BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu kesehatan dan lain-lain. Selain itu organisasi non profit ini

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

ANALISIS PERKEMBANGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN GROBOGAN

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. wadah negara kesatuan RI yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. Upaya

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DALAM MENDUKUNG PELAKASANAAN OTONOMI DAERAH

ANALISIS PERUBAHAN KEMAMPUAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah/Kota.

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAHAN KOTA DEPOK TAHUN ANGGARAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan salah satu rangkaian dasar

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. pengalihan pembiayaan. Ditinjau dari aspek kemandirian daerah, pelaksanaan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik.

BAB I PENDAHULUAN. Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU

I. PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI SURAKARTA. (Studi Empiris di Surakarta Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan upaya pencapaian sasaran nasional di daerah sesuai

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perimbangan keuangan pusat dan daerah (Suprapto, 2006). organisasi dan manajemennya (Christy dan Adi, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. maka daerah akan lebih paham dan lebih sensitif terhadap kebutuhan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DITINJAU ASPEK KEU ANGAN" (Studi Empiris pada Wilayah Eks Karesidenan Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Mahi (2001)

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. sebagian masyarakat Indonesia mendukung dengan adanya berbagai tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. oleh rakyat (Halim dan Mujib 2009, 25). Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum bagi yang dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi. menjadi suatu fenomena yang umumnya sering terjadi.

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam,

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan pengelolaan keuangan daerah dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Sebagai pelaksana amanat undangundang tersebut, pemerintah juga menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Selain itu, terbit pula Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang disempurnakan oleh Permendagri Nomor 59 Tahun 2007. Peraturan dan perundang-undangan tersebut bertujuan untuk memberikan gambaran jelas mengenai implementasi pengelolaan keuangan daerah yang bertujuan salah satunya untuk mengembangkan pembangunan di daerah masingmasing. Salah satu asas pembangunan daerah adalah desentralisasi. Menurut Ketentuan Umum Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perwujudan dari asas desentralisasi tersebut adalah berlakunya otonomi daerah. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberi kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan

pemerintahan diluar yang menjadi urusan pemerintah pusat. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Sejalan dengan prinsip tersebut, dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup, dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional (Penjelasan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah: 167). Di dalam pelaksanaan otonomi daerah terdapat empat elemen penting yang diserahkan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Ke empat elemen tersebut menurut Cheema dan Rondinelli (dalam Anita Wulandari, 2001:17), adalah Desentralisasi Politik, Desentralisasi Fiskal, Desentralisasi Administrasi dan Desentralisasi Ekonomi. Keempat elemen tersebut menjadi kewajiban daerah untuk mengelola secara efisien dan efektif. Sehingga dengan demikian akan terjadi kemampuan / kemandirian suatu daerah untuk melaksanakan fungsinya dengan dengan baik. Salah satu elemen yang diserahkan pemerintah pusat kepada pemerintah deerah adalah desentralisasi fiskal. 2

Desentralisasi fiskal merupakan salah satu komponen utama dari desentralisasi. Desentralisasi merupakan sebuah alat untuk mencapai salah satu tujuan bernegara, terutama memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan publik yang lebih demokratis. Apabila pemerintah daerah melaksanakan fungsinya secara efektif dan diberikan kebebasan dalam pengambilan keputusan penyediaan pelayanan di sektor publik mereka harus didukung sumber-sumber keuangan yang memadai baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) termasuk surcharge of taxes, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, Pinjaman, maupun Subsidi/Bantuan dari pemerintah pusat. Aspek keuangan merupakan salah satu dasar kriteria untuk dapat mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri. Kemampuan daerah yang dimaksud adalah sampai sejauh mana daerah dapat menggali sumber-sumber keuangan sendiri guna membiayai kebutuhan keuangan daerah tanpa harus menggantungkan diri pada bantuan dan subsidi dari pemerintah pusat. Meskipun pemerintah pusat masih berperan dalam memberikan bantuan dana kepada pemerintah pusat melalui dana perimbangan, semangat otonomi daerah yang digelorakan sudah seharusnya menjadi titik awal bagi setiap daerah dalam mewujudkan kemandirian keuangan secara utuh. Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai kegiatan pelaksanaan tugas pembangunan serta pemerataan dan keadilan dengan mengembangkan seluruh 3

potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. APBD tersebut merupakan rincian dari pendapatan dan belanja yang dianggarkan pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintahan serta rincian pembiayaan untuk mengatasi kelebihan atau kekurangan anggaran. Guna mewujudkan pembangunan daerah yang berkesinambungan, pemerintah daerah memerlukan sumber pendanaan sebagai salah satu penyokong utama terciptanya pembangunan daerah yang direncanakan. Pendanaan tersebut terwujud nyata dalam APBD yang mana pendapatan daerah yang terdapat dalam APBD menjadi salah satu sumber daya daerah guna mewujudkan pembangunan daerah. Mengingat pentingnya pelaksanaan pembangunan di daerah, dibutuhkan sumber-sumber pendanaan baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sendiri. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang memegang peranan penting dalam pelaksanaan roda pemerintahan suatu daerah yang berdasarkan pada prinsip otonomi yang nyata, luas, dan bertanggung jawab. Kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah seyogianya memegang peranan yang besar mengingat semangat otonomi daerah mengajak setiap pemerintah darah untuk menciptakan kemandirian keuangan. Peranan PAD dalam keuangan daerah menjadi salah satu tolak ukur penting dalam pelaksanaan otonomi daerah, dalam arti semakin besar suatu daerah memperoleh dan menghimpun PAD maka akan semakin besar pula tersedianya jumlah keuangan daerah yang dapat digunakan untuk membiayai penyelenggaraan otonomi daerah. Seperti yang dikemukakan oleh Yuliati (2001 : 22) bahwa salah satu ciri utama 4

daerah mampu dalam melaksanakan otonomi daerah adalah terletak pada kemampuan keuangan daerah untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya dengan tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat mempunyai proporsi yang semakin mengecil dan diharapkan bahwa PAD harus menjadi bagian terbesar dalam memobilisasi dana penyelenggaraan pemerintah daerah. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi besar dengan jumlah penduduk yang terbilang tinggi yang secara tidak langsung menuntut untuk terciptanya pembangunan daerah yang berkesinambungan sehingga dapat mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan maju. Jawa Barat juga memiliki 26 kabupaten/kota yang di dalamnya terdapat pelaksanaan otonomi daerah sebagai manifestasi terwujudnya pemerintah daerah yang mandiri terutama dari segi keuangan daerah. Berikut data mengenai persentase ketergantungan daerah terhadap dana perimbangan yang disandingkan dengan pos Pendapatan Asli Daerah dalam bentuk tabel. Tabel 1.1 Persentase Perbandingan PAD dan Dana Perimbangan dalam jutaan rupiah Tahun Keterangan 2004 2005 2006 Pendapatan Daerah 10.995.353,70 11.586.689,18 16.108.63,09 Pendapatan Asli Daerah (PAD) 1.289.679.60 1.429.625,05 1.484.780,05 Dana Perimbangan 9.174.117,70 9.050.930,45 13.572.166,43 Kontribusi PAD terhadap Pendapatan Daerah 11,73% 12,34% 9,22% Kontribusi Dana Perimbangan terhadap Pendapatan Daerah 83,44% 78,11% 84,25% Sumber : Dirjen Perimbangan Keuangan Daerah (Data Diolah) 5

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Dirjen Perimbangan Keuangan (DJPK) Departemen Keuangan tersebut, sumber penerimaan terbesar kabupaten dan kota se-jawa Barat ternyata berasal dari pos dana perimbangan. Artinya, kontribusi PAD masih sagat kurang jika dibandingkan dengan dominasi Dana Perimbangan. Selain itu, penelitian mengenai perkembangan keuangan daerah sangat penting untuk dilakukan mengingat evaluasi dalam pelaksanaan otonomi daerah mutlak dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. Atas dasar tersebut, penulis bermaksud untuk melakukan analisis terhadap keuangan daerah pada kabupaten dan kota se-jawa Barat. Analisis tersebut difokuskan terhadap kemandirian keuangan daerah, derajat desentralisasi fiskal, dan efektivitas keuangan daerah. Atas dasar tersebut, maka judul penelitian yang diusulkan ialah Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota Se-Jawa Barat. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah tersebut, permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini ialah bahwa tingkat ketergantungan kemampuan keuangan daerah terhadap pemerintah pusat ternyata tergolong tinggi. Hal tersebut tidak sesuai dengan semangat otonomi daerah yang menekankan pentingnya peranan daerah dalam mengoptimalkan potensinya sendiri dalam meningkatkan pendapatan asli daerahnya. Pembangunan yang terjadi di daerah ternyata masih didominasi oleh tingginya transfer dari pusat ke daerah ketimbang 6

PAD masing-masing daerah. Sehingga perumusan masalah dalam penelitian ini ialah sebagai berikut : a. Bagaimana gambaran kemandirian keuangan daerah kabupaten/kota se-jawa Barat? b. Bagaimana gambaran desentralisasi keuangan daerah kabupaten/kota se-jawa Barat? c. Bagaimana gambaran efektivitas keuangan daerah kabupaten/kota se-jawa Barat? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai kemampuan keuangan daerah yang diukur dari kemandirian, desentralisasi fiskal, dan efektivitas keuangan daerah pada Kabupaten/Kota se-jawa Barat periode 2007 s.d. 2009. Analisis dilakukan selama tiga tahun dengan tujuan untuk memperoleh perbandingan nilai dari tahun ke tahun. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui gambaran kemandirian keuangan kabupaten dan kota se-jawa Barat dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat. 7

b. Untuk mengetahui gambaran desentralisasi keuangan daerah kabupaten dan kota se-jawa Barat sehingga bisa diketahui kemampuan pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan PAD guna membiayai pembangunan daerah. c. Untuk mengetahui gambaran efektivitas keuangan kabupaten dan kota se-jawa Barat dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target atau anggaran yang ditetapkan. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan Teoritis Secara ilmiah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap ilmu akuntansi keuangan daerah khususnya yang berkaitan dengan keuangan daerah. Selain itu implikasi penelitian ini dalam dunia pendidikan, mengingat penulis merupakan mahasiswa yang juga mempelajari ilmu pendidikan, yakni memberikan gambaran secara nyata mengenai kondisi keuangan daerah di Jawa Barat, khususnya bagi mata pelajaran Ekonomi yang mengkaji mengenai kebijakan fiskal pada tingkat sekolah menengah atas. Kegunaan Praktis Bagi Pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah terkait pengambilan keputusan daerah yang berkenaan dengan keuangan daerah dan memberikan alternatif sumber pembiayaan daerah lainnya dalam meningkatkan kemampuan keuangan daerah dalam membiayai sendiri urusan rumah tangganya. 8