BAB I PENDAHULUAN. lansia yaitu kelompok usia tahun yang disebut masa virilitas, 55-64

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV METODOLOGI. disabilitas dan kualitas hidup pada lansia. Puskemas Pancoran Mas, Kota Depok. Jumlah sample minimal menggunakan rumus:

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DENGAN TINGKAT KETERGANTUNGAN DALAM AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI HARI LANSIA DI KELURAHAN KOPEN TERAS BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia harapan hidup orang Indonesia semakin meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN. masih banyak ditemukan di Indonesia maupun di dunia. Penderita hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN TINGKAT DEPRESI DENGAN KETERGANTUNGAN DALAM ADL (ACTIVITY OF DAILY LIVING) PADA LANSIA DI PANTI WREDHA DARMA BHAKTI PAJANG SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

UNIVERSITAS INDONESIA SKRIPSI

BAB 1 : PENDAHULUAN. mobilitas, perawatan diri sendiri, interaksi sosial atau aktivitas sehari-hari. (1)

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya umur harapan hidup ini mengakibatkan jumlah penduduk lanjut usia meningkat pesat

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Menurut Kemenkes RI (2012), pada tahun 2008 di Indonesia terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan berat badan diatas rata-rata dari indeks massa tubuh (IMT) yang di

BAB I PENDAHULUAN. Statistik (2013), angka harapan hidup perempuan Indonesia dalam rentang

BAB 1 : PENDAHULUAN. daya masyarakat, sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tubuh dan menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, kerusakan saraf, jantung, kaki

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian di dunia termasuk di negara berkembang seperti

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. transisi epidemiologi. Secara garis besar proses transisi epidemiologi adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. (Kemenkes RI, 2013). Hipertensi sering kali disebut silent killer karena

BAB 1 PENDAHULUAN. prevalensi penyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan penyakit non infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia populasi lanjut usia juga mengalami peningkatan (Tanaya, 1997).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mmhg. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita. penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai istilah bergesernya umur sebuah populasi menuju usia tua. (1)

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan pola hidup masyarakat selalu mengalami perkembangan, baik

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit saat ini telah mengalami perubahan yaitu adanya transisi

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Jumlah penduduk Indonesia sangat melaju pesat dari tahun ke tahun. Data

BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kaum lanjut usia, namun juga telah diderita usia dewasa bahkan usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. mencakup dua aspek, yakni kuratif dan rehabilitatif. Sedangkan peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. pada beberapa Negara industri maju dan Negara berkembang seperti

BAB I PENDAHULUAN. akibat insufisiensi fungsi insulin (WHO, 1999). Berdasarkan data dari WHO

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. berpenghasilan rendah dan menengah. Urbanisasi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. beban yang luar biasa secara global pula.menurut Lawes et al., disability-adjusted life years (DALY) terkait dengan tekanan darah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Diabetes Mellitus (DM) atau kencing manis merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. seseorang lebih tinggi dari normal tetapi tidak cukup tinggi untuk didiagnosis

HUBUNGAN INTERAKSI SOSIAL DENGAN KUALITAS HIDUP PADA LANSIADI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. dari orang per tahun. 1 dari setiap 18 kematian disebabkan oleh stroke. Rata-rata, setiap

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penduduk Indonesia diproyeksikan dalam kurun waktu dua puluh lima tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia ini memiliki beberapa dampak yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. utama masalah kesehatan bagi umat manusia dewasa ini. Data Organisasi Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan

BAB I PENDAHULUAN. suatu konsep mengenai perubahan pola kesehatan dan penyakit. Konsep tersebut

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. 1. Institusi keluarga Melayu Riau potensial untuk dapat menjadi tempat yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

populasi yang rentan atau vulnerable sebagai akibat terpajan risiko atau akibat buruk dari masalah kesehatan dari keseluruhan populasi (Stanhope dan

BAB 1 PENDAHULUAN. lansia hidup sehat, mandiri, dan produktif. Kemandirian dan produktivitas lansia tercermin dari Activities

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. penduduk, dan sekaligus menambah jumlah penduduk usia lanjut. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Penyakit degeneratif biasanya disebut dengan penyakit yang

pernah didiagnosis menderita PJK (angina pektoris dan/atau infark miokard)

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tekanan darah tinggi menduduki peringkat pertama diikuti oleh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proporsi penduduk dunia berusia 60 tahun ke atas tumbuh lebih

BAB I PENDAHULUAN. negara untuk lebih serius dalam menangani masalah kesehatan, baik masalah

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung,

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan faktor resiko primer penyakit jantung dan stroke. Pada

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah meningkatnya usia harapan hidup (UHH) manusia. Indonesia. Hampir setiap tahunnya negara Indonesia selalu menempati

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. otak secara akut dan dapat menimbulkan kematian (World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Penyakit hipertensi sering disebut sebagai the silent disease atau penderita tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia lanjut merupakan tahap akhir kehidupan manusia. Seseorang pada

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY...

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diiringi dengan meningkatnya jumlah dan persentase penduduk Lanjut Usia

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. jumlah lansia didunia sebesar 400 juta berada di Asia (Data Informasi &

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari. kesehatan dan Keadaan Sejahtera Badan, Jiwa dan Sosial yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN STROKE DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kualitas makanan sehari-hari. Namun, akhir-akhir ini muncul berbagai. garam yang mampu memicu penyakit hipertensi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan pertumbuhan penduduk lansia yang sangat cepat terjadi pada abad 21.

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan kelainan pada sistem kardiovaskular yang masih

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Populasi lanjut usia (lansia) adalah kemajuan bagi keberhasilan umat manusia dalam meningkatkan kesehatan dan keberhasilan masyarakat untuk perilaku hidup sehat. Hal ini menghasilkan tantangan yang cukup besar dengan meningkatnya populasi tersebut. Populasi lansia adalah populasi yang berusia 60 tahun (WHO, 2002). Depkes menetapkan pengelompokan lansia yaitu kelompok usia 45-54 tahun yang disebut masa virilitas, 55-64 tahun yang disebut masa prasenium, 65 tahun disebut masa senescens dan 70 tahun disebut usia lanjut dengan risiko tinggi (Depkes, 1994). Pertumbuhan penduduk lansia di seluruh dunia berjalan sangat cepat dibandingkan dengan kelompok usia lain. Pertumbuhan tersebut akan sangat mengejutkan, yang disebut sebagai Era Lanjut Usia (Bappenas, BPS, UNFPA, 2005) Diperkirakan pertumbuhan porporsi lansia dari tahun 2000-2025 menjadi dua kali lipat di seluruh dunia, dari 606 juta (10% dari total penduduk dunia) menjadi 1,2 milyar. Jumlah ini akan mencapai sekitar 2 miliar, 22 % dari total penduduk dunia pada tahun 2050 (UN, 2003). Pergeseran distribusi usia seringkali dihubungkan dengan wilayah yang lebih berkembang di dunia. Pertumbuhan lansia di negara yang sedang berkembang lebih cepat dari pada negara yang sudah berkembang. Pada tahun 2000, 62% lansia tinggal di negara yang kurang berkembang dan pada

2 tahun 2050 akan meningkat menjadi 80%. Mayoritas penduduk lansia tinggal di Asia, dengan jumlah terbanyak di Asia Pasifik dan Cina. Kontribusi penduduk lansia di Asia merupakan yang terbanyak di dunia dan akan terus meningkat (UN dalam WHO, 2002). Menurut sensus penduduk 1971 di Indonesia, jumlah penduduk lansia sekitar 4,5 % dari total penduduk. Jumlah tersebut meningkat menjadi 6,4 % (11,3 juta) pada tahun 1990 dan 7,6 % (15,9 juta) pada tahun 2000. Berdasarkan proyeksi penduduk Indonesia, penduduk lansia meningkat menjadi 12 % (32 juta) pada tahun 2020 (BPS, 2005). Estimasi angka harapan hidup di setiap provinsi di Indonesia mengalami kenaikan. Pada periode tahun 2000-2005, 2005-2010 dan 2010-2015, di Jakarta 73 tahun, 74 tahun dan 75,4 tahun. Angka harapan hidup di Jawa Barat 66,6 tahun, 69,0 tahun dan 70,9 tahun. Pulau Kalimantan juga mengalami kenaikan yang terbesar di Kalimantan Timur yaitu 69,6 tahun, 71,6 tahun dan 73,1 tahun (BPS, 2005). Di Jawa Barat, proyeksi penduduk usia di atas 45 tahun pada tahun 2000 (6.456.4 00 orang), tahun 2005 (7.845.700 orang) dan tahun 2010 (9.600.300 orang) (BPS,2005). Hal ini merefleksikan kemajuan teknologi dan informasi khususnya tentang kesehatan, yang membuat masyarakat sadar hidup sehat. Bersamaan dengan itu muncul kendala untuk hidup yang lebih lama, mengingat proses penuaan yang tidak dapat dihindari. Banyak faktor yang berpengaruh akibat bertahun-tahun terpapar dengan berbagai faktor risiko.

3 Perilaku kesehatan merupakan determinan kesehatan pada kelompok lansia. Beberapa faktor perilaku seperti rokok, olahraga dan pemeriksaan berkala merupakan determinan yang dapat menghindari lansia dari penyakit kronis (Handajani, 2005). Lansia yang melakukan olahraga secara teratur akan terlihat lebih produktif dan terhindar dari penyakit kronis dan ketergantungan, sehingga mengurangi biaya kesehatan serta perawatan sosial. Peningkatan aktivitas fisik seperti kegiatan olahraga dan mengurangi merokok akan menurunkan risiko penyakit jantung koroner (WHO, 1999). Semakin besar kemampuan fungsional dapat mencegah banyak efek negatif proses penuaan serta menolong meningkatkan kemandirian (WHO, 1998). Insiden penyakit kronis dan disabilitas meningkat bersamaan dengan pertambahan usia (WHO, 1998). Disabilitas membuat lansia menjadi sangat tergantung pada orang lain. Semakin berat tingkat disabilitas semakin tergantung lansia pada orang lain. Penurunan fungsi dan stuktur tubuh yang dapat mengakibatkan disabilitas, merupakan indikator yang penting untuk menjaga dan meningkatkan kemampuan fungsional serta menolong mereka untuk mandiri. Hal tersebut akan meningkatkan kualitas hidup mereka. Kemampuan fungsional lansia menjadi faktor yang sangat krusial karena berpengaruh pada kemampuan mereka melakukan aktivitas sehari-hari yang sangat berpengaruh pada kualitas hidup. Kesehatan fungsional dapat diukur dengan Aktivitas hidup sehari-hari atau Activities Daily Living (ADL) dan Instrumental Activities of Daily Living (IADL). Kasus kematian akibat stroke 4 tahun berturut-turut menempati urutan pertama. Penyebab utama stroke pada umumnya adalah hipertensi, Diabetes

4 Melitus (DM) yang tidak terkontrol serta penyakit jantung, hal ini saling berkaitan dengan urutan tertinggi penyebab kematian di kota Depok.(Dinkes Depok, 2007). Pola penyakit penyebab kematian di dalam profil kesehatan kota Depok 2007 diketahui bahwa penyakit penyebab kematian memperlihatkan fenomena beban ganda (double burden). Faktor penyebab infeksi yang disertai faktor risiko gaya hidup (konsumsi makanan berlemak tinggi dan kurang berolahraga) masih merupakan masalah yang penting di kota Depok (Dinkes Depok, 2007). Menurut hasil penelitian Litbangkes Depkes RI (2001) didapat prevalensi hipertensi di kota Depok sebesar 25,6%, DM 12,8%, stress 14%, obesity 48,7%, hyperkolesterol 32,4%. Pola penyakit penderita rawat jalan di puskesmas berusia 65 tahun, menunjukkan prevalen hipertensi primer 15,8%, diabetes 4,1 % dan rematis 3%. Peningkatan penduduk lansia tersebut membawa berbagai implikasi yaitu aspek sosial budaya, ekonomi dan kesehatan. Aspek kesehatan menunjukkan perubahan pola penyakit. Aspek sosial budaya, masing-masing suku mempunyai kecenderungan berbeda dalam menangani lansia, khususnya dalam hal bantuan ekonomi. Lansia yang sudah tidak bekerja membutuhkan dukungan dari orang lain dalam hal ekonomi. Keluarga adalah yang paling dekat dalam lingkungan sosial mereka. Moderenisasi mengakibatkan anak perempuan sejajar dengan anak laki-laki yaitu sibuk bekerja, sehingga lansia diserahkan ke panti-panti yang mau merawat mereka. Proses perubahan dan bervariasinya kondisi sosial budaya tersebut memeperlihatkan indikasi bahwa lansia perlu pendekatan dan intensitas yang beragam.

5 Pada abad ini beban disabilitas di populasi akan meningkat bersamaan dengan peningkatan jumlah lansia. Peningkatan lansia terlantar dengan proyeksi kejadian disabilitas akan bertambah 3 kali dalam dekade ini. Dapat dibayangkan beban yang akan ditanggung oleh keluarga, masyarakat maupun pemerintah akan sangat besar. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut pendekatan konsep lansia sehat dan lansia aktif dapat dilakukan untuk meningkatkan kesehatan fisik. Hal tersebut bukan mencegah penuaan tetapi mengurangi beban psikososial, stress dan depresi dan mencegah keparaahan penyakit kronis. Penuaan harus dipandang sebagai hal yang normal, sehingga kualitas hidup lebih berarti banyak daripada hanya sekedar mengobati penyakit. Nakajima dalam laporan WHO (1998) menyatakan bahwa umur panjang atau peningkatan usia tanpa kualitas hidup tidaklah berarti, sehingga kualitas hidup sangat penting dalam kehidupan lansia. 1.2. RUMUSAN MASALAH Kualitas hidup adalah hal yang penting untuk lansia. Banyak faktor yang dapat mempengaruhinya, dan yang terbesar adalah disabilitas. Semakin berat disabilitas semakin tergantung lansia pada orang lain. Disabilitas terjadi dalam integrasi dengan banyak faktor. Penyakit kronis (hipertensi, diabetes melitus dan gangguan sendi), perilaku berisiko (merokok dan aktifitas/or) dan lingkungan (fisik dan sosial) yang tidak mendukung dipandang sebagai determinan menentukan tingkat disabilitas lansia. Penelitian ini ingin mengetahui gambaran penyakit kronis, faktor perilaku

6 berisiko dan lingkungan pada disabilitas dan kualitas hidup pada lansia yang mengalami disabilitas. 1.3. PERTANYAAN PENELITIAN 1.3.1. Bagaimana gambaran penyakit kronis (hipertensi, diabetes melitus dan gangguan sendi) pada lansia yang mengalami disabilitas? 1.3.2. Bagaimana gambaran faktor perilaku berisiko (merokok dan tidak beraktifitas/or) pada lansia yang mengalami disabilitas? 1.3.3. Bagaimanan gambaran lingkungan (fisik dan sosial) pada lansia yang mengalami disabilitas? 1.3.4. Bagaimana gambaran disabilitas pada lansia? 1.3.5. Bagaimanan gambaran tingkat kualitas hidup pada lansia? 1.3.6. Bagaimana gambaran tingkat kualitas hidup pada lansia yang mengalami disabilitas? 1.4. TUJUAN PENELITIAN 1.4.1. TUJUAN UMUM Mengetahui gambaran penyakit kronis, faktor perilaku dan lingkungan pada lansia yang mengalami disabilitas dan kualitas hidup pada lansia peserta Posbindu Puskesmas Pancoran Mas, kota Depok tahun 2008.

7 1.4.2. TUJUAN KHUSUS 1.4.2.1. Mengetahui gambaran penyakit kronis (hipertensi, diabetes melitus dan gangguan sendi) pada lansia yang mengalami disabilitas. 1.4.2.2. Mengetahui gambaran faktor perilaku berisiko (merokok dan aktivitas/or) pada lansia yang mengalami disabilitas. 1.4.2.3. Mengetahui gambaran lingkungan (fisik dan sosial) pada lansia yang mengalami disabilitas. 1.4.2.4. Mengetahui gambaran disabilitas pada lansia. 1.4.2.5. Mengetahui gambaran tingkat kualitas hidup pada lansia. 1.4.2.6. Mengetahui gambaran tingkat kualitas hidup pada lansia yang mengalami disabilitas. 1.5. MANFAAT PENELITIAN 1.5.2. Bagi Posbindu Puskesmas Pancoran Mas, kota Depok Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran penyakit kronis, faktor perilaku, dan lingkungan pada disabilitas dan gambaran tingkat kualitas hidup pada lansia disabilitas peserta Posbindu Puskesmas Pancoran Mas, kota Depok tahun 2008. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan program posbindu untuk mengurangi disabilitas, meningkatkan kualitas hidup dan kemandirian lansia. 1.5.3. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah referensi di fakultas untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan sebagai bahan referensi

8 untuk penelitian lain atau lanjutan mengenai disabilitas dan kualitas hidup lansia. 1.5.4. Bagi Mahasiswa Hasil penelitan ini digunakan untuk satu syarat untuk lulus dan mendapatkan gelar SKM, juga untuk menambah keahlian dan ketrampilan untuk mengaplikasikan ilmu kesehatan masyarakat khusunya epidemiologi langsung ke masyarakat, juga sebagai bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut. 1.6. RUANG LINGKUP PENELITIAN Latar belakang menjelaskan bahwa estimasi jumlah lansia meningkat bersamaan dengan kemajuan kesehatan dan perkembangan teknologi. Penuaan mengakibatkan penurunan fungsi dan struktur tubuh untuk bertahan dan memperbaiki diri. Penyakit kronis, faktor perilaku dan lingkungan dapat mempengaruhi disabilitas dan kualitas hidup lansia. Gambaran dari faktorfaktor tersebut pada lansia yang mengalami disabilitas serta gambaran tingkat kualitas hidup pada lansia disabilitas ingin diketahui. Penelitian ini menggunakan design studi deskriptif cross-sectional dengan analisis univariat dan bivariat. Kuesioner terstruktur digunakan pada saat wawancara dan pengukuran fisik untuk menjadi data primer. Laporan bulanan posbindu Puskesmas Pancoran Mas, Kota Depok menjadi data sekunder. Populasi yang masuk dalam penelitian adalah lansia yang terdaftar di Posbindu Puskesmas Pancoran Mas, Kota Depok dan berusia lebih dari 60

9 tahun. Jumlah sampel minimal yang akan dihitung sesuai dengan tujuan dan design studi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober November 2008.