BAHAN KULIAH TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL JOINT VENTURE AGREEMENT Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009
KETENTUAN HUKUM TENTANG USAHA PATUNGAN Pasal 5 ayat 3 UU No. 25 Tahun 2007 Penanam modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseoran terbatas dilakukan dengan: a. mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas; b. membeli saham; dan c. melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Para pihak dalam JVA menjadi pemegang saham dalam perusahaan yang akan didirikan Pemegang saham mayoritas (biasanya pemegang saham asing) menjadi induk perusahaan dari joint enterprise yang dibentuk Adanya alih teknologi
A. BIDANG USAHA Tidak semua bidang usaha dapat dilakukan dengan perusahaan patungan. Terkait dengan bidang usaha yang tertutup bagi modal asing. Kategori bidang usaha bagi modal asing: a. tertutup sama sekali untuk modal asing baik dengan joint venture maupun dengan penguasaan penuh b. Terbuka dengan persyaratan joint venture c. Terbuka dengan persyaratan tertentu Sebelum memulai usaha joint enterprise harus terlebih dahulu diperiksa DNI. Jangan sampai terjadi pembuatan sebuah kontrak joint venture terhadap bidang usaha yang menurut hukum tidak bisa diusahakan oleh orang atau badan hukum asing.
UU NO. 1 Tahun 1967 tentang PMA membenarkan perusahaan patungan nasional dan asing berdiri untuk waktu 30 tahun dan sesudahnya dapat diperpanjang. Pemerintah dapat pula memberikan tambahan perpanjangan waktu jika keberadaan perusahaan PMA yang bersangkutan masih dibutuhkan untuk membantu peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. UU PM No. 25 Tahun 2007 tidak memberikan batas waktu lamanya berdiri sebuah perusahaan patungan.
Sampai tahun 1994 Indonesia menerapkan kebijakan modal minimum bagi perusahaan penanaman modal asing (termasuk joint venture). Jumlah minimum modal bagi PMA ditetapkan sebesar USD 1.000.000,- (satu juta dolar AS). PP No. 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing yang berlaku sampai saat ini, menghapuskan ketentuan kewajiban modal minimum bagi PMA. Namun tidak berarti bahwa tidak ada aturan tentang pemasukan modal. Pasal 2 ayat (1) PP No. 20 Tahun 1994 memberikan hak kepada pemerintah (BKPM) untuk menetapkan jumlah modal yang sesuai dengan kelayakan ekonomi kegiatan usaha PMA yang bersangkutan. Ketentuan ini tidak berlaku untuk usaha perbankan. Untuk usaha perbankan jumlah modal ditentukan melalui UU Perbankan atau ketentuan pelaksananya.
Sampai tahun 1994 Pemerintah RI menetapkan komposisi pemilikan saham yang wajib dimiliki oleh warga negara atau badan hukum Indonesia dalam usaha joint venture adalah sebesar minimum 20 % saham. Dengan kata lain perbandingan minimum pemilikan saham pada saat usaha joint venture didirikan adalah 80 % asing : 20 % domestik. PP No. 20 Tahun 1994 merubah ketentuan komposisi pemilikan saham tersebut. Pasal 6 ayat (1) PP No. 20 Tahun 1994 tersebut menetapkan bahwa pemilikan saham peserta Indonesia pada saat pendirian usaha joint venture minimal sebesar 5 % dari seluruh modal setor perusahaan pada saat pendirian. Beberapa pembatasan dalam perundang-undangan sektoral.
Dalam kontrak joint venture dapat ditetapkan komposisi direktur dan komisaris antara peserta asing dengan peserta Indonesia. Jumlah dan jenis direktur diserahkan kepada kesepakatan para pihak. Namun, umumnya jumlah tersebut adalah ganjil untuk memudahkan bila terjadi voting dalam rapat-rapat direktur atau komisaris perusahaan.
Sebelum tahun 1994, peraturan-peraturan penanaman modal menetapkan jangka waktu divestasi, misalnya 15 tahun setelah produksi komersial dimulai, 20 tahun setelah produksi komersialdimulai. PP No. 20 Tahun 1994 tidak lagi menentukan jangka waktu divestasi saham asing. Masalah terkait dengan divestasi saham asing diserahkan kepada para pihak. Oleh karena itulah peran kontrak joint venture sangat penting dalam mengatur hal-hal terkait dengan divestasi. Hal yang penting diperhatikan, antara lain : tata cara divestasi, penilaian harga saham pada saat divestasi.
Kontrak joint venture melibatkan lebih dari satu pihak yang berjanji untuk mendirikan sebuah perusahaan. Dengan demikian akan muncul sejumlah hak dan kewajiban para pihak. Kontrak joint venture harus jelas menguraikan kewajiban-kewajiban masingmasing pihak selama pendirian perusahaan. Misalnya pihak mana yang mengurus perijinan, pengurusan lahan, dll. Dan yang lebih penting adalah mengenai beban biaya pengurusan kewajiban kepada siapa dibebankan. Sering terjadi perselisihan mengenai tanggungjawab atas biaya yang sudah dikeluarkan, manakala ternyata perusahaan joint venture gagal didirikan. Oleh karena itu kontrak joint venture harus mengantisipasi hal tersebut. Jika perlu disertai dengan ketentuan ganti rugi jika ada pihak yang gagal melaksanakan kewajibannya.
Modal asing tidak harus berbentuk uang atau devisa,tetapi juga dapat berbentuk barang dan teknologi. Oleh karena itu sering disebutkan bahwa joint venture adalah salah satu cara pengalihan teknologi dan know how Alih teknologi terkait erat dengan masalah joint venture. Dan untuk sebagian kontrak joint venture ada yang mengatur tentang proses alih teknologi yang dimiliki oleh peserta asing kepada peserta Indonesia (ic. Tenaga kerja Indonesia). Ada baiknya diatur tentang tata cara pengalihan teknologiatau know how yang dibawa oleh mitra asing kepada tenaga Indonesia dalam kontrak joint venture. Namun umumnya mitra asing kurang tertarik dengan klausula alih teknologi. Yang sering terjadi adalah masalah alih teknologi disusun dalam kontrak tersendiri, karena hal ini lebih menguntungkan bagi mitra asing. Kontrak seperti ini umumnya mengatur tentang tata cara alih teknologi, kerahasiaan, biaya alih teknologi, cara pembayaran, dan perlindungan atas hak kekayaan intelektual bagi pemiliki teknologi.
Alih teknologi secara nasional umum gagal terjadi di Indonesia, karena banyak faktor antara lain : 1. Pengusaha domestik lebih mengutamakan status daripada alih teknologi 2. Pengusaha domestik kurang mau berinvestasi dengan teknologi karena biaya mahal dan resiko tinggi 3. Pengusaha domestik sering cukup puas dengan keuntungan yang sudah ada meskipun mungkin nilai tambahnya kecil; 4. Pengusaha asing memang tidak bersedia mengalihkan teknologinya ; 5. Pengusaha domestik kurang memahami kontrak alih teknologi yang sangat rumit ; 6. Secara nasional belum ada kemampuan yang memadai untuk verifikasi teknologi 7. Ketentuan perpajakan yang kurang mendukung ; 8. Teknologi lokal sebagai teknologi penunjang belum cukup memadai ; 9. Kurangnya dukungan dari institusi perguruan tinggi dalam penyediaan riset-riset teknologi yang siap pakai ; 10. Lemahnya SDM
Masalah kerahasiaan sering diatur dalam kontrak joint venture. Klausulaklausula tentang kerahasiaan mengatur tentang kewajiban para pihak untuk merahasiakan informasi-informasi yang dianggap penting baik pada saat pendirian perusahaan joint venture maupun sesudah berdirinya perusahaan tersebut. Klausula seperti ini sangat dikehendaki oleh perserta asing, karena umumnya mereka membawa sejumlah informasi yang bernilai komersial pada saat pendirian perusahaan. Misalnya business plan yang mereka susun dengan mempergunakan tenaga konsultan bisnis, hasil studi kelayakan usaha, cara produksi, sistem manajemen, dll. Mereka mengingkan informasi seperti itu dirahasiakan dari pihak lain. Jika perusahaan gagal dibentuk umumnya diatur bahwa mitra Indonesia tidak diperkenankan mempergunakan informasi yang mereka miliki, kecuali jika ada kompensasi tertentu bagi mitra asing. Klausula ini umumnya disertai dengan sanksi hukuman yang berat.
Klausula ini sangat penting untuk mengamankan kontrak dari pemutusan secara sepihak. Jika ini tidak diatur secara lengkap bisa saja salah satu pihak secara diam-diam atau terang-terangan tidak melanjutkan kontrak atau memutuskan kontrak sehingga projek pendirian perusahaan akan terganggu. Harus diatur secara tegas bagaimana cara pemutusan kontrak, dan apakah dimungkinkan pemutusan secara sepihak, dan apa konsekuensinya jika ada pihak yang memutuskan secara sepihak. Oleh karena itu selain mekanisme atau proses yang jelas tentang pemutusan kontrak, harus pula diatur konsekuensinya, atau kompensasi tertentu jika terjadipemutusan sepihak.
Dalam kontrak joint venture juga selalu diatur tentang pembubabaran perusahaan. Klausula ini berisikan tentang tata cara pembubaran, likuidasi, dan konsekuensi hukumnya bagi para pihak, juga konsekuensi terhadap pihak ketiga, termasuk karyawan, yang harus dipenuhi oleh para pihak atau perusahaan joint venture yang terbentuk. Sebenarnya masalah ini juga akan diatur dalam AD perusahaan joint venture, tetapi lebih baik jika dalam kontrak joint venture pun diatur secara lebih lengkap. Mungkin ada keadaan-keadaan yang tidak tercover oleh AD, sehingga penyelesaiannya dapat dilihat ke dalam kontrak joint venture.
Umumnya penyelesaian sengketa dalam perusahaan patungan menggunakan jasa lembaga arbitrase internasional. Tentang lembaga tersebut diserahkan kepada kesepakatan para pihak. Misalnya arbitrase yang ada di Inggris, Singapura dll. Kemudian juga harus ditentukan tata cara arbitrase. Apakah dengan menggunakan ketentuan arbitrase ICC (InternationalChamber of Commerce) atau lainnya. Indonesia sendiri sudah meratifikasi Konvensi Washington 1955 tentang Penyelesaian Sengketa Investasi antara Negara dan Warga Negara Asing dan antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing. Ketentuan Arbitrase yang digunakan adalah ICSID (International Centre on Settlement of Investment Dispute).
Pendirian PERUSAHAAN PATUNGAN (JOINT ENTERPRISE) Joint Venture Agreement Definisi Memuat penjelasan tentang definisi-definisi yang dipergunakan dalam JVA Untuk menghindari kekeliruan penafsiran Modal Berapa besarnya modal dasar, modal ditempatkan dan modal setor saat pendirian berapa proporsi masing-masing pihak Pengalihan Hak Atas Saham Bagaimana tata cara pengalihan hak atas saham dari satu pihak ke pihak lain Apakah ada pembatasan-pembatasan/ persyaratanpersyaratan tertentu dalam mengalihkan hak atas saham
Pendirian PERUSAHAAN PATUNGAN (JOINT ENTERPRISE) Joint Venture Agreement Penambahan Modal dan Pengeluaran Saham Baru Bagaimana ketentuan penambahan modal Bagaimana ketentuan penawaran saham-saham baru yang dikeluarkan perseroan Hak pemegang saham yang sudah ada dalam hal pengambilan bagian atas saham baru Kepengurusan perusahaan Susunan direksi dan komisaris dan proporsi masing- masing pemegang saham Tata cara pengangkatan direksi dan komisaris Tugas dan wewenang direksi dan komisaris rapat-rapat direksi dan komisaris Technical Assistance dan Know How bagaimana ketentuan tentang tehnical assistence dan lisensi, paten, merek, dan lain sebagainya know how
Pendirian PERUSAHAAN PATUNGAN (JOINT ENTERPRISE) Joint Venture Agreement Penggantian para pihak Daya mengikat perjanjian terhadap pihak lain yang menggantikan kedudukan salah satu pihak Kapan penggantian diijinkan Wanprestasi (default) Bentuk-bentuk wanprestasi Akibat hukum bila terjadi default Peringatan (notice) bagaimana ketentuan peringatan jika terjadi wanprestasi alamat resmi penyampaian notice
Pendirian PERUSAHAAN PATUNGAN (JOINT ENTERPRISE) Joint Venture Agreement Ganti Kerugian Force majeure Hak menuntut ganti rugi bentuk ganti rugi Batasan dan bentuk force majeure Mekanisme penyampaian Akibat force majeure Hukum yang Berlaku pilihan hukum yang mengatur penafsiran dan pelaksanaan perjanjian
Pendirian PERUSAHAAN PATUNGAN (JOINT ENTERPRISE) Joint Venture Agreement Penyelesaian sengketa Mekanisme penyelesaian sengketa pilihan forum Bahasa Bahasa yang dipergunakan dan yang mengikat Jangka waktu perjanjian Tergantung bentuk perjanjian
Pendirian PERUSAHAAN PATUNGAN (JOINT ENTERPRISE) Joint Venture Agreement Pengakhiran Perjanjian Mekanisme pengakhiran perjanjian secara sepihak konsekuensi Amandemen Ketentuan dan syarat amandement