BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 PERAN BAKTERI DALAM PATOGENESIS PENYAKIT PERIODONTAL. Dalam bab ini akan dibahas bakteri-bakteri patogen yang terlibat dan berbagai cara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat

BAB 2 LATAR BELAKANG TERAPI AMOKSISILIN DAN METRONIDAZOLE SEBAGAI PENUNJANG TERAPI PERIODONTAL

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa. Di Indonesia penyakit periodontal

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah hal yang penting di kehidupan manusia. Rasulullah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dijumpai pada masyarakat dengan prevalensi mencapai 50% (Wahyukundari,

BAB I PENDAHULUAN. menduduki peringkat kedua setelah karies (Amalina, 2011). Periodontitis

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari harapan. Hal ini terlihat dari penyakit gigi dan mulut masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kesehatan terutama pada kesehatan gigi dan mulut semakin kompleks

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mampu membentuk polisakarida ekstrasel dari genus Streptococcus. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit gigi dan mulut masih menjadi masalah kesehatan utama

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengandung mikroba normal mulut yang berkoloni dan terus bertahan dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menimbulkan masalah kesehatan gigi dan mulut. Penyakit periodontal yang sering

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah dengan menggunakan obat kumur antiseptik. Tujuan berkumur

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masih cukup tinggi (Pintauli dan Taizo, 2008). Penyakit periodontal dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbesar di dunia. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa 10-15

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Koloni bakteri pada plak gigi merupakan faktor lokal yang mengakibatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. diisolasi dari saluran akar yang terinfeksi dengan pulpa terbuka adalah obligat

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

mampu menghambat pertumbuhan bakteri.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada permukaan basis gigi tiruan dapat terjadi penimbunan sisa makanan

BAB 1 PENDAHULUAN. 2011, prevalensi karies di wilayah Asia Selatan-Timur mencapai 75-90% pada anakanak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit periodontal adalah suatu keadaan dengan kerusakan pada struktur

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan hubungan oklusi yang baik (Dika et al., 2011). dua, yaitu ortodontik lepasan (removable) dan ortodontik cekat (fixed).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2013 menunjukkan sebanyak 25,9 persen

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh adanya mikroorganisme spesifik atau kumpulan

BAB VI PEMBAHASAN. pseudohalitosis, halitophobia dan psychogenic halitosis. 6,7,8

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang predominan. Bakteri dapat dibagi menjadi bakteri aerob, bakteri anaerob dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dipisahkan dari kesehatan umum (Ramadhan dkk, 2016). Kesehatan gigi dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir, sebanyak 80% orang didunia bergantung pada

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masih merupakan masalah di masyarakat (Wahyukundari, 2009). Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. dan pendukung gigi (Daliemunthe, 2001) yang terdiri dari gingiva, tulang

BAB I PENDAHULUAN. yang ditemukan pada plak gigi dan sekitar 10 spesies telah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendukung gigi. Penyakit periodontal secara luas diyakini sebagai masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Periodontitis adalah penyakit radang jaringan pendukung gigi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab terbesar kehilangan gigi di usia 30 tahun. (Situmorang,

TINJAUAN PUSTAKA. anaerobik gram negatif seperti P. gingivalis, Prevotella intermedia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Periodontitis kronis, sebelumnya dikenal sebagai periodontitis dewasa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat keparahan penyakit periodontal di Indonesia menduduki. urutan kedua utama setelah karies yang masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan seseorang (Sari & Suryani, 2014). Penyakit gigi dan mulut memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyangga gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Akhir-akhir ini perhatian masyarakat untuk kembali memakai bahan alam

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perhatian. Penyakit gigi dan mulut dapat menjadi faktor resiko dan fokal infeksi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses penuaan adalah perubahan morfologi dan fungsional pada suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan rongga mulut merupakan komponen esensial dari kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. maupun anaerob. Bakteri Streptococcus viridans dan Staphylococcus aureus

BAB I PENDAHULUAN. kualitas dan kesejahteraan hidup, sehingga diperlukan metode perawatan kebersihan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyebab utama terjadinya kehilangan gigi. Faktor bukan penyakit yaitu sosiodemografi

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan utama perawatan saluran akar ialah menghilangkan bakteri yang invasi

BAB I PENDAHULUAN. dengan migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement

BAB 1 : PENDAHULUAN. jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) memiliki aktivitas antibakteri dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

PERIODONTITIS Definisi Periodontitis merupakan penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. di saluran akar gigi. Bakteri ini bersifat opportunistik yang nantinya bisa menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kesehatan dan mempunyai faktor risiko terjadinya beberapa jenis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan penyakit yang terjadi pada jaringan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Streptococcus sanguis adalah jenis bakteri Streptococcs viridans yang

BAB I PENDAHULUAN. Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah mikroorganisme yang ditemukan pada plak gigi, dan sekitar 12

BAB I PENDAHULUAN. virus, bakteri, dan lain-lain yang bersifat normal maupun patogen. Di dalam

BAB I PENDAHULUAN. 90% dari populasi dunia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. rongga mulut yang buruk sering mengakibatkan akumulasi plak sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di

BAB I PENDAHULUAN. Plak gigi merupakan komunitas mikroba yang melekat maupun berkembang

BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM. penyakit periodontal. Zat dalam asap rokok seperti; nikotin, tar, karbon monoksida

Transkripsi:

5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Jaringan periodontal merupakan jaringan yang mengelilingi, mendukung dan menempel ke gigi-geligi. Jaringan periodontal terdiri dari gingiva, ligamen periodontal, sementum dan tulang alveolar. Jaringan ini tidak hanya mendukung gigi, tapi juga struktur lain di dalam rongga mulut. Oleh karena itu, menjaga kesehatan dan fungsi normal jaringan periodontal merupakan hal yang sangat penting. 13 2.1 Penyakit Periodontal Penyakit periodontal merupakan penyakit pada jaringan pendukung gigi, meliputi penyakit gingiva dan penyakit pada struktur pendukung gigi. 14 Pengetahuan manusia tentang etiologi dan patogenesis kondisi dan penyakit mulut selalu berubah sesuai dengan meningkatnya ilmu pengetahuan ilmiah. Inflamasi gingiva diinisiasi oleh banyak spesies bakteri dari plak dental sebagai akibat dari kebersihan rongga mulut yang buruk. Adanya plak bakteri patogen secara terus-menerus menyebabkan proses inflamasi meluas sampai ke ligamen periodontal, sementum, dan tulang alveolar sehingga menyebabkan hilangnya perlekatan gingiva ke gigi dan resorpsi tulang pendukung. 15 2.2 Etiologi Penyakit Periodontal Etiologi utama penyakit periodontal adalah plak dental. 1,16 Plak dental adalah deposit lunak yang membentuk biofilm yang menumpuk ke permukaan gigi atau permukaan keras lainnya di rongga mulut. 4,15 Plak dental merupakan ekosistem yang unik. Ratusan spesies bakteri hidup di dalam kavitas oral, dan kelompok bakteri ini membentuk kumpulan plak dental. 16 Proses pembentukan plak merupakan proses yang kompleks dan dinamis. 15 Dimulai dari plak supragingiva, pembentukan plak dental diawali dengan pembentukan pelikel. 15,17 Pelikel merupakan lapisan membran yang tidak mempunyai

6 bentuk yang berada pada permukaan gigi, restorasi, kalkulus dan permukaan keras lainnya. Menyikat gigi tidak dapat menghilangkan pelikel. Pelikel bisa dihilangkan dengan memoles gigi dengan bahan yang abrasif, tetapi pelikel akan terbentuk kembali dalam waktu yang singkat. Bakteri tidak berada dalam pelikel, melainkan melekat langsung setelah pelikel terbentuk, sehingga pelikel berperan penting dalam kolonisasi bakteri di permukaan gigi. 15 Pada tahap inisial pembentukan plak, bakteri terus berpindah dan melekat ke pelikel pada permukaan gigi melalui saliva bersamaan dengan bahan makanan ataupun melalui kontak lingkungan eksternal lainnya. Beberapa jam selanjutnya, bakteri yang melekat berproliferasi dan membentuk koloni kecil. 15 Pada tahap pematangan plak, terjadi peningkatan massa dan ketebalan plak sebagai akibat dari proliferasi bakteri. Pada tahap ini, terjadi kohesi antara bakteri karena adanya polisakarida ekstraseluler, koagregasi bakteri serta interaksi interbakterial. 15 Pematangan plak supragingiva diikuti dengan perubahan yang dapat menyebabkan radang pada gingiva. Gingiva yang mengalami peradangan kurang beradaptasi baik dengan permukaan gigi, sehingga pembentukan plak supragingiva berjalan lebih ke arah apikal ke dalam sulkus gingiva dan terbentuklah plak subgingiva. Bakteri di dalam plak subgingiva menggunakan cairan krevikular gingiva sebagai sumber nutrisi karbon dan nitrogen sebagaimana pentingnya vitamin dan mineral dalam faktor pertumbuhan. 16 Bakteri yang berada dalam plak subgingiva meliputi bakteri obligat anaerobik gram negatif seperti Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia, Bacteroides forsythus, Fusobacterium nucleatum, Selenomonas dan Campylobacter, serta fakultatif anaerob gram negatif seperti Aggregatibacter actinomycetemcomitans, Capnocytophaga dan Eikenella corrodens. 18,19 Jaringan periodontal yang sehat memiliki proporsi bakteri yang berbeda dengan jaringan periodontal yang memiliki penyakit. Mikroorganisme yang berhubungan dengan penyakit periodontal dapat dilihat pada Tabel 1. 17

7 Tabel 1. Mikroorganisme yang berhubungan dengan berbagai tipe penyakit periodontal. 17 Kondisi Mikroorganisme predominan Keterangan Sehat - Streptococcus sanguis - Streptococcus oralis - Actinomyces naeslundii - Actinomyces viscosus - Veillonella spp. Terutama kokus positif Gram dengan sedikit spesies spirochaeta dan bakteri berbentuk batang yang bersifat motil Gingivitis marjinalis kronis - Streptococcus sanguis - Streptococcus milleri - Actinomyces israelii - Actynomyces naeslundii - Prevotella intermedia - Capnocytophaga spp. - Fusobacterium nucleatum - Veillonella spp. Sekitar 55% bakteri positif Gram, sisanya spirochaeta dan bakteri berbentuk batang yang bersifat motil Periodontitis kronis - Porphyromonas gingivalis - Prevotella intermedia - Fusobacterium nucleatum - Tannerella forsythia - Aggregatibacter actinomycetemcomitans - Selenomonas spp. - Capnocytophaga spp. - Spirochaetes Periodontitis agresif - Aggregatibacter actinomycetemcomitans - Capnocytophaga spp. - Porphyromonas gingivalis - Prevotella intermedia 75% bakteri negatif Gram (90% anaerob). Didominasi oleh bakteri berbentuk batang yang bersifat motil dan spirochaeta. Sekitar 67-75 % adalah bakteri negatif Gram. Bakteri berbentuk batang yang bersifat motil dan spirochaeta juga dijumpai.

8 2.3 Porphyromonas gingivalis Porphyromonas gingivalis adalah salah satu bakteri patogen periodontal. Bakteri ini merupakan bakteri negatif Gram, anaerob, nonmotil, berbentuk batang atau kokus. 16 Porphyromonas gingivalis membentuk koloni hitam pada media blood agar. 3 Gambar 1. Koloni P. gingivalis pada blood agar 20 Porphyromonas gingivalis bersifat patogen karena membran terluar bakteri tersusun oleh LPS (lipopolisakarida). Lipopolisakarida dapat memicu beberapa jenis reaksi peradangan atau infeksi (inflammatory) pada sel makrofag dan sel lainnya. Produk dari tahapan infeksi ini dapat menyebabkan kerusakan organ. Porphyromonas gingivalis dapat menempel di berbagai jaringan tubuh individu dan mempunyai kemampuan untuk menginvasi sel pejamu tersebut dan memperbanyak diri. 21 Sifat patogen lain dari P. gingivalis adalah tingginya aktivitas proteolitik. Fungsi utama enzim protease dan peptidase bagi P. gingivalis adalah menyediakan nutrisi untuk pertumbuhan. Proteinase juga terlibat secara langsung dalam menginvasi dan menghancurkan sel pejamu. 21 Porphyromonas gingivalis merupakan bakteri yang paling sering teridentifikasi pada periodontitis kronis. 14

9 2.4 Periodontitis Kronis Periodontitis ditandai dengan adanya inflamasi jaringan pendukung gigi, khususnya pada ligamen periodontal, sementum dan tulang alveolar. Berbeda dengan gingivitis, yang terbatas pada jaringan epitel dan jaringan ikat gingiva, periodontitis mengakibatkan hilangnya perlekatan jaringan dengan sementum pada akar gigi. Hilangnya perlekatan mengakibatkan bertambahnya kedalaman sulkus gingiva sehingga terbentuk poket periodontal karena telah terjadi migrasi junctional epithelium ke arah apikal gigi. Hal ini merupakan respon inflamasi yang juga menyebabkan kehilangan tulang, resesi atau keduanya. Jika keadaan ini dibiarkan, periodontitis bisa menjadi semakin parah mengakibatkan kegoyangan gigi. Gigi tidak dapat berfungsi dengan baik dan bisa tanggal dengan mudah. 14 Berdasarkan banyaknya sisi yang terkena, periodontitis kronis terbagi menjadi dua jenis, yaitu periodontitis kronis lokalisata dan generalisata. Periodontitis kronis lokalisata adalah jika banyaknya daerah di dalam mulut yang terkena periodontitis kurang dari 30%. Periodontitis kronis dinamakan generalisata jika banyaknya daerah yang terkena periodontitis lebih dari 30%. 14 Periodontitis kronis merupakan bentuk paling umum dari penyakit periodontal. Periodontitis kronis ditandai dengan resorpsi tulang yang terjadi secara perlahan-lahan dan dalam arah horizontal. Keparahan periodontitis kronis berhubungan secara langsung dengan akumulasi plak dan kalkulus di permukaan gigi. Derajat kerusakan jaringan periodontal bervariasi tergantung kepada aktivitas penyakit dan ketahanan tubuh pasien. Periodontitis kronis tidak berhubungan dengan penyakit sistemik atau abnormalitas sistem imun pejamu. 14 Periodontitis kronis merupakan penyakit peradangan pada jaringan periodontal yang disebabkan terutama oleh bakteri spesifik pada subgingiva, yang dapat menimbulkan respon inflamasi gingiva, dan berlanjut ke struktur jaringan penyangga gigi yaitu sementum, ligamen periodontal dan tulang alveolar. Keadaan ini mengakibatkan hilangnya perlekatan gingiva dan terjadinya kerusakan tulang alveolar lebih dalam, pembentukan poket periodontal, migrasi patologis yang menimbulkan diastema, dan kegoyangan gigi yang dapat berakibat tanggalnya gigi. 18

10 Perawatan poket periodontal yang utama adalah dengan menghilangkan faktor lokal dengan cara mekanis. Cara penghilangan etiologi penyakit secara mekanis terbagi atas instrumentasi manual dan instrumentasi yang digerakkan mesin. Untuk membantu keberhasilan dalam menghilangkan bakteri utama penyebab penyakit periodontal dapat dilakukan dengan pemberian bahan kemoterapi baik sistemik maupun lokal yang dapat mengurangi kesempatan bakteri dalam menyebabkan penyakit. Bahan kemoterapi ini lebih dikenal dengan bahan antiinfeksi yang bekerja dengan mengurangi jumlah bakteri. 22 2.5 Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia (Chrism.) Swingle) Secara taksonomi, tanaman Citrus aurantifolia (Chrism.) Swingle termasuk dalam klasifikasi sebagai berikut: 23 Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Rutales : Rutaceae : Citrus : Citrus aurantifolia (Cristm.) Swingle Gambar 2. Buah jeruk nipis (Citrus Aurantifolia (Chrism.) Swingle) 23

11 Jeruk nipis termasuk ke dalam jenis jeruk asam dan memiliki nama ilmiah citrus aurantifolia, limonia aurantifolia, citrus javanica, atau citrus notissima. 7,24 Nama daerah jeruk nipis antara lain lemau nipis (Melayu); jeruk nipis (Jawa); jeruk alit, kaputungan, lemo (Bali); dongaceta (Bima); mudutelong (Flores); mudak enelo (Solor); delomakii (Pulau Roti); jeru (Pulau Sawu); lemo ape, lemo kapasa (Bugis); dan usinepese (Ambon). Nama asing jeruk nipis adalah acid lime, sour lime (Inggris); limmece, limah (Arab); zhi qiao (Cina). 7 Jeruk nipis berasal dari family Rutacea, 25 merupakan tanaman yang sangat penting dan umumnya diketahui oleh seluruh dunia dan secara ekonomi merupakan produk yang penting di pasar dunia. 9 Pohon jeruk nipis kecil dan berbuah banyak. Dalam satu pohon bisa dihasilkan banyak buah yang jumlahnya tergantung dari umur pohon. Ranting pohonnya berduri, daunnya bercabang disepanjang ranting, bunganya berwarna putih, berstruktur licin dan berbau wangi. 24,26 Buah jeruk nipis memiliki rasa pahit, asam dan bersifat sedikit dingin. Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam jeruk nipis di antaranya asam sitrat sebanyak 7-7,6%, damar lemak, mineral, vitamin B1, minyak terbang, sitral limonen, fellandren, lemon kamfer, geranil asetat, cadinen, dan linalin asetat. Selain itu, jeruk nipis juga mengandung vitamin C sebanyak 27mg/100 g jeruk, kalsium (Ca) sebanyak 40mg/100 g jeruk, dan posfor (P) sebanyak 22 mg. 7 Jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Chrism.) Swingle) diketahui memiliki beberapa efek farmakologis, di antaranya antipiretik, antiinflamasi dan anti-bakteri. 7 Komposisi senyawa yang terdapat di dalam minyak atsiri yang dihasilkan dari kulit buah tanaman genus Citrus diantaranya adalah limonen, sitronelal, geraniol, linalol, α-pinen, mirsen, β-pinen, sabinen, geranil asetat, nonanal, geranial, β-kariofilen dan α-terpineol. Berdasarkan penelitian, kulit buah jeruk nipis juga kaya akan komponen flavonoid, tanin dan coumarin. 8 Flavonoid memiliki fungsi sebagai antioksidan dan juga dapat membunuh radikal bebas. Selain itu, flavonoid juga mempunyai kapasitas untuk mengatur aktivitas enzimatik serta menghambat proliferasi sel. 5

12 Tanin merupakan senyawa oligomer kompleks dari satuan berulang dengan gugus fenolik bebas. Tanin mengandung gugus hidroksi fenolik dan gugus lain yang cocok (seperti karboksil) untuk membentuk kompleks yang stabil dengan protein dan makromolekul lain secara efektif dalam kondisi yang sesuai. Tanin mudah larut dalam pelarut polar, seperti air, dioksan, aseton, alkohol; sedikit larut dalam pelarut etil asetat, dan tidak larut dalam pelarut non-polar seperti eter, kloroform, dan benzena, sedangkan coumarin diketahui dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur. 11 2.6 Efek Antibakteri Kulit Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia (Chrism.) Swingle) Senyawa antibakteri yang selama ini digunakan adalah antibiotik, akan tetapi, penggunaan antibiotik memiliki kekurangan seperti menyebabkan timbulnya alergi, toksisitas, dan resistensi pada penggunaan jangka panjang. Diperlukan alternatif antibakteri yang lebih aman dalam bentuk yang sederhana, murah, dan mudah untuk digunakan oleh masyarakat. 19 Salah satu alternatif senyawa antibakteri yang dapat dikembangkan adalah ekstrak kulit jeruk nipis. Jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Chrism.) Swingle) selama ini diketahui memiliki beberapa efek farmakologis, di antaranya antipiretik, antiinflamasi dan antibakteri. 7 Zat aktif yang terdapat dalam kulit buah jeruk nipis yang memiliki efek antibakteri antara lain minyak atsiri, flavonoid, tanin dan coumarin. 8 Minyak atsiri pada kulit buah jeruk nipis berwarna kuning dan berbau menyengat. Kandungan antimikroba utama yang ditemukan dalam minyak atsiri ialah limonen (53,53%), α-terpinol (9,41%) dan γ-terpinen (6,26%). Cyclic terpene hydrocarbons seperti α-pinene bersama dengan β-pinene, limonen dan terpinolene memiliki efek toksik terhadap mikroorganisme. Minyak atsiri dari kulit buah jeruk nipis menunjukkan aktivitas antibakteri yang potensial terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis dan Bacillus subtilis. 9 Flavonoid yang terkandung dalam kulit citrus memiliki aktifitas biologi dengan spektrum yang luas diantaranya antibakteri, antifungal, antidiabetic, antikanker dan antivirus. Flavonoid berfungsi sebagai antioksidan dan membunuh

13 radikal bebas, mempunyai kapasitas untuk mengatur aktivitas enzimatik serta menghambat proliferasi sel. 5 Pada tumbuhan, flavonoid memainkan peran penting dalam pertahanan melawan patogen-patogen seperti bakteri, jamur dan virus. 5,27 Flavonoid memiliki toksisitas yang minimal. Flavonoid dapat dengan mudah ditemukan di buah-buahan, minuman, dan juga telah sering digunakan sebagai obat tradisional. 11 Banyak peneliti telah menguji aktivitas antibakteri ekstrak mentah tanaman yang banyak digunakan masyarakat sebagai obat tradisional secara in vitro. Ekstrak tanaman yang kaya akan flavonoid dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri. Struktur flavonoid yang teridentifikasi memiliki aktivitas antibakteri diantaranya apigenin, galangin, pinocembrin, ponciretin, genkwangin, sophoraflavanone G dan derivatnya, naringin dan naringenin, epigallocatechin gallate dan derivatnya, luteolin dan luteolin 7-glucoside, quercetin 3-O-methylquercetin serta kaempferol. 11 Tanin merupakan senyawa polyphenol yang memiliki bobot molekul yang tinggi dan dapat mengikat protein. Mekanisme penghambatan tanin terhadap bakteri adalah dengan cara bereaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim-enzim esensial dan destruksi atau inaktivasi fungsi material genetik. 11 2.7 Uji Sensitivitas Antimikroba Daya agen antimikroba terhadap organisme dapat diukur secara kualitatif dan kuantitatif. Metode yang dapat mengukur sensitivitas antimikroba secara kualitatif adalah disc diffusion tests, sedangkan secara kuantitatif ialah dengan menguji atau menghitung Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM). 17 Uji in vitro ini mengindikasikan apakah konsentrasi terapeutik yang ada merupakan dosis standar dalam menghambat organisme. Hasil uji ini hanya dapat menggambarkan aktivitas obat secara in vitro, sedangkan efeknya secara in vivo tergantung pada beberapa faktor seperti kemampuan obat untuk mencapai daerah infeksi dan status imun host. 17 Disc diffusion test merupakan metode yang paling sering digunakan dalam menguji sensitivitas suatu agen antimikroba. Pada metode ini, isolat yang akan diuji

14 dibiakkan di suluruh permukaan agar plate kemudian diletakkan beberapa disc yang sudah mengandung agen yang akan diuji. Setelah didiamkan selama satu malam dalam suhu 37 o C, zona hambat yang terbentuk pada tiap disc diukur. 17 Dalam menetapkan KHM dan KBM, potensi antibiotik dapat diperkirakan secara kuantitatif. Metode yang digunakan adalah tube dilution technique, yaitu menggunakan beberapa tabung reaksi yang berisi cairan nutrisi yang cocok dengan organisme yang akan diuji. Kemudian organisme disuntikkan ke dalam cairan tersebut dan diinkubasi selama 18 jam. Kadar Hambat Minimum merupakan konsentrasi terendah suatu agen yang dapat menghambat pertumbuhan organisme secara in vitro. Setelah didapatkan KHM, setiap tabung yang terlihat jernih disubkultur di media agar padat untuk dapat ditentukan KBM. Konsentrasi terendah dimana tidak terjadi pertumbuhan bakteri setelah subkultur merupakan KBM. 17

15 2.8 Kerangka Teori Ekstrak kulit jeruk nipis Minyak atsiri Flavonoid Tanin Coumarin Memiliki efek toksik terhadap mikroorganisme Sebagai antioksidan dan menghambat proliferasi sel Menginaktivasi fungsi material genetik Substansi fenolik yang memiliki fungsi antiinflamasi Plak bakteri negatif Gram Porphyromonas gingivalis Keparahan penyakit periodontal

16 2.9 Kerangka Konsep Variabel bebas: Ekstrak kulit buah jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Chrism.) Swingle) konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5% dan 6,25% Variabel tergantung: Daya hambat pertumbuhan bakteri Porphyromonas gingivalis dengan pengukuran nilai KHM dan KBM Variabel terkendali: - Asal tumbuh pohon jeruk nipis - Kondisi kulit buah jeruk nipis - Cara pengeringan kulit jeruk nipis - Waktu pengeringan kulit jeruk nipis - Cara ekstraksi kulit buah jeruk nipis (bahan, alat, metode, tempat penyimpanan, cara penyimpanan) - Media tumbuh bakteri Variabel tak terkendali: - Pola pemeliharaan pohon jeruk nipis - Kondisi tanah tempat pohon jeruk nipis tumbuh