BAB I PENDAHULUAN. penjual. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008

dokumen-dokumen yang mirip
Judul : Analisis Pendapatan Usaha Warung Tradisional Dengan Munculnya Minimarket Di Kota Denpasar Nama : Ida Ayu Sima Ratika Dewi NIM :

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan pasar modern di Indonesia saat ini menunjukkan angka yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia diwajibkan untuk saling membantu satu sama lain,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri ritel nasional yang semakin berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini dampak kehadiran pasar modern terhadap keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Sedangkan ritel modern adalah sebaliknya, menawarkan tempat

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. pembeli, antara dunia usaha dan masyarakat. Pasar memainkan peranan yang amat

BAB I PENDAHULUAN. dan Perdagangan Nomor 23/MPP/KEP/1/1998 tentang Lembaga-lembaga

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan ekonomi merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemasaran adalah sesuatu yang meliputi seluruh sistem yang berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis ritel modern di Indonesia saat ini berkembang semakin pesat seiring

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis Ritel di Indonesia secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Circle K

BAB I PENDAHULUAN. tiap tahun naik sekitar 14%-15%, dalam rentang waktu tahun 2004 sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. eceran di Indonesia yang telah berkembang menjadi usaha yang berskala

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri ritel nasional yang semakin signifikan dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. ini berisikan mengenai latar belakang mengapa penelitian ini dilakukan, masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum

BAB I PENDAHULUAN. minimarket Indomaret, Alfamart, dan toko-toko tidak berjejaring lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan saat ini nyaris tidak dapat dilepaskan dari pasar.

Judul : Pengaruh Retail Marketing Mix

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis ritel di Indonesia pada saat ini semakin cepat salah

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG. baik minimarket, supermarket, departmen store, hypermarket, dan mall. Hasil

BAB I PENDAHULUAN. bersaing ketat di dalam industri ritel. Banyak pemain yang mencoba menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. yang bergerak dibidang perdagangan eceran (retail) yang berbentuk toko,

BAB I PENDAHULUAN. Dengan jumlah penduduk yang lebih dari 250 juta jiwa pada tahun 2014,

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. produk dan jasa yang tersedia. Didukung dengan daya beli masyarakat yang terus

BAB I PENDAHULUAN. 1 Peraturan Daerah No 2 tahun 2002 tentang Perpasaran Swasta.

BAB I PENDAHULUAN. lebih cenderung berbelanja ditempat ritel modern. Semua ini tidak lepas dari pengaruh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SUKSES BISNIS RITEL MODERN

BAB I PENDAHULUAN. Pasar tradisional di Kota Yogyakarta telah hadir sejak Zaman

I. PENDAHULUAN. kecil, serta melalui sistem penjualan grosir maupun retail merupakan perwujudan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari profit orientied kepada satisfied oriented agar mampu

BAB I PENDAHULUAN. membuat sebagian besar rakyat Indonesia terjun ke bisnis ritel. Bisnis ritel

BAB I PENDAHULUAN. berupa pusat-pusat pertokoan, plaza, minimarket baru bermunculan di berbagai

BAB 2 KONDISI INDUSTRI PERPASARAN DAN PERSAINGAN DI DALAMNYA

BAB I PENDAHULUAN. Pasar Tradisional, Ruang untuk Masyarakat yang semakin Terpinggirkan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terjadi. Pada umumnya, semua pasar tradisional yang ada di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. triliun, naik dibandingkan akhir 2013 yang mencapai Rp 1.661,05 triliun.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan dalam retail modern telah melanda negara-negara maju sejak

BAB I PENDAHULUAN. munculnya pasar tradisional maupun pasar modern, yang menjual produk dari

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis eceran (retailer business) yang ada di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Arus Globalisasi yang multidimensional telah meliputi hampir seluruh aspek

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk mengetahui image dari suatu produk dipasar, termasuk preferensi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 230 juta merupakan. pasar potensial bagi bisnis ritel modern. Dalam sepuluh tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat seiring

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam lima tahun terakhir peningkatan omset ritel moderen di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia saat ini mengalami perkembangan

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun Pada era 1970 s/d 1980-an, format bisnis ini terus berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi sekarang ini, banyak bermunculan produsen atau

BAB I PENDAHULUAN. sektor yang memiliki prospektif peluang besar dimasa sekarang maupun

I. PENDAHULUAN. Lapangan Usaha * 2011** Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Objek Penelitian Profil Perusahaan PT Trans Retail Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat kota-kota besar. Untuk memenuhi keinginan dan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Bisnis ritel modern di Indonesia tetap menunjukkan pertumbuhan di

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis seperti kios, pasar modern/tradisional, department store, butik dan lain-lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era perdagangan bebas di awal abad 21 membuat. perkembangan lingkungan pemasaran semakin global, persaingan di antara

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 17-A TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. akan mendapatkan poin saat berbelanja di ritel tersebut. tahun 1990-an. Perkembangan bisnis Hypermarket merek luar negeri

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia bisnis ritel di Indonesia telah berkembang demikian pesat sesuai dengan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

BAB I PENDAHULUAN. persaingan bisnisnya menunjukan perkembangan yang cukup pesat, namun tidak

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan. Industri ritel dibagi menjadi 2 yaitu ritel tradisional dan ritel

BAB I PENDAHULUAN. Kecamatan Cilandak, merupakan salah satu dari 10 Kecamatan yang

BAB I PENDAHULUAN. terhadap total Gross Domestic Product (GDP) Indonesia, maupun daya serap

BAB V PENUTUP. Bentuk kebijakan pembatasan usaha waralaba terutama minimarket. melindungi/proteksi terhadap UMKM-UMKM dalam bentuk warung

BAB I PENDAHULUAN. ini biasanya didapatkan dari berhutang kepada pihak luar seperti bank.

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari jenjang pendidikan terdiri atas Diploma-1, Diploma-2, Diploma-3,

BAB I PENDAHULUAN. jumlah ritel di Indonesia tahun sebesar 16% dari toko menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang terus berupaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tinjauan Terhadap Objek Studi

BAB I PENDAHULUAN. menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk minimarket, supermarket,

BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di era yang modern, pertumbuhan ekonomi terus berkembang seiring

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

BAB I PENDAHULUAN. untuk membeli kebutuhan sehari-hari maupun untuk berwisata. Di Kota

BAB I PENDAHULUAN. inovasi desainer muda yang semakin potensial, tingkat perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang memerlukan barang untuk kebutuhan pribadi dan

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya Negara Indonesia yang dapat dilihat dari segi

satu yang bisa disebut sukses adalah Hero Supermarket. Dengan jumlah cabang

BAB I PENDAHULUAN. bermunculan perusahaan dagang yang bergerak pada bidang perdagangan barang

BUPATI BANGKA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. bahkan hypermarket, yang menjadi lahan subur pemilik modal asing berebut

BAB I PENDAHULUAN. pokok sehari hari kepada para konsumen. Retail adalah salah satu cara pemasaran produk

BAB I PENDAHULUAN. dahulu keinginan dan kebutuhan, konsumen pada saat ini dan yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Industri ritel merupakan salah satu industri yang strategis di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. baik daripada pesaingnya. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk memberikan kepuasan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar merupakan tempat berlangsungnya transaksi antara pembeli dan penjual. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern dalam Pasal 1 disebutkan bahwa pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya. Pasar itu sendiri terdiri dari dua yaitu pasar tradisional dan pasar modern. Pasar tradisional adalah tempat berjual beli dimana konsumen masih bisa melakukan tawar menawar, salah satu contoh dari pasar tradisional yang sering terlihat di pinggir jalan atau di pemukiman penduduk yang biasa disebut pedagang kelontong. Sedangkan pasar modern yaitu tempat dimana konsumen dapat membeli barang-barang yang diinginkan tapi di tempat ini tidak dapat lagi melakukan tawar-menawar seperti pasar tradisional karena harganya sudah terpatok. Pasar modern adalah toko atau tempat transaksi jual beli dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk minimarket, supermarket, departement store, hypermarket ataupun grosir yang berbentuk perkulakan. Industri ritel modern telah berkembang pada tahun 1960-an tepatnya pada tahun 1964 yang ditandai dengan berdirinya Sarinah building. Industri ini 1

2 mulai menampakkan pertumbuhannya dari tahun 1970-1977 dengan adanya perubahan jenis gerai misalnya supermarket, department store dan sebagainya. Pada awalnya bisnis ritel modern ini didominasi oleh peritel dalam negeri seperti Matahari, Ramayana, Hero, dan sebagainya. Perkembangannya, pada tahun 1998 terjadi kesepakatan antara IMF dengan pemerintah Indonesia mengenai perjanjian peritel asing untuk dapat berinvestasi atau membuka gerai tanpa harus bekerjasama dengan peritel lokal. Pertumbuhan pasar-pasar modern itu sendiri disebut kawasan yang mencerminkan suatu bentuk aktifitas perdagangan retail, pusat perbelanjaan serta daerah hiburan yang terletak di tengah kota yang memiliki pengaruh besar terhadap kegiatan ekonomi. Pasar tradisional atau pedagang kelontong semakin terjepit akibat kehadiran usaha ritel pasar modern yang dalam rentang waktu 2003 sampai 2008 pertumbuhan gerai ritel mencapai 162 %. Pada tahun 2003 pertumbuhan gerai minimarket mencapai 254,8 %, dari 2.058 gerai menjadi 7.301 pada tahun 2008, sementara jumlah pasar tradisional dalam kurun waktu yang singkat cenderung menurun. Pesatnya pertumbuhan pasar modern itu seiring gencarnya penetrasi ritel asing ke Indonesia. Data BisInfocus 2008 menyebutkan, jika pada tahun 1970-1990 pemegang merek ritel asing yang masuk ke Indonesia hanya lima, dengan jumlah 275 gerai, tahun 2004 sudah 14 merek ritel asing yang masuk, dengan 500 gerai. Tahun 2008, merek ritel asing yang masuk sudah 18, dengan 532 gerai. (http://eprints.undip.ac.id/6093/1/ronyta.pdf. Diakses pada 13 Oktober 2012)

3 Kondisi modern market di Indonesia akhir-akhir ini berkembang sangat signifikan. Berdasarkan laporan AC Nielsen pada tahun 2010, modern market di Indonesia masih dalam tahap perkembangan. Hal ini dapat terlihat dari perbandingan jumlah pasar tradisional dan modern market. (AC Nielsen, 2010 dalam http://library.binus.ac.id/ecolls/ethesis/bab1/babi_43.pdf. Diakses pada 23 Desember 2012) Tabel 1: Kategori dan Jumlah Toko Ritel Kategori Tahun 2008 2009 Pasar Tradisional 2,469,465 2,520,757 Convenience Store 267 358 Minimarket 10.607 11,569 Supermarket 1,571 1,146 Hypermarket 127 141 Toko Grosir 26 26 Total 2,482,063 2,533,997 Sumber : AC Nielsen 2010 Periode lima tahun terakhir dari 2007-2011 jumlah gerai usaha ritel di Indonesia mengalami pertumbuhan rata-rata sekitar 17,57% per tahun. Pada 2007 jumlah usaha ritel di Indonesia masih sebesar 10.365 gerai, kemudian pada 2011 diperkirakan akan mencapai 18.152 gerai yang tersebar di hampir seluruh kota-kota di Indonesia. Jumlah gerai hypermarket dari hanya 99 gerai pada 2007 meningkat menjadi 154 gerai pada 2010. Sementara hingga akhir

4 2011 diperkirakan akan bertambah menjadi 167 gerai. Menurut Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo) pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia antara 10-15% per tahun. Penjualan ritel pada 2006 masih sebesar Rp 49 triliun, namun melesat hingga mencapai Rp 100 triliun pada 2010. Sedangkan pada 2011 pertumbuhan ritel diperkirakan masih sama yaitu 10%-15% atau mencapai Rp 110 triliun, menyusul kondisi perekonomian dan daya beli masyarakat yang relatif bagus. Jumlah pendapatan terbesar merupakan konstribusi dari hypermarket, kemudian disusul oleh minimarket dan supermarket. Sedangkan pertumbuhan jumlah supermarket relatif menurun. Jika pada 2007 tercatat 1.377 gerai maka pada 2010 mengalami penurunan menjadi sekitar 1.230. Penurunan tersebut disebabkan beberapa supermarket terpaksa tutup karena kalah bersaing dengan minimarket. Sementara sebagian gerai supermarket diubah menjadi gerai hypermarket. Kenaikan jumlah gerai ritel terutama dipicu oleh pertumbuhan gerai minimarket yang fenomenal. Jika pada 2007 total gerai minimarket hanya 8.889 maka pada 2010 melonjak pesat hingga mencapai sekitar 15.538 buah. Sedangkan pada 2011 diperkirakan akan meningkat menjadi 16.720 gerai. Pertumbuhan bisnis minimarket ini didominasi oleh pertumbuhan outlet Indomaret dan Alfamart, dengan frekuensi pertambahan jaringan relatif cepat dan penyebaran yang cukup luas, baik melalui pola pengelolaan sendiri (reguler) maupun melalui sistem waralaba (franchise). Minimarket di Indonesia juga mengalami perkembangan. Perkembangannya dapat dilihat dari jumlah gerai baru yang dibuka, serta

5 pembelian produk konsumsi utama. Berdasarkan data Nielsen Company, pada tahun 2010 minimarket mencatat 21.7% atau tumbuh 2.8%, dari 2009 yang mencapai 18.9% (Bisnis Indonesia, 2011). Pada laporan AC Nielsen yang diterangkan pada Tabel 1, terlihat pembedaan kategori pada minimarket dan convenience stores. Sehingga jika digabungkan, maka jumlahnya adalah 11,927 pada tahun 2009. Pemegang merek minimarket modern adalah Indomaret, Alfamart, Star Mart, Yomart, Alfa MIDI, Circle K, Mini Mart, Am/pm, Alfa Express, dan 7-Eleven (AC Nielsen, 2010) (Indonesian Commercial Newsletter Juni 2011 dalam http://www.datacon.co.id/ritel- 2011ProfilIndustri.html. Diakses pada 23 Desember 2012) Hal tersebut memberikan berbagai dampak baik positif maupun negatif bagi masyarakat. Dampak positif yang diberikan antara lain mempermudah akses masyarakat mendapatkan barang konsumsi yang mereka butuhkan karena minimarket memiliki kelengkapan barang-barang kebutuhan seharihari. Selain itu letaknya yang dekat dengan pemukiman maupun akses jalan membuat minimarket mudah dijangkau. Hal lain yang berkaitan dengan dampak positif yang diberikan minimarket adalah fasilitas yang nyaman dan bersih, harga-harga yang terjangkau dan seringnya diskon maupun potonganpotongan harga terhadap produk-produk tertentu. Kemudian minimarket dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang tentunya dapat meningkatkan penghasilan dan mengurangi pengangguran. Selain dampak-dampak positif yang telah disebutkan di atas minimarket juga dapat memberikan berbagai dampak negatif bagi masyarakat. Dampak

6 negatif yang utama dengan adanya minimarket yang telah menjamur saat ini akan mematikan warung-warung tradisional. Persaingan keberadaan warungwarung tradisional maupun rumahan yang ada di sekitar pemukiman masyarakat karena fasilitas, kenyamanan maupun pelayanan dari minimarket yang lebih baik membuat konsumen lebih memilih minimarket. Penurunan omset yang didapat warung tradisional akan berkurang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan sebelum munculnya minimarket di sekitar mereka. Kemudian walaupun minimarket sering menawarkan potongan harga untuk barang/produk-produk tertentu namun beberapa harga barang yang lain ternyata lebih mahal dari harga normal di pasaran maupun warung tradisional. Bagi konsumen-konsumen tertentu yang lebih memilih harga yang murah mungkin akan lebih mempertimbangkan untuk membeli di warung tradisonal. Kebanyakan konsumen dari minimarket saat ini adalah masyarakat golongan menengah ke atas. Akibat dari munculnya pasar-pasar modern di Indonesia seperti minimarket yang kian lama kian menjamur berakibat pada pedagangpedagang kecil seperti pedagang kelontong yang semakin resah karena usaha yang mereka rintis selama ini terancam gulung tikar. Itu karena para konsumen lebih memilih berbelanja di minimarket, di samping tempatnya bersih dan pelayanannya memuaskan, juga harga-harga yang terjangkau. Bagi pedagang kelontong, hadirnya minimarket dengan segala kelebihannya telah menjadi satu kekuatan pasar yang dahsyat. Dominasinya telah menggeser dan mampu menggusur keberadaan pedagang kelontong

7 sebagai kekuatan ekonomi informal warga kota Yogyakarta. Studi yang dilakukan Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan bekerjasama dengan Lembaga Ombudsman Swasta (LOS) Provinsi DIY menghasilkan beberapa temuan penting terkait dengan kian masifnya penetrasi dan ekspansi pusat perbelanjaan dan toko modern akhir-akhir ini. Secara umum fenomena penetrasi pemodal kuat dalam bisnis ritel telah menyebabkan terdesaknya pedagang pasar tradisional atau pebisnis ritel lokal diantaranya dalam bentuk menurunnya omset penjualan. Penelitian tersebut menemukan bahwa pada tahun 2010 penurunan ratarata sebesar 5,9 %, namun penurunan yang lebih besar dialami oleh kelompok pedagang dengan aset antara Rp 5-15 juta, Rp 15-25 juta dan di atas Rp 25 juta, yang masing-masing mengalami penurunan sebesar 14,6 %, 11 % dan 20,5 %. Berdasarkan kewilayahan, penurunan omset tertinggi dialami oleh pedagang di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman masing-masing sebesar 25,5% dan 22,9%. Perkembangan yang sangat pesat pada pusat perbelanjaan modern ini tentunya akan memberikan dampak yang kurang menguntungkan pada keberadaan pasar tradisional. Upaya menanggulangi permasalahan tersebut Pemerintah Kota Yogyakarta mengeluarkan Peraturan Walikota No. 79 tahun 2010 tentang Pembatasan Usaha Waralaba. Peraturan tersebut untuk mengurangi dampak sosial dan ekonomi akan berkembangnya minimarket waralaba. Oleh karena itu, hanya dibatasi dengan kuota 52 unit khusus untuk Kota Yogyakarta dengan pembagian tiap-tiap penggal jalan yang telah ditentukan oleh

8 Pemerintah Kota Yogyakarta dengan syarat-syarat tertentu lainnya yang termuat dalam peraturan walikota pembatasan usaha waralaba tersebut. Peraturan ini sebenarnya adalah revisi dan penyempurnaan dari peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Walikota No. 89 Tahun 2009 dan Perwal No 18 Tahun 2006 tentang Pembatasan Usaha Jejaring. Dalam rangka perlindungan UMKM sebenarnya pemerintah kota telah sejak lama mengeluarkan peraturan maupun regulasi, untuk Perwal Nomor 18 tahun 2006 hanya untuk pembatasan penggal jalan saja, tidak ada pembatasan kuota dan jarak dengan pasar. Perwal Nomor 89 tahun 2009 sebenarnya ada penambahan ruas penggal jalan, pembatasan kuota tetap, pembatasan jarak juga tetap, sehingga yang berlaku saat ini adalah Perwal Nomor 79 Tahun 2010 dengan penambahan pasal mengenai adanya Tim Teknis yang telah melengkapi dari peraturan-peraturan sebelumnya. Namun terjadi berbagai permasalahan yang ada di lapangan seperti misalnya yang dimuat dalam artikel Tempo.com, para pengurus Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta meminta pemerintah daerah menghentikan pemberian izin baru bagi jejaring minimarket. Sebab, keberadaan minimarket itu sangat mempengaruhi tingkat penjualan pedagang di pasar tradisional. "Apalagi banyak minimarket yang berada sangat dekat dengan pasar tradisional. Kalau memang sudah telanjur, maka kalau izinnya habis sebaiknya izinnya tidak diperpanjang," kata Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Daerah Istimewa Yogyakarta, Gusti Kanjeng Ratu Pembayun, Selasa, 17 Juli 2012. Ia

9 karena minimarket tersebut berdiri sebelum peraturan Walikota itu mengakui, secara fisik pasar tradisional banyak yang kalah bentuk, juga kadang lebih kotor. Pembayun berharap pengelola dan pedagang bisa menjaga kebersihan dan pasar supaya lebih menarik. Selain itu, kadangkadang harga barang di minimarket juga lebih murah. Maka konsumen bisa lari ke minimarket ketimbang ke pasar tradisional. Di Daerah Istimewa Yogyakarta tercatat 338 pasar tradisional yang tersebar di semua kabupaten dan kota. Dari jumlah ini, ada beberapa yang kondisinya kurang bagus. Semisal lantai pasar yang sudah rusak maupun atap yang berlubang. Juga kebersihannya kurang terjaga. (http://www.tempo.co/read/news/2012/07/18/092417761/pedagang-pasar- Jogja-Minta-Stop-Izin-Minimarket diakses pada 3 Oktober 2012) Selain itu juga terjadi pelanggaran lain yaitu 19 minimarket waralaba di Yogyakarta melanggar aturan pembatasan usaha Waralaba. Kabid Pelayanan Perizinan Dinas Perizinan Kota Yogyakarta, Golkari Made Yulianto mengatakan, minimarket ini terbukti melanggar aturan pendirian di ruas jalan yang tidak diperbolehkan dan aturan jarak minimal dengan pasar tradisional. Meski begitu, Yulianto mengakui tidak bisa mencabut izin toko-toko tersebut diberlakukan. (http://www.iradiofm.com/informatif/kabar-dari-jakarta/220-ekonomijakarta/1412-19-minimarket-di-diy-melanggar-aturan diakses pada 3 Oktober 2012)

10 Dari berbagai latar belakang permasalahan yang muncul, maka peneliti tertarik untuk meneliti secara lebih dalam mengenai efektivitas kebijakan pembatasan usaha waralaba yang telah berjalan sampai sekarang, mulai dari pelaksanaan kebijakan pembatasan usaha waralaba hingga pertimbangan perubahan peraturan pembatasan usaha waralaba dari waktu ke waktu bagi penataan toko modern terutama yang berbentuk usaha waralaba berjejaring di Kota Yogyakarta. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, identifikasi permasalahannya adalah sebagai berikut : 1. Adanya pelanggaran lokasi usaha waralaba yang tidak sesuai dengan peraturan. 2. Adanya pengusaha yang memalsukan izin usaha dari izin usaha toko kelontong akan tetapi pada kenyataannya dibuka usaha waralaba berjejaring. 3. Usulan dari pedagang pasar tradisional yang menuntut pembatasan usaha waralaba berjejaring. 4. Omset penjualan pedagang kelontong dan warung tradisional yang menurun akibat penetrasi dari usaha waralaba berjejaring. 5. Adanya kecenderungan masyarakat yang lebih memilih untuk berbelanja di toko modern. 6. Peraturan walikota mengenai pembatasan usaha waralaba yang berubah dari waktu ke waktu.

11 C. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah dalam penelitian kali ini adalah pada efektivitas kebijakan pembatasan usaha waralaba menurut Peraturan Walikota Nomor 79 tahun 2010 berdasarkan revisi kebijakan sejenis sebelumnya, pelaksanaan kebijakan dan tujuan yang telah tercapai dari kebijakan tersebut. D. Perumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian kali ini adalah bagaimana efektivitas kebijakan tentang Pembatasan Usaha Waralaba di Yogyakarta? E. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dengan adanya penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas kebijakan pembatasan usaha waralaba di Kota Yogyakarta. F. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat secara teoritis dan praktis sebagai masukan, pegangan, pertimbangan dan evaluasi bagi peningkatan pemerintahan dan pihak-pihak yang terkait yaitu : 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai efektivitas kebijakan pembatasan usaha waralaba di kota Yogyakarta sehingga dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan teori ilmu-ilmu sosial khususnya Ilmu Administrasi Negara.

12 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Penelitian ini digunakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta. b. Bagi Universitas Penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan referensi dan kepustakaan bagi mahasiswa Ilmu Administrasi Negara. c. Bagi Pemerintah Kota Yogyakarta Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Pemerintah Kota Yogyakarta dalam meningkatkan pelaksanaan implementasi kebijakan pembatasan usaha waralaba dalam mencapai tujuan kebijakan itu sendiri. Penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan untuk bahan evaluasi kebijakan yang telah diterapkan sebelumnya agar lebih sempurna di kemudian hari.