BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aktivitas di kawasan ini menjadi semakin tinggi. Hal ini akan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROFIL PELAKSANAAN PROGRAM KOTA TANPA KUMUH (KOTAKU) KOTA TANJUNGBALAI

KAJIAN MITIGASI BENCANA KEBAKARAN DI PERMUKIMAN PADAT (STUDI KASUS: KELURAHAN TAMAN SARI, KOTA BANDUNG)

BAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Presiden Republik Indonesia,

(lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada Pasal 1 ayat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. Halaman PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii

BAB I PENDAHULUAN. pusat aktivitas dari penduduk, oleh karena itu kelangsungan dan kelestarian kota

I. PENDAHULUAN. DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini perkembangan industri di Indonesia

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB II GAMBARAN UMUM PEKERJA ANAK DI KOTA TANJUNGBALAI

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 4 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BUPATI BANDUNG BARAT

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

BAB I PENDAHULUAN. I. Pengantar

1 Universitas Indonesia

Walikota Tasikmalaya

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan korban jiwa, kerugian harta benda kerusakan lingkungan,

2016 KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN PADAT PENDUDUK DI KECAMATAN BOJONGLOA KALER

BAB I PENDAHULUAN Posisi Indonesia dalam Kawasan Bencana

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENGENDALIAN BAHAYA KEBAKARAN MELALUI OPTIMALISASI TATA KELOLA LAHAN KAWASAN PERUMAHAN DI WILAYAH PERKOTAAN

BAB I PENDAHULUAN. kerugian harta benda dan dampak psikologis (IDEP, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

REVISI RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH ( R K P D ) TAHUN 2017 PEMERINTAH KOTA TANJUNGBALAI 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA KONTIJENSI TSUNAMI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. baik oleh faktor alam, atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, sebagaimana

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya kebutuhan tanah untuk tempat tinggal dan kegiatan aktifitas lainnya.

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN I - 1. Sumber data statistic BPS DKI Jakarta. Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta

MITIGASI BENCANA BENCANA :

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERENCANAAN MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA AMBON Hertine M. Kesaulya¹, Hanny Poli², & Esli D. Takumansang³

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Bangunan gedung menurut UU RI No. 28 Tahun 2002 adalah wujud fisik hasil

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 70 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia,

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB I PENDAHULUAN. monoksida, atau produk dan efek lainnya (Badan Standar Nasional, 2000).

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencapai 50 derajat celcius yang menewaskan orang akibat dehidrasi. (3) Badai

KONSEP DAN RENCANA PENANGANAN BANGUNAN GEDUNG DAN PROTEKSI KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. potensial dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hingga

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

BAB I PEDAHULUAN. yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 ).

BAB I PENDAHULUAN. terletakm pada 3 pertemuan lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro-Asia

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas.

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

ADITYA PERDANA Tugas Akhir Fakultas Teknik Perencanaan Wilayah Dan Kota Universitas Esa Unggul BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan mempunyai tempat penyimpanan barang yang cukup rentan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. faktor alam dan non alam yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

Imam A. Sadisun Pusat Mitigasi Bencana - Institut Teknologi Bandung (PMB ITB) KK Geologi Terapan - Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - ITB

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN

2015 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGURANGAN RESIKO BENCANA GEMPA BUMI DI KOTA BUKITTINGGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Tentang Perberdaan pengetahuan Responden Mengenai Emergency Preparedness Berdasarkan Masa Kerja...

KONSEP DAN RENCANA PENANGANAN BANGUNAN GEDUNG DAN PROTEKSI KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

KERENTANAN (VULNERABILITY)

BAB I PENDAHULUAN. Suatu bencana alam adalah kombinasi dari konsekuensi suatu resiko alami

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Powered by TCPDF (

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kepadatan serta pertumbuhan penduduk yang terpusat di perkotaan menyebabkan aktivitas di kawasan ini menjadi semakin tinggi. Hal ini akan menyebabkan peluang terjadinya kebakaran di kawasan perkotaan menjadi lebih besar. Peningkatan pertumbuhan penduduk juga menyebabkan meningkatnya jumlah permintaan permukiman. Tingginya permintaan permukiman oleh masyarakat di perkotaan yang tidak diimbangi dengan perencanaan dan penyediaan lahan permukiman yang layak, menjadikan masyarakat terpaksa menempati kawasan yang rentan terhadap bencana kebakaran sebagai tempat tinggal mereka. Akibatnya akan semakin banyak masyarakat kota yang terkonsentrasi menetap pada kawasan yang rentan terhadap resiko bencana kebakaran, jika terjadi kebakaran di kawasan tersebut makan probabilitas jatuhnya korban juga akan semakin besar. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan suatu usaha yang dapat digunakan sebagai cara untuk mengurangi atau menghilangkan resiko akibat bencana kebakaran terhadap manusia dan harta bendanya terutama di kawasan-kawasan terbangun seperti kawasan permukiman padat yang memiliki tingkat kerentanan (vulnerability) yang relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan kawasan kepadatan rendah. Definisi bencana menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 Tentang

Penanggulangan Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan serta penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh alam, maupun non-alam yaitu bersumber dari ulah manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Dalam undang-undang tersebut juga dinyatakan bahwa kebakaran termasuk ke dalam salah satu bencana. Berdasarkan penyebab kejadiannya, kebakaran adalah bencana yang dikategorikan sebagai bencana alam (natural disasters) maupun bencana non-alam yang diakibatkan oleh kelalaian manusia (manmade disasters). Sumber bencana oleh alam yang menyebabkan terjadinya kebakaran adalah petir, gempa bumi, letusan gunung api, kekeringan dan lain sebagainya. Sementara itu, sedangkan sumber bencana oleh manusia yang menyebabkan terjadinya kebakaran diantaranya adalah kebocoran gas LPG yang mudah terbakar, hubungan arus pendek listrik, puntung rokok, sabotase, kurangnya pengamanan konstruksi bangunan terhadap kebakaran, dan lain-lain. Kota Tanjung Balai merupakan salah satu kawasan perkotaan yang memiliki tingkat pertumbuhan penduduk dan aktivitas penduduk yang tinggi (2.705 penduduk/km2, BPS Kota Tanjung Balai). Berdasarkan data unit Pemadam Kebakaran Kota Tanjung Balai, selama tahun 2009 terjadi 21 kali kejadian kebakaran sementara dari awal tahun hingga bulan Februari 2010 telah terjadi 6 bencana kebakaran. Hal ini menunjukkan Kota Tanjung Balai memiliki rata-rata kejadian kebakaran sebanyak 1,9 kali per bulan. Selain menimbulkan kerugian materi, kebakaran di Kota Tanjung Balai juga menimbulkan korban nyawa dan luka-luka.

Kebakaran tersebut sekitar 80% disebabkan oleh hubungan pendek listrik, sedangkan 20% disebabkan oleh ledakan kompor, lampu, dan lain-lain. Sekitar 78% kejadian kebakaran terjadi pada bangunan permukiman penduduk, hal ini dikarenakan pada umumnya bahan bangunan rumah yang digunakan sangat rentan terhadap kebakaran. Dengan demikian maka Kota Tanjung Balai termasuk pula ke dalam kawasan perkotaan yang memiliki peluang besar terjadinya kebakaran. Kecamatan Tanjung Balai Utara merupakan salah satu kecamatan di Kota Tanjung Balai yang memiliki peluang terjadinya kebakaran. Hal ini dikarenakan kecamatan ini merupakan salah satu kecamatan yang memiliki jumlah kepadatan penduduk yang terbesar di Kota Tanjung Balai, yaitu sebesar 21.001 penduduk tiap km 2 (BPS Kota Tanjung Balai Tahun 2008). Dengan jumlah kepadatan penduduk tersebut, maka kecamatan ini memiliki tingkat aktivitas penduduk yang tinggi pula. Selain itu, besarnya peluang terjadinya kebakaran di kecamatan ini didukung oleh data Unit Pemadam Kebakaran Kota Tanjung Balai tahun 2010, yang menyatakan bahwa Kecamatan Tanjung Balai Utara merupakan salah satu wilayah di Kota Tanjung Balai yang rawan terhadap kebakaran. Sistem proteksi kebakaran di Kota Tanjung Balai yang telah ada saat ini berupa Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK) yang menitikberatkan pada sistem dan strategi pemadaman kebakaran. Sementara kajian tentang identifikasi tingkat resiko kebakaran dan analisis kondisi fisik lingkungan permukiman belum pernah dilakukan. Sehingga diperlukan penelitian terhadap lingkungan permukiman kota untuk melihat tingkat resiko kebakaran yang meliputi sumber, kerentanan dan

ketahanan kebakaran yang diharapkan menjadi salah satu masukan dalam melengkapi RISPK yang ada merujuk pada Kepmenneg PU No.11/KPTS/2000 yang didukung Kepmenneg PU No.10/KPTS/2000, UU RI No.28 Tahun 2002, Kep. Dirjen Perkim No. 58/KPTS/2002, Permen PU No. 20/PRT/M/2009 dan beberapa SNI terkait. Fokus kepada Kecamatan Tanjung Balai Utara sebagai wilayah terpadat sebagai studi kasus penelitian. Hasil kajian penelitian diharapkan mampu sebagai dasar yang jelas untuk menentukan rangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana kebakaran, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Rekomendasi akan dirumuskan setelah melakukan identifikasi bahaya, kerentanan, ketahanan, dan tingkat resiko kebakaran kawasan permukiman padat. 1.2 Rumusan Masalah Kebakaran merupakan suatu kejadian dengan berbagai faktor penyebab yang dapat terjadi dimana saja dan kapan saja,. Banyak yang memandang bencana kebakaran, bukan sebagai resiko yang dapat diminimasi, melainkan sebagai musibah. Juga masih kuat anggapan bahwa biaya untuk proteksi terhadap bahaya kebakaran bukan biaya yang tergolong sebagai biaya investasi yang dapat dikembalikan dalam waktu relatif cepat. Namun pada dasarnya kebakaran merupakan kejadian yang sifatnya dapat dicegah melalui berbagai tindakan pencegahan seperti menjaga keselamatan aktivitas lingkungan dari ancaman kebakaran.

Salah satu lokasi di perkotaan yang paling sering terjadi kebakaran adalah permukiman penduduk terutama permukiman padat. Sering terjadinya kebakaran di kawasan ini disebabkan oleh bahaya kebakaran yang dimiliki kawasan permukiman padat, yang tidak didukung adanya ketahanan lingkungan dan masyarakat seperti kondisi fisik, sosial-kependudukan, ekonomi kelembagaan, serta sarana dan prasarana yang baik. Sebaliknya, potensi bahaya kebakaran di kawasan permukiman padat tersebut didukung oleh adanya kerentanan lingkungan dan masyarakat seperti jarak antar rumah yang terlalu rapat, bahan bangunan rumah yang mudah terbakar, tidak tersedianya sarana dan prasarana pendukung pencegahan dan penanggulangan kebakaran, dan lain sebagainya. Untuk mengurangi tingkat resiko terjadinya kebakaran yang dapat menimbulkan kerugian material, moril, dan fisik, maka kerentanan yang dimiliki oleh kawasan permukiman padat harus dikurangi bahkan dihilangkan dan ketahanan yang dimiliki harus ditingkatkan. Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK) Kota Tanjung Balai 2010 hanya menitikberatkan pada sistem dan strategi pemadaman kebakaran. Sementara kajian tentang identifikasi tingkat resiko kebakaran dan analisis kondisi fisik lingkungan permukiman belum pernah dilakukan. Studi ini dilakukan guna menghasilkan sistem penanggulangan kebakaran dalam konteks tingkat resiko bencana kebakaran di permukiman Kecamatan Tanjung Balai Utara yang mengidentifikasi sumber bahaya, ketahanan, dan kerentanan. Kondisi sosial kependudukan dan budaya masyarakat, kondisi ekonomi masyarakat, kondisi sarana dan prasarana pendukung jika terjadi kebakaran, serta ada/tidaknya lembaga

masyarakat yang menangani bencana khususnya kebakaran di kawasan permukiman padat. Pengidentifikasian tersebut dilakukan untuk menjawab empat pertanyaan penelitian yang diajukan yaitu: 1. Sumber bahaya kebakaran apa saja yang terdapat di permukiman padat? 2. Kerentanan apa saja yang ada di kawasan permukiman padat dalam menghadapi bahaya kebakaran? 3. Ketahanan apa saja yang ada di kawasan permukiman padat dalam menghadapi bahaya kebakaran 4. Seberapa tinggi tingkat resiko bencana kebakaran di permukiman padat? Pada akhirnya pertanyaan penelitian tersebut ditujukan untuk menjawab pertanyaan penelitian utama dalam studi ini yaitu: penanggulangan bencana kebakaran seperti apa yang sesuai dengan karakteristik lingkungan permukiman padat di kota? 1.3 Tujuan dan Sasaran Tujuan studi ini adalah guna melengkapi sistem penanggulangan bencana kebakaran di permukiman padat Kota Tanjung Balai dengan wilayah penelitian di Kecamatan Tanjung Balai Utara. Sedangkan sasaran yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah: 1. Identifikasi serta penilaian tolok ukur dan variabel sumber bahaya kebakaran di kawasan permukiman padat

2. Identifikasi serta penilaian tolok ukur dan variabel kerentanan kawasan permukiman padat 3. Identifikasi serta penilaian tolok ukur dan variabel ketahanan kawasan permukiman padat 4. Penilaian tingkat resiko bencana kebakaran di kawasan permukiman padat. 1.4 Manfaat Studi Studi ini dilakukan untuk memberikan masukan kepada: 1. Pemerintah Daerah Kota Tanjung Balai dalam mengantisipasi dan memperkecil kemungkinan terjadinya bencana kebakaran di Kota Tanjung Balai khususnya di Kecamatan Tanjung Balai Utara. 2. Instansi-instansi terkait seperti PDAM, PLN, Unit Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Kota Tanjung Balai agar lebih meningkatkan kapasitas kawasan permukiman padat di Kota Tanjung Balai dalam menghadapi bahaya kebakaran melalui penyediaan infrastruktur sesuai dengan standar yang ada. 3. Masyarakat Kecamatan Tanjung Balai Utara, untuk lebih mengenal berbagai kerentanan dan ketahanan terhadap bahaya kebakaran serta potensi kebakaran yang dimiliki wilayahnya sehingga dapat lebih waspada dan meningkatkan ketahanan terhadap bahaya kebakaran.

1.5 Ruang Lingkup Studi Ruang lingkup studi terdiri dari dua cakupan ruang yaitu ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi. 1.5.1 Pemilihan wilayah studi 1.5.1.1 Keberadaan kota Tanjung Balai Kota Tanjung Balai adalah salah satu wilayah kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera, yang secara geografis terletak pada 2 0 58 00 LU dan 99 0 48 00 BT. Kota ini berada disebelah Tenggara yang berjarak lebih kurang 250 Km dari Kota Medan. Kota ini berada di pinggir pantai yaitu Pantai Timur Sumatera yang berhubungan langsung dengan Selat Malaka. Dengan keluarnya Peraturan Daerah (Perda) Kota Tanjung Balai Nomor 4 Tahun 2005 tanggal 4 Agustus 2005 tentang Pembentukan Kecamatan Datuk Bandar Timur dan Nomor 3 Tahun 2006 tanggal 26 Pebruari 2006 tentang Pembentukan Kelurahan Pantai Johor di Kecamatan Datuk Bandar, maka wilayah Kota Tanjung Balai menjadi 6 kecamatan dan 31 kelurahan. Adapun kecamatan dan kelurahan yang ada di Kota Tanjungbalai adalah sebagai berikut: 1. Kecamatan Datuk Bandar, terdiri dari 5 kelurahan yaitu: a. Kelurahan Sijambi b. Kelurahan Pahang c. Kelurahan Gading d. Kelurahan Sirantau

e. Kelurahan Pantai Johor 2. Kecamatan Datuk Bandar Timur, terdiri dari 5 kelurahan yaitu: a. Kelurahan Bunga Tanjung b. Kelurahan Selat Lancang c. Kelurahan Selat Tanjung Medan d. Kelurahan Semula Jadi e. Kelurahan Pulau Simardan 3. Kecamatan Tanjungbalai Selatan, terdiri dari 6 kelurahan yaitu: a. Kelurahan Tanjungbalai Kota II b. Kelurahan Tanjungbalai Kota I c. Kelurahan Karya d. Kelurahan Perwira e. Kelurahan Indra Sakti f. Kelurahan Pantai Burung 4. Kecamatan Tanjungbalai Utara, terdiri dari 5 kelurahan yaitu: a. Kelurahan Tanjungbalai Kota III b. Kelurahan Mata Halasan c. Kelurahan Kuala Silo Bestari d. Kelurahan Tanjungbalai Kota IV e. Kelurahan Sejahtera 5. Kecamatan Sei Tualang Raso, terdiri dari 5 kelurahan yaitu: a. Kelurahan Pasar Baru

b. Kelurahan Keramat Kubah c. Kelurahan Sumber Sari d. Kelurahan Muara Sentosa e. Kelurahan Sei. Raja 6. Kecamatan Teluk Nibung, terdiri dari 5 kelurahan yaitu: a. Kelurahan Beting Kuala Kapias b. Kelurahan Kapias Pulau Buaya c. Kelurahan Sei. Merbau d. Kelurahan Pematang Siantar e. Kelurahan Perjuangan Kota Tanjungbalai memiliki luas wilayah 60,529 Km 2 (6.052,9 Ha), yang terdiri dari 6 kecamatan dengan luas yang berbeda-beda. 1.5.1.2 Pemilihan lokasi studi Wilayah yang dipilih dalam penelitian ini adalah Kecamatan Tanjung Balai Utara, Kota Tanjung Balai, Provinsi Sumatera Utara yang terdiri dari lima kelurahan yaitu Kelurahan Tanjung Balai Kota III, Kelurahan Mata Halasan, Kelurahan Kuala Silo Bestari, Kelurahan Tanjung Balai Kota IV dan Kelurahan Sejahtera. Wilayah ini dipilih berdasarkan: 1. Dari enam kecamatan yang ada, wilayah Kecamatan Tanjung Balai Utara merupakan Wilayah Terpadat di Kota Tanjung Balai Utara menurut data BPS Kota Tanjung Balai yaitu ±21.001 populasi per km².

2. Kecamatan Tanjung Balai Utara merupakan salah satu wilayah paling rentan terjadinya kebakaran. Menurut data Satuan Pemadam Kebakaran, wilayah ini mengalami sebanyak empat kali terjadi kebakaran di lingkungan permukiman padat penduduk selama tahun 2009. 3. Kota Tanjung Balai merupakan salah satu kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara yang mencirikan perkembangan terpusat seperti wilayah Ibukota Negara, Jakarta. Pencirian perkembangan kota terpusat ini disebabkan oleh tindak masyarakat berpenghasilan rendah menjadikan Kecamatan Tanjung Balai Utara sebagai sasaran wilayah lokasi karya mereka sehingga kota terbentuk dari kantung-kantung permukiman yang tidak tertata dan fisik permukiman bermaterial dibawah standar yang sangat rentan terhadap bencana kebakaran. 4. Kecamatan Tanjung Balai Utara merupakan wilayah yang memiliki nilai luas wilayah terkecil dari nilai luas wilayah kecamatan lainnya namun memiliki tingkat kepadatan permukiman tertinggi dari wilayah lainnya. Kondisi ini akan memudahkan peneliti untuk menyelesaikan permasalahan penanggulangan kebakaran permukiman secara lengkap dalam substansial yang akan ditetapkan dan diharapkan menjadi batuloncatan pemikiran dalam merumuskan penyelesaian permasalahan penanggulangan kebakaran permukiman padat di wilayah sekitarnya.

1.5.2 Substansi Bencana kebakaran tidak hanya disebabkan oleh manusia (man-made disaster), namun juga dapat disebabkan oleh alam (natural hazard). Studi ini hanya membatasi penyelesaian permasalahan yang disebabkan oleh manusia karena lingkungan binaan yang terbentuk oleh keberadaan manusia yang sangat berpotensi sebagai penyebab bencana kebakaran yang terlingkup dalam sumber bahaya yang berasal dari pemakaian peralatan yang memicu bencana kebakaran, tingkat kerentanan keberadaan material dan properti sebagai tempat tinggal dan tingkat ketahanan material yang berada di sekitar kerentanan bahaya kebakaran di wilayah tersebut. Selain pembatasan terhadap jenis bencana kebakaran, studi tidak melibatkan gambaran masyarakat tentang makna bencana kebakaran. Makna bahaya, kerentanan dan ketahanan bencana kebakaran akan merunut pada studi literatur seperti teori, peraturan perundangan, kebijakan dan literatur lainnya yang bersifat formal. Studi akan mengidentifikasi tingkat ketahanan dan kerentanan permukiman padat penduduk berdasarkan kondisi ekonomi, sosial, fisik, sarana dan prasarana serta strukturasi setempat. Kemudian identifikasi bencana kebakaran di wilayah studi untuk melihat sejauh mana tingkat resiko bencana kebakaran di permukiman padat. 1.6 Sistematika Pembahasan Sistematika Pembahasan yang akan disajikan pada studi ini sebagai berikut:

BAB I. PENDAHULUAN Bab ini akan dimulai dengan segala permasalahan yang melatarbelakangi studi yang dilengkapi dengan rumusan masalah, tujuan dan sasaran studi, ruang lingkup studi yang terdiri dari ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup substansi, metodologi penelitian yaitu metode pendekatan studi, metode pengumpulan data dan metode analisis, manfaat studi serta kerangka pemikiran. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini diawali dengan membahas kawasan permukiman melalui teori tipologi permukiman perkotaan untuk menjelaskan karakteristik kawasan. Kemudian wacana dikembangkan melalui teori-teori yang berkaitan dengan bencana kebakaran, yaitu konsep kondisi permukiman, kelompok rumah berdasarkan prioritas dan kebutuhannya, daur hari bertinggal, akitivitas ekonomi dan badan sosial kemasyarakatan. Bab ini juga memaparkan jenis-jenis kebakaran dan karakteristik di dalamnya, serta penjelasan konsep penanggulangan bencana kebakaran. Terakhir, akan dijelaskan mengenai identifikasi variabel dan tolok ukur bahaya kebakaran di permukiman padat. BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menjelaskan jenis penelitian yang digunakan serta menjelaskan konsep dan analisis resiko kebakaran di kawasan permukiman padat berdasarkan identifikasi sumber munculnya api, kerentanan dan ketahanan di kawasan studi terhadap kebakaran. Identifikasi dilakukan melalui variabel-variabel terhadap sumber potensi

munculnya api, kerentanan dan ketahanan yang telah ditentukan. Terakhir, bab ini akan melahirkan penilaian relatif tingkat resiko bencana kebakaran di wilayah studi. BAB IV. KAWASAN PENELITIAN Bab ini menjelaskan wilayah studi yang telah dilakukan dan diteruskan berupa rumusan yang dapat dijadikan sistem penanggulangan kebakaran di permukiman padat di wilayah Kecamatan Tanjung Balai Utara. BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini menjelaskan temuan dari studi yang telah dilakukan dan diteruskan berupa rumusan yang dapat dijadikan sistem penanggulangan kebakaran di permukiman padat di wilayah Kecamatan Tanjung Balai Utara. Selain itu akan dijelaskan mengenai kesimpulan studi berupa alternatif tindakan-tindakan guna mendukung sistem penanggulan kebakaran yang dapat di rekomendasikan untuk memperkecil resiko kerugian jika terjadi bencana kebakaran. BAB VI. PENUTUP Bab ini menjelaskan hasil rangkuman atau kesimpulan hasil penelitian serta saran yang diharapkan berupa rumusan yang dapat dijadikan sistem penanggulangan kebakaran di permukiman padat di wilayah Kecamatan Tanjung Balai Utara. Mengenai kesimpulan studi berupa alternatif tindakan-tindakan guna mendukung sistem penanggulan kebakaran yang dapat di rekomendasikan untuk memperkecil resiko kerugian jika terjadi bencana kebakaran.