2 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu 249 juta. Dengan Angka Fertilitas atau Total Fertelitity Rate (TFR) 2,6, Indonesia masih berada di atas TFR negara ASEAN yaitu 2,4 (Infodatin, 2014). Banyak negara di berbagai belahan dunia telah berkomitmen secara serius dalam mencapai target MDGs (Millennium Development Goals), termasuk negara Indonesia sampai batas waktu tahun 2015 (Muryanta, 2011). Indonesia membuka akses kesehatan reproduksi secara universal kepada seluruh individu yang membutuhkan termasuk di dalamnya adalah peningkatan Contraceptive Prevalence Rate (CPR) sebesar 65% dan unmet need sebesar 5% (BKKBN, 2013). Indikator Keluarga Berencana (KB) di Indonesia tahun 2012 pada CPR cara modern sebesar 57,9% dan unmet need sebesar 8,5% (BPS, BKKBN, DEPKES RI, dan Macro Internasional, 2012). Pemerintah Indonesia telah membuat suatu kebijakan untuk menekan angka pertumbuhan penduduk yaitu melalui program Keluarga Berencana (KB). Program yang diluncurkan pada masa orde baru terbilang sukses, karena telah terbukti memberikan penghargaan kepada Presiden Soeharto di bidang kependudukan yang diberikan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tahun 1988. Akan tetapi setelah berakhirnya pemerintahan Presiden Soeharto, program keluarga berencana 2 1
3 seolah-olah ikut menghilang yang dapat dilihat dari jarangnya sosialisasi atau penyuluhan serta iklan masyarakat tentang keluarga berencana (BKKBN, 2013). KB dalam kesehatan reproduksi berperan untuk menunjang tercapainya kesehatan ibu dan bayi karena kehamilan yang diinginkan dan berlangsung dalam keadaan dan saat yang tepat akan lebih menjamin keselamatan ibu dan bayi yang dikandungnya. Selain itu juga berperan dalam menurunkan risiko kematian ibu melalui pencegahan kehamilan, menunda kehamilan melalui pendewasaan usia hamil, menjarangkan kehamilan atau membatasi kehamilan bila anak sudah dianggap cukup (Pinem, 2009). Perkembangan program KB di Indonesia berjalan pesat. Sudah banyak manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dengan adanya program KB ini. Meskipun program KB telah berhasil menekan pertumbuhan penduduk, namun tidak selamanya program tersebut berjalan dengan lancar, adakalanya pencapaian peserta KB aktif dan peserta baru mengalami peningkatan dan pada saat yang lain mengalami penurunan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhinya (BKKBN, 2010). Peserta KB baru secara nasional sampai dengan Tahun 2012 sebanyak 220.510 peserta. Apabila dilihat pertahun pada pemakaian kontrasepsi maka dapat dilihat bahwa jumlah peserta IUD sebanyak 137.067 peserta (6,78%), MOW berjumlah 32.503 (1,61%), MOP sebesar 5.382 (0,27%), kondom sebanyak 125.512 (6,21%), implant sebesar 164.872 (8,16%), suntikan berjumlah 1.008.577 (49,92%), dan 546.597 (27,05%) peserta pil (BKKBN, 2013). Hasil ini masih dibawah target 3
4 pencapaian secara nasional yaitu 25,9% (BKKBN, 2014). Cakupan pelayanan KB dari BKKBN Provinsi Sumatera Utara di kabupaten/kota, jumlah peserta KB baru adalah sebesar 450.668 (20,2%) terdiri dari IUD (10,7%), MOP (0,7%), MOW (7,7%), implan (11,4%), kondom (7,4%), suntik (32,6%), dan pil (29,4%). Peserta KB aktif adalah 1.577.557 (70,7%) terdiri dari IUD (6,7%), MOP (1,0%), MOW (2,5%), implan (11,3%), kondom (13,5%), suntik (33,1%) dan pil (31,7%) (Dinkes Pemprovsu, 2014). Hasil pencapaian KB MKJP di Sumatera Utara masih dibawah target pencapaian 25,9% (BKKBN, 2014) Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang (2014) bahwa jumlah peserta KB sebanyak 335.871 PUS dan jumlah pencapain peserta KB sebanyak 228.541 PUS (68,04%). Data Kecamatan Pancur Batu dari 25 desa menunjukkan bahwa pencapaian peserta KB baru tahun 2014 sebanyak 15.481 PUS dan 10.163 PUS yang terdiri IUD sebanyak 1.029 PUS (10,12%), MOW sebanyak 669 PUS (6,58%), MOP sebanyak 91 PUS (0,89%), kondom sebanyak 696 PUS (6,84%), implan sebanyak 970 PUS (9,54%), suntik sebanyak 3.456 PUS (34%), dan pil sebanyak 3.252 PUS (31,99%) (Dinkes Deli Serdang, 2014). Pencapaian peserta KB baru 2014 di Kecamatan Pancur Batu sebanyak 207 PUS dari jumlah PUS secara keseluruhan 316 PUS yang terdiri dari IUD sebanyak 14 PUS (6,76%), MOW sebanyak 22 PUS (10,62%), MOP sebanyak 1 PUS (0,48%), kondom sebanyak 26 PUS (12,56%), implan sebanyak 24 (11,59%), suntik sebanyak 4
5 64 PUS (30,91%) dan pil sebanyak 56 PUS (27,05%) (BPPKB Kecamatan Pancur Batu, 2014). KB merupakan salah satu metode untuk menunda kehamilan sementara dan mengendalikan pertumbuhan penduduk, mengatur jarak kelahiran, dan usia ideal melahirkan. Adapun program-program pokok dari KB yaitu, Program kesehatan reproduksi, program kesehatan remaja, program ketahanan dan pemberdayaan keluarga, sistem informasi kependudukan. Diantara berbagai metode kontrasepsi yang ada, terdapat Metode Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR). AKDR adalah metode berkb dengan menggunakan suatu alat atau benda yang dimasukkan ke dalam rahim yang sangat efektif, reversibel dan berjangka panjang, dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduktif. Efektifitas penggunaan sampai 99,4% dan dapat mencegah kehamilan hingga 5-10 tahun. Dapat dipasang langsung pada ibu pasca bersalin atau setelah plasenta dikeluarkan (BKKBN, 2014). Pemakaian metode AKDR di Indonesia nyata-nyata mampu menurunkan angka TFR secara signifikan. AKDR merupakan alat kontrasepsi yang efektif akan tetapi dapat menimbulkan gangguan pada organ reproduksi karena keberadaanya di dalam rahim dimana AKDR merupakan benda asing bagi rahim sehingga banyak menimbulkan efek samping bagi akseptor, misalnya mengakibatkan bertambahnya volume dan lama haid (metroragia) yang disebabkan adanya faktor mekanik pada endometrium karena ketidak serasian antara besarnya AKDR dan rongga rahim serta kemungkinan disebabkan karena kehamilan intra uteri atau ektopik. Dan akseptor AKDR yang karena efek samping banyak yang memilih untuk drop out karena 5
6 membuat akseptor tersebut tidak nyaman dan lebih memilih untuk berpindah ke kontrasepsi lain (Utami, 2011) BKKBN juga menyatakan salah satu penyebab turunnya pencapaian penggunaan kontrasepsi AKDR antara lain disebabkan oleh fasilitasi terhadap provider yang kurang optimal, belum meratanya promosi KB yang menjangkau ke seluruh masyarakat, berkurangnya/terbatasnya tenaga kesehatan di lapangan belum optimalnya dalam pengelolaan ketersediaan AKDR di fasyankes, jenis AKDR yang beredar dimasyarakat masih terbatas dan meningkatnya kampanye penggunaan kontrasepsi hormonal sehingga melemahkan promosi AKDR (BKKBN, 2011). Penurunan jumlah peserta KB AKDR dari tahun ke tahun dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti 1) ketidaktahuan peserta tentang kelebihan KB AKDR, dimana pengetahuan terhadap alat kontarsepsi merupakan pertimbangan dalam menentukan metode kontrasepsi yang digunakan, 2) umur yang merupakan alasan dan kebutuhan dalam memilih alat kontrasepsi yang digunakan. 3) Jumlah anak atau paritas juga merupakan pertimbangan ibu untuk tidak menggunakan AKDR karena jangka waktu pemasangan yang lama dan 4) pendapatan, karena biaya pelayanan AKDR yang relatif mahal dan biaya untuk menjangkau fasilitas kesehatan (Aldriana, 2013). Rendahnya minat WUS terhadap AKDR tidak terlepas dari rendahnya pengetahuan terhadap alat kontrasepsi tersebut. Sehingga sangat perlu pemahaman yang baik tentang AKDR bagi wanita usia subur. Alat kontrasepsi dalam rahim merupakan salah satu metode kontrasepsi yang pengunaannya relatif lebih rendah 6
7 dibandingkan dengan penggunaan metode kontrasepsi lain. Sikap wanita yang kurang berperan dalam pemeliharaan kesehatannya disebabkan oleh ketidak mengertian akan pentingnya dan cara-cara berperan dalam pemeliharaan kesehatan ibu dan anak termasuk KB. Hal tersebut tercermin dengan jelas dari adanya pola sikap tertentu terhadap AKDR dan kebiasaan masyarakat yang masih cenderung menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab tersebut kepada para isteri (Yulizawati, 2012). Berdasarkan penelitian Sumarni (2013) tentang faktor yang memengaruhi lama ketidaklangsungan pemakaian AKDR adalah pengetahuan, sikap, persepsi, efek samping, ingin punya anak lagi dan peran petugas kesehatan. Namun, yang paling dominan memengaruhi adalah efek samping. Sedangkan penelitian Dewi (2012), tingkat paritas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan AKDR. Semakin banyak jumlah anak yang telah dilahirkan semakin tinggi keinginan responden untuk membatasi kelahiran. Pada akhirnya hal ini akan mendorong responden untuk menggunakan AKDR. Alasan yang cukup menonjol adalah karena efek samping dan masalah kesehatan, dengan pasangan yang menolak 10 persen, alasan karena masalah agama 0,5 persendan alasan yang berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi yaitu biaya yang mahal 0,8 persen (BKKBN, 2010). Berdasarkan servey awal yang dilakukan peneliti di kecamatan pancur batu peroleh 25 desa. Dari desa tersebut di peroleh satu desa yang cakupan AKDR rendah yaitu desa durin janggak.di desa durin jangga bahwa pada tahun 2014 terdapat jumlah PUS yang menjadi peserta KB sebanyak 316 orang, untuk aseptor KB AKDR sebanyak 207 orang. 7
8 Hasil survei yang dilakukan di Desa Durin Jangak terhadap 10 orang, bahwa alasan yang menyebabkan ibu menghambat penggunaan AKDR yaitu 6 orang (60%) mengalami efek samping dan mereka ingin menambah anak lagi, kurang dukungan dari suami, kurangnya pengetahuan dan informasi dari petugas, serta belum pernah mendapat penyuluhan secara detail tentang penggunaan kontrasepsi, sedangkan 4 orang (40%) sangat nyaman menggunakan AKDR karena mereka tidak perlu mengingat-ingat kapan pemasangan alat kontrasepsi. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka ingin dilakukan penelitian tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) pada pasangan suami istri di Desa Durin Janggak Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2015. 1.2. Permasalahan Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) pada pasangan suami istri di Desa Janggak Durin Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2015. 1.3. Tujuan Penelitian Mengetahui faktor-faktor (umur, jumlah anak, pengetahuan, sikap, efek samping, ingin punya anak lagi, dukungan suami, dan dukungan petugas kesehatan) yang berhubungan dengan penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) pada pasangan suami istri di Desa Durin Janggak Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2015. 8
9 1.4. Hipotesis 1. Ada hubungan antara umur dengan penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) pada pasangan suami istri di Desa Durin Janggak Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2015. 2. Ada hubungan antara jumlah anak dengan penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) pada pasangan suami istri di Desa Durin Janggak Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2015. 3. Ada hubungan antara pengetahuan dengan penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) pada pasangan suami istri di Desa Durin Janggak Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2015. 4. Ada hubungan antara sikap dengan penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) pada pasangan suami istri di Desa Durin Janggak Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2015. 5. Ada hubungan antara ingin punya anak lagi dengan penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) pada pasangan suami istri di Desa Durin Janggak Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2015. 6. Ada hubungan antara efek samping dengan penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) pada pasangan suami istri di Desa Durin Janggak Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2015. 7. Ada hubungan antara dukungan suami dengan penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) pada pasangan suami istri di Desa Durin Janggak Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2015. 9
10 8. Ada hubungan antara dukungan petugas kesehatan dengan penggunaan di Desa Durin Janggak Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2015. 1.5. Manfaat Penelitian 1. Sebagai masukan bagi petugas kesehatan di wilayah kerja di Desa Durin Janggak Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang dalam meningkatkan pelayanan KB AKDR. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pasangan suami istri tentang kontrasepsi AKDR sehingga bersedia menjadi akseptor AKDR. 10