BAB I PENDAHULUAN. hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Penganggaran merupakan suatu aktivitas pemerintah yang penting

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di

ANALISIS EKUITAS ANGGARAN BELANJA PENDIDIKAN DI KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. masa yang akan datang (Mardiasmo, 2009). untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat,

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN/FISKAL

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia saat ini tidak terlepas dari masalah dalam upaya

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keharusan bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.77, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Pendidikan. Alokasi Anggaran Belanja. APBD.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Dokumen anggaran daerah disebut juga

BAB 1 PENDAHULUAN Hal ini berdasarkan dikeluarkannya Undang Undang No. 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

1 UNIVERSITAS INDONESIA

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. daerah, maka semakin besar pula diskreasi daerah untuk menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. masuh belum cukupnya kualitas SDM yang menangani pembangunan. Disamping kualitas SDM, kualitas jenjang pendidikan di Dinas-dinas

BUPATI GUNUNG MAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DI KABUPATEN GUNUNG MAS

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good public and corporate governance (Mardiasmo, 2009:27).

BAB I PENDAHULUAN. pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. pada potensi daerah dengan sumber daya yang berbeda-beda. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proposional. Pemberian kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat terealisasi, maka beberapa

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEMBEBASAN BIAYA PENDIDIKAN DASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal sekaligus kemauan politik untuk

BAB I PENDAHULUAN. adanya akuntabilitas dari para pemangku kekuasaan. Para pemangku. penunjang demi terwujudnya pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA. ( Studi Kasus pada PEMKOT Surakarta Tahun )

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. negaranya tanpa terkecuali, Negara Indonesia sebagaimana diatur dalam Undangundang

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. berkualitasnya sumber daya manusia (human capital) negara tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. harkat dan martabat manusia dapat ditingkatkan. Melalui pendidikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA

EVALUASI KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENERAPKAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia

TUGAS AKHIR. Oleh : AHMAD NURDIN L2D

BAB I PENDAHULUAN. upaya yang berkesinambungan yang meliputi pembangunan masyarakat, bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai keberhasilan Otonomi Daerah. hanya mencakup reformasi akuntansi keuangannya.

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi

Mengingat : 1. Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi merupakan suatu langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah,

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN UNTUK RAKYAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pusat dan pemerintah daerah, yang mana otonomi daerah merupakan isu strategis

BAB I PENDAHULUAN. Bab pertama yakni bab pendahuluan memuat latar belakang masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa..., dalam rangka mencapai tujuan negara. dalam bentuk pemberian pendidikan bagi anak-anak Indonesia yang akan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia telah menjadikan anggaran pendidikan sebagai prioritas utama dalam bidang pendidikan. Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2002:61) adalah pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial. Pendidikan merupakan hal penting dalam suatu negara yang tidak boleh dikesampingkan. Pengertian pendidikan menurut Undang-undang RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (1), pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual atau keagamaan, pengendalian diri, kepribadian dan kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Reformasi pendidikan di Indonesia terjadi perubahan di berbagai hal, antara lain yang semula sangat sentralistik dan tertutup berubah kearah desentralisasi dan terbuka. Anwar (2013:62) menjelaskan desentralisasi pendidikan adalah sistem manajemen untuk mewujudkan pembangunan pendidikan yang menekankan kepada kebhinekaan. Dalam pengertian ini, desentralisasi pendidikan akan mendorong terciptanya kemandirian dan rasa percaya yang tinggi pemerintah daerah yang gilirannya akan berlomba 1

2 meningkatkan pelayanan pndidikan bagi masyarakat di daerahnya sendiri. Dibarengi dengan. diberlakukan kebijakan otonomi daerah, kebijakan otonomi daerah memberikan kewenangan daerah tingkat II (Kota Madya/Kabupaten) untuk mengelola berbagai kebijakan pendidikan di daerahnya, selanjutnya otonomi daerah didelegasikan ketiap sekolah yang ada, sehingga tidak lagi bergantung, mengekor, dan disetir oleh pusat (Wibowo, 2013:15). World bank (2008) menyatakan bahwa sejak tahun 2001, pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap penyediaan layanan pendidikan dan sebagai akibatnya, saat ini mereka membelanjakan mayoritas total anggaran pendidikan tersebut. Pada tahun 2006, sebagian besar belanja pendidikan sekitar 56% dipergunakan ditingkat daerah. Pemerintah kabupaten/kota merupakan penyumbang utama pengeluaran ini mencapai 51% dari total pengeluaran pendidikan, sedangkan pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah provinsi hanya sebesar 5%. Proporsi tersebut menunjukan tren dalam pemberian layanan pendidikan, dimana pemerintah kabupaten/kota memiliki bagian yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pemerintah pusat. Pengeluaran pendidikan ditingkat Kabupaten/Kota mengalami peningkatan sejak diberlakukannya desentralisasi, namun demikian proporsi pengeluaran untuk pendidikan terhadap total anggaran justru mengalami penurunan. Tren penurunan terutama sejak tahun 2005 mungkin disebabkan adanya transfer BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dari pemerintah pusat.

3 Mengingat peran penting dan strategisnya pendidikan, maka selayaknya pendidikan dijadikan prioritas utama pembangunan baik di pusat, propinsi maupun daerah. Ini diwujudkan dengan penganggaran semaksimal mungkin bagi kelangsungan proses pendidikan baik di lembaga formal maupun non formal. Pemerintah telah mengambil kebijakan mengatur anggaran pendidikan baik di pusat, propinsi maupun daerah haruslah minimal 20% dari anggaran keseluruhan. (Herwin, 2012) Hal tersebut disadari bahwa peningkatan pengeluaran publik untuk anggaran pendidikan tidak terlepas dari amanat konstitusi dalam Pasal 28C Ayat (1) UUD 1945 Setiap orang berhak mengembangkan dirinya melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan setiap umat manusia. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menjamin hal tersebut. Pada Pasal 31 Ayat (1) diatur bahwa Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan, dan ayat (3) menegaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia

4 dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undangundang. Tuntutan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu menjadi komitmen bersama, sehingga peraturan perundangan muncul berbagai terobosan untuk mewadahi aspirasi tersebut dalam bentuk peraturan perundangan. Munculnya peraturan perundangan tersebut disatu sisi menciptakan kepastian program pembanguna pendidikan, namin disisi lain juga menimbulkan permasalahan-permasalahan bagi penyelenggara pendidikan di pusat maupun di daerah sebagai contoh, Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional utamanya dengan adanya ketentuan alokasi anggaran pendidikan minimal 20% selain biaya personal maupun sarana prasarana. Dengan ketentuan ini muncul advokasi dari segenap pihak untuk dapat memenuhi ketentuan ini, namun memperhatikan kondisi di luar pendidikan maka pemenuhan ketentuan ini dilakukan cara bertahap. Hal demikian juga terjadi di tingkat Provinsi dan Kabupaten. (Renstra Dikpora Boyolali,2009) Pendidikan di tingkat kabupaten juga menjadi prioritas sejak berlakunya UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang mengharuskan pemerintah pusat dan daerah untuk mengalokasikan minimal 20 persen dari anggaran mereka untuk sektor tersebut. Misalnya dalam pasal 49 ditegaskan bahwa angka minimal 20 persen tersebut tidak termasuk gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan. Akan tetapi, masih terdapat perbedaan dalam hal output dan pencapaian walaupun belanja pendidikan

5 telah ditingkatkan. Beberapa kabupaten masih tertinggal, sementara kabupaten-kabupaten lainnya berhasil menunjukkan perkembangan yang signifikan dalam mencapai sasaran-sasaran pendidikannya. Perbedaanperbedaan dalam distribusi guru, jumlah sekolah,mutu sarana dan prasarana, serta berbagai sumber daya lainnya mungkin merupakan faktor-faktor yang menyebabkan adanya perbedaan pencapaian tersebut. Kurangnya keselarasan antara perencanaan dan penyusunan anggaran serta inefisiensi dalam alokasi anggaran juga dapat menghambat pencapaian seperti yang diharapkan. Campos (1996) dalam Amaliana (2012). Anggaran pendidikan di Kabupaten Boyolali mengalami kenaikan pada tahun 2010 sampai 2011. Seiring dengan peningkatan anggaran pendidikan tidak dapat dipungkiri bahwa dapat mengakibatkan peningkatan sumber-sumber pendidikan, sehingga hal tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan sumber-sumber pendidikan juga dapat memperbaiki capaian kinerja pendidikan baik dilihat dari indikator input, output maupun pencapaian. Memahami pola pengeluaran Pemerintah Kabupaten dan bagaimana hal tersebut terkait dengan input dan output dibidang pendidikan merupakan salah satu cara yang dapat membantu mengubah sumber daya pendidikan yang signifikan menjadi pencapaian yang meningkat. Dalam penelitian diperlukan analisis ekuitas terhadap pengelolaan indikator input, output dan pencapaian. Hal tersebut juga perlu diperhatikan bahwa penelitian tersebut berdasarkan program-progam atau kebijakan pemerintah terkait dengan

6 pemberian insentif keuangan untuk pendidikan serta pemerataan dalam bidang pendidikan. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti mengambil judul Analisis Ekuitas Anggaran Belanja Pendidikan Di Kabupten Boyolali. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana analisis ekuitas capaian kinerja pendidikan untuk Program Wajib Belajar Pendidikan Sembilan Tahun di Kabupaten Boyolali ditinjau dari indikator input,output, dan pencapaian? 2. Apakah ada keterkaitan indikator input kinerja pendidikan dengan indikator pencapaian kinerja pendidikan? 3. Bagaimana keterkaitan indikator pencapaian kinerja pendidikan dengan anggaran pendidikan? C. Tujuan Penelitian Sebagaimana diuraikan dalam rumusan masalah, penelitian ini memiliki beberapa tujuan yaitu: 1. Untuk menganalisis ekuitas capaian kinerja pendidikan untuk Program Wajib Belajar Pendidikan Sembilan Tahun di Kabupaten Boyolali ditinjau dari indikator input,output, dan pencapaian. 2. Untuk menganalisis keterkaitan indikator input kinerja pendidikan dengan pencapaian kinerja pendidikan. 3. Untuk menganalisis keterkaitan indikator output kinerja pendidikan dengan anggaran pendidikan

7 D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh bagi beberapa pihak dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi peneliti, adalah dengan melakukan penelitian ini maka peneliti memperoleh ilmu pengetahuan dan pengalaman yang bertambah mengenai analisis ekuitas capaian kinerja pendidikan untuk Program Wajib Belajar Pendidikan 9 Tahun di Kabupaten Boyolali ditinjau dari indikator input,output, dan pencapaian. 2. Bagi kalangan akademis, diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan literatur akuntansi sektor publik (ASP) terutama yang mengenai pengeluaran pemerintah untuk anggaran belanja pendidikan dan sumber-sumber daya pendidikan dalam peningkatan kualitas pendidikan dan dapat dijadikan acuan untuk peneitian serupa dimasa yang akan datang. 3. Diharapkan memberi manfaat bagi para pemangku kepentingan ditingkat Kabupaten Boyolali untuk melakukan penilaian sendiri atas pengelolaan sumber-sumber daya pendidikan dan pengeluaran publik untuk mencapai sasaran pendidikan yang telah ditetapkan melalui Standar Pelayanan Minimal Pendidikan (SPM) E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini dimaksudkan untuk memberi gambaran peneitian yamg lebih jelas dan sistematis sebagai berikut:

8 BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Menjelaskan tentang penganggaran, anggaran pendidikan, analisis ekuitas, capaian kinerja pendidikan, pendidikan untuk wajar sembilan tahun, keterkaitan indikator input kinerja pendidikan dan indikator pencapaian kinerja pendidikan, keterkaitan indikator pencapaian kinerja pendidikan dan anggaran pendidikan BAB III: METODE PENELITIAN Dalam bab ini berisi tentang jenis penelitian, populasi dan sampel penelitian, jenis dan sumber data, serta motode analisis data BAB IV: ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi tentang penjelasan pengumpulan data dan analisis indikator input, output, pencapaian kinerja pendidikan dari buku pedoman pelaksanaan analisis Belanja Pendidikan Dasar (ABPPD), hasil analisis korelasi dan deskriptif data. BAB V : PENUTUP Bab ini menyajikan kesimpulan yang diperoleh, keterbatasan penelitian dan saran-saran yang perlu disampaikan