui perbedaan kepatuhan menjalani diet ditinjau dari jenis kelamin dan tingkat pendidikan pada penderita diabetes mellitus tipe 2. 2. Mengetahui tingkat kepatuhan menjalani diet pada penderita diabetes mellitus tipe 2 ditinjau dari jenis kelamin. 3. Mengetahui tingkat kepatuhan menjalani diet pada penderita diabetes mellitus tipe 2 ditinjau dari tingkat pendidikan.

9 D. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Bagi penderita diabetes mellitus tipe 2 Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada subjek tentang pentingnya kepatuhan menjalani diet bagi penderita diabetes mellitus tipe 2, serta gambaran peran karakteristik subjek, khususnya tingkat pendidikan dan jenis kelamin, sehingga subjek bisa lebih meningkatkan kepatuhan menjalani terapi diet demi kondisi kesehatan subjek yang lebih baik. 2. Bagi keluarga Hasil penelitian ini bisa memberikan gambaran tentang penyakit yang diderita subjek sehingga keluarga sebagai pihak terdekat mampu memberikan dukungan dan dorongan bagi subjek sehingga pederita diabetes mellitus tipe 2 mampu mematuhi semua prosedur pengobatan diabetes mellitus, khususnya dalam terapi diet. 3. Bagi pihak Rumah Sakit Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang gambaran peran karakteristik subjek, khususnya tingkat pendidikan dan jenis kelamin penderita diabetes mellitus tipe 2 terhadap kepatuhan penderita sehingga pihak rumah sakit memberikan metode yang tepat dalam menangani para penderita diabetes mellitus tipe 2 dengan karakteristik yang berbeda-beda. 4. Bagi peneliti yang lain Bagi peneliti lainnya, apabila penelitian ini terbukti maka dapat dijadikan referensi dan pembanding penelitian lainnya yang memiliki latar

10 belakang permasalahan berkaitan dengan kepatuhan menjalani diet ditinjau dari tingkat pendidikan dan jenis kelamin pada penderita diabetes mellitus tipe 2.