PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

dokumen-dokumen yang mirip
PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

Pd T Perambuan sementara untuk pekerjaan jalan

PEDOMAN. Perencanaan Bundaran untuk Persimpangan Sebidang DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd.

Spesifikasi geometri teluk bus

Spesifikasi bukaan pemisah jalur

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar

Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan perumahan

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

PEDOMAN. Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Kawasan Perkotaan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd.

TATA CARA PERENCANAAN PEMISAH NO. 014/T/BNKT/1990

Penempatan marka jalan

POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Parit tepi (side ditch), atau saluran Jalur lalu-lintas (travel way); drainase jalan; Pemisah luar (separator);

Persyaratan Teknis jalan

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki.

BAB III LANDASAN TEORI

PEDOMAN. Tata cara perencanaan geometrik persimpangan sebidang DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan.

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB V PENUTUP

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

BAB II PENAMPANG MELINTANG JALAN

PEDOMAN PERENCANAAN FASILITAS PENGENDALI KECEPATAN LALU LINTAS

PERSYARATAN TEKNIS JALAN UNTUK RUAS JALAN DALAM SISTEM JARINGAN JALAN PRIMER < < <

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TATA CARA PERENCANAAN PENGHENTIAN BUS NO. 015/T/BNKT/1990

Outline. Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri simpang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Source:. Gambar Situasi Skala 1:1000

Spesifikasi kereb beton untuk jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan Geometrik Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

LAMPIRAN A HASIL CHECKLIST LANJUTAN PEMERIKSAAN INSPEKSI KESELAMATAN JALAN YOGYAKARTA SOLO KM 10 SAMPAI DENGAN KM 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MASALAH LALU LINTAS DKI JAKARTA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TATA CARA PERENCANAAN FASILITAS PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya jaringan jalan diadakan karena adanya kebutuhan

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT BINA SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN. Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 13 (Tiga belas)

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan lalu lintas regional dan intra regional dalam keadaan aman,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990

sementara (Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1996).

LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Jalan. Jalan secara umum adalah suatu lintasan yang menghubungkan lalu lintas

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar, terutamanya yang tidak

yang mempunyai panjang kelandaian lebih dari 250 m yang sering dilalui kendaraan berat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2435 / AJ.409 / DRJD / 2007 TENTANG

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SNI T Standar Nasional Indonesia. Geometri Jalan Perkotaan BSN. Badan Standardisasi Nasional ICS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010).

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN,

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BAB III LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perhubungan Darat : SK.43/AJ 007/DRJD/97).

Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990 TENTANG JALAN TOL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

EVALUASI U-TURN RUAS JALAN ARTERI SUPADIO KABUPATEN KUBU RAYA

BAB III LANDASAN TEORI. jalur kendaraan dimana arus lalu lintas kedua arah diperkenankan. di perkenankan untuk memenuhi keperluan :

Rekayasa Lalu Lintas

BAB III LANDASAN TEORI

LAPORAN HASIL PENELITIAN DOSEN KAJIAN TINGKAT PELAYANAN JALAN PADA JALAN GAJAH MADA KABUPATEN JEMBER. Oleh : Ir. Noor Salim, M.Eng

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keselamatan Jalan

BLACKSPOT INVESTIGATION WORKSHOP Surabaya, Mei 2012

PERENCANAAN JEMBATAN LAYANG UNTUK PERTEMUAN JALAN MAYOR ALIANYANG DENGAN JALAN SOEKARNO-HATTA KABUPATEN KUBU RAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlangsung tanpa diduga atau diharapkan, pada umumnya ini terjadi dengan

Transkripsi:

PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-15-2004-B Perencanaan Separator Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH

Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii iv 1 Ruang lingkup. 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Ketentuan.. 3 4.1 Ketentuan umum.. 3 4.1.1 Fungsi separator jalan 3 4.1.2 Penggunaan separator jalan.... 3 4.1.3 Aspek perencanaan 3 4.2 Ketentuan teknis..... 4 4.2.1 Penempatan separator jalan. 4 4.2.2 Dimensi separator jalan 6 4.2.3 Lebar separator jalan. 7 4.2.4 Bukaan separator jalan. 8 4.2.5 Ujung separator jalan. 9 5 Cara perencanaan 10 Lampiran A Lampiran B Bibliografi Gambar tipikal bukaan. Daftar nama dan lembaga ( informatif )........ 11 12 13 Surat Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah, No. 260/KPTS/M/2004, Tanggal 10 Mei 2004 i

Daftar tabel Tabel 1 Tabel 2 Lebar separator jalan dan jalur tepian... Jarak minimum antara bukaan dan lebar bukaan... 8 8 Daftar gambar Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8 Gambar 9 Gambar 10 Gambar 11 Gambar A-1 Gambar A-2 Potongan melintang jalan dengan median... Empat lajur dua arah... Enam lajur dua arah tak terbagi... Delapan lajur dua arah terbagi...... Empat lajur dua jalur... Sisi luar separator yang dilengkapi kereb... Potongan melintang kereb... Lebar separator jalan... Jarak antar bukaan separator jalan... Jarak bukaan separator dengan bukaan median... Perlengkapan tambahan pada ujung separator... Bukaan separator untuk lalu lintas masuk ke jalur jalan dengan fungsi jalan lebih rendah... Bukaan separator untuk lalu lintas masuk ke jalur dengan fungsi lebih tinggi... 5 5 5 6 6 7 7 8 9 9 10 11 11 ii

Prakata Pedoman perencanaan separator jalan ini dipersiapkan oleh Sub Panitia Teknik Bidang Prasarana Transportasi melalui Panitia Teknik Standarisasi Bidang Konstruksi dan Bangunan, yang diprakarsai oleh Direktorat Bina Teknik, Direktorat Jenderal Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Pedoman ini merupakan pengembangan dari buku produk standar untuk jalan perkotaan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga, pada tahun 1992. Pengembangan ini dilakukan sehubungan dengan keberadaan separator erat kaitannya dengan aksesibilitas lingkungan, selain itu kemajuan teknologi kendaraan mendorong penyesuaian parameter perencanaan separator. Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan dan pegangan bagi para perencana dan pelaksana di lapangan, tentang ketentuan-ketentuan yang harus diikuti. Pedoman ini telah dibahas dan mendapat masukan dari Perguruan Tinggi, Asosiasi Profesi, Instansi Pusat/Daerah, anggota Gugus Kerja Bidang Teknik Lalu Lintas dan Geometri, anggota Sub Panitia Teknik Bidang Prasarana Transportasi dan anggota Panitia Teknik Bidang Konstruksi dan Bangunan. Tata cara penulisan pedoman ini mengacu pada pedoman dari Badan Standarisasi Nasional (BSN) Nomor 8 tahun 2000. iii

Pendahuluan Pedoman perencanaan separator jalan ini bertujuan untuk mendapatkan keseragaman dalam merencanakan separator jalan, baik untuk jalan antar kota maupun jalan perkotaan, sehingga dihasilkan perencanaan jalan yang dapat memberikan keselamatan, kelancaran dan kenyamanan bagi pengguna jalan. Salah satu penyebab kecelakaan dan kemacetan adalah kurang diperhatikannya ketentuanketentuan dalam perencanaan separator jalan. Dalam pedoman ini diuraikan ketentuan umum, yang terdiri atas fungsi separator jalan, penggunaan dan aspek perencanaan separator jalan, serta ketentuan teknis, yang terdiri atas penempatan, dimensi, lebar, bukaan dan ujung dari separator jalan. Selain itu juga disajikan contoh-contoh tipikal separator jalan. Pedoman ini juga telah memperhatikan kemungkinan adanya perubahan Undang-Undang RI Nomor 13 tahun 1980 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 tahun 1985 tentang Jalan. iv

Perencanaan Separator Jalan 1 Ruang lingkup Pedoman perencanaan separator jalan ini mengatur tentang ketentuan umum dan ketentuan teknis yang menyangkut fungsi, penggunaan, penempatan, dimensi, lebar dan bukaan, serta cara/prosedur perencanaannya. 2 Acuan normatif Pedoman perencanaan median jalan ini merujuk pada acuan sebagai berikut : Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan. SNI 03-2442-1991, Spesifikasi Kereb Beton untuk Jalan SNI 03-2444-2002, Spesifikasi Bukaan Pemisah Jalur (Separator) AASHTO 2001, A Policy on Geometric Design of Highways and Streets. 3 Istilah dan definisi 3.1 separator jalan bagian dari jalan yang tidak dapat dilalui oleh kendaraan, dengan bentuk memanjang sejajar jalan, dimaksudkan untuk memisahkan jalur 3.2 median jalan merupakan suatu bagian tengah badan jalan yang secara fisik memisahkan arus lalu lintas yang berlawanan arah; median jalan (pemisah tengah) dapat berbentuk median yang ditinggikan (raised), median yang diturunkan (depressed), atau median rata (flush). separator jalan bagian dari jalan yang tidak dapat dilalui oleh kendaraan, dengan bentuk memanjang sejajar jalan, dimaksudkan untuk memisahkan jalur 3.3 jalur lalu lintas bagian jalur jalan yang direncanakan khusus untuk lintasan kendaraan bermotor/beroda 4 atau lebih. [Peraturan Pemerintah RI No. 43 Tahun 1993] 3.4 lajur lalu lintas bagian jalur yang memanjang, dengan atau tanpa marka jalan, yang memiliki lebar cukup untuk satu kendaraan bermotor sedang berjalan, selain sepeda motor. [ PP RI No. 43 tahun 1993 ] 1 dari 13

3.5 jalur tepian jalur yang terletak berdampingan dengan kereb median, kereb separator, atau kerb trotoar dengan ketinggian yang sama dengan perkerasan jalan; lebar jalur tepian termasuk lebar marka. 3.6 jalur pejalan kaki merupakan bagian dari jalan yang disediakan untuk sepeda juga pejalan kaki, yang biasanya dibuat sejajar dengan jalur lalu lintas dan harus terpisah dari jalur lalu lintas dengan menggunakan struktur fisik seperti kerb atau rel penahan. 3.7 bahu jalan jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas, merupakan bagian daerah manfaat jalan dan dapat diperkeras 3.8 bahu dalam bahu kanan, yang terletak di tepi sebelah kanan dari jalur lalu lintas 3.9 bahu luar bahu kiri, yang terletak di tepi sebelah kiri dari jalur lalu lintas 3.10 daerah manfaat jalan (DAMAJA) merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman ruang bebas tertentu yang ditetapkan oleh pembina jalan, serta diperuntukan bagi lalu lintas dan median. 3.11 daerah milik jalan (DAMIJA) merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi tertentu yang dikuasai oleh pembina jalan dengan suatu hak tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3.12 daerah pengawasan jalan (DAWASJA) merupakan ruang sepanjang jalan di luar daerah milik jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu, yang ditetapkan oleh pembina jalan, dan diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan konstruksi jalan. 3.13 jalan arteri jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan ratarata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien. 3.14 jalan kolektor jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. 2 dari 13

3.15 jalan lokal jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. 3.16 jarak pandang jarak disepanjang tengah-tengah suatu jalur dari mata pengemudi kesuatu titik di muka pada garis yang sama yang dapat dilihat oleh pengemudi dalam keadaan normal. 3.17 akses jalan jalan penghubung dari jalan utama, bisa digunakan untuk keluar atau masuk. 3.18 bukaan median Jalur lalu lintas secara melintang median, dipergunakan untuk pergerakan kendaraan yang akan balik arah. 3.19 bukaan separator jalan jalur lalu lintas secara melintang separator, dipergunakan untuk pergerakan kendaraan yang akan membelok atau balik arah. 3. 20 kereb batas tepi perkerasan jalan yang ditinggikan. 4 Ketentuan 4.1 Ketentuan umum 4.1.1 Fungsi separator jalan Separator jalan dimaksudkan untuk meningkatkan keselamatan, kelancaran, dan kenyamanan pemakai jalan maupun lingkungan. Separator jalan hanya berfungsi sebagai berikut ini : 1) sebagai pemisah jalur lalu lintas yang berbeda fungsi; 2) untuk mempertahankan pemanfaatan jalur lalu-lintas sesuai dengan fungsi jalannya; 3) bila diperlukan dapat digunakan untuk penempatan fasilitas pendukung lalu lintas. 4.1.2 Penggunaan separator jalan Separator jalan dapat digunakan, jika : 1) adanya dua jalur jalan yang saling berbeda fungsi dalam satu arah; 2) adanya gangguan hambatan samping terhadap jalur utama; 3) diperlukan untuk penempatan fasilitas pendukung lalu lintas. 4.1.3 Aspek perencanaan Perencanaan separator jalan harus memenuhi ketentuan yang berkaitan dengan aspekaspek berikut ini : 3 dari 13

1) aspek keselamatan a) memenuhi kebebasan pandang pengemudi; b) bentuk dimensi dan fasilitas pendukung separator jalan harus diatur sedemikian rupa sehingga mampu mencegah kendaraan yang hilang kendali berpindah jalur; c) harus terlihat dengan baik oleh pengemudi kendaraan. 2) aspek geometri a) separator jalan direncanakan untuk mengakomodasikan kendaraan rencana, terutama dalam manuver saat kendaraan melakukan perpindahan jalur; b) kecepatan rencana digunakan dalam penyesuaaian ciri-ciri fungsi dan penentuan jarak bukaan separator; c) lebar jalur direncanakan untuk menjaga kelancaran lalu lintas. 3) aspek kelancaran a) tidak mengakibatkan menurunnya tingkat kinerja lalu lintas; b) harus memperhatikan aksesibilitas kawasan di sekitarnya; c) adanya koordinasi antara bukaan median dengan bukaan separator jalan; d) adanya kepastian dalam penggunaan jalur dan lajur saat bergerak; e) dalam keadaan darurat, pada daerah tertentu harus dapat dilalui oleh kendaraan seperti, kendaraan derek, patroli, ambulans dan pemadam kebakaran yang sedang menjalankan tugas. 4) aspek drainase jalan tidak menjadi penghalang aliran air permukaan jalan. 5) aspek pejalan kaki a) aksesibilitas pejalan kaki; b) memperhatikan fasilitas penyandang cacat; c) bisa dimanfaatkan sebagai lapak tunggu bagi penyeberang jalan. 6) aspek efisiensi/ekonomi a) lebar separator sesuai dengan kebutuhannya; b) bentuk dan bahan separator yang dipergunakan sesuai dengan spesifikasi dan peruntukannya. 7) aspek kenyamanan a) menambah rasa keindahan (penataan lansekap); b) penataan fasilitas pendukung lalu lintas. 4.2. Ketentuan teknis 4.2.1 Penempatan separator jalan Separator jalan ditempatkan di sisi luar jalur jalan yang mempunyai fungsi lebih tinggi. Separator harus sejajar dengan sumbu jalan, Contoh tipikal penempatan separator dalam potongan melintang jalan seperti pada Gambar 1. 4 dari 13

DAWASJA DAMIJA DAWASJA DAMAJA MEDIAN SELOKAN SELOKAN JALUR LALU LINTAS JALUR TEPIAN JALUR LALU LINTAS Gambar 1 Potongan melintang jalan dengan median Separator perlu dipasang, apabila kondisi dan tipe jalan minimal sudah seperti berikut ini : 1) ruas jalan multi fungsi yaitu, adanya dua jalan yang berlainan fungsi ; 2) empat lajur dua arah, untuk jalur bagian luar mempunyai lebar minimal 4 meter, jika terjadi ada gangguan pada kendaraan masih bisa dilalui, lihat Gambar 2. POTONGAN MELINTANG MINIMAL 4 m Gambar 2 Empat lajur dua arah 3) enam lajur dua arah tak-terbagi, lihat Gambar 3. POTONGAN MELINTANG MINIMAL 4,5 m Gambar 3 Enam lajur dua arah tak terbagi 5 dari 13

4) delapan lajur dua arah terbagi, lihat Gambar 4. POTONGAN MELINTANG MEDIAN Gambar 4 Delapan lajur dua arah terbagi 5) empat lajur dua jalur, dimana masing-masing jalur dua arah, lihat Gambar 5. POTONGAN MELINTANG MINIMAL 4,5 m Gambar 5 Empat lajur dua jalur 4.2.2 Dimensi separator jalan Sesuai dengan fungsi separator yaitu membatasi dua jalur lalu lintas dalam satu arah dan berlainan fungsi, maka separator harus dibatasi dengan batas-batasan yang jelas, terutama bisa dilihat oleh pengemudi kendaraan dan tidak boleh dilalui kendaraan, untuk itu maka separator ; 1) harus beda tinggi dengan perkerasan jalan 2) tinggi separator antara 18 cm dan 25 cm, lihat Gambar 6 dan Gambar 7. 3) sisi luar separator harus dilengkapi kereb, lihat Gambar 6. dan Gambar 7. 4) sisi luar jalur tepian dilengkapi marka membujur garis utuh, lihat Gambar 8. 5) kereb dengan sudut permukaan luar berbentuk lengkung dengan kemiringan vertikal sisi luar 1 : 7, lihat Gambar 7. 6 dari 13

TIPE B TIPE A TIPE B TIPE A BETON/RUMPUT BETON/RUMPUT TANAH URUG TANAH URUG 30 50 ADUKAN SEMEN : PASIR 1 : 3 100 30 50 ADUKAN SEMEN : PASIR 1 : 3 Kereb Tipe A Kereb Tipe B Gambar 6 Sisi luar separator yang dilengkapi kereb 18 18 25 25 21 30 28 5 7 21 43 Dalam Satuan cm Gambar 7 Potongan melintang kereb 4.2.3 Lebar separator jalan Lebar separator adalah dihitung dari antara kedua marka membujur garis utuh termasuk lebar marka tersebut, lihat Gambar 5. Lebar minimum separator ditetapkan berdasarkan ada tidaknya pemasangan fasilitas lalu lintas yang direncanakan pada separator tersebut, seperti diuraikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. 7 dari 13

Jalur tepian Marka Jalur tepian Jalur tepian Jalur tepian Trotoar Separator Median Jalur dengan fungsi lebih rendah (lambat) Jalur utama (cepat) Gambar 8 Lebar separator jalan Fungsi jalan Tabel 1 Lebar separator dan lebar jalur tepian Lebar yang disarankan (meter) Separator Jalur tepian Arteri 2,00 0,25 Kolektor 1,25 0,25 Keterangan Bisa dipasang perambuan dengan diameter rambu 90 cm. Bisa dipasang perambuan dengan diameter rambu 60 cm. Untuk daerah perkotaan lebar minimum separator 1,00 meter dengan catatan tidak boleh dipasang perambuan. 4.2.4 Bukaan separator jalan Bukaan separator harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : 1) bukaan separator hanya digunakan untuk pergerakan kendaraan satu arah, yang dinyatakan dengan rambu; 2) jarak antar bukaan separator dan lebar bukaan separator ditetapkan berdasarkan lokasi sesuai dengan Tabel 2, lihat Gambar 9; 3) jika jarak bukaan separator berdampingan dengan bukaan median, maka jarak bukaan separator ke bukaan median (d3) minimum 300 meter, lihat Gambar 10. Fungsi Jalan Tabel 2 Jarak minimum antar bukaan dan lebar bukaan Jarak antar bukaan (d1) ( meter ) Daerah luar kota Lebar bukaan (d2) ( meter ) 8 dari 13 Daerah dalam kota Jarak antar bukaan (d1) ( meter ) Lebar bukaan (d2) ( meter ) Arteri 400 7,00 350 5,00 Kolektor 300 7,00 250 5,00 Catatan: Daerah luar kota adalah daerah pinggiran kota yang sudah terbangun.

Separator Median Separator Jarak antar bukaan (d1) Lebar bukaan (d2) Gambar 9 Jarak antar bukaan seperator Jarak antara bukaan separator dan median (d3) Lebar bukaan (d2) Separator Median Separator Jarak antara bukaan separator dan median (d3) Lebar bukaan (d2) Gambar 10 Jarak antar bukaan separator dengan bukaan median 4.2.5 Ujung separator jalan Ujung separator adalah bagian awal atau akhir separator, tidak termasuk bagian separator pada bukaan. Ujung separator harus dilengkapi jalur tepian dan marka serong, lihat Gambar 11. 9 dari 13

MARKA GARIS Gambar 11 Perlengkapan tambahan pada ujung separator 5 Cara perencanaan Tahapan yang harus dilakukan dalam cara perencanaan separator jalan adalah sebagai berikut : 1) Tentukan fungsi jalan dan lokasi rencana penempatan separator; 2) Kumpulkan data dasar; 3) Tentukan dimensi separator (sesuai sub bab 4.2.2); 4) Tetapkan jarak antar bukaan separator (sesuai sub bab 4.2.4); 5) Tetapkan lebar separator (sesuai sub bab 4.2.3); 6) Gambar detail teknis perencanaan separator. 10 dari 13

Lampiran A (informatif) Gambar tipikal bukaan Beberapa bentuk tipikal bukaan separator jalan : a) JALUR DENGAN FUNGSI LEBIH RENDAH JALUR DENGAN FUNGSI LEBIH TINGGI b) JALUR DENGAN FUNGSI LEBIH RENDAH JALUR DENGAN FUNGSI LEBIH TINGGI c) JALUR DENGAN FUNGSI LEBIH RENDAH JALUR DENGAN FUNGSI LEBIH TINGGI Gambar A-1 Bukaan separator untuk masuk lalu lintas ke jalur jalan dengan fungsi jalan lebih rendah a) JALUR DENGAN FUNGSI LEBIH RENDAH JALUR DENGAN FUNGSI LEBIH TINGGI b) JALUR DENGAN FUNGSI LEBIH RENDAH JALUR DENGAN FUNGSI LEBIH TINGGI c) JALUR DENGAN FUNGSI LEBIH RENDAH JALUR DENGAN FUNGSI LEBIH TINGGI Gambar A-2 Bukaan separator untuk masuk lalu lintas ke jalur jalan dengan fungsi jalan lebih tinggi 11 dari 13

Lampiran B ( informatif ) Daftar nama dan lembaga 1) Pemrakarsa Direktorat Bina Teknik, Direktorat Jenderal Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. 2) Penyusun Ir. Haryanto C. Pranowo, M.Eng. Ir. Agusbari Sailendra, M.Sc. Ir. Tasripin Sartiyono, M.T. Direktorat Bina Teknik, Ditjen Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan Pusat Litbang Prasarana Transportasi Direktorat Bina Teknik, Ditjen Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan 12 dari 13

Bibliografi 1. Direktorat Jenderal Bina Marga 1992, Standar Perencanaan Geometri Jalan Antar Kota; 2. Direktorat Jenderal Bina Marga 1992, Standar Perencanaan Geometri Jalan Perkotaan; 3. Direktorat Jenderal Bina Marga 1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI). 13 dari 13