BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah saat ini tidak lain

dokumen-dokumen yang mirip
Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

I. PENDAHULUAN. Semua kegiatan investasi adalah mencari keuntungan atau dalam rangka untuk

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. produksi mobil yang dirakit di Indonesia berada pada kira-kira dua juta unit. per tahun (

I. PENDAHULUAN. Setiap perusahaan memiliki tujuan untuk mencari profitabilitas. Profitabilitas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Perkembangan industri manufaktur memicu perkembangan sektor

BAB I PENDAHULUAN. berbeda-beda dan kinerja perekonomian di Indonesia dilihat dari kinerja badan

I. PENDAHULUAN. Fokus dalam penelitian ini adalah perusahaan yang telah go public dan terdaftar di

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Semakin banyaknya perusahaaan-perusahaan sejenis yang bermunculan,

BAB 1 PENDAHULUAN. sejenis. Kondisi ini menuntut perusahaan untuk selalu memperbaiki kelemahan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. yaitu mencapai atau memperoleh laba maksimal untuk kemakmuran pemilik perusahaan,

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN I TAHUN 2016

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan Domestik Bruto (PDB) di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA


PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN I TAHUN 2017

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini perusahaan dihadapkan pada suatu kondisi persaingan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi di Indonesia yang tidak stabil seperti saat ini setiap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia pada tahun 2013 tumbuh sebesar 5,78 persen

BAB I PENDAHULUAN. dari penurunan sektor industri di Bursa Efek Indonesia yang mengalami

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN II TAHUN 2016

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN III TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keemasan yang puncaknya ditandai dengan keberhasilan beberapa bank besar

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN II TAHUN 2017

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR 2011

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia otomotif kini semakin pesat khususnya di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi target yang telah ditetapkan. Artinya besar keuntungan haruslah

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi dunia cenderung bergerak lambat, sedangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. dikaitkan dengan proses industrialisasi. Industrialisasi di era globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi dunia bisnis sekarang ini menuntut perusahaan-perusahaan yang ada

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN IV TAHUN 2016

Statistik KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk tertinggi ke-4

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan modal kerja sangat penting bagi suatu perusahaan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap perusahaan yang menjalankan bisnisnya pada dasarnya menginginkan agar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Gambaran Umum BUMN

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan, hal ini dapat terlihat dengan bermunculannya inovasi-inovasi baru

BAB I PENDAHULUAN. keadaan perekonomian sejak bulan Oktober 2014 hingga saat ini masih

ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS SEKTOR PERTANIAN. Biro Riset LMFEUI

BAB I PENDAHULUAN. sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah negara juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 6,23% sedikit turun dibandingkan pada tahun 2011 yaitu 6,5%. Meskipun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan persaingan antara perusahaan semakin tajam. Adapun manfaat

BAB I PENDAHULUAN. menjaga kontinuitas perkembangan usahanya dari waktu ke waktu. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. mendorong keberlangsungan globalisasi dunia dengan cepat dan dinamis. Keadaan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan setiap perusahaan akan berusaha menghasilkan nilai perusahaannya.

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN III TAHUN 2011

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN IV TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia saat ini telah menjadi negara yang mengarah ke basis industri.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan inovasi produk, meningkatkan kinerja karyawan, dan melakukan

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL

BAB I PENDAHULUAN. jumlah perusahaan asuransi di Indonesia untuk asuransi jiwa sebanyak 98

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

BAB 1 PENDAHULUAN. perdagangan dunia yang bebas melahirkan era persaingan dalam berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. untuk lebih meningkatkan daya saingnya agar mampu bertahan di tengah

BAB I PENDAHULUAN. dengan berbagai jenis sekuritas yang menawarkan tingkat return dengan risiko

BAB IV INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR Perkembangan Industri Kecil dan Menengah

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup bagus dan cenderung diminati oleh investor sebagai salah satu target

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. maka tujuan pokok perusahaan adalah memperoleh keuntungan yang maksimal

BERITA RESMI STATISTIK

Statistik KATA PENGANTAR

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN III TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama perusahaan yang telah go public adalah meningkatkan

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN I TAHUN 2015

2 awal masih tetap dipertahankan. Pengertian semacam ini didasarkan pada konsep pemertahanan kapital. Konsep ini membedakan antara laba dan kapital. K

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG(IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN II TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. mulai pada tahun Pada awal bulan tahun 1998, Indonesia dilanda krisis

BAB I PENDAHULUAN. hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri (Lukviarman,

Analisis Perkembangan Industri

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan perusahaan lazimnya bertujuan memaksimumkan. kemakmuran pemegang saham (stokcholders). Kemakmuran para pemegang

BAB III METODE PENELITIAN Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangannya, perbankan Indonesia telah mengalami pasang

BAB I PENDAHULUAN. dengan negara-negara maju. Hal ini tentu saja menjadi peluang tersendiri bagi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah saat ini tidak lain bertujuan untuk mempercepat dan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, hal ini diwujudkan melalui kebijakan deregulasi di berbagai bidang. Dalam era deregulasi sekarang ini, pemerintah mengurangi campur tangan secara langsung dalam mengatur dan mengendalikan perekonomian, sifat dan dinamika dunia usaha bersumber pada inisiatif dan kreativitas dunia usaha itu sendiri. Peranan mekanisme pasar di dalam kegiatan ekonomi semakin besar sehingga kalangan dunia usaha dituntut untuk berpacu dalam memenangkan pasar melalui peningkatan efisiensi dan produktivitas. Dalam memasuki era persaingan global, setiap perusahaan perlu memiliki kinerja yang baik dalam bertahan dan bersaing dalam pasar. Kinerja perusahaan yang baik ditunjukkan dengan pengelolaan manajemen yang baik, baik itu dalam hal keuangan, pemasaran, operasional, dan sumber daya manusia. Dengan mengoptimalkan segala sumber daya yang ada di perusahaan maka dapat dikatakan perusahaan telah memiliki kinerja yang baik sehingga mampu bertahan dan bersaing di dalam pasar, baik itu pasar nasional maupun internasional. 1

2 Di Indonesia terdapat berbagai macam sektor industri yang menyangga perekonomian. Menurut Kadin (Kamar Dagang Indonesia) sektor industri di Indonesia terbagi menjadi dua yaitu, sektor industri tradeable ( manufaktur, pertanian, pertambangan, dan penggalian ) dan sektor Industri non-tradeable ( telekomunikasi, transportasi, perbankan, dll. ). Menurut catatan Kadin, pada tahun 2006 dan 2007, telah terjadi kesenjangan pola pertumbuhan sektoral industri tradeable dengan industri non-tradeable. Sektor tradeable selalu tumbuh jauh di bawah PDB (Product Domestic Bruto) sedangkan sektor non-tradeable tumbuh jauh di atas PDB, menurut data dari Badan Pusat Statistik, rata-rata PDB Indonesia dari tahun 2003 sampai 2008 sebesar 6,678 persen. Penurunan sektor industri tradeable ditunjukkan oleh kurang berkembangnya industri manufaktur. Pola pertumbuhan yang kontras seperti itu lazimnya terjadi di negara yang telah melalui tahapan industrialisasi yang matang. Sementara di Indonesia, industrialisasi masih menuju pematangan dengan kata lain pertumbuhan sektor industri manufaktur bisa dipacu hingga 35 persen dari PDB, setelah itu lambat laun berkurang. Jika peranan sektor industri manufaktur masih di bawah 30 persen mengalami kemacetan, maka ada tanda-tanda sektor industri manufaktur Indonesia mengalami deindustrialisasi dini dan menandakan kualitas pertumbuhan sektoral tidak optimal sehingga sulit diharapkan memberikan sumbangan berarti bagi pertumbuhan ekonomi negara. Kepala Biro Stabilitas Sistem Keuangan Bank Indonesia mengingatkan, kurang bergairahnya industri manufaktur bisa menjadi salah satu risiko yang berpotensi

3 mengganggu stabilitas sistem keuangan. Kajian Stabilitas Keuangan Bank Indonesia pada tahun 2006, melihat lemahnya kinerja industri manufaktur dari rendahnya kinerja keuangan berbagai perusahaan terbuka. Indikasinya, turunnya rentabilitas usaha dan perbandingan tingkat Return on Assets (ROA) dari tahun 2005 sebesar 7,67 persen mengalami penurunan di tahun 2006 menjadi 5,65 persen. Secara umum sektor industri manufaktur mengalami penurunan pertumbuhan menjadi 4,14 persen sampai dengan triwulan II tahun 2008 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 5,17 persen. Penurunan pertumbuhan tersebut juga terjadi pada industri pengolahan bukan migas yang mengalami pertumbuhan sebesar 4,49 persen dan industri pengolahan migas yang hanya mengalami pertumbuhan sebesar 0,65 persen. Pertumbuhan terbesar pada sektor industri non migas dicapai oleh industri alat angkut, mesin dan peralatannya sebesar 15,82 persen, disusul industri pupuk, kimia, dan barang dari karet sebesar 3,49 persen, industri logam dasar besi & baja sebesar 2,98 persen, industri kertas dan barang cetakan sebesar 0,42 persen, dan industri barang kayu dan industri hutan lainnya sebesar 0,32 persen. Sedangkan industri yang mengalami pertumbuhan negatif terbesar adalah industri barang lainnya yang penurunannya mencapai minus 4,26 persen, diikuti industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki minus 3,43 persen, industri makanan, minuman dan tembakau minus 2,36 persen, serta industri semen dan barang galian bukan logam minus 0,48 persen.

4 Bila dilihat dari kontribusinya industri alat angkut, mesin dan peralatannya menempati urutan pertama dengan kontribusi yang mencapai 29,80 persen dari total PDB sektor industri pengolahan non migas. Di posisi kedua ditempati industri makanan, minuman dan tembakau dengan kontribusi sebesar 28,87 persen, disusul industri pupuk, kimia, dan barang dari Karet 13,46 persen. Sedangkan sektor industri lainnya memberikan kontribusi kurang dari 10 persen terhadap industri pengolahan non migas. Sementara itu, bila dilihat dari utilisasi rata-rata untuk kapasitas produksi industri pengolahan mencapai 71.12 persen. Masing-masing sektor industri masih berpeluang untuk meningkatkan outputnya. Sektor dengan utilisasi kapasitas produksi tertinggi adalah industri logam dasar besi dan baja yang mencapai 82,50 persen dari kapasitas terpasang. Pada triwulan pertama tahun 2009, pertumbuhan industri manufaktur kembali menyusut terkait sejumlah perusahaan yang memangkas produksinya ditengah melambatnya pertumbuhan ekonomi. Menurut laporan Badan Pusat Statistik, output dari industri manufaktur yang menyerap tenaga kerja terbesar kedua setelah agrikultur merosot di periode triwulan pertama 2009 sebesar 1.61 persen dari triwulan empat tahun lalu. Menyokong di kisaran ke-lima dari produk domestik bruto negara (PDB) tiap tahun, industri mengalami penyusutan 3.26 persen di kuartal empat 2008 dari triwulan sebelumnya.

5 Menurunnya petumbuhan sektor industri manufaktur disebabkan oleh penurunan laba operasi atau rentabilitas yang dihasilkan perusahaan yang bergerak di sektor tersebut. Rentabilitas sendiri adalah kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan harta (assets) dalam perusahaan. Semakin besar tingkat rentabilitas yang dihasilkan menunjukan semakin baik manajemen dalam mengelola perusahaan. Untuk mengetahui tingkat rentabilitas suatu perusahaan dapat diukur dengan menggunakan rasio profit margin. Profit margin menggambarkan tingkat laba yang dicapai dari setiap penjualan. Perkembangan tingkat rentabilitas bagi perusahaan go public sangat penting karena menunjukan kinerja perusahaan sehingga investor yang ingin menanamkan modal tertarik dan percaya pada perusahaan, apabila perusahaan menunjukan kinerja yang kurang baik maka investor enggan untuk menanamkan modalnya, apabila perusahaan kekurangan modal maka perusahaan tidak dapat beroperasi secara optimal bahkan mampu mengalami kebangkrutan atau pailit. Terdapat lebih dari 50 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. PT. Gajah Tunggal Tbk. merupakan perusahaan yang memproduksi ban karet dengan klasifikasi otomotif dan komponen lainnya. Berikut ini adalah data perkembangan tingkat rentabilitas yang dicapai oleh PT. Gajah Tunggal Tbk. berdasarkan rasio profit margin dengan pendekatan Gross Profit Margin pada tahun 2003 sampai 2007 yang dibandingkan dengan perusahaan sejenis yang kualifikasinya

6 otomotif dan komponen lainnya, yaitu dengan PT. Astra Otoparts Tbk. (AUTO) dan PT. Goodyear Tbk. (GDYR): Tabel 1.1 Perkembangan Rentabilitas Berdasarkan Gross Profit Margin PT. Gajah Tunggal Tbk. tahun 2003-2007 2003 2004 2005 2006 2007 GJTL 15.22% 22.01% 15.27% 13.37% 19.12% AUTO 19.43% 18.71% 18.05% 19.09% 19.89% GDYR 10.83% 11.21% 11.35% 8.53% 10.11% Sumber : Laporan Keuangan GJTL, GDYR, dan AUTO Dari data diatas dapat diketahui perkembangan tingkat rentabilitas berdasarkan profit margin melalui pendekatan Gross Profit Margin. Secara umum perkembangan Gross Profit Margin GJTL berfluktuasi mengalami peningkatan dari tahun 2003, dimana GPM yang dicapai sebesar 15.22%, ke tahun 2004 GPM yang dicapai sebesar 22.01%, dan mengalami penurunan pada tahun 2005 GPM yang dicapai sebesar 15.27%, dan tahun 2006 GPM yang dicapai sebesar 13.37%. Namun pada tahun 2007 GPM yang dicapai meningkat menjadi 19.12%. Pengertian persentase tersebut, sebagai contoh Gross Profit Margin GJTL yang dicapai tahun 2007 sebesar 19.12% yang artinya setiap Rp. 1,- penjualan, perusahaan mampu mendapatkan laba kotor sebesar Rp. 0.1912,-.

7 Bila dibandingkan dengan GDYR dan AUTO, Gross Profit Margin yang dicapai oleh GJTL lebih tinggi dari Gross Profit Margin GDYR namun lebih rendah dari Gross Profit Margin yang dicapai AUTO. Hal tersebut dapat disebabkan hasil penjualan PT. Astra Otoparts Tbk. lebih tinggi sehingga laba yang didapat lebih besar dari PT. Gajah Tunggal Tbk. Menurut annual report PT. Gajah Tunggal Tbk. perkembangan penjualan otomotif di Indonesia di tahun 2002 mengalami peningkatan 10% dari tahun sebelumnya, hal tersebut diprediksi akan terus berkembang ke tahun berikutnya. Peningkatan penjualan tersebut diharapkan akan meningkatkan penjualan produk PT. Gajah Tunggal Tbk. yang dimana akan meningkatkan rentabilitas perusahaan, namun pada kenyataannya tingkat rentabilitas perusahaan yang diukur berdasarkan Gross Profit Margin perusahaan cenderung tidak stabil. Pada tahun 2005 dan 2006 misalnya, penurunan tingkat rentabilitas perusahaan disebabkan oleh penurunan penjualan kendaraan bermotor baru baik mobil maupun motor. Hal tersebut disebabkan karena penjualan kendaraan bermotor bekas mengalami peningkatan. Menurut Bambang Riyanto (2001:35), secara umum rentabilitas menunjukan perbandingan antara laba operasi dengan modal atau aktiva perusahaan yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut. Laba dihasilkan melalui penjualan produk atau jasa yang diproduksi oleh perusahaan. Untuk memproduksi, perusahaan memerlukan penanaman modal di setiap pos-pos perusahaan terutama dibidang

8 produksi untuk membeli bahan baku dan mengolah bahan baku tersebut menjadi persediaan. Produk yang dihasilkan kemudian dijual untuk memperoleh laba. Modal yang berputar untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan diharapkan dapat menghasilkan laba. Modal yang digunakan untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan disebut modal kerja. Dalam aktiva lancar, elemen-elemen pembentuk modal kerja adalah perputaran kas, perputaran piutang, dan perputaran persediaan barang. Untuk menentukan kebutuhan modal kerja, perusahaan perlu memperhatikan perputaran dari elemen-elemen pembentuk modal kerja itu sendiri. Semakin lama modal kerja berputar, semakin besar modal kerja yang dibutuhkan dan apabila semakin cepat modal kerja berputar, semakin sedikit modal kerja yang dibutuhkan dan lebih efisien dalam penggunaannya. Perputaran modal kerja dimulai sejak kas di investasikan dalam elemen-elemen modal kerja sampai dengan kembali lagi menjadi kas. Menurut Fitri Ismiyati (2008) peneliti dari Analisa Perputaran Modal Kerja terhadap Rentabilitas menyatakan bahwa modal kerja merupakan salah satu unsur aktiva milik perusahaan yang bisa mempengaruhi tingkat rentabilitas perusahaan. Apabila perputaran modal kerja rendah, hal ini menunjukan penggunaan modal kerja kurang efisien atau dengan kata lain kelebihan modal kerja, maka modal kerja harus dikelola dengan baik atau secara efisien, sehingga rentabilitas perusahaan bisa mengalami peningkatan, namun bila sebaliknya pengelolaan modal kerja kurang baik atau tidak efisien maka akan memperkecil tingkat rentabilitasnya. Modal kerja

9 berputar dalam satu periode, biasanya dalam satu tahun, periode tersebut digunakan oleh perusahaan untuk membeli bahan baku, mengolah, yang kemudian hasil produksi tersebut disimpan, dan dijual sehingga menjadi modal yang akan ditanamkan kembali. Modal kerja yang dibutuhkan bagi perusahaan manufaktur cukup besar, sehingga dapat dipastikan perputaran modal kerjanya memakan waktu cukup lama. Berikut ini data perputaran modal kerja PT. Gajah Tunggal Tbk. : 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 Gambar 1.1 Data Perputaran Modal Kerja PT. Gajah Tunggal Tbk. 2.57 3.7 2.86 2.73 2003 2004 2005 2006 2007 3.09 Sumber : Data yang diolah dari Laporan Keuangan PT. Gajah Tunggal Tbk. Untuk mengetahui seberapa cepat modal kerja berputar ditentukan dengan menghitung perputaran elemen-elemen pembentuk modal kerja seperti perputaran kas, perputaran piutang, dan perputaran persediaan. Dari data yang diolah, perputaran modal kerja perusahaan mengalami fluktuatif yang berkecenderungan mengalami penurunan. Pada tahun 2003 modal kerja yang berputar sebanyak 2.57 kali, artinya perusahaan menginvestasikan modal pada kas, piutang dan persediaan hingga

10 kembali menjadi modal yang siap diinvestasikan kembali, terjadi sebanyak 2.57 kali dalam satu tahun atau setiap kali modal kerja berputar untuk membiayai kas, piutang dan persediaan membutuhkan waktu selama 140 hari. Peningkatan terjadi pada tahun 2004 dimana perputaran modal kerja terjadi sebanyak 3.7 kali dalam satu tahun. Namun pada tahun 2005 terjadi penurunan perputaran modal kerja, yaitu sebanyak 2.86 kali. Tren penurunan kembali terjadi pada tahun 2006, perputaran modal kerja yang terjadi sebanyak 2.73 kali. Pada tahun 2007, perputaran modal kerja mengalami peningkatan dari dua tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 3.09 kali. Manajemen modal kerja yang efektif dan efisien menjadi sangat penting untuk pertumbuhan dan kelangsungan perusahaan dalam jangka panjang. Apabila perusahaan kekurangan modal kerja untuk memperluas penjualan dan meningkatkan produksinya, maka besar kemungkinannya akan kehilangan pendapatan atau keuntungan. Sebuah industri manufaktur yang merupakan industri padat modal dan mempunyai operating leverage (rasio antara biaya tetap dan biaya variabel total) yang tinggi harus mampu mengelola modal kerjanya dengan cara mempertahankan tingkat modal kerja yang memuaskan. Apabila prinsip ini tidak dipahami sepenuhnya, maka risikonya sebuah perusahaan industri manufaktur akan sangat sulit mencapai Break-Event Point dan kemungkinan perusahaan akan berada pada posisi insolvent yaitu tidak mampu membayar kewajiban-kewajiban yang telah jatuh tempo atau bahkan mungkin terpaksa harus dilikuidasi.

11 Berdasarkan uraian yang penulis kemukakan, penelitian perlu dilakukan karena penggunaan modal kerja yang efektif dan proporsional sehingga berputar dengan cepat dapat menentukan tingkat rentabilitas yang dicapai. Untuk itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : Pengaruh Perputaran Modal Kerja terhadap Tingkat Rentabilitas Pada PT. Gajah Tunggal Tbk.. 1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah Penurunan kinerja sektor industri manufaktur dipengaruhi oleh berbagai perusahaan yang bergerak di bidang industri padat modal seperti yang dijelaskan pada latar belakang penelitian, antara lain disebabkan oleh penurunan tingkat laba operasi atau rentabilitas yang dihasilkan. Tingkat rentabilitas dapat diukur dengan rasio profit margin dengan pendekatan Gross Profit Margin. GPM yang dicapai oleh PT. Gajah Tunggal Tbk. mengalami peningkatan dari tahun 2003 ke tahun 2004. Penurunan terjadi pada tahun 2005 dan 2006, GPM yang dicapai pada tahun 2007 dan 2008 mengalami peningkatan drastis. Secara umum perkembangan tingkat rentabilitas yang diukur melalui pendekatan Gross Profir Margin tidak stabil, namun pada tahun 2007 perusahaan menunjukan kinerja yang baik. Hal tersebut dapat disebabkan oleh dua hal, mikro ekonomi dan makro ekonomi. Mikro ekonomi lebih disebabkan oleh kebijakan yang dikeluarkan

12 oleh perusahaan, sedangkan makro ekonomi disebabkan oleh lingkungan diluar perusahaan baik itu kompetitor maupun kebijakan dari pemerintah. Bila dibandingkan dengan GPM perusahaan sejenis, PT. Astra Otoparts Tbk., GPM PT. Gajah Tunggal Tbk. lebih rendah, hal tersebut dapat dipengaruhi oleh hasil penjualan yang didapat perusahaan berbeda sehingga laba yang dicapai oleh PT. Astra Otoparts Tbk. lebih tinggi dari pada PT. Gajah Tunggal. Tbk. Perputaran modal kerja perusahaan terhitung tidak terlalu cepat, rata-rata modal kerja berputar dari tahun 2003 sampai 2007 sebanyak 2.99 kali atau satu kali modal kerja berputar membutuhkan waktu selama 124 hari. Artinya perusahaan menanamkan modal pada kas, piutang, dan persediaan sebanyak 2.99 kali dalam satu tahun dimana setiap satu kali menanamkan modal, waktu yang dibutuhkan perusahaan dalam menanamkan modal untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan hingga kembali menjadi modal yang akan ditanamkan, selama 124 hari. 1.2.2 Perumusan Masalah 1. Bagaimana gambaran perputaran modal kerja pada PT. Gajah Tunggal Tbk. 2. Bagaimana tingkat rentabilitas pada PT. Gajah Tunggal Tbk. 3. Bagaimana pengaruh perputaran modal kerja terhadap tingkat rentabilitas pada PT. Gajah Tunggal Tbk.

13 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Maksud penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah untuk memperoleh data dan informasi yang merupakan gambaran nyata mengenai pengaruh perputaran modal kerja terhadap tingkat rentabilitas pada PT. Gajah Tunggal Tbk. yang bergerak dalam bidang manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sebuah penelitan yang ingin dilakukan selayaknya memiliki tujuan. Dengan demikian, penelitian yang dilakukan memiliki arah dan tujuan yang hendak dicapai. Tujuan penelitian yang dilakukan penulis adalah untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan seperti yang dikemukakan dalam identifikasi masalah, yaitu : 1. Untuk mengetahui perputaran modal kerja pada perusahaan 2. Untuk mengetahui tingkat rentabilitas pada perusahaan 3. Untuk mengetahui pengaruh perputaran modal kerja terhadap rentabilitas pada perusahaan. 1.3.2 Kegunaan Penelitian praktis : Kegunaan penelitian dikelompokan kepada kegunaan ilmiah dan kegunaan

14 a. Kegunaan Ilmiah Secara ilmiah, penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan positif terhadap ilmu ekonomi khususnya ilmu manajemen keuangan yang mengenai dunia industri manufaktur. Selain itu juga sebagai tambahan referensi dan wawasan kepada peneliti lain yang tertarik mengkaji lebih dalam lagi mengenai dunia industri manufaktur di Indonesia. b. Kegunaan Praktis 1) Bagi penulis sendiri, penelitian ini sangat berguna agar dapat memahami secara praktis bagaimana perputaran modal kerja suatu perusahaan dapat mempengaruhi tingkat rentabilitas perusahaan tersebut. Besar kecilnya laba yang dihasilkan suatu perusahaan bukan indikator perusahaan bekerja secara efisien, tingkat laba harus dibandingkan dengan jumlah aktiva yang digunakan. Selain itu merupakan pengalaman dalam melatih pola pikir ilmiah dalam menyelesaikan sebuah permasalahan ilmiah. 2) Bagi para perumus kebijakan dan pengambil keputusan perusahaan sebagai masukan dalam menentukan kebijakan terhadap perkembangan perekonomian secara makro maupun mikro baik itu positif maupun negatif, sehingga dapat menentukan kebijakan dan keputusan yang tepat dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan lebih baik lagi. Selain itu penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi investor dalam mempertimbangkan keputusan investasi di tengah-tengah ketidakpastian

15 arah laju pertumbuhan regulasi ekonomi khususnya di bidang manufaktur sebagai imbas dari krisis ekonomi global.