BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masalah gizi di Indonesia, terutama KEP masih lebih tinggi dari pada negara ASEAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. memasuki era globalisasi karena harus bersaing dengan negara-negara lain dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II LANDASAN TEORI

Batasan Ilmu gizi : pengetahuan yang mempelajari hubungan makanan dengan kesehatan tubuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1 Universitas Indonesia

TATALAKSANA DAN ASUHAN GIZI PADA BALITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) Rifka Laily Mafaza

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Pengertian Kurang Energi Protein (KEP) Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KADARZI DENGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA JAGAN KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

GAMBARAN ASUPAN ZAT GIZI, STATUS GIZI DAN PRODUKTIVITAS KARYAWAN CV. SINAR MATAHARI SEJAHTERA DI KOTA MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (tindakan yang nyata atau practise), sedangkan stimulus atau rangsangan di sini

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada pertengahan tahun 2008 karena penurunan ekonomi global.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan. perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja, dan

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I LATAR BELAKANG. Kekurangan Vitamin A (KVA), Anemia Gizi Besi (AGB), Gangguan Akibat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang sejak. pembuahan sampai mencapai dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang masih tersebar luas di negara-negara. berkembang termasuk di Indonesia, masalah yang timbul akibat asupan gizi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. penurunan tingkat kecerdasan. Pada bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium. berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan penanggulangnya harus melibatkan berbagai sektor terkait.

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas Sumber Daya Manusia. (SDM), karena keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,

anak yang berusia di bawahnya. Pada usia ini pemberian makanan untuk anak lakilaki dan perempuan mulai dibedakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan suatu negara. Berdasarkan target Millenium Development Goals

BAB 1 PENDAHULUAN. utama, pertama asupan makanan dan utilisasi biologik zat gizi (Savitri, 2005).

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG NUTRISI BAGI KESEHATAN DI SMA KEMALA BHAYANGKARI 1 MEDAN TAHUN 2009

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI DAN SANGKRAH SURAKARTA

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan

BAB I PEN DAHULUAN. prasarana pendidikan yang dirasakan masih kurang khususnya didaerah pedesaan.

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI SMA PEDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

kekurangan energi kronik (pada remaja puteri)

BAB 1 PENDAHULUAN. berlanjut hingga dewasa bila tidak diatasi sedari dini.

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

3. plasebo, durasi 6 bln KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Almatsier (2002), zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BAIK DAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYO SELINCAH KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. medis maupun pelayanan kesehatan saja (Supariasa dkk, 2012). Menurut

BAB I. antara asupan (intake dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan. pengaruh interaksi penyakit (infeksi). Hasil Riset Kesehatan Dasar pada

PENGETAHUAN IBU DALAM PENATALAKSANAAN GIZI SEIMBANG PADA KELUARGA DI DESA SIBORBORON KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 adalah mengumpulkan. dan menganalisis data indikator MDG s kesehatan dan faktor yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proyeksi peta, serta simbol-simbol dari unsur muka bumi yang disajikan (Jatmiko,

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Di Era Globalisasi seharusnya membawa pola pikir masyarakat kearah yang

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Berat Badan Balita Gizi Kurang 1. Pengertian Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan merupakan pengukuran yang terpenting pada bayi baru lahir. Dan hal ini digunakan untuk menentukan apakah bayi termasuk normal atau tidak (Supariasa, et all, 2001). Berat badan merupakan hasil peningkatan / penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh antara tulang, otot, lemak, cairan tubuh. Parameter ini yang paling baik untuk melihat perubahan yang terjadi dalam waktu singkat karena konsumsi makanan dan kondisi kesehatan (Soetjiningsih 1998). Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain, (2) Mudah diperoleh dan relatif murah harganya, (3) Ketelitian penimbangan maksimum 0,1 kg, (4) Skalanya mudah dibaca, (5) Aman untuk menimbang balita. Sedangkan jenis timbangan sebaiknya yang memenuhi persyaratan tersebut, timbangan yang dianjurkan untuk anak balita adalah dacin dengan kapasitas minimum 20 kg dan maksimum 25 kg. jenis timbangan lain yang dapat digunakan adalah detecto, sedangkan timbangan injak (bath room scale) akurasinya kurang karena menggunakan per, sehingga hasilnya dapat berubahubah. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan

paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu (Atmarita, Soendoro, T. Jahari, AB. Trihono dan Tilden, R. 2009). Pengukuran berat badan digunakan untuk menilai hasil peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, misalnya tulang, otot, lemak, organ tubuh, dan cairan tubuh sehingga dapat diketahui status keadaan gizi atau tumbuh kembang anak. Selain menilai berdasarkan status gizi dan tumbuh kembang anak, berat badan juga dapat digunakan sebagai dasar perhitungan dosis dan makanan yang diperlukan dalam tindakan pengobatan. Interpretasi : 1) BB/U < dipetakan pada kurva berat badan : a) BB< sentil ke-10 : disebut defisit b) BB>sentil ke-90 : disebut kelebihan 2) BB/U dibandingkan acuan standar, dinyatakan dalam presentase: a) >120% : disebut gizi lebih b) 80-120% : disebut gizi baik c) 60-80%: -tanpa edema : gizi kurang -dengan edema : gizi buruk (kwashiorkor) d) < 60% : -tanpa edema : marasmus -dengan edema : marasmus- kwashiorkor Perubahan berat badan (berkurang atau bertambah) perlu mendapat perhatian karena merupakan petunjuk adanya masalah nutrisi akut. Kehilangan BB dihitung sebagai berikut (BB saat ini/bb semula)x 100%. 1) 85-95% : kehilangan BB ringan (5-15%) 2) 75-84% : kehilangan BB sedang (16-25% 3) <75% : kehilangan BB berat (>25% )

2. Masalah Gizi Balita Balita termasuk ke dalam kelompok usia berisiko tinggi terhadap penyakit. Kekurangan maupun kelebihan asupan zat gizi pada balita dapat memengaruhi status gizi dan status kesehatannya. Gangguan gizi pada anak usia balita merupakan dampak kumulatif dari berbagai faktor baik yang berpengaruh langsung ataupun tidak langsung terhadap gizi anak. Konperensi Internasional tentang At Risk Factors and The Health and Nutrition of Young Children di Kairo tahun 1975 mengelompokkan faktor-faktor itu menjadi tiga kelompok (Moehji. S. 2009), yaitu : a. At risk factors yang bersumber dari masyarakat yaitu: struktur politik, kebijakan pemerintah, ketersediaan pangan, prevalensi berbagai penyakit, pelayanan kesehatan, tingkat sosial ekonomi, pendidikan dan iklim. b. At risk factors yang bersumber pada keluarga yaitu: tingkat pendidikan, status pekerjaan, penghasilan, keadaan perumahan, besarnya keluarga dan karakteristik khusus setiap keluarga. c. At risk factors yang bersumber pada individu anak yaitu: usia ibu, jarak lahir terhadap kakaknya, berat lahir, laju pertumbuhan, pemanfaatan ASI, imunisasi dan penyakit infeksi. Ketiga kelompok faktor tersebut secara bersama-sama menciptakan suatu kondisi yang membawa dampak tidak terpenuhinya kebutuhan gizi anak akibat makanan yang tidak akurat. Oleh karena itu upaya pemeliharaan gizi anak haruslah paripurna (comprehensive care) yang mencakup berbagai aspek yang terdiri dari: a. Pemeliharaan gizi pada masa prenatal b. Pengawasan tumbuh kembang anak sejak lahir c. Pencegahan dan penanggulangan dini penyakit infeksi melalui imunisasi dan pemeliharaan sanitasi d. Pengaturan makanan yang tepat dan benar

e. Pengaturan jarak kelahiran Kelima upaya tersebut harus merupakan suatu kesatuan sebagai strategi dasar pemeliharaan gizi anak. Ada beberapa masalah gizi, (KD. Ayu Bulan Febry dan Marendra. Z, 2008) yang biasa diderita balita sebagai berikut: a. KEP (Kurang Energi Protein) KEP adalah suatu keadaan dimana rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Ada tiga tipe KEP sebagai berikut: 1) Tipe Kwashiorkor Kwashiorkor terjadi akibat kekurangan protein. Penyakit gangguan gizi ini banyak ditemukan pada anak usia 1 3 tahun. Orangtua biasanya tidak menyadari bahwa anaknya sakit. Hal ini disebabkan kebutuhan energinya tercukupi sehingga berat badan menjadi normal. Apalagi ditambah dengan adanya edema pada badan anak karena kekurangan protein. Gejala pada kwashiorkor antara lain: a) Edema pada kaki dan muka (moon face) b) Rambut berwarna jagung dan tumbuh jarang c) Perubahan kejiwaan seperti apatis, cengeng, wajah memelas dan nafsu makan berkurang d) Muncul kelainan kulit mulai dari bintik-bintik merah yang kemudian berpadu menjadi bercak hitam 2) Tipe Marasmus Marasmus terjadi akibat kekurangan energy. Gangguan gizi ini biasanya terjadi pada usia tahun pertama yang tidak mendapat cukup ASI (Air Susu Ibu). Gejala pada marasmus antara lain: a) Berat badan sangat rendah b) Kemunduran pertumbuhan otot (atrophi) c) Wajah anak seperti orang tua (old face) d) Ukuran kepala tak sebanding dengan ukuran tubuh

e) Cengeng dan apatis (kesadaran menurun) f) Mudah terkena penyakit infeksi g) Kulit kering dan berlipat-lipat karena tidak ada jaringan lemak di bawah kulit h) Sering diare i) Rambut tipis dan mudah rontok 3) Tipe Kwashiorkor Marasmus Keadaan ini timbul jika makanan sehari-hari anak tidak cukup mengandung energy dan protein untuk pertumbuhan normal. b. Obesitas Anak akan mengalami berat badan berlebih (overweight) dan berlebihan lemak dalam tubuh (obesitas) apabila selalu makan dalam porsi besar dan tidak diimbangi dengan aktivitas yang seimbang. Dampak obesitas pada anak dapat menyebabkan hiperlipidemia (tinggi kadar kolesterol dan lemak dalam darah), gangguan pernafasan, dan komplikasi ortopedik (tulang). Upaya agar anak terhindar dari obesitas yakni orang tua perlu melakukan pencegahan seperti mengendalikan pola makan anak agar tetap seimbang. Selain itu, memberikan camilan yang sehat seperti buah dan melibatkan anak pada aktivitas yang bias mengeluarkan energinya juga harus dilakukan. c. Kekurangan Vitamin A Penyakit mata yang diakibatkan oleh kurangnya vitamin A disebut xerophtalmia. Penyakit ini merupakan penyebab kebutaan yang paling sering terjadi pada anak-anak usia 2 3 tahun. Hal ini karena setelah disapih, anak tidak diberi makanan yang memenuhi syarat gizi. Sementara anak belum bisa mengambil makanan sendiri.

d. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) Kekurangan mineral iodium pada anak dapat menyebabkan pembesaran kelenjar gondok, gangguan fungsi mental, dan perkembangan fisik. Zat iodium penting untuk kecerdasan anak. e. Anemia Zat Besi (Fe) Anemia adalah keadaan di mana kadar hemoglobin darah kurang dari normal. Hal ini disebabkan kurangnya mineral Fe sebagai bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit (sel darah merah).anemia pada anak disebabkan kebutuhan Fe yang meningkat akibat pertumbuhan anak yang pesat dan infeksi akut berulang. Gejala yang Nampak adalah, anak tampak lemas, mudah lelah, dan pucat. Selain itu, anak dengan defisiensi (kekurangan) zat besi ternyata memiliki kemampuan mengingat dan memusatkan perhatian lebih rendah dibandingkan dengan anak yang cukup asupan zat besinya. 3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kurang gizi Faktor penyebab gizi kurang meliputi penyebab langsung dan penyebab tidak langsung a. Penyebab langsung 1) Asupan zat gizi Masalah gizi timbul karena dipengaruhi oleh ketidakseimbangan asupan makanan. Konsumsi pangan dengan gizi yang cukup serta seimbang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan intelegensia manusia. Tingkat kecukupan asupan zat gizi seseorang akan mempengaruhi keseimbangan perkembangan jasmani dan rohani yang bersangkutan ( Apriayanto, 2005 ) 2) Infeksi Antara status gizi kurang dan infeksi terdapat interaksi bolakbalik. Infeksi dapat menimbulkan gizi kurang melalui berbagai

mekanismenya. Anak yang menderita gizi kurang dan gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan, sehingga rentan terhadap penyakit infeksi. Di sisi lain anak menderita sakit infeksi akan cenderung menderita gizi kurang atau gizi buruk ( Depkes, 2008 ) b. Faktor tidak langsung 1) Tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku tentang gizi dan kesehatan Walaupun bahan makanan dapat disediakan oleh keluarga dan daya beli memadai, tetapi karena kekurangan pengetahuan ini bisa menyebabkan keluarga tidak menyediakan makanan beraneka ragam setiap hari bagi keluarganya. Pada gilirannya asupan gizi tidak sesuai kebutuhan ( Budiyanto, 2004) 2) Pendapatan Keluarga Di negara Indonesia jumlah pendapatan sebagian besar adalah golongan rendah dan menengah, ini akan berdampak pada pemenuhan bahan makanan terutama makanan bergizi. Jika keterbatasan ekonomi yang tidak mampu membeli makanan yang baik maka pemenuhan gizi akan berkurang (Budiyanto, 2004) 3) Sanitasi Lingkungan Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare,kecacingan,dan infeksi saluran pencernaan. Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan, penyerapan zat-zat gizi akan terganggu yang menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi. Seseorang kekurangan zat gizi akan mudah terserang penyakit,dan pertumbuhan akan terganggu ( Supariasa dkk, 2002)

B. Konsep Pemberian Makanan Tambahan (PMT). 1. Pengertian Pemberian Makanan Tambahan Makanan Tambahan adalah makanan bergizi sebagai tambahan selain makanan utama bagi kelompok sasaran guna memenuhi kebutuhan gizi. Untuk mengatasi kekurangan gizi yang terjadi pada kelompok usia balita perlu diselenggarakan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pemulihan. PMT Pemulihan bagi anak usia 6-59 bulan dimaksudkan sebagai tambahan, bukan sebagai pengganti makanan utama sehari-hari. PMT Pemulihan dimaksud berbasis bahan makanan lokal dengan menu khas daerah yang disesuaikan dengan kondisi setempat (Kementerian kesehatan RI Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, 2011) 2. Tujuan Pemberian Makanan Tambahan Menurut Persagi (2009), pemberian tambahan makanan di samping makanan yang dimakan sehari-hari dengan tujuan memulihkan keadaan gizi dan kesehatan. PMT dapat berupa makanan lokal atau makanan pabrik. Program Makanan Tambahan Pemulihan (PMT P) diberikan kepada anak gizi buruk dan gizi kurang yang jumlah harinya tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan status gizi anak. Ibu yang memiliki anak di bawah lima tahun yang menderita gizi kurang atau gizi buruk diberikan satu paket PMT Pemulihan. 3. Sasaran Pemberian Makan Tambahan Balita gizi kurang atau kurus usia 6-59 bulan termasuk balita dengan Bawah Garis Merah (BGM) dari keluarga miskin menjadi sasaran prioritas penerima PMT Pemulihan.Balita dengan kriteria tersebut di atas, perlu dikonfirmasi kepada Tenaga Pelaksana Gizi atau petugas puskesmas, guna menentukan sasaran penerima PMT Pemulihan.

Cara Penentuan Sasaran : Sasaran dipilih melalui hasil penimbangan bulanan di Posyandu dengan urutan prioritas dan kriteria sebagai berikut : a. Balita yang dalam pemulihan pasca perawatan gizi buruk di TFC/Pusat Pemulihan Gizi/Puskesmas Perawatan atau RS b. Balita kurus dan berat badannya tidak naik dua kali berturut-turut (2 T) c. Balita kurus d. Balita Bawah Garis Merah (BGM) (Kementerian kesehatan RI Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, 2011) 4. Komposisi Pemberian Makanan Tambahan Menurut Departemen Kesehatan RI seperti yang dikutip oleh, bahwa prasyarat pemberian makanan tambahan pada anak usia pra sekolah adalah nilai gizi harus berkisar 200 300 kalori dan protein 5 8 gram, PMT berupa makanan selingan atau makanan lengkap (porsi) kecil, mempergunakan bahan makanan setempat dan diperkaya protein nabati/hewani, dan mengandung 4 sehat 5 sempurna, mempergunakan resep daerah atau dimodifikasi, serta dipersiapkan, dimasak aman memenuhi syarat kebersihan serta kesehatan. Pemberian makanan tambahan (PMT) diberikan dari Kelurahan dengan frekuensi minimal 3 kali seminggu selama 100 160hari. PMT merupakan bagian penatalaksanaan balita gizi kurang, PMT ini disebut PMT pemulihan (PMT-P). PMT-P dilaksanakan oleh Pusat Pemulihan Gizi (PPG) di posyandu dan secara terus menerus di rumah tangga. Keseluruhannya berjumlah 90 hari. Lamanya pemberian PMT- P diberikan setiap hari kepada anak selama 3 bulan (90 hari).

C. Kerangka Teori Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi 1. Faktor langsung a. Konsumsi makanan b. Infeksi 2. Faktor tidak langsung a. Kesedian pangan di tingkat rumah tangga b. Daya beli keluarga c. sikap dan perilaku tentang gizi dan kesehatan. Gambar 2.1 Kerangka teori Status gizi: 1. Gizi lebih 2. Gizi baik 3. Gizi kurang 4. Gizi buruk Pola Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Sumber : Modifikasi Moehji. S, (2009) Ilmu Gizi: Penanggulangan Gizi Buruk D. Variabel Penelitian Pada penelitian ini adalah pola pemberian makanan tambahan (PMT) pada balita gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Genuk.