UJI DAYA HASIL LANJUTAN GALUR-GALUR KEDELAI (Glycine max (L ) Merr) TOLERAN NAUNGAN DI BAWAH TEGAKAN KARET RAKYAT DI DESA SEBAPO KABUPATEN MUARO JAMBI

dokumen-dokumen yang mirip
UJI DAYA HASIL LANJUTAN GALUR-GALUR KEDELAI (Glycine max (L ) Merr) TOLERAN NAUNGAN DI BAWAH TEGAKAN KARET RAKYAT DI DESA SEBAPO KABUPATEN MUARO JAMBI

TINJAUAN PUSTAKA. Sub-famili : Papilionoidae. Sub-genus : Soja

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

UJI DAYA HASIL LANJUTAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) TOLERAN NAUNGAN DI BAWAH TEGAKAN KARET RAKYAT DI PROVINSI JAMBI OLEH DEDI PRASETYO A

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

UJI DAYA HASIL LANJUTAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) TOLERAN NAUNGAN DI BAWAH TEGAKAN KARET RAKYAT DI KABUPATEN SAROLANGUN, JAMBI

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh

UJI DAYA HASIL LANJUTAN KEDELAI

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Kedelai

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Kedelai Hitam

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. pada perakaran lateral terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri

UJI DAYA HASIL LANJUTAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) TOLERAN NAUNGAN DI BAWAH TEGAKAN KARET RAKYAT DI KABUPATEN SAROLANGUN, JAMBI

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian,

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Sifat Tanaman Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki

UJI DAYA HASIL LANJUTAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) TOLERAN NAUNGAN DI BAWAH TEGAKAN KARET RAKYAT DI PROVINSI JAMBI OLEH DEDI PRASETYO A

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI DAYA HASIL LANJUTAN GALUR-GALUR HARAPAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) BERDAYA HASIL TINGGI

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

REKOMENDASI VARIETAS KEDELAI DI PROVINSI BENGKULU SERTA DUKUNGAN BPTP TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI TAHUN 2013.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGENDALIAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

MORFOLOGI TANAMAN KEDELAI

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein

AgroinovasI. Edisi 3-9 Januari 2012 No.3476 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

PENDAHULUAN. telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pendahuluan menyediakan dan mendiseminasikan rekomendasi teknologi spesifik lokasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merril) merupakan tanaman yang banyak dimanfaatkan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

I. TINJAUAN PUSTAKA. Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Dicotyledoneae, Ordo: Polypetales, Famili:

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

V. KACANG HIJAU. 36 Laporan Tahun 2015 Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus:

I. PENDAHULUAN. Indonesia tinggi, akan tetapi produksinya sangat rendah (Badan Pusat Statistik,

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Kedelai pertama kali dibudidayakan oleh orang China dan pertama kali

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Purwono dan Hartono (2012), kacang hijau termasuk dalam keluarga. tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR HARAPAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) BERDAYA HASIL TINGGI. Oleh Thia Rokhmaniah Januarini A

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

I. TINJAUAN PUSTAKA. klasifikasinya termasuk Divisio: Spermathopyta, Subdivisio: Species: Glycine max (L.) Merrill (Sumarno dan Harnoto, 1983).

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan dan sumber protein

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, termasuk ke dalam jenis tanaman polong-polongan. Saat ini tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

Transkripsi:

UJI DAYA HASIL LANJUTAN GALUR-GALUR KEDELAI (Glycine max (L ) Merr) TOLERAN NAUNGAN DI BAWAH TEGAKAN KARET RAKYAT DI DESA SEBAPO KABUPATEN MUARO JAMBI Oleh : Rina Yunita A24053094 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

UJI DAYA HASIL LANJUTAN GALUR-GALUR KEDELAI (Glycine max (L ) Merr) TOLERAN NAUNGAN DI BAWAH TEGAKAN KARET RAKYAT DI DESA SEBAPO KABUPATEN MUARO JAMBI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : Rina Yunita A24053094 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Judul Nama NRP : UJI DAYA HASIL LANJUTAN GALUR-GALUR KEDELAI (Glycine max (L) Merr) TOLERAN NAUNGAN DI BAWAH TEGAKAN KARET RAKYAT DI DESA SEBAPO KABUPATEN MUARO JAMBI : Rina Yunita : A24053094 Menyetujui: Pembimbing I Pembimbing II (Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc.) (Dr. Desta Wirnas, SP. MSi.) NIP: 19620102 199702 2 001 NIP: 19701228 200003 2 001 Mengetahui: Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura (Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr.) NIP: 19611101 198703 1 003 Tanggal lulus :

RINGKASAN RINA YUNITA. Uji Daya Hasil Lanjutan Galur-galur Kedelai (Glycine max (L) Merr) Toleran Naungan di Bawah Tegakan Karet Rakyat di Desa Sebapo Kabupaten Muaro Jambi. (Dibimbing oleh TRIKOESOEMANINGTYAS dan DESTA WIRNAS). Penelitian ini bertujuan menguji daya hasil galur-galur kedelai (Glycine max (L.) Merr.) toleran naungan di bawah tegakan karet, memperoleh informasi mengenai keragaan galur-galur toleran naungan dan memilih galur harapan kedelai untuk tumpang sari dengan tanaman karet. Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai Agustus 2009 di Desa Sebapo, Kabupaten Muaro Jambi. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) faktor tunggal dengan tiga ulangan. Perlakuan terdiri atas 10 galur harapan kedelai dan 4 varietas pembanding sehingga terdapat 42 satuan percobaan. Galur-galur tersebut adalah CG-22-10, GC-22-10, PG-57-1, SC-1-8, SC-21-5, SC-39-1, SC-54-1, SC-56-3, SC-68-2, SP-30-4 dan sebagai varietas pembanding digunakan Ceneng, Pangrango, Sibayak dan Tanggamus. Pupuk yang digunakan adalah Urea 100 kg/ha, SP-36 200 kg/ha, dan KCl 150 kg/ha. Bahan lain yang digunakan adalah pupuk kandang 3 ton/ha, kapur pertanian 3 ton/ha, insektisida karbofuran 3G 2 kg/ha dan inokulum Rhizobium 250 g/40 kg benih untuk merangsang pembentukan bintil-bintil akar tanaman kedelai. Lokasi penanaman adalah lahan perkebunan karet rakyat berumur tiga tahun dan berjarak tanam 7 m x 3 m dengan tingkat naungan 50 55%. Penanaman menggunakan jarak tanam 40 cm x 15 cm dengan dua benih per lubang tanam. Pengamatan dilakukan terhadap fase pertumbuhan tanaman, keragaan karakter agronomi dan karakter hasil kedelai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa galur-galur kedelai yang diuji memiliki rata-rata umur berbunga 34 hari dan umur panen tergolong sedang (80 85 hari) dengan rataan galur 85 hari. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai tengah yang sangat nyata di antara galur-galur kedelai yang diuji untuk karakter tinggi tanaman saat panen, jumlah buku produktif per tanaman dan bobot 100 butir biji. Selain itu, terdapat perbedaan nilai tengah

yang nyata di antara galur-galur kedelai yang diuji untuk karakter jumlah cabang produktif. Karakter agronomi yang diuji memiliki korelasi yang positif terhadap hasil. Koefisien korelasi menunjukkan nyata sampai sangat nyata pada karakter umur panen, tinggi tanaman saat panen, jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong total, dan jumlah polong bernas terhadap karakter bobot biji per tanaman. Terdapat tiga galur yang memberikan daya hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas pembanding di bawah tegakan karet berdasarkan karakter bobot biji per tanaman. Galur-galur tersebut yaitu galur SC-54-1 (20.84 g), SC-68-2 (18.91 g), dan PG-57-1 (16.48 g). Tiga galur tersebut dapat direkomendasikan untuk dilepas sebagai varietas kedelai toleran naungan.

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, 22 Juni 1987 bertepatan dengan hari jadi Kota Jakarta. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Bapak Ferry Prayogi dan Ibu Saunah. Penulis memulai studi pertama di SD Negeri 1 Cileungsi pada tahun 1994 dan tahun yang sama, penulis juga mengikuti jenjang pendidikan berbasis keagamaan di Madrasah Ibtidaiyah Nurusibyan II dan Taman Pendidikan Al Quran (TPA) Al Khoiriyah. Tahun 1999 penulis dinyatakan lulus SD dan pendidikan berbasis agama. Kemudian penulis melanjutkan studinya di SLTP Negeri 1 Cileungsi, hingga lulus pada tahun 2002. Penulis mendaftarkan diri secara kolektif pada tahun yang sama di SMA Negeri 3 Kota Bogor. Setelah itu, pada tahun 2005 penulis diterima menjadi salah satu mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi masuk IPB). Tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penulis aktif di berbagai kegiatan organisasi, diantaranya menjadi anggota mading BEM Faperta tahun 2005. Tahun 2006 menjadi anggota aktif Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM). Selanjutnya, tahun 2007 penulis menjadi Ketua Divisi Dana dan Usaha Lembaga Studi Islam Faperta (elsifa) dan pada tahun 2008 menjadi Ketua Divisi Syiar pada lembaga yang sama. Penulis mengikuti Feeding Program yang diselenggarakan oleh IPB pada tahun 2005 hingga tahun 2006. Selama masa studinya, penulis mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) dan Beasiswa Bantuan Mahasiswa (BBM).

KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Illahi Rabbi yang telah melimpahkan nikmat serta rahmat-nya sehingga penulisan skripsi yang berjudul Uji Daya Hasil Lanjutan Galur-galur Kedelai (Glycine max (L) Merr) Toleran Naungan di Bawah Tegakan Karet Rakyat di Desa Sebapo Kabupaten Muaro Jambi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulisan skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini didanai oleh Departemen Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dalam program KKP3T (Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian Perguruan Tinggi) atas nama Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc. Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Muaro Jambi ini diharapkan dapat menghasilkan galur-galur kedelai yang toleran naungan dan berdaya hasil tinggi. Terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis sampaikan dengan tulus kepada : 1. Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc. dan Dr. Desta Wirnas, SP.MSi. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan masukan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. 2. Ir. Adolf Pieter Lontoh, MS. selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan serta nasehat yang diberikan selama penulis menjalani studi. 3. Dr. Ir. Yudiwanti W.E.K, MS. atas kesediaannya menjadi penguji dalam ujian skripsi penulis dan arahan serta masukan dalam perbaikan skripsi penulis. 4. Keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan moral dan spiritual tiada terputus selama masa studi. 5. Ir. Firdaus dan Ir. Harno selaku pihak BPTP Jambi yang telah membantu selama proses penelitian. 6. Bapak Mujiono dan keluarga di Desa Sebapo, Kabupaten Muaro Jambi. 7. Teman-teman Agronomi dan Hortikultura Angkatan 42, terutama temanteman satu tim, Dedi Prasetyo dan Mirzah Fikriati yang selalu memberikan dukungan dan perhatian dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Teman-teman seperjuangan di Wisma Al Kautsar, Pondok Al Jamilah, Wisma Agung, dan Kilimanjaro atas dukungan spiritual dan kebersamaan selama penulis menjalani masa studi. 9. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis berharap penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan. Semoga skripsi ini dapat menjadi amal sholih bagi penulis. Bogor, Januari 2010 Penulis

DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Hipotesis... 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedelai... 4 Tanggapan Kedelai terhadap Beberapa Faktor Iklim... 6 Pengaruh Naungan dan Mekanisme Adaptasi Tanaman Kedelai... 7 Pemuliaan Tanaman Kedelai... 9 Tipe Ideal Tanaman Kedelai (Ideotype)... 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu... 13 Bahan dan Alat... 13 Rancangan Penelitian... 14 Pelaksanaan Penelitian... 14 Pengamatan Penelitian... 15 Analisis Data... 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum... 19 Fase Pertumbuhan Kedelai... 23 Keragaan Karakter Agronomi Galur-galur Kedelai Toleran Naungan.. 25 Umur Berbunga dan Umur Panen... 26 Tinggi Tanaman Saat Panen... 28 Jumlah Cabang Produktif... 30 Jumlah Buku Produktif... 33 Jumlah Polong Total dan Persentase Polong Isi... 34 Jumlah Polong Bernas... 36 Jumlah Polong Hampa... 37 Hasil Biji Galur-galur Kedelai Toleran Naungan... 38 Bobot 100 Biji... 39 Bobot Biji per Tanaman dan Bobot Biji per Petak... 41 Korelasi Antara Karakter Agronomi dengan Hasil Galur-galur Kedelai Toleran Naungan... 42 Galur-galur Terbaik Kedelai Toleran Naungan Hasil Seleksi Berdasarkan Bobot Biji per Tanaman... 45 Deskripsi Galur-galur Kedelai Terbaik Hasil Seleksi Berdasarkan Bobot Biji per Tanaman... 46 Galur SC-54-1... 46 Galur SC-68-2... 46 Galur PG-57-1... 47

KESIMPULAN DAN SARAN... 49 DAFTAR PUSTAKA... 50 LAMPIRAN... 56

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Perbedaan Tipe Tumbuh Tanaman Kedelai...5 2. Fase Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kedelai... 15 3. Fase Pertumbuhan Reproduktif Tanaman Kedelai... 16 4. Sidik Ragam dan Komponen Pendugaan Ragam... 18 5. Nilai Tengah Fase Vegetatif Galur-galur Kedelai Toleran Naungan di Sebapo, Kabupaten Muaro Jambi... 23 6. Nilai Tengah Fase Reproduktif Galur-galur Kedelai Toleran Naungan di Sebapo, Kabupaten Muaro Jambi... 24 7. Hasil Sidik Ragam Karakter Agronomi, Komponen Hasil, dan Hasil Kedelai Toleran Naungan di Sebapo, Kabupaten Muaro Jambi.... 26 8. Nilai Tengah Umur Berbunga dan Umur Panen Kedelai Toleran Naungan di Sebapo, Kabupaten Muaro Jambi... 27 9. Hasil Uji Kontras Ortogonal untuk Karakter Tinggi Tanaman Saat Panen Galur-galur Kedelai Toleran Naungan VS Pembanding Toleran Naungan... 29 10. Hasil Uji Kontras Ortogonal untuk Karakter Tinggi Tanaman Saat Panen Galur-galur Kedelai Toleran Naungan VS Pembanding Toleran Lahan Kering Masam... 30 11. Keragaan Karakter Agronomi Galur-galur Kedelai Toleran Naungan di Sebapo, Kabupaten Muaro Jambi... 31 12. Hasil Uji Kontras Ortogonal untuk Karakter Jumlah Cabang Produktif Galur-galur Kedelai Toleran Naungan VS Pembanding Toleran Naungan... 32 13. Hasil Uji Kontras Ortogonal untuk Karakter Jumlah Cabang Produktif Kedelai Toleran Naungan VS Pembanding Toleran Lahan Kering Masam... 32 14. Hasil Uji Kontras Ortogonal untuk Karakter Jumlah Buku Produktif Galur-galur Kedelai Toleran Naungan VS Pembanding Toleran Naungan... 33

15. Hasil Uji Kontras Ortogonal untuk Karakter Jumlah Buku Produktif Galur-galur Kedelai Toleran Naungan VS Pembanding Toleran Lahan Kering Masam... 34 16. Nilai Tengah Polong Total dan Polong Isi Galur-galur Kedelai Toleran Naungan di Sebapo, Kabupaten Muaro Jambi... 35 17. Nilai Tengah Hasil Biji Galur-galur Kedelai Toleran Naungan di Sebapo, Kabupaten Muaro Jambi... 38 18. Hasil Uji Kontras Ortogonal untuk Karakter Bobot 100 Biji Galur-galur Kedelai Toleran Naungan VS Pembanding Toleran Naungan... 40 19. Hasil Uji Kontras Ortogonal untuk Karakter Bobot 100 Biji Kedelai Toleran Naungan VS Pembanding Toleran Lahan Kering Masam... 40 20. Rekapitulasi Koefisien Korelasi antar Karater Galur-galur Kedelai Toleran Naungan di Sebapo, Kabupaten Muaro Jambi... 44 21. Deskripsi Tiga Galur Terbaik hasil Seleksi Berdasarkan Bobot Biji per Tanaman... 47

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Keragaan Benih Galur-galur Kedelai Toleran Naungan... 13 2. Lahan pertanaman karet TBM umur 3 tahun... 19 3. Nilai Tengah Daya Berkecambah Galur-galur Kedelai Toleran Naungan di Sebapo, Kabupaten Muaro Jambi... 20 4. Beberapa hama yang menyerang pertanaman kedelai: Larva ulat grayak (Spodoptera litura) yang bergerombol (A). Ulat penggulung daun (Lamprosema indicata) dan daun yang menipis, Belalang (Oxya spp.) (C), Penggerek polong (Etiella zinckenella) (D).... 21 5. Gulma yang Dominan pada Lahan Pertanaman Kedelai, Eleusine indica (A) dan Borreria alata (B)... 22

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Deskripsi Varietas Pangrango... 57 2. Deskripsi Varietas Sibayak... 58 3. Deskripsi Varietas Tanggamus... 59 4. Rekapitulasi Daya Berkecambah dan Populasi Kedelai Toleran Naungan Di Sebapo, Kabupaten Muaro Jambi... 60 5. Tabel Sidik Ragam Karakter Tinggi Tanaman Saat Panen (TTSP)... 60 6. Tabel Sidik Ragam Karakter Jumlah Cabang Produktif (JCP)... 60 7. Tabel Sidik Ragam Karakter Jumlah Buku Produktif (JBP)... 61 8. Tabel Sidik Ragam Karakter Jumlah Polong Bernas (JPB)... 61 9. Tabel Sidik Ragam Karakter Jumlah Polong Hampa (JPH)... 61 10. Tabel Sidik Ragam Karakter Bobot Biji per Tanaman (BBT)... 61 11. Tabel Sidik Ragam Karakter Bobot 100 Biji (B100)... 62 12. Tabel Sidik Ragam Karakter Bobot Biji per Petak (BP)... 62 13. Tabel Sidik Ragam Karakter Daya Berkecambah (DB)... 62 14. Tabel Sidik Ragam Karakter Umur Berbunga (UB)... 62 15. Tabel Sidik Ragam Karakter Umur Panen (UP)... 63 16. Sidik Ragam Jumlah Tanaman yang Dipanen (Populasi)... 63 17. Laporan Analisis Tanah Desa Sebapo... 63

PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai merupakan bahan pangan yang berperan penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Selain menjadi sumber protein nabati tinggi, kedelai juga digunakan sebagai bahan baku dalam industri pangan dan industri pakan ternak. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan kebutuhan bahan baku industri olahan pangan seperti tahu, kecap, tempe, susu kedelai, tauco, snack, dan sebagainya (Damardjati et al., 2005). Selain itu, kebutuhan akan protein hewani telah mendorong berkembangnya industri peternakan sehingga memacu pertumbuhan industri pakan ternak yang menyebabkan permintaan kedelai dalam negeri terus meningkat (Sudaryanto dan Swastika, 2007). Produksi kedelai nasional pada tahun 2008 mengalami peningkatan. Produksi kedelai tahun 2008 adalah sebesar 775.71 ribu ton biji kering dengan peningkatan produksi kedelai sebesar 183.18 ribu ton. Produksi kedelai tahun 2008 meningkat sekitar 30.91% dari tahun 2007 (BPS, 2009). Namun, peningkatan produksi kedelai nasional tersebut belum dapat memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri. Indonesia masih harus melakukan impor kedelai sebesar 40% dari kebutuhan kedelai nasional yang mencapai 2.2 juta ton (Departemen Pertanian, 2008). Produksi kedelai nasional yang meningkat tidak disertai dengan peningkatan luas areal pertanaman kedelai. Luas areal pertanaman kedelai dari tahun ke tahun tidak menunjukkan pertambahan, bahkan cenderung menurun. Areal pertanaman kedelai pada tahun 1992 mencapai sekitar 1.66 juta hektar, kemudian terus menurun hingga areal pertanaman kedelai hanya mencapai luasan 0.57 hektar pada tahun 2004 atau menurun sebesar 66.02% (Subandi et al., 2007). Menurut Sudaryanto dan Swastika (2007) salah satu penyebab terjadinya penurunan areal pertanaman kedelai adalah persaingan penggunaan lahan dengan jagung. Harga jagung yang lebih tinggi mendorong petani untuk beralih dari menanam kedelai menjadi menanam jagung karena lebih menguntungkan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan guna meningkatkan produksi kedelai dalam

negeri selain dengan inovasi teknologi budi daya kedelai adalah dengan meningkatkan areal pertanaman kedelai (Sudaryono et al., 2007). Oleh karena itu, upaya peningkatan produksi dan luas areal tanam kedelai perlu dilakukan diantaranya melalui pemanfaatan lahan di bawah tegakan tanaman perkebunan atau hutan tanaman industri (Sopandie et al., 2006). Lahan perkebunan yang luas di Indonesia sangat berpotensi dalam usaha peningkatan produksi kedelai. Salah satu lahan perkebunan yang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan produksi kedelai adalah lahan perkebunan karet. Menurut Direktorat Jendral Perkebunan (2009) luas perkebunan karet di Indonesia mencapai 3 318 juta ha yang 83% luasannya merupakan perkebunan karet rakyat dan sekitar 3 4% berada pada fase tanaman belum menghasilkan (TBM). Pemanfaatan lahan perkebunan karet secara optimal, khususnya pada fase TBM dapat menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan produksi kedelai nasional sehingga kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan mampu mengurangi impor kedelai. Pemanfaatan lahan di bawah tegakan tanaman karet guna meningkatkan produksi kedelai menghadapi berbagai kendala. Kendala utama penanaman kedelai sebagai tanaman sela di bawah tegakan tanaman karet adalah rendahnya intensitas cahaya. Menurut Sopandie et al., (2006) rendahnya intensitas cahaya yang diterima tanaman kedelai akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil kedelai. Pengurangan intensitas cahaya sebesar 50% akan menurunkan jumlah polong isi, bobot 100 biji, dan bobot biji per tanaman dengan nilai tengah masingmasing mencapai 72%, 88%, dan 61% dari kontrol (kondisi intensitas cahaya 100%). Oleh karena itu, pemanfaatan lahan di bawah tegakan tanaman karet membutuhkan varietas yang toleran intensitas cahaya rendah dan memiliki produktivitas yang tinggi. Pengembangan kedelai toleran naungan telah dilakukan sejak tahun 1980, namun terbatas untuk naungan ringan (33%), yaitu tumpangsari dengan tanaman jagung (Asadi et al., 1997). Upaya perakitan varietas kedelai untuk toleran naungan berat (50 55%) dan berdaya hasil tinggi di bawah tegakan tanaman perkebunan atau hutan tanaman industri telah dimulai sejak tahun 2000 oleh tim peneliti Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB (Soepandi et al., 2006).

Perakitan varietas kedelai untuk toleran terhadap naungan berat dimulai dengan pembentukan populasi bersegregasi. Populasi bersegregasi diperoleh dengan menyilangkan empat tetua terpilih, yaitu Slamet, Godek, Pangrango dan Ceneng. Persilangan dialel dengan menggunakan empat tetua terpilih tersebut menghasilkan 12 populasi F5 yang kemudian ditanam sebagai generasi F6 (Soepandi et al., 2006). F6 ditanam sebagai generasi F7 dan dipanen secara bertahap menghasilkan 149 galur murni. Generasi F7 kemudian dilakukan uji daya hasil pendahuluan di lahan optimum dan bercekaman menghasilkan 20 galur harapan generasi F8. Uji daya hasil lanjutan terhadap generasi F8 pada kondisi naungan menghasilkan F9, yaitu sebanyak 38 galur terbaik yang digunakan untuk pengujian daya hasil lanjutan dalam kondisi cahaya optimum dan naungan (Hanafiyah, 2007). Pengujian terhadap generasi F9 menghasilkan 10 galur harapan kedelai generasi F10. Generasi F10 yang telah diseleksi kemudian digunakan dalam pengujian daya hasil lanjutan ini. Pengujian daya hasil lanjutan terhadap 10 galur harapan kedelai dilakukan guna menentukan galur-galur yang memiliki hasil lebih tinggi daripada varietas pembandingnya. Selain itu, pengujian ini juga bertujuan untuk memperoleh varietas unggul baru yang toleran naungan dan berdaya hasil tinggi. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah menguji daya hasil galur-galur toleran naungan di bawah tegakan karet. Selain itu, pengujian tersebut dilakukan guna memperoleh informasi mengenai keragaan karakter agronomi galur-galur toleran naungan dan memilih galur harapan kedelai untuk tumpang sari dengan tanaman karet. Hipotesis 1. Terdapat perbedaan daya hasil di antara galur-galur kedelai toleran naungan dibawah tegakan karet. 2. Terdapat perbedaan keragaan karakter agronomi di antara galur-galur toleran naungan di bawah tegakan karet. 3. Terdapat galur yang memberikan hasil lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding di bawah tegakan karet.

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan pusat dan utara Cina atau kawasan subtropis. Kedelai termasuk ke dalam famili Leguminoceae. Kedelai diklasifikasikan menjadi tiga subgenus, yaitu : 1) Glycine (pengganti Leptocyamus), 2) Bracteata (pengganti Glycine), dan 3) Soja (Hidajat, 1985). Subgenus kedelai yang banyak dibudidayakan adalah subgenus Soja. Subgenus Soja terdiri dari dua jenis, yaitu Glycine ussuriensis dan Glycine max. Glycine ussuriensis merupakan kedelai liar yang merambat dengan daun bertangkai tiga, kecil dan sempit, berbunga ungu serta berbiji kecil keras berwarna hitam hingga coklat tua. Glycine max memiliki warna bunga putih atau ungu, memiliki bentuk daun dan biji yang beragam. Spesies Glycine ussuriensis dan Glycine max memiliki jumlah kromosom somatik 2n = 40 (Adie dan Krisnawati, 2007). Klasifikasi dari G. max (L) Merrill adalah : Ordo : Polypetales Famili : Leguminoceae Sub-famili : Papilionoidae Genus : Glycine Sub-genus : Soja Spesies : Glycine max Kedelai merupakan tanaman semusim, berupa semak rendah, tumbuh tegak, berdaun lebat, dengan beragam morfologi. Tinggi tanaman berkisar antara 10 sampai dengan 200 cm (Hidajat, 1985). Namun, kedelai yang umumnya dibudidayakan oleh petani di Indonesia memiliki tinggi tanaman yang berkisar antara 40 90 cm (Adie dan Krisnawati, 2007). Cabang pada tanaman kedelai akan muncul pada batang utama (Adisarwanto, 2007). Tanaman kedelai dapat memiliki cabang sedikit atau banyak tergantung kultivar dan lingkungan tempat hidupnya. Pola percabangan pada tanaman kedelai sangat bervariasi (Hidajat, 1985; Adie dan Krisnawati, 2007).

Tanaman kedelai memiliki empat tipe daun, yaitu daun biji atau kotiledon, daun primer sederhana (unifoliat), daun bertiga (trifoliat), dan daun profila. Daun primer sederhana atau daun unifoliat tumbuh pada buku pertama di atas kotiledon dengan bentuk daun oval (bulat). Daun trifoliat terbentuk pada buku di atas buku daun unifoliat. Daun profila adalah daun yang terdapat pada pangkal cabang (Hidajat, 1985). Anak daun pada daun trifoliat memiliki bentuk yang beragam dari bulat hingga lancip. Sistem perakaran kedelai terdiri dari dua macam, yaitu akar tunggang dan akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Umumnya akar tunggang hanya tumbuh pada kedalaman lapisan tanah olahan yang tidak terlalu dalam, yaitu sekitar 30 50 cm (Adie dan Krisnawati, 2007). Pertumbuhan batang pada kedelai dibagi menjadi dua tipe. Pembagian tipe pertumbuhan batang ini berdasarkan keberadaan bunga pada ujung batang. Tipe batang pertama adalah indeterminat, yaitu pertumbuhan vegetatif berlanjut setelah terjadi pembungaan. Tipe kedua adalah determinat dimana pertumbuhan vegetatif terhenti ketika terjadi pembungaan (Hidajat, 1985; Adisarwanto, 2007). Masingmasing tipe pertumbuhan batang tersebut memiliki karakter yang khas (Tabel 1). Tabel 1. Perbedaan Tipe Tumbuh Tanaman Kedelai Sifat Tipe Determinat Tipe Indeterminat Pertumbuhan vegetatif Berhenti setelah berbunga Berlanjut setelah berbunga Jumlah buku setelah Tidak bertambah Bertambah berbunga Masa berbunga Tidak lama Lama Mulai berbunga Bunga pertama terbentuk lebih lama pada bagian atas batang Bunga pertama terbentuk lebih cepat pada batang bagian bawah batang Jumlah bunga yang Banyak Sedikit terbuka tiap hari Bentuk tanaman Ujung batang Agak silindris, ujung batang berakhir dengan kelompok bunga Hampir sama besar dengan batang bagian tengah Seperti kerucut, ujung batang tidak berakhir dengan kelompok bunga Lebih kecil dari batang bagian tengah Batang Pendek-sedang Tinggi melilit Daun Daun teratas sama besar dengan daun pada batang bagian tengah Sumber: Hidajat (1985) Daun teratas lebih kecil dari daun pada batang bagian tengah

Kedelai merupakan tanaman yang memiliki tipe penyerbukan sendiri. Penyerbukan sendiri terjadi bila polen berasal dari bunga yang sama atau bunga yang berbeda pada tanaman yang sama (Allard, 1995). Kedelai memiliki sistem penyerbukan tertutup atau kleistogami. Penyerbukan tertutup ini terjadi pada saat bunga masih kuncup yang disebabkan serbuk sari masak sebelum bunga membuka dan putik memanjang segera setelah serbuk sari masak. Tanaman memasuki fase reproduktif saat tunas aksilar berkembang menjadi kelompok bunga dengan 2 sampai 35 kuntum bunga setiap kelompok (Adie dan Krisnawati, 2007). Tanggapan Kedelai terhadap Beberapa Faktor Iklim Faktor iklim yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman kedelai adalah lama penyinaran, intensitas cahaya matahari, suhu, kelembaban udara, dan curah hujan. Kedelai merupakan tanaman hari pendek. Kedelai tidak akan berbunga bila lama penyinaran (panjang hari) melampaui batas kritis, yaitu melebihi 16 jam dan mempercepat pembungaan bila lama penyinaran kurang dari 12 jam (Sumarno dan Manshuri, 2007). Cahaya adalah faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai. Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa cahaya memiliki peranan yang besar dalam proses fisiologi, seperti fotosintesis, respirasi, pertumbuhan dan perkembangan, pembukaan dan penutupan stomata, berbagai pergerakan tanaman, dan perkecambahan. Gardner et al. (1991) menambahkan bahwa cahaya diperlukan dalam proses fotosintesis sehingga kondisi kekurangan cahaya pada tanaman kedelai dapat mengganggu fotosintesis tanaman yang mengakibatkan hasil asimilasi yang diproduksi menjadi berkurang. Interaksi antara suhu, intensitas radiasi matahari, dan kelembaban tanah sangat menentukan laju pertumbuhan tanaman kedelai. Suhu di dalam tanah dan di atmosfer berpengaruh terhadap pertumbuhan akar, dan tanaman kedelai. Suhu berinteraksi dengan panjang penyinaran (photo period) dan berperan dalam menentukan waktu berbunga serta pembentukan polong. Suhu yang rendah akan

menghambat pembentukan polong, sedangkan suhu yang tinggi berakibat pada rontoknya polong (Sumarno dan Manshuri, 2007). Pengaruh langsung kelembaban udara terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman berkaitan dengan perkembangan hama dan penyakit tertentu. Kelembaban udara terutama berpengaruh terhadap proses pemasakan biji dan kualitas benih. Menurut Sumarno dan Manshuri (2007) kelembaban udara yang optimal bagi tanaman kedelai berkisar antara 75 90% selama periode tanaman tumbuh sampai fase pengisian polong dan kelembaban udara rendah (60 75%) pada waktu pemasakan polong sampai panen. Curah hujan yang tinggi selama proses pengeringan polong menurunkan kualitas biji dan mutu benih, karena polong dan biji menyerap kelembaban dari luar Secara umum kebutuhan air untuk kedelai umur 80 90 hari berkisar antara 360 405 mm/ bulan (Sumarno dan Manshuri, 2007). Menurut Adisarwanto (2007) curah hujan yang berkisar 200 250 mm masih dapat ditoleransi oleh tanaman kedelai, namun bila curah hujan kurang dari 200 mm/bulan, maka kurang sesuai untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai. Pengaruh Naungan dan Mekanisme Adaptasi Tanaman Kedelai Salah satu bentuk cekaman lingkungan yang dihadapi tanaman kedelai di bawah tegakan tanaman perkebunan, misalnya karet adalah intensitas cahaya yang rendah akibat naungan. Menurut Asadi et al. (1997) intensitas cahaya yang rendah dapat mempengaruhi pembukaan stomata sehingga fotosintesis akan menurun. Apabila fotosintesis menurun, maka fotosintat yang dihasilkan selama tanaman dinaungi menjadi berkurang. Trikoesoemaningtyas (2008) menambahkan bahwa intensitas cahaya yang rendah dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil kedelai. Umumnya kedelai yang ditumpangsarikan atau dinaungi dengan tanaman semusim (misalnya jagung) mengalami penurunan hasil (Asadi et al., 1997). Penurunan hasil tanaman kedelai pada tingkat naungan 33% bila dibandingkan dengan hasil tanaman kedelai pada kondisi intensitas cahaya berkisar antara 2 45%. Selain itu, naungan juga mengakibatkan batang tanaman kedelai

mengalami etiolasi. Elfarisna (2000) menyatakan bahwa kondisi naungan berat (tingkat naungan 50%) dapat meningkatkan tinggi tanaman, luas daun, dan jumlah klorofil tanaman kedelai, tetapi menurunkan jumlah cabang, ketebalan daun, kerapatan stomata, polong isi, polong hampa, ukuran biji dan bobot biji per tanaman. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Efendi (2007) bahwa tingkat naungan yang berat, yaitu tingkat naungan 50% akan menurunkan komponen hasil dan hasil kedelai. Jumlah polong total yang mampu dihasilkan pada kondisi intensitas cahaya sebesar 50% hanya berkisar 7.03 9.07 polong dengan jumlah polong isi berkisar 2.76 8.46 polong. Hanafiyah (2007) menambahkan bahwa pada kondisi intensitas cahaya 50% penurunan bobot biji per tanaman cukup besar, yaitu mencapai 66.45%. Kedelai yang ditanam dalam kondisi intensitas cahaya rendah secara alamiah akan melakukan berbagai adaptasi, seperti perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Besarnya kemampuan tanaman kedelai untuk beradaptasi dalam kondisi intesitas cahaya rendah tergantung pada kemampuan tanaman kedelai tersebut dalam melakukan fotosintesis pada kondisi intensitas cahaya rendah secara efisien. Tanaman kedelai memberikan respon terhadap kondisi intensitas cahaya yang rendah dengan mengubah anatomi dan morfologinya sehingga efisien dalam menangkap dan memanfaatkan cahaya yang diterima (Jufri, 2006). Kedelai yang ditanam pada kondisi ternaungi diduga beradaptasi dengan meningkatkan tinggi tanaman, luas daun, mengurangi jumlah cabang, jumlah buku, dan ketebalan daun (Handayani, 2003). Menurut Jufri (2006) salah satu bentuk mekanisme penghindaran agar kekurangan cahaya yang diterima tanaman kedelai tidak begitu besar adalah melalui perubahan ketebalan daun dan penurunan bobot spesifik daun. Mekanisme adaptasi yang dilakukan tanaman kedelai pada intensitas cahaya rendah selain mekanisme penghindaran adalah melalui mekanisme toleransi. Galur-galur kedelai yang toleran melakukan mekanisme toleransi dengan mempertahankan aktivitas enzim-enzim fotosintesis tetap tinggi dibandingkan dengan galur-galur kedelai yang peka. Secara fisiologi dan biokimia, biasanya tanaman kedelai yang yang ternaungi akan mengalami laju fotosintesis yang rendah, namun galur-galur kedelai yang toleran akan mempertahankan laju fotosintesis tetap tinggi. Hasil

penelitian Sopandie et al. (2006) menunjukkan bahwa pada intensitas cahaya 50% laju fotosintesis pada Ceneng (toleran naungan) mampu mencapai 73% dari kontrol, sedangkan Godek (peka naungan) hanya mencapai 68% dari kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa Ceneng memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam mempertahankan laju fotosintesis pada kondisi defisit cahaya dibandingkan Godek. Selain itu, Kisman (2007) menyatakan bahwa kandungan klorofil a dan b pada daun tanaman genotipe kedelai yang toleran lebih tinggi dan rasio klorofil a/b lebih rendah dibandingkan dengan tanaman kedelai yang peka. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian Kisman (2007) bahwa pada genotipe yang toleran, yaitu Ceneng dan Pangrango kandungan klorofil a dan b lebih tinggi dibandingkan genotipe yang peka, yaitu Slamet dan Godek. Pemuliaan Tanaman Kedelai Pemuliaan kedelai di Indonesia secara umum bertujuan untuk menghasilkan varietas unggul berdaya hasil tinggi dan beradaptasi untuk berbagai agroekologi. Sejak tahun 1990 program perakitan varietas kedelai mulai diarahkan untuk beradaptasi spesifik agroekologi seperti lahan sawah (irigasi dan tadah hujan), lahan kering (masam dan bukan masam), lahan rawa, dan sebagainya (Arsyad et al., 2007). Selain diarahkan untuk beradaptasi pada agroekologi tertentu, pengembangan kedelai juga diarahkan untuk ditanam sebagai tanaman sela di lahan perkebunan mengingat areal perkebunan di Indonesia yang cukup luas. Menurut Asadi et al. (1997) kedelai yang toleran naungan dapat ditanam sebagai tanaman sela sebelum tanaman pokok memasuki fase tanaman menghasilkan (TM), yaitu pada saat tanaman pokok berumur 2 3 tahun dengan tingkat naungan sekitar 33 50%. Sunarlim (1997) menambahkan sistem tanam secara tumpangsari dengan kedelai sebagai tanaman sela bagi tanaman pokok perkebunan dapat meningkatkan produktivitas lahan, mencegah erosi, menyerap tenaga kerja, diversifikasi hasil, dan memberikan nilai tambah bagi petani. Selain itu, adanya tanaman sela pada saat tanaman belum menghasilkan dapat mengurangi resiko kegagalan panen. Pemuliaan untuk mendapatkan varietas unggul kedelai pada dasarnya meliputi empat tahap penting, yakni pembentukan populasi dasar untuk bahan seleksi, pembentukan galur murni, pengujian daya hasil, pemurnian dan

penyediaan benih (Sumarno, 1985). Kegiatan pemuliaan tanaman kedelai diawali dengan melakukan seleksi terhadap varietas lokal dan introduksi. Introduksi adalah suatu upaya mendatangkan suatu kultivar tanaman dari suatu wilayah ke wilayah baru. Introduksi memegang peranan penting dalam perkembangan tanaman kedelai di Indonesia (Somaatmadja, 1985). Tanaman introduksi ini dapat langsung dikembangkan melalui proses adaptasi langsung. Selain itu, pengembangan tanaman introduksi dapat dilakukan dengan seleksi dan persilangan (Poespodarsono, 1988). Cara pemilihan tanaman dapat dilakukan dengan seleksi massa atau galur murni. Seleksi massa didasarkan pada penampilan luar (fenotipe). Biji tanamantanaman yang terpilih disatukan dan dijadikan sebagai benih untuk generasi berikutnya. Seleksi galur murni dilakukan dengan memilih tanaman terbaik dari barisan terbaik. Tanaman yang terpilih secara individual dipanen terpisah dan diberi nomor sendiri untuk bahan tanam musim berikutnya (Mangoendidjojo, 2003). Poespodarsono (1988) menyatakan bahwa varietas yang dihasilkan dari seleksi massa tidak seseragam varietas yang dihasilkan dari seleksi galur murni, namun memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap perubahan lingkungan. Arsyad et al. (2007) menambahkan bahwa saat ini metode seleksi massa telah jarang digunakan untuk perakitan suatu varietas. Selain dengan metode seleksi pada plasma nutfah yang telah ada, pemuliaan dapat dilakukan melalui persilangan di antara individu-individu yang berbeda sifatnya lalu dilanjutkan dengan seleksi. Menurut Arsyad et al. (2007) persilangan bertujuan untuk menghasilkan keragaman genetik pada populasi dasar dan menggabungkan sifat-sifat baik yang diinginkan. Penggabungan sifat-sifat baik dapat dilakukan dengan single-cross (silang tunggal antara dua tetua) dan threeway-cross (silang tiga tetua). Poespodarsono (1988) menyatakan bahwa persilangan diantara individu-individu yang berbeda sifatnya pada generasi F1 menghasilkan populasi yang bersegregasi (F2) yang memberikan peluang adanya keragaman genetik pada populasi tersebut. Keragaman genetik populasi hasil segregasi merupakan bahan dasar yang baik untuk seleksi. Individu-individu pada generasi bersegregasi (F2) yang terpilih kemudian dibentuk menjadi galur-galur homozigot. Umumnya galur-galur homozigot hasil

seleksi dievaluasi terlebih dahulu selama satu musim dan kemudian galur-galur yang superior masuk ke dalam pengujian daya hasil (Arsyad et al., 2007). Pengujian daya hasil meliputi tiga tahap pengujian, yaitu uji daya hasil pendahuluan (UDHP), uji daya hasil lanjutan (UDHL), dan uji multi lokasi (UML). Tahap uji daya hasil pendahuluan membutuhkan galur dalam jumah yang besar agar peluang untuk memperoleh galur yang hasilnya tinggi cukup besar pula. Tahap uji daya hasil lanjutan umumnya galur yang diuji berjumlah 10 20 galur, termasuk varietas unggul pembanding. Jumlah lokasi sekurang-kurangnya empat lokasi, selama 2 4 musim. Selanjutnya, dilakukan uji multi lokasi terhadap 5 10 galur harapan dengan tujuan mengetahui daya adaptasi dari galurgalur harapan yang akan dilepas sebagai varietas baru (Sumarno, 1985). Tipe Ideal (Ideotype) Tanaman Kedelai Perakitan varietas kedelai bertujuan untuk mendapatkan varietas kedelai yang berdaya hasil tinggi serta sesuai pada berbagai agroekosistem. Menurut Arsyad et al. (2007) dasar pertimbangan perakitan varietas unggul kedelai adalah (a) spesifik agroekosistem, (b) kesesuaian potensi hasil dan kualitas produk dengan kebutuhan konsumen, (c) stabilitas hasil tinggi (tahan hama-penyakit, toleran kekeringan, dan keracunan hara), (d) memiliki kemampuan aktivitas fotosintesis yang tinggi, (e) umur genjah untuk lahan sawah (< 75 hari), (f) umur sedang dengan daya hasil tinggi, (g) pengembangan untuk daerah luar Jawa, seperti Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara, Papua, dan Kalimantan. Pengembangan kedelai di daerah luar Jawa khususnya Sumatera memerlukan varietas kedelai yang mampu beradaptasi dengan kondisi lahan yang terdapat pada daerah tersebut. Umumnya lahan di Sumatera merupakan lahan kering masam. Derajat kemasaman tanah (ph) berkisar antara 4.0 5.0. Rendahnya ph tanah bersifat genetik, yaitu berasal dari bahan induk tanah yang memiliki sifat masam. Secara taksonomi lahan kering masam tergolong ordo Ultisol yang ditandai dengan ukuran agregat tanah yang relatif besar dan stabil (Rachman et al., 2007). Tipe tanaman ideal (plant-ideotype) yang berdaya hasil tinggi dan beradaptasi pada lahan suboptimum menurut Arsyad et al. (2007) memiliki umur

berbunga 40 45 hari, umur masak 90 95 hari, tipe tumbuh semi indeterminat, tinggi tanaman 80 100 cm, percabangan antara 5 6 cabang, batang kokoh (tidak mudah rebah), polong tidak mudah pecah pada cuaca panas, biji berukuran sedang (12 g/100 biji), bulat dan berwarna kuning. Para pemulia hingga saat ini telah berusaha merakit varietas kedelai yang adaptif pada lingkungan suboptimal seperti lahan kering masam, lahan sawah tadah hujan, dan lahan rawa. Beberapa varietas telah dihasilkan dan dirilis sebagai varietas unggul dan adaptif pada lingkungan suboptimum serta dianggap sesuai dengan kriteria tanaman ideal (ideotype). Beberapa varietas yang dianggap sesuai dengan kriteria tanaman ideal yang adaptif pada lahan kering masam diantaranya Wilis dan Tidar (Arsyad dan Nur, 2006). Selain itu, varietas lain yang juga telah dirilis sebagai varietas adaptif lahan kering masam adalah varietas Tanggamus, Sibayak, Nanti, Ratai, dan Seulawah dengan produktivitas rata-rata sebesar 2.2 2.5 ton/ha, berumur sedang (86 93 hari), biji berukuran sedang dan berwarna kuning hingga kuning kehijauan serta tahan terhadap penyakit karat daun. Varietas yang adaptif lahan rawa/pasang surut diantaranya adalah varietas Lawit dan Menyapa dengan produktivitas yang cukup tinggi, yaitu 2.0 ton/ha, berumur sedang, dan memiliki ukuran biji kecil sampai sedang (Arsyad et al., 2007).

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Agustus 2009 di Kebun Karet Rakyat di Desa Sebapo, Kabupaten Muaro Jambi. Lokasi penelitian yang digunakan merupakan milik petani binaan BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) Kota Jambi. Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan adalah 10 galur kedelai toleran naungan, yaitu CG-22-10, GC-22-10, PG-57-1, SC-1-8, SC-21-5, SC-39-1, SC-54-1, SC- 56-3, SC-68-2, SP-30-4 dan 4 varietas pembanding, yaitu Ceneng dan Pangrango sebagai pembanding toleran naungan serta Sibayak dan Tanggamus sebagai pembanding toleran tanah kering masam. Pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-36, dan KCl dengan dosis masing-masing 100 kg/ha, 200 kg/ha, 150 kg/ha, dan insektisida karbofuran 3G dengan dosis 2 kg/ha sebagai perlakuan benih. Insektisida Deltametrin 25 EC digunakan untuk pengendalian hama perusak daun dan polong. Aplikasi pupuk kandang dan kapur pertanian (kaptan) dengan dosis masing-masing 3 ton/ha. Gambar 1. Keragaan Benih Galur-galur Kedelai Toleran Naungan

Rancangan Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan tiga ulangan. Sebagai perlakuan adalah galur harapan kedelai yang terdiri dari 10 galur kedelai dan 4 varietas pembanding, yaitu Ceneng dan Pangrango sebagai pembanding toleran naungan (Sopandie et al., 2006) serta Sibayak dan Tanggamus sebagai pembanding toleran lahan kering masam (Arsyad dan Nur, 2006) sehingga terdapat 42 satuan percobaan. Penanaman dilakukan pada petak berukuran 4 m x 4.8 m dengan jarak tanam 40 cm x 15 cm di bawah tegakan karet TBM berumur tiga tahun. Model adiptif linier rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut : Y ij = µ + α i + ß j + ε ij Keterangan : Y ij = Nilai pengamatan galur ke-i, ulangan ke-j µ = Nilai rataan umum α i = Pengaruh adaptif perlakuan ke-i (i = 1, 2, 3,...24) ß j = Pengaruh kelompok ke-j (j = 1, 2, 3) ε ij = Pengaruh galat percobaan adaptif galur ke-i, ulangan ke-j Pelaksanaan Penelitian Penelitian diawali dengan persiapan lahan. Persiapan lahan dimulai dengan pembersihan lahan dari gulma dan pengolahan tanah. Kemudian penebaran kapur pertanian pada lahan dilakukan dengan dosis 3 ton/ha dan diinkubasi selama 2 minggu. Setelah itu, pupuk kandang diberikan dengan dosis 3 ton/ha dan dibiarkan selama satu minggu. Petak percobaan sebanyak 42 petak berukuran 4 m x 4.8 m dibuat untuk tiga ulangan. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan lubang tanam serta penanaman galur-galur kedelai toleran naungan dengan jarak tanam yang telah ditentukan, yaitu 40 cm x 15 cm. Galur-galur kedelai tersebut ditanam sebanyak 2 benih per lubang diikuti dengan aplikasi karbofuran 3G dengan dosis 2 kg/ha. Pemupukan dengan Urea, SP-36, dan KCl dengan dosis masing-masing 100 kg/ha, 200 kg/ha, 150 kg/ha dilakukan satu minggu setelah tanam. Pupuk

diberikan dalam alur yang dibuat di antara barisan galur-galur kedelai toleran naungan. Kegiatan penyulaman dilakukan satu minggu setelah tanam (MST). Pemeliharaan tanaman meliputi pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) di lapang yang dilakukan secara manual, mekanis dan kimiawi. Pengamatan fase pertumbuhan tanaman dilakukan sejak awal tanam sampai panen. Tanaman dipanen bila 80% telah masak polong. Pengambilan tanaman sampel sebanyak 10 tanaman dilakukan sebelum tanaman di dalam petakan dipanen. Kegiatan selanjutnya adalah penjemuran brangkasan di bawah sinar matahari, perontokan biji kedelai dari brangkasannya, penimbangan bobot biji per petak, bobot biji per tanaman serta bobot 100 biji. Data hasil pengamatan kemudian diolah dan dianalisis. Pengamatan Penelitian Pengamatan yang dilakukan meliputi fase pertumbuhan tanaman dan keragaan karakter agronomi serta hasil. Pengamatan terhadap fase vegetatif dilakukan dengan mengamati pertumbuhan tanaman pada setiap satuan percobaan. sedangkan pengamatan terhadap keragaan karakter agronomi dan hasil dilakukan pada 10 tanaman sampel di masing-masing satuan percobaan. Peubah-peubah yang diamati adalah sebagai berikut: 1. Fase Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Fase pertumbuhan vegetatif dan generatif kedelai diarahkan dengan mengikuti pedoman yang terdapat pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2. Fase Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kedelai Fase Tingkatan Fase Tumbuh Uraian V E Fase pemunculan Kotiledon muncul dari dalam tanah V C Fase kotiledon Daun unifoliat berkembang, tepi daun tidak menyentuh V1 Fase buku pertama Daun berkembang penuh pada buku unifoliat V2 Fase buku kedua Daun trifoliat berkembang penuh pada buku diatas buku unifoliat V3 Fase buku ketiga Tiga buah buku pada batang utama dengan daun berkembang penuh, terhitung mulai buku unifoliat V n Fase buku ke-n n buah buku pada batang utama dengan daun berkembang penuh, terhitung mulai buku unifoliat Sumber : Hidajat (1986)

Tabel 3. Fase Pertumbuhan Reproduktif Tanaman Kedelai Fase Tingkatan Fase Tumbuh Uraian R 1 Mulai berbunga Bunga pertama berkembang pada buku manapun pada batang utama R 2 Berbunga penuh Bunga berkembang pada satu dari dua buku teratas pada batang utama dengan daun berkembang penuh R 3 Mulai berpolong Polong sepanjang 5 mm pada salah satu di antara 4 buku teratas pada batang utama dengan daun berkembang penuh R 4 Berpolong penuh Polong sepanjang 2 cm pada salah satu dari 4 buku teratas pada batang utama dengan daun berkembang penuh R 5 Mulai berbiji Biji sebesar 3 mm dalam polong pada salah satu dari 4 buku teratas dengan daun berkembang penuh R 6 Berbiji penuh Polong berisikan satu biji hijau yang mengisi rongga batang utama dengan daun berkembang penuh R 7 Mulai masak Satu polong pada batang utama telah mencapai warna polong masak R 8 Masak penuh 95% dari polong mencapai warna polong masak Sumber : Hidajat (1986) 2. Keragaan Karakter Agronomi dan Hasil Tanaman Kedelai a. Tinggi Tanaman (cm) Tinggi tanaman diukur dari buku pertama sampai dengan titik tumbuh setelah panen. b. Umur Berbunga (HST) Umur berbunga diketahui dengan mengamati petakan dalam setiap satuan percobaan, yaitu apabila tanaman dalam petakan ± 80% telah berbunga. c. Umur Panen (HST) Pemanenan dilakukan apabila 80% tanaman pada setiap satuan percobaan telah menunjukkan masak polong disertai dengan daun yang menguning dan gugur. d. Jumlah Cabang Produktif Jumlah cabang produktif diketahui dengan menghitung jumlah cabang yang menghasilkan polong.

e. Jumlah Buku Produktif Jumlah buku produktif diamati dengan menghitung jumlah buku yang menghasilkan polong. f. Jumlah Polong Bernas Jumlah polong bernas diketahui dengan menghitung seluruh polong yang menghasilkan biji. g. Jumlah Polong Hampa Jumlah polong hampa diketahui dengan menghitung seluruh polong yang tidak menghasilkan biji. h. Jumlah Polong Total Jumlah polong total dihitung dengan menjumlahkan polong bernas dengan polong hampa. i. Persentase Polong Isi Persentase polong isi dihitung dengan membandingkan jumlah polong yang menghasilkan biji dengan jumlah polong total dikalikan 100%. j. Bobot 100 Biji (gram) Bobot 100 biji dihitung dengan menimbang 100 biji kedelai k. Bobot Biji per Tanaman Bobot biji per tanaman dihitung dengan menimbang biji yang dihasilkan setiap tanaman sampel. l. Bobot Biji per Petak Bobot biji per petak diketahui dengan menimbang bobot biji setiap petakan. Analisis Data Analisis data diawali dengan melakukan uji normalitas terhadap data. Data yang diolah adalah data dari setiap satuan percobaan dalam setiap ulangan. Apabila data menyebar normal, maka dilanjutkan dengan analisis sidik ragam. Data yang menyebar tidak normal ditransformasi terlebih dahulu dan kemudian dilanjutkan dengan analisis sidik ragam. Apabila hasil sidik ragam menunjukkan berbeda nyata untuk karakter yang diuji, maka dilanjutkan dengan uji lanjut kontras ortogonal.

Tabel 4. Sidik Ragam dan Komponen Pendugaan Ragam (Sings dan Chaudhary, 1977) SK db KT E (KT) Ulangan r-1 N1 σ 2 e + r σ 2 g Galur g-1 N2 σ 2 e + gσ 2 r Galat (r-1)(g-1) N3 σ 2 e Total (r)(g) Keterangan : r = jumlah ulangan, g = jumlah perlakuan (galur), σ 2 g = ragam galur untuk, σ 2 e = ragam lingkungan Nilai F hitung pada uji lanjut kontras ortogonal diketahui dengan menghitung menggunakan rumus (Gomez dan Gomez, 1995) : Keterangan : F hitung = {JK (M) / (s 1)} / N3 JK (M) = Jumlah Kuadrat pembandingan grup yang diharapkan s N3 = Banyaknya jumlah grup yang dibandingkan = KT Galat Koefisien korelasi Pearson dihitung dengan rumus (Sings dan Chaudhary, 1977) : r (xy) = cov (xy) / (var (x).var (y)) Keterangan : r (xy) cov (xy) var (x) var (y) = koefisien korelasi peubah x dan y = peragam antara sifat x dan y = ragam sifat x = ragam sifat y

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini bertujuan menguji daya hasil galur-galur kedelai toleran naungan di bawah tegakan karet, memperoleh informasi mengenai keragaan karakter agronomi galur-galur toleran naungan dan memilih galur harapan kedelai untuk tumpang sari dengan tanaman karet. Penelitian dilaksanakan pada musim tanam I (MT I) di bawah tegakan karet rakyat fase TBM (Tanaman Belum Menghasilkan) yang berumur sekitar 2 3 tahun di Desa Sebapo, Kabupaten Muaro Jambi. Lahan penelitian yang digunakan termasuk lahan kering daerah rendah iklim basah (LKDRIB). Derajat kemasaman tanah (ph) berkisar antara 4 5.8. Kemiringan lahan kurang dari 8% dengan ketinggian tempat kurang dari 750 m dari permukaan laut (Suharno, 2009). Gambar 2. Lahan pertanaman karet TBM umur 3 tahun Lahan di bawah tegakan karet dimanfaatkan oleh petani di Desa Sebapo dengan menanam tanaman sela. Lahan penelitian yang digunakan, sebelumnya telah ditanami beberapa jenis tanaman, seperti jagung, kacang tanah, pisang, cabai, dan kacang panjang. Penanaman tanaman tersebut biasanya dilakukan pada musim penghujan karena pengairannya mengandalkan air hujan.

Daya Berkecambah (%) 2 Penanaman galur-galur kedelai dilakukan pada bulan Mei. Curah hujan rata-rata pada bulan Mei adalah sebesar 192.2 mm dengan kelembaban udara sebesar 87% (BMG, 2009). Curah hujan yang kurang dari 200 mm/bulan kurang sesuai untuk pertumbuhan tanaman kedelai (Adisarwanto, 2007). Hujan yang turun sesaat setelah penanaman hingga beberapa hari setelah penanaman berdampak pada penurunan daya berkecambah galur-galur kedelai toleran naungan. Curah hujan yang tinggi sesaat setelah penanaman mengakibatkan banyak benih galur-galur yang ditanam terbawa aliran permukaan dan membuat lubang tanam menjadi tergenang sehingga benih yang ada di dalamnya membusuk. Daya berkecambah galur-galur kedelai yang diuji adalah sebesar 53.17%. Galur CG-22-10 memiliki daya berkecambah paling tinggi di antara galur-galur yang diuji, yaitu sebesar 65.33%, sedangkan galur SC-1-8 (46.77%) memiliki daya berkecambah paling rendah di antara galur-galur yang diuji. Varietas Sibayak (20.56%) memiliki daya berkecambah terendah di antara varietas pembanding, bahkan lebih rendah dari galur-galur kedelai yang diuji (Lampiran 4). 80 70 60 50 40 30 20 10 0 72.32 71.33 65.33 61.69 60.06 49.24 46.77 47.34 52.36 49.66 51.5 48.27 47.93 20.56 Galur-galur Kedelai Toleran Naungan Gambar 3. Nilai Tengah Daya Berkecambah Galur-galur Kedelai Toleran Naungan di Sebapo, Kabupaten Muaro Jambi.

Secara umum serangan hama dan penyakit pada pertanaman kedelai tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap hasil karena intensitas serangannya termasuk rendah. Gejala serangan hama dan penyakit telah nampak pada saat tanaman kedelai berumur 3 MST. Hama yang menyerang tanaman kedelai adalah belalang (Oxya spp.), ulat grayak (Spodoptera litura), ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites), ulat penggulung daun (Lamprosema indicata), Riptortus linearis, Nezara viridula, Piezodorus rubrofasciatus, dan Etiella zinckenella. Pengendalian hama dilakukan dengan menggunakan Deltamethrin 25 EC yang diaplikasikan sebanyak tiga kali, yaitu pada 21 HST, 42 HST, dan 80 HST. A B C D Gambar 4. Beberapa hama yang menyerang pertanaman kedelai: Larva ulat grayak (Spodoptera litura) yang bergerombol (A). Ulat penggulung daun (Lamprosema indicata) dan daun yang menipis (B), Belalang (Oxya spp.) (C), Penggerek polong (Etiella zinckenella) (D). Penyakit yang menyerang tanaman kedelai adalah penyakit karat daun yang disebabkan oleh Phakopsora pachyrhizi Syd. dan virus kerdil kedelai (virus mosaik kedelai) yang disebabkan oleh virus SMV (Soybean Mosaic Virus). Penyakit lainnya yang menyerang pertanaman kedelai adalah penyakit rebah semai akibat jamur Sclerotium rolfsii yang menyelimuti perakaran, namun jumlah

tanaman yang terserang penyakit-penyakit tersebut sedikit jumlahnya, yaitu sekitar 2 3 tanaman per satuan percobaan sehingga tidak mempengaruhi pertumbuhan kedelai. Selain hama dan penyakit, faktor biotik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman kedelai adalah gulma. Jenis gulma yang tumbuh di daerah pertanaman kedelai adalah Borreria alata, Arachis hipogaea, Cyanotis cristata, Eleusine indica, Cynodon dactylon, Phyllanthus niruri. Gulma yang paling dominan di lahan pertanaman kedelai adalah Eleusine indica dan Borreria alata. Pengendalian gulma-gulma tersebut dilakukan secara manual dan mekanis. A B Gambar 5. Gulma yang Dominan pada Lahan Pertanaman Kedelai, Eleusine indica (A) dan Borreria alata (B) Pemanenan dilakukan pada saat tanaman dalam petakan menunjukkan masak fisiologis dan daun telah mengalami kerontokan. Rata-rata curah hujan pada saat panen adalah rendah sekitar 117.7 mm. Suhu maksimal harian pada siang hari pada saat pemanenan mencapai 32.4ºC. Suhu yang demikian panas berdampak pada pecahnya polong sebelum pemanenan sehingga mengakibatkan kehilangan hasil. Namun demikian, suhu tersebut juga sangat mendukung proses penjemuran dan perontokan brangkasan kedelai. Proses perontokan biji dari polong menjadi lebih mudah dan cepat. Menurut Adisarwanto et al. (2007) brangkasan hasil panen sangat dianjurkan untuk segera dijemur setelah dipanen agar memperoleh kualitas biji yang baik. Pemanenan tanaman dalam petak dilakukan secara bertahap karena setiap galur ketidakseragaman umur panen.