Ujian Tengah Semester Tanggal : 25 April 2017 MK. Manajemen Program Pangan dan Gizi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DAFTAR GAMBAR. Gambar 1. Kerangka konsep penelitian pemeriksaan kadar iodium pada garam. 18

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di Indonesia merupakan

Apa yang dimaksud dengan Yodium?

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGELOLAAN GARAM DI DESA JONO KECAMATAN TAWANGHARJO KABUPATEN GROBOGAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan setiap manusia atau masyarakat pada

BAB I PENDAHULUAN. namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan manusia saat ini menjadi hal yang sangat kompleks dan

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PEMANTAUAN GARAM BERYODIUM DI SEKOLAH UPTD PUSKESMAS PUCANGSAWIT

BAB I PENDAHULUAN. proses metabolisme di dalam tubuh. Gangguan akibat kekurangan yodium

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang memiliki dampak yang sangat besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. berpotensi menurunkan tingkat kecerdasan atau biasa disebut Intelligence Quotient

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENGHENTIAN SUPLEMENTASI KAPSUL IODIUM DI KABUPATEN MAGELANG. Styawan Heriyanto

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah gizi masyarakat merupakan salah satu. masalah yang sering dialami oleh negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Tetrajodotyronin (T4) yang terakhir disebut juga tiroksin (Sediaoetama,

MENGAPA DAN BAGAIMANA IODISASI GARAM RAKYAT DI INDONESIA? Oleh Arif Rahman Hakim, S.St.Pi (Penyuluh Perikanan Pada Pusat Penyuluhan KP, BPSDMKP)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN MASALAH GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM (GAKY)

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia. Masalah yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia saat ini masih menghadapi beberapa masalah

LYDIA NURVITA RACHMAWANTI J

PERKEMBANGANN SITUASI GAKI DAN GARAM BERIODIUM DI KABUPATEN TRENGGALEK SAMPAI DENGAN TAHUN 2014

RENCANA AKSI NASIONAL KESINAMBUNGAN PROGRAM PENANGGULANGAN GAKY

Gangguan Akibat kekurangan Yodium (GAKY)

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) masih merupakan. masalah kesehatan yang membutuhkan perhatian dan penanganan yang serius.

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENANGGULANGAN GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM DI DAERAH

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN GARAM BERYODIUM DI RUMAH TANGGA DI KELURAHAN ULAK KARANG SELATAN KOTA PADANG TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. GAKY merupakan masalah kesehatan yang telah mendunia. Organisasi. Kesehatan Sedunia (2007), menyatakan GAKY merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. (Oktariana, 2009). Mutalazimah (2009) menambahkan bahwa GAKI merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk di Indonesia. Faktor yang ditimbulkan akibat kurang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI

BAB I PENDAHULUAN. ancaman global untuk kesehatan dan perkembangan di seluruh dunia, karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. wanita hamil mempunyai risiko terjadinya abortus, lahir mati, sampai cacat bawaan. menghambat pembangunan (Depkes RI, 2005 ).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

MODUL PENGGUNAAN GARAM BERYODIUM UNTUK ANAK SD

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. masih didominasi oleh kekurangan zat gizi yang disebabkan banyak faktor, di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Keluarga sadar gizi (Kadarzi) adalalah suatu keluarga yang mampu

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)

PENDAHULAUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB 1 PENDAHULUAN. cerdas dan produktif. Indikatornya adalah manusia yang mampu hidup lebih lama

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Program Keluarga Berencana adalah perawatan. kesehatan utama yang sesuai untuk kaum ibu dalam masa

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 15 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PRODUKSI DAN PEREDARAN GARAM

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

PEDOMAN PELAKSANAAN PEMANTAUAN GARAM BERYODIUM DI TINGKAT MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR : 2 TAHUN 2011 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. MDGs lainnya, seperti angka kematian anak dan akses terhadap pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG GARAM KONSUMSI BERYODIUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari dataran tinggi atau pegunungan. Gangguan Akibat. jangka waktu cukup lama (Hetzel, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kecerdasan terutama pada anak-anak (Arisman, 2004). Gangguan

BAB I PENDAHULUAN. satu masalah gizi yang ada di Indonesia. Data Riskesdas menyusui, wanita usia subur (WUS) dan anak umur 6-12 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut

PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada

PERKIRAAN BESAR MASALAH KRETIN DAN HAMBATAN MENTAL DI INDONESIA

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG, 2012

( ) ( Dinik Listyowati )

KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan Sebagai Salah Satu SyaratUntuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III (tiga) Kesehatan Bidang Gizi

BAB 1 PENDAHULUAN. menggembirakan. Berbagai masalah gizi seperti gizi kurang dan gizi buruk,

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 23 TAHUN : 2003 SERI : D NOMOR : 15 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA

World Hunger Organization (WHO), terdapat empat jenis masalah kekurangan. Anemia Gizi Besi (AGB), Kurang Vitamin A (KVA) dan Gangguan Akibat

BERHASILKAH GARAM BERYODIUM SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENURUNAN GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM (GAKY) DI INDONESIA?

PROGRAM PERBAIKAN GIZI MAKRO

BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia, oleh karena itu menjadi suatu keharusan bagi semua

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan permulaan suatu kehidupan baru. pertumbuhan janin pada seorang ibu. Ibu hamil merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari tiga masalah gizi utama di Indonesia. GAKY merupakan masalah. kelenjar gondok, kekurangan yodium dapat mempengaruhi kecerdasan

LAUNCHING RENCANA AKSI NASIONAL PANGAN DAN GIZI (RAN-PG) TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kesadaran,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masa kehamilan merupakan masa periode awal kehidupan atau biasa disebut

DASAR HUKUM PERMENDAGRI NOMOR 63 TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan jumlah sel darah merah dibawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan.

STUDI TENTANG FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT GONDOK PADA LANSIA DI DESA ARJOSARI KECAMATAN JABUNG MALANG

Transkripsi:

Ujian Tengah Semester Tanggal : 25 April 2017 MK. Manajemen Program Pangan dan Gizi Program Pemantauan Konsumsi Garam Beriodium (GAKY) Oleh : Inna Mukhaira I151160261 Pengajar Mata Kuliah : Dr. Ir. Drajat Martianto, MS DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2017

Ringkasan Gangguan akibat kekurangan Yodium (GAKY) merupakan salah satu dari 4 masalah kesehatan yang ada di Indonesia. Konsekuensi dari kekurangan yodium disebut Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), mencangkup keterbelakangan mental yang permanen, gondok, kegagalan reproduksi, meningkatnya kematian anak dan penuruna IQ poin lebih rendah dibandingkan yang cukup yodium. Untuk mengatasinya penanggulangan GAKY difokuskan pada peningkatan konsumsi garam beryodium (Depkes, 2010). Riset Kesehatan Dasar 2013 merupakan salah satu parameter untuk mengevaluasi kemajuan pelaksanaan program. Berdasarkan survey tersebut, Pada anak umur 6 12 tahun didapatkan nilai ekskresi iodium dalam urin (EIU) risiko kekurangan iodium 14,9 %, cukup iodium 29,9 %, mengandung iodium lebih dari cukup 24,8 % dan risiko kelebihan iodium 30,4 %. Pada wanita usia subur (15 49 tahun) didapatkan nilai ekskresi iodium dalam urin: (1) WUS risiko kekurangan iodium 22,1 %, cukup iodium 30,6%, mengandung iodium lebih dari cukup 22,4 % dan risiko kelebihan iodium 24,9 % (2) pada ibu hamil risiko kekurangan iodium 24,3 %, cukup iodium 36,9 %, mengandung iodium lebih dari cukup 17,6 %, dan risiko kelebihan iodium 21,3 % (3) pada ibu menyusui risiko kekurangan iodium 23,9 %, cukup iodium 36,9 %, mengandung iodium lebih dari cukup 21,1 % dan risiko kelebihan iodium 18,1 %. Penderita GAKY pada umumnya banyak ditemukan di daerah pegunungan dimana makanan yang dikonsumsi sangat tergantung dari produksi makanan dari tanaman setempat yang tumbuh pada kondisi kadar yodium yang rendah di tanah. Secara umum diyakini bahwa faktor defisiensi yodium yang berat dan berlangsung secara terus menerus adalah penyebab utama terjadinya GAKY, terutama pada daerah-daerah pegunungan dan dataran tinggi karena miskinnya kandungan yodium dalam tanah dan air di wilayah tersebut. Menghadapi kenyataan penanggulangan GAKY yang masih jauh dari harapan, pengambil kebijakan harus melakukan evaluasi diri. Masalah GAKY secara khusus mengingatkan kita pada kesenjangan yang sangat besar antara ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran dengan strategi kesehatan masyarakat. Di satu pihak, metode intervensi kedokteran sudah tersedia, relatif mudah, murah, dan efektif, namun di lain

pihak program yang sudah puluhan tahun berjalan masih memberikan hasil yang jauh dari target yang di inginkan. Oleh karena itu penulis membuat program penanggulangan GAKY yaitu Pemantauan konsumsi Garan Beryodium dengan harapan program ini dapat menurunkan defesiensi Yodium. Kegiatan yang akan dilaksanakan dalam program pedoman pemantauan garam beryodium yaitu: (1)Informasi produsen yang mengonsumsi garam beryodium, Tujuannya adalah untuk mengetahui jumlah produsen mengonsumsi garam beryodium dan prevalensi yang mengonsumsi garam beryodium. (2) Melakukan pengukuran asupan iodium melalui urin, tujuannya untuk mengetahui kadar iodium yang ada pada tubuh. Program ini akan dilaksanakan di Padang, Sumatera Barat pada awal Januari sampai akhir Desember 2017 selama satu tahun. Jika Program in berjalan dengan baik maka program ini bisa digunakan sampai tahun 2020. Adapun tujuan dari program ini adalah untuk pengendalian dan pemantauan Gangguan Akibat Kekurangan GAKY. Latar Belakang Gangguan akibat kekurangan Yodium (GAKY) merupakan salah satu dari 4 masalah kesehatan yang ada di Indonesia. Konsekuensi dari kekurangan yodium disebut Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), mencangkup keterbelakangan mental yang permanen, gondok, kegagalan reproduksi, meningkatnya kematian anak dan penuruna IQ poin lebih rendah dibandingkan yang cukup yodium. Untuk mengatasinya penanggulangan GAKY difokuskan pada peningkatan konsumsi garam beryodium (Depkes, 2010). Untuk menanggulangi GAKY, penambahan yodium pada semua konsumsi garam telah disepakati sebagai cara yang aman, efektif dan berkesinambungan unruk mencapai konsumsi yodium yang optimal bagi semua rumah tangga dan masyarakat. Selain program yodissasi garam, pemerintah Indonesia selama ini juga telah melaksanakan distribusi kapsul minyak beryodium terutama bagi wanita usia subur di kecamatan endemik barat dan sedang. Upaya pemncegahan dan penanggulangan GAKY dilakukan dengan memberikan unsur Yodium. Dosis cukup memadai atau adekuat diberikan secara terus menerus atau kontinue serta dapat mencapai semua segmen penduduk khususnya yang rawan (Djokomoeljamto, 1993). Beberapa program penanggulangann dilakukan yaitu program iodisasi garam (semua garam harus memenuhi 30 ppm kalium yodat), KIE

atau keterangan informasi edukasi melalui advokasi, penyuluhan, kampanye dan memberikan pendidikan, peningkatan konsumsi aneka ragam bahan pangan yang bersumber dari laut, peningkatan pengadaan garam di masyarakat. Hasil Riskesdas tahun 2007, secara keseluruhan (perkotaan dan perdesaan) rumah tangga yang mengonsumsi garam mengandung cukup yodium mencapai 623%, yang mengonsumsi kurang mengandung yodium sebesar 23.7% dan tidak mengandung yodium sebesar 14.0%. Berkaitan itu Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat mengeluarkan surat edaran nomor: JM.03.03/BV/2195/09 tertanggal 3 Juli 2009 mengenai Percepatan Penanggulangan Gangguan Akibat Kurang Yodium yang antara lain menginstruksikan kepada seluruh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota agar meningktkan kerjasama dengan isntansi terkait dalam peningkatan garam beryodium dan menghentikan suplementasi kapsul minyak yodium pada sasaran (WUS, ibu hamil, ibu menyusui dan anak SD/MI). Hal ini diperkuat dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 63 tahun 2010 tentang Pedoman Penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium di Daerah. Pemerintah melalui rencana Pembangunan Menegah Nasional (RPJMN) 2010-2014 ini telah menetapkan 4 sasaran pembangunan kesehatan yaitu aitu meningkatkan umur harapan hidup dari 70,7 ( Proyeksi BPS, 2008) menjadi 72, menurunkan angka kematian bayi dari 34 (SDKI, 2007) menjadi 24 per 1000 kelahiran hidup, menurunkan angka kematian ibu dari (SDKI, 2007) menjadi 118 per 100 ribu kelahiran hidup dan menurunkan gizi kurang (termasuk gizi buruk ) dari 18,4% (Riskesdas, 2007) menjadi kurang dari 15% dan menurunkan balita pendek dari 36,8% ( Riskesdas, 2007) menjadi kurang dari 32%. Kementrian Kesehatan telah menetapkan RENSTRA Kementerian Kesehatan 2010-2014, yang membuat indikator keluaran yang harus dicapai, oleh karena itu program penanggulangan GAKY difokuskan pada peningkatan konsumsi garam beryodium (Depkes,2011). Untuk meningkatkan konsumsi garam beryodium tersebut perlu disusun Pedoman Pemantauan Garam Beryodium sebagai acuan para pengelola program di pusat maupun di daerah. Pedoman ini ini digunakan untuk menilai keberhasilan program, perencanaan dan menetapkan kebijakan dalam rangka penanggulangan GAKY melalui konsumsi garam beryodium dengan kadungan yodium cukup.

Analisis Situasi Untuk mengetahui masalah kurang yodium, pemantauan besaran masalah dilakukan berdasarkan survei nasional. Pada tahun 1980 prevalensi GAKY pada anak usia sekolah adalah 27.7%, prevalensi ini menurun menjadi 9.9% pada tahun 1998. walaupun terjadi perubahan yang berarti GAKY masih dianggap masalah kesehatan masyarakat, karena secara umum prevalensi GAKY masih di atas 5%. Pravelensi tersebut bervariasi antar kecamatan dan masih dijumpai kecamatan dengan prevalensi GAKY di atas 30% (daerah endemik barat). Dalan hasil pemetaan gondok tahu 1998 yang telah dipublikasi oleh WHO tahun 2000 bahwa 18.8 % penduduk hidup di daerah endemik ringan, 4.2% penduduk hidup di daerah sedang, dan 4.5 % penduduk hidup di daerah endemik barat. Sekitar 18.2 juta penduduk hidup di wilayah endemik sedang dan berat dan 39.2 juta penduduk hidup di wilayah endemik ringan. Jumlah kabupaten di Indnesia,,maka diklasifikasikan 40.2% kabupaten termasuk endemik ringan, 13.5% kabupaten termasuk endemik sedang dan 5.1% kabupaten endemik berat. Hasil Risksdas tahun 2010 GAKY masih dianggap masalah kesehatan masyarakat karena masih di jumpai kecamatan dengan prevalensi GAKY di atas 30%. Berdasarkan WHO dan UNICEF, sekitar satu juta penduduk di negara yang tengah berkembang beresiko mengalami kekurangan yodium. Dalam skala global, Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) telah menjaadi masalah kurang lebih di 118 negara yang menderita 1572 juta orang. Sekitar 12% penduduk dunia ( sekitar 655 juta orang) menderita gondok 11.2 juta mengalami kretin dan 43 juta menderita gangguan mental dengan berbagai tingkatan (Arisman, 2004). Berdasarkan konsep UNICEF (1998) penyebab langsung GAKY adalah defesiensi zat gizi yodium. Ketidakcukupan asupan yodium disebabkan oleh kandungan yodium dalam bahan makanan yang rendah atau konsumsi garam yodium yang rendah. Masih banyak masyarakat yang kurang mengetahui manfaat dari garam yang beryodium merupakan salah satu rendahnya penyebab rendahnya konsumsi garam yang beryodium. Berbagai alasan dikemukakan sehubungan dengan hal tersebut antara lain garam yang beryodium mahal, rasanya pahit, rasanya kurang asin dibandingkan dengan garam yang tidak beryodium. Hal yang mendasar dari penyebab GAKY adalah kandungan yodium dalam tanah yang rendah dan kondisi tersebut bersifat menetap.

Riset Kesehatan Dasar 2013 merupakan salah satu parameter untuk mengevaluasi kemajuan pelaksanaan program. Berdasarkan survey tersebut, Pada anak umur 6 12 tahun didapatkan nilai ekskresi iodium dalam urin (EIU) risiko kekurangan iodium 14,9 %, cukup iodium 29,9 %, mengandung iodium lebih dari cukup 24,8 % dan risiko kelebihan iodium 30,4 %. Pada wanita usia subur (15 49 tahun) didapatkan nilai ekskresi iodium dalam urin: (1) WUS risiko kekurangan iodium 22,1 %, cukup iodium 30,6%, mengandung iodium lebih dari cukup 22,4 % dan risiko kelebihan iodium 24,9 % (2) pada ibu hamil risiko kekurangan iodium 24,3 %, cukup iodium 36,9 %, mengandung iodium lebih dari cukup 17,6 %, dan risiko kelebihan iodium 21,3 % (3) pada ibu menyusui risiko kekurangan iodium 23,9 %, cukup iodium 36,9 %, mengandung iodium lebih dari cukup 21,1 % dan risiko kelebihan iodium 18,1 %. Status GAKY merupakaan keadaan yodium tubuh seseorang yang diukur dengan menggunakan indikator ekskresi dalam urin dengan kadar yodium normal 100-199µg/l, kecukupan yodium tubuh dinilai dari yodium yang masuk lewat makanan dan minuman sebab tubuh tidak dapat mensitesis yodium. Yodium dibutuhkan sangat sedikit oleh tubuh dan yodium dalam makanan sulit diperiksa, maka sebagai indikator kecukupan yodium dapat diketahui melalui pemeriksaan ekskresi yodium dalam urin. Ekskresi yodium urin dianggap menggambarkan masukan yodium, karena lebih dari 90% yodium diekskresi melalui urin. Penyebab utama seseorang memiliki kadar ekskresi yodium urin rendah adalah kurangya asupan yodium baik dari makanan, minuman ataupun penggunaan garam yang kurang beryodium. Faktor selain asupan antara lain adanya investasi cacing yang menggangu absorbsi yodium di usus halus dan konsumsi makanan yang mengandung zat goitrogenik. Meskipun pengukuran kadar iodium menggunakan cara cepat, data tersebut mengindikasikan pencapaian yang tidak baik. Setelah hampir 30 tahun berjuang dalam program penanggulangan GAKY, hasil yang dicapai masih belum optimal. Dengan pencapaian tersebut, sangat sulit menggapai target USI pada tahun 2010. apabila target USI tidak tercapai, maka akan lebih sulit lagi mencapai eliminasi GAKY di tahun 2010. Berbagai sektor dan pihak perlu mengevaluasi ulang penyebab kondisi tersebut dan harus dilakukan survei nasional ulang yang khusus di bidang GAKY sebagai evaluasi akhir strategi RAN KPP GAKY. Penderita GAKY pada umumnya banyak ditemukan di daerah pegunungan dimana makanan yang dikonsumsi sangat tergantung dari produksi makanan dari tanaman

setempat yang tumbuh pada kondisi kadar yodium yang rendah di tanah. Secara umum diyakini bahwa faktor defisiensi yodium yang berat dan berlangsung secara terus menerus adalah penyebab utama terjadinya GAKY, terutama pada daerah-daerah pegunungan dan dataran tinggi karena miskinnya kandungan yodium dalam tanah dan air di wilayah tersebut. Kekurangan yodium terutama terjadi di daerah pegunungan, dalam tanah yang kurang mengandung yodium. Daerah GAKY merentang disepanjang bukit barisan Sumatra di daerah pegunungan di Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya. Di daerah tersebut GAKY terdapat secara endemik. Pravelensi Barat (TGR 30%) pada survey tahun 1998 tercadtat di NTT dan Maluku, GAKY sedang (TGR 20%-29.9%) di Sumatera Barat dan Sulawesi Tengah. Provinsi selebihnya menunjukkan pravelensi GAKY yang ringan (TGR 5%-19.9%) (Almatsier,2001). Di Indonesia, meski GAKY sudah tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat karena rata-rata kadar yodium urin sudah tinggi dan proporsi kadar yodium urin <100µg/L telah di bawah 20% (WHO, 2006), namun masih terjadi peningkatan angka prevalensi kejadian gondok di Indonesia dari 9.8 % pada tahun 1998 menjadi 11.1% pada tahun 2006. Kekurangan yodium merupakan penyebab utama gondok endemik dan terdapat di daerah-daerah dimana tanahnya tidak mengandung banyak yodium, hingga produk yang dihasilkannya juga miskin akan yodium. Kekurangan yodium juga menyebabkan hiperplasia tiroid sebagai adaptasi terhadap kekurangan tersebut. Zat goitrogen seperti yang ditemukan pada kubis dapat menyebabkan pembesaran kelenjar gondok, begitu pula dengan beberapa bahan makanan lain misalnya kacang tanah, kacang kedelai, singkong, bawang merah, bawang putih (pudjiaji, 2003). Pada kekurangan yodium, konsentrasi hormon tiroid menurun dan hormon perangsang tiroid meningkat agar kelenjar tiroid mampu meyerap lebih banyak yodium bila kekurangan berlanjut sel kelenjar tiroid membesar dalam usaha meningkatkan pengambilan yodium oleh kelenjar tersebut. Bila pembesaran ini menampak dinamakan gondok sederhana, bila terdapat secara meluas di suatu daerah dinamakan gondok endemik. Gondok dapat menampakkan dari dalam bentuk gejala yang sangat luas, yaitu dalam bentuk kretinisme (cebol) di satu sisi dan pembesaran kelenjar tiroid pada sisi lain. Gejala kekurangan yodium yaitu malas dan lamban, kelenjar tiroid membesar, pada ibu hamil dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dan dalam keadaan berat bayi lahir dalam keadaan cacat mental yang permanen serta hambatan pertumbuhan yang dikenal sebagai kreatinisme.

Seorang anak yang menderita kreatinisme mempunyai bentuk tubuh abnormal dan IQ sekitar 20. kekurangan yodium pada anak-anak menyebabkan kemampuan belajar yang rendah (Almatsier,2002). Menurut WHO 2001, kekurangan yodium terjadi pada saat konsumsi yodium kurang dan yang direkomendasikan dan mengakibatkan kelenjar tiroid tidak mampu mensekresi hormon tiroid dalam jumlah cukup. Jumlah hormon tiroid yang rendah di dalam darah mengakibatkan kerusakan perkembangan otak dan beberapa efek yang bersifat merusak secara kumulatif. Keadaan ini sering disebut dengan nama Iodium Deficiency Disorder (IDD). Menurut Hetzel (1996), besaran pengaruh GAKY merupakan fonomena gunung es dan kretin sebagai puncaknya menempati bagian seluas 1-10%. Namun terdapat gangguan dalam jumlah lebih besar seperti gangguan perkembangan otak 5-30% dan hiptiroidisme30-70%. Pengaruh kekurangan yodium sangan nampak nyata pada perkembangan otak yaitu golden period yaitu pada saat janin, bayi dan balita. Kretin merupakan dampak terberat pada anak yang timbul jika asupan yodium kurang 25g/hari dan berlangsung lama (asupan normal 100-199 g/hari). kretin ditandai dengan keterbelangan mental disertai satu atau lebih kelainan saraf seperti gangguan pendengaran, gangguan sikap tubuh serat gangguan sikap tubuh dalam berdiri atau berjalan serta gangguan terjadi pada saat pertumbuhan. Apabila kekurangan yodium terjadi pada masa kehamilan dapat menyebabkan abortus, lahir mati, cacat bawaan, gangguan perkembangan otak, melahirkan anak kretin dengan gejala gangguan pertumbuhan badan, cebol, perkembangan mental terganggu, perut buncit karena tonus abdominal yang kurang, dan lidahnya membesar. Mengingat masalah GAKY disebabkan karena lingkungan yang miskin sumber yodium, maka upaya penanggulangan ditekankan pada suplementasi yodium baik secara oral, melalui garam beryodium maupun secara parental melalui preparat yodium dosis tinggi (Kresnawan, 1992). Kegiatan GAKY yang dilaksanakan antra lain yaitu upaya Jangka Pendek dimana pemberian kapsul minyak beryodium kepada penduduk wanita umur 0-35 tahun, pria 0-20 tahun sesuai dengan dosis yang telah ditentukan, pemberian ini kepada penduduk di daerah endemik berat dan sedang. Upaya Jangka Panjang dimana Iodisasi garam merupakan kegiatan penanggulangan GAKY jangka panjang. Program untuk meyodisasi garam konsumsi di mulai tahun 1975 dan pelaksanaan program mulai tahun1980 dikelola oleh perindustrian sehingga tujuan dari program ini adalah semua garam yang dikonsumsi oleh masyarakat baik

yang menderita maupun yang tidak dan garam beryodium tersedia diseluruh wilayah Indonesia..Menghadapi kenyataan penanggulangan GAKY yang masih jauh dari harapan, pengambil kebijakan harus melakukan evaluasi diri. Masalah GAKY secara khusus mengingatkan kita pada kesenjangan yang sangat besar antara ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran dengan strategi kesehatan masyarakat. Di satu pihak, metode intervensi kedokteran sudah tersedia, relatif mudah, murah, dan efektif, namun di lain pihak program yang sudah puluhan tahun berjalan masih memberikan hasil yang jauh dari target yang di inginkan. Data survei tahun 2005 dan Riskesdas 2007 memberi peringatan kepada kita tentang ancaman kecacatan dan penurunan kualitas kualitas sumber daya manusia yang sangat besar. Masa depan penganggulanga GAKY di Indonesia tergantung kepada komitmen berbagai lintas sektor. Untuk itu perlu dilakukan kerja sama lintas sektoral kelembagaan yang lebih kuat antara departemen kesehatan, pusat penelitian GAKY, universitas, klinis, ahli epidemiologi, dan lembaga swadaya masyarakat. Khusus untuk produksi garam nasional, dibutuhkan komitmen departemen perindustrian dan departemen perdagangan mencegah dan mengendalikan berbagai praktik industri garam yang tidak sehat dan standarisasi garam beriodium nasional yang lebih kuat. Untuk perlu diterapkan peraturan yang lebih tegas agar tidak terjadi menyimpang yang merugikan. Indikator lain yang sering digunakan yaitu proporsi konsumsi garam beriodium rumah tangga yang langsung melihat tujuan tahap awal program penanggulangan GAKY meningkatkan proporsi konsumsi garam beriodium ditingkat rumah tangga. Namum, indikator ini merupakan hasil rerata pada suatu area populasi yang besar, sehingga terkadang menghilangkan informasi tentang kantong-kantong GAKY di provinsi tersebut. Proporsi konsumsi garam beriodium yang tinggi di suatu provinsi tidak menggambarkan berbagai wilayah endemis yang masih menderita kekurangan iodium (Azizi, 2009). Sampai saat ini ada beberapa teori yang menyatakan bahwa penyebab terjadinya GAKY adalah defesiensi iodium, pengaruh zat goitrogenik, faktor genetik, dan kelebihan unsur-unsur iodium. Akan tetapi dari data yang tersedia bahwa GAKY akan terjadi apabila terdapat juga terdapat defesiensi iodium (Dep. Kes. RI, 1986). Kandungan yodium dalam makanan dan diet yodium total sangat bervariasi bergantung kepadakeadaan geokimiawi, tanah dan budaya. Hormon tiroid yang terkandung dalam makanan yang berasal dari binatang dan yodium organik lain yang

tidak terserap sempurna kehilangan dapat terjadi 50%, rata-rata jumlah yodium yang dianjurkan biasanya dipatok sebesar 100-150ug/hari (Almastier, 2001). Peranan Iodium Terhadap Kecerdasan Otak Perlu diketahui bahwa pengaruh hormon tiroid terhadap perkembangan otak dibagi menjadi 3 tahap, yaitu Tahap 1, yaitu fase perkembangan otak sebelum kelenjar tiroid fetus beproduksi, kurun waktunya 10-12 minggu kehamilan. Tahap II, yaitu periode hormon tiroid janin mulai berproduksi sampai kelahiran. Perkembangan fase ini berupa lanjutan proses migrasi dan deferensiasi neuron, pembentukan neurit, perkembangan sinap dan awal dari proses mielogenesis. Tahap III, fase post natal yaitu perkembang otak sampai pada proliferasi, migrasi dan deferensiasi neuron-neuron serebelum (Hartono, 1996). Prestasi Belajar Prestasi belajar ditentukan oleh kecerdasan. Tingkat keceerdasan seseorang ditentukan oleh faktor yang berasal dari dirinya sendiri disebut faktor internal sedangkan faktor dari luar disebut faktor eksternal. Prestasi belajar yang dicapai pada hakekatnya adalah merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor tersebut. Status gizi berkaitan erat dengan prestasi belajar, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan erat antara status gizi dengan daya tangkap serta kegiatan seseorang di lingkungan sekolahnya. Perasaan lapar pada umumnya menyebabkan kantuk, apatis dan ketidakmampuan untuk memberikan perhatian (Berg, 1986). Konsumsi garam yang dianjurkan untuk setiap orang sekitar 6 gram atau satu sendok teh setiap hari. Dalam kondisi tertentu, dimana keringat keluar berlebihan dianjurkan untuk mengkonsumsi garam beryodium dua sendok teh sehari. Cara mengkonsumsi garam biasanya digunakan sebagai garam meja dan penambahan dalam pemasakan, pengaruh pemasakan terhadap penurunan KIO3 membuktikan bahwa sayuran dimasak dengan cara dikukus, pembubuhan garam dilakukan saat sayuran matang dan wadah ditutup setelah diberi garam, maka kehilangan iodium dengan cara tersebut disebabkan oleh panas mengingat salah satu sifat iodium mudah rusak oleh panas api dan sinar matahari secara langsung (Irawati, 1993). Adapun dasar hukum dari GAKY yaitu Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah Daerah

Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014, Keputusan Presiden Nomor 69 tahun 1994 tentang Pengadaan Garam Beryodium, Peraturan Presiden No. 29 Tahun 2010 tentang Rencana Kerja Pemerintah, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 63 tahun 2010 tentang Pedoman Penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium di Daerah Alternatif dan Pemilihan Program GAKY adalah rangkaian efek yang dapat ditimbulkan karena tubuh mengalami kekurangan iodium secara terus menerus dalam kurun waktu yang lama. Kekurangan iodium terutama dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana tanah, air serta tanaman/tumbuhan di atasnya miskin atau tidak mengandung unsur iodium yang akibatnya penduduk yang bertempat tinggal di daerah tersebut akan berisiko mengalami kekurangan iodium (Depkes RI, 1996). Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 risiko kekurangan iodium 14,9 %, Sehingga penulis mengusulkan program yang diharapkan dapat menanggulani GAKY program tersebut yaitu Pedoman Pemantauan Garam Beryodium. Manfaat dari program ini yaitu (1) Tersedianya informasi produsen yang mengonsumsi garam beryodium (2) Pemantauan kualitas garam beryodium untuk konsumsi (3) Peningkatan kelembagaan produsen garam beryodium (4) Peningkatan kelembagaan distribusi garam beryodium (5) Percepatan pemenuhan pasokan garam beryodium (5) Tersedia dan tersebar luasnya informasi persentase produsen yang mengonsumsi garam beryodium kepada penentu kebijakan dan pengambil keputusan, lintas program, lintas sektor, lembaga donor, lembaga penelitian, institusi pendidikan, LSM dan media massa. Kegiatan program pedoman pemantauan garam beryodium yaitu: Informasi produsen yang mengonsumsi garam beryodium, Tujuannya adalah untuk mengetahui jumlah produsen mengonsumsi garam beryodium dan prevalensi yang mengonsumsi garam beryodium. Kegiatan yang akan dilakukan dalam pengambilan data produsen yang mengonsumsi garam beryodium yaitu (1) melakukan wawancara dimana wawancara dilakukan kepada ibu atau yang mengetahui tentang penggunaan garam sehari-hari di rumah tangga (pembantu, nenek, anak atau bapak, kerabat). (2) Setelah melakukan wawancara, dimana data akan terkumpul dan mengetahui produsen yang megonsumsi garam beyodium atau tidak mengonsumsi garam beryodium. (3) Dan

selanjutnya dilakukan uji pengujian garam dengan cara petugas meminta izin kepada ibu untuk mengambil garam yang biasa digunakan memasak sehari-hari, petugas mengambil 1/2 sendok teh garam setelah garam diaduk secara merata, taruh garam di pring kecil dan disarankan piring yang digunakan berwarna putih atau transparan, petugas menetaskan 2-3 tetes yodium pada tes garam, kemudian amati dan catat perubahan warna apa yang terjadi pada garam jika warna garam berwarna ungu maka garam mengandung cukup yodium sebaliknya jika warna garam tidak berwaena maka garam tidak mengandung yodium. (3) Pemantauan kualitas garam beryodium untuk dikonsumsi, Tujuannya adalah untuk melaksanakan sistem pemantauan kualitas garam beryodium terintegrasi di tingkat produksi, distribudi dan konsumsi. Kegiatan yang akan dilakukan yaitu : mensosialisasikan sistem pemantauan mutu garam beryodium dalam era otonomi daerah secara terintegrasi, melakukan pemantauan mutu garam ditingakat produksi, distribusi dan konsumsi, mengkoordinasikan hasil pemantauan mutu garam ditingkat produksi, distribusi dan konsumai serta melaksanakan tindak lanjut pembinaan, pengawasan, pengumuman kepada masyarakat dan tindakan hukum bila diperlukan, melaksanakan pemantauan distribusi garam rakyat, menstandarisasi metode uji kadar yodium dengan cepat, serta mengadakan peralatan dan bahan uji mutu garam.(4)melakukan pengukuran asupan iodium melalui urin, tujuannya untuk mengetahui kadar iodium yang ada pada tubuh. Kegiatan ini dilakukan dengan cara : produsen yang diberi penjelasan sebelum melakukan pengumpulan urin, produsen diberikan tabung urin dan label, tabung urin yang telah terisi diberi identitas agar tidak terjadi kebocoran, pengumpulan urin dimulai pada keesokam hari berikutnya. Urin ditampung menggunakan tabung dengan volume 2.5 liter. Penentuan kadar iodium adalah dengan menggunaka urin 24 jam. Perhitungan perkiraan asupan iodium menggunakan nilai EIU dan diasumsikan nilai median volume urine 24 jam adalah 1.5 L per hari, absorbsi iodium adalah 92 % dan lebih 90% iodium dikeluarkan melalui urin. Dalam program pedoman pemantauan garam beryodium sangat diperlukan upaya peningakatan kelembagaan produsen garam beryodium agar dapat membina para anggota produsen garam beryodium agar memiliki komitmen untuk mematuhi dan perundangan yang berlaku sehingga terciptanya koordinasi antara kemitraan dengan kelompok usaha penggaram. Adapun kegiatan lain yang akan dilakukan dalam program pemantau garam beryodium yaitu (1) melakukan penyuluhan tentang garam iodium, (2) KIE (Komunikasi, informasi dan edukasi) berbasis masyarakat melalui

media massa, televisi, poster dan leaflet, (3) meningkatkan produktivitas dan kualitas garam rakyat, serta melakukan pelatihan tentang produksi garam beriodium. Agar program ini berjalan dengan lancar maka dibutuhkan partisipasi masyarakat, adanya kerjasama dengan berbagai lintas sektor, massif yaitu bersifat menyeluruh, sasaran yang fokus pada masalah yang dihadapi dan target yang menderita masalah tersebut, adanya komitmen dari pemerintah, adanya riset dari perguruan tinggi dalam memberikan informasi, anggaran dana yang sangat memadai, kapasitas dan kualitas dalam pelaksanaan program. Adapun strategi dalam program pedoman pemantauan garam beryodium, yaitu: Advokasi dimana advokasi dilakukan kepada pengambilan keputusan baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif untuk memberikan pemahaman serta peningkatan komitmen upaya penanggulangan GAKY. Dengan banyaknya pihak yang terlibat dalam upaya penanggulangan GAKY maka prinsip kemitraan harus diterapkan setiap upaya yang dilakukan untuk menjamin respon yang positif dan sinergi di antara semua stakeholder, mencakup pemerintah di semua tingkatan. Tujuan, Indikator Kinerja Tujuan Tujuan umum untuk pengendalian dan pemantauan Gangguan Akibat Kekurangan GAKY Tujuan Khusus 1. Jangka Pendek a) Untuk meningkatkan proporsi produsen yang mengkonsumsi garam beryodium yang cukup secara nasional di Indonesia. b) Untuk mengetahui proporsi Median Urinary Excretion (UIE) 2. Jangka Panjang a) Untuk pelestarian proporsi produsen yang mengkonsumsi garam beryodium yang cukup secara nasional di Indonesia. b) Untuk pelestarian proporsi Median Urinary Excretion (UIE) Indikator kerja 1. Lokasi Program tentang GAKY akan di terapkan di daerah Padang, Provinsi Sumatera Barat, Indonesia.

2. Tujuan Tujuan dari program ini adalah untuk mencegah, pemantauan serta pengendalian Gangguan Akibat kekurangan Yodium (GAKY) di Indonesia. Tujuannya adalah untuk menilai kelayakan, biaya, dan pengaruh tentang program pemantauan garam beryodium Tujuan spesifiknya yaitu (1) untuk meningkatkan proporsi produsen yang mengonsumsi garam beryodium (2) untuk mengetahui proporsi Median Urinary Excrection (UIE). 3.Indikator Penyelenggaraan Indikator penyelenggaraan dan output program yang monitoring dan evaluasi, yaitu: (1) Kandungan yodium pada saat produksi,pengemasan,penjualan dan rumah tangga (2) Kandungan yodium dalam urin, TGR,TSH (3) kombinasi dari kandungan yodium urin pada populasi target, ketersediaan garam bertyodium pada tingkat rumah tangga, program indikator sebagai bukti dari sustainability (4) Pengembangan kelembagaan ditandai dengan adanya Tim GAKY (5) Adamya komitmen politik tentang USI (6) Komitmen dalam monitoring dan evaluasi dengan adanya data yang akurat. (7) KIE dan mobilisasi sosial untuk mengkonsumsi garam beryodium (8) Adanya data garam beryodium secara reguler pada tingkat produsen, pasar dan konsumen (9) Adanya data UIE secara reguler pada daerah endemik barat (10) Adanya kerjasama dengan produsen garam untuk pengawasan mutu garam beryodium (11) Adanya data hasil monitoring dan penyebarluasannya termasuk data garam dan UIE

4.Komponen Utama Komponen A Nama Komponen Informasi produsen yang mengonsumsi garam beryodium Cost (Rp) Rp.140.000.000,- Diskripsi komponen Tujuannya adalah untuk mengetahui jumlah produsen mengonsumsi garam beryodium dan prevalensi yang mengonsumsi garam beryodium. Kegiatan yang akan dilakukan dalam pengambilan data produsen yang mengonsumsi garam beryodium yaitu (1) melakukan wawancara dimana wawancara dilakukan kepada ibu atau yang mengetahui tentang penggunaan garam sehari-hari di rumah tangga (pembantu, nenek, anak atau bapak, kerabat). (2) Setelah melakukan wawancara, dimana data akan terkumpul dan mengetahui produsen yang megonsumsi garam beyodium atau tidak mengonsumsi garam beryodium. (3) Dan selanjutnya dilakukan uji pengujian garam dengan cara petugas meminta izin kepada ibu untuk mengambil garam yang biasa digunakan memasak sehari-hari, petugas mengambil 1/2 sendok teh garam setelah garam diaduk secara merata, taruh garam di pring kecil dan disarankan piring yang digunakan berwarna putih atau transparan, petugas menetaskan 2-3 tetes yodium pada tes garam, kemudian amati dan catat perubahan warna apa

yang terjadi pada garam jika warna garam berwarna ungu maka garam mengandung cukup yodium sebaliknya jika warna garam tidak berwaena maka garam tidak mengandung yodium. Output 1. Terkumpulnya data produsen yang mengkonsumsi garam beryodium 2. Mengetahui jenis garam yang digunakan oleh produsen 3. Mengetahui merek garam yang digunakan oleh produsen 4. Mengetahui cara penyimpanan garam yang digunakan oleh produsen 5. Lokasi penyimpanan 6. Tempat membeli Waktu Implementasi 6 bulan Komponen B Nama Komponen Melakukan pengukuran asupan iodium melalui urin Cost (Rp) Rp.180.000.000,- Diskripsi komponen Tujuannya untuk mengetahui kadar iodium yang ada pada tubuh. Kegiatan ini dilakukan dengan cara : produsen yang diberi penjelasan sebelum melakukan pengumpulan urin, produsen diberikan tabung urin dan label, tabung urin yang telah terisi diberi identitas agar tidak terjadi kebocoran, pengumpulan urin dimulai pada keesokam hari berikutnya. Urin ditampung menggunakan tabung

Output Waktu Implementasi dengan volume 2.5 liter. Penentuan kadar iodium adalah dengan menggunaka urin 24 jam. Perhitungan perkiraan asupan iodium menggunakan nilai EIU dan diasumsikan nilai median volume urine 24 jam adalah 1.5 L per hari, absorbsi iodium adalah 92 % dan lebih 90% iodium dikeluarkan melalui urin. 1. Terkumpulnya data tentang UIE 2. Mengetahui kandungan iodium melalui urin 6 bulan Komponen C Nama Komponen Peningkatan monitoring dan evaluasi Cost (Rp) Rp.55.000.000,- Diskripsi komponen Tujuan yaitu untuk meningkatkan efisiensi pelaksanaan manajemen yakni untuk perencanaan dan monitoring evaluasi kegiatan penanggulangan GAKY dimasa yang akan datang. Kegiatannya meliputi memantapkan indikator monitoring dan evaluasi GAKY dalam Sistem Informasi Manajemen GAKY sesuai dengan Standar Pelayanan Minimum, mengembangkan surveilands GAKY, melanjutkan monitoring konsumsi garam beryodium tingkat rumah tangga secara nasional, melakukan monitoring status GAKY setiap 3 tahun dengan indikator UIE di daerah endemik Output 1. Terlaksananya monitoring

Waktu Implementasi penanggulangan GAKY 2. Terlaksananya evaluasi penanggulangan GAKY 3 bulan Estimasi biaya, rencana pendanaan, dan persediaan pada keuntungan pinjaman Tabel 1. Rencana Pendanaan Sumber Pendanaan Jumlah (Rp) Perusahaan Swasta (PT Garam) Rp.300.000.000,- Pemerintah Rp.300.000.000,- Sumber Lainnya 0 Total Rp.600.000.000,- Tabel 2. Kategori Pengeluaran, jumlah dan persentase pengeluaran Kategori Jumlah Persediaan (Rp) Persentase Pengeluaran Perlengkapan alat dan Rp. 200.000.000,- 33.3 bahan Pelatihan Rp. 100.000.000,- 16.67 Service konsultasi Rp. 55.000.000,- 9.17 Manajemen, monitoring Rp. 50.000.000,- 8.33 dan evaluasi Input program lainnya Rp. 20.000.000,- 3.33 Biaya tak terduga Rp. 30.000.000,- 5 Total Rp. 455.000.000,- Biaya Tambahan Rp.10.000.000 Rencana Implementasi Organisasi dan manajemen Departemen kesehatan berwenang secara penuh terhadap progam penanggulangan GAKY. Pada era otonomi daerah, Departemen Kesehatan perlu mencantumkan masalah GAKY sebagai upaya kesehatan yang mendapat persetujuan Departemen Dalam Negeri untuk mendapatkan alokasi anggaran pemerintah pusat. KSRAN-PG 2016-2019 merupakan pedoman bagi kementrian dan lembaga pemerintah untuk menyusun kebijakan operasional, melakukan perencanaan, pelaksanaan, serta monitoring dan evaluasi pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) tahun 2016-2019. KSRAN-PG 2016-2019 ini juga

merupakan pedoman bagi pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota untuk menyusun Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi (RAD-PG). Bagi para pemangku kepentingan di bidang antara lembaga pemerintah dan pemerintah daerah untuk membangun koordinasi lintas sektor sehingga terjadi sinergi program dan kegiatan penanggulangan GAKY untuk terwujudnya sumberdaya manusia yang berkualitas dan berdayasaing. Sebagai dasar bagi Kementrian dan lembaga di tingkat puasat dan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota untuk menyusun kebijakan, program, dan anggaran yang memadai dalam mewujudkan sasaran penanggulangan GAKY. Pemerintah daerah menyusun rencana penanggulangan GAKY dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD), dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Perencanaan Penanggulangan GAKY sesuai dengan PP Nomor 8 tahun 2008 mengenai tahapan, tata cara penyusunan pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana BANGDA yang memuat antara lain : kondsi daerah, data dan informasi, hambatan, kebutuhan biaya, Satuan Kerja Perangkat Daerah Penanggung Jawab serta targert waktu pelaksanaan. Kepala BAPPEDA dan SKPD Lembaga-lembaga yang terkait dalam penanggulangan GAKY memiliki peran sebagai perencana, pelaksanaan, pembinaan dan pengawasan serta pelaporan penanggulangan GAKY. Kepala BAPEEDA dibantu oleh camat dan kepala desa dimana memiliki peran sebagai penyuluhan kepada masyarakat untuk mengkonsumsi garam beryodium, memantau ketersediaan garam beryodium yang memiliki syarat SNI melalui produksi atau perederan di wilayah kerjanya, serta pemantauan dan pengawasan terhadap garam yang beredar di pasar. Selain itu peran produsen sangat berpengaruh dalam penanggulangan GAKY. Koordinasi Konsumen, lembaga swadaya masyarakat, penggerak masyarakat dan media masa berperan penting dalam penanggulangan GAKY dan juga memberikan tekanan kepada pihak eksekutif, legislatif, yudikatif, dan distributor bagi penyediaan garam beryodium. Penggerak masyarakat ikut mengambil peranan aktif sebgai penekanan berbagai kebijakan pemerintah sertapenekan kepada produsen dan distributor garam. Gubernur dan Bupati juga saling mengkoordinasikan penanggulangan GAKY dimana mereka perperan sebagai penagturan tentang pencegahan peredaran garam non yodium pemntauan produksi, peran serta masyarakat dan produsen, larangan dan kewajiban serta sanksi.

Jadwal Program Program ini dapat diimplementasikan selama 1 tahun dimulai dari 1 Januari 2017 sampai 12 Desember 2017. Jika program ini berjalan baik maka program ini dapat digunakan hingga tahun 2020. No Nama Kegiatan Januari Februari Maret April 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Informasi produsen yang mengonsumsi garam beryodium Wawancara Uji Garam Pengolahan data 2 Pemantauan kualitas garam beryodium untuk dikonsumsi Penyuluhan KIE (Komunikasi, informasi dan Edukasi 3 Melakukan pengukuran asupan iodium melalui urin Pengambilan Urin Pengukuran hasil urin Pengolahan data 4 Monitoring dan evaluasi program No Nama Kegiatan Mei Juni Juli Agustus 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Informasi produsen yang mengonsumsi garam beryodium Wawancara Uji Garam Pengolahan data 2 Pemantauan kualitas garam beryodium untuk dikonsumsi Penyuluhan KIE (Komunikasi, informasi dan Edukasi 3 Melakukan pengukuran asupan iodium melalui urin Pengambilan Urin Pengukuran hasil urin Pengolahan data

4 Monitoring dan evaluasi program No Nama Kegiatan September Oktober November Desember 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Informasi produsen yang mengonsumsi garam beryodium Wawancara Uji Garam Pengolahan data 2 Pemantauan kualitas garam beryodium untuk dikonsumsi Penyuluhan KIE (Komunikasi, informasi dan Edukasi 3 Melakukan pengukuran asupan iodium melalui urin Pengambilan Urin Pengukuran hasil urin Pengolahan data 4 Monitoring dan evaluasi program Syarat Pelaporan Pelaporan dari data ini berupa progam penanggulangan GAKY yaitu program Pemantauan Garam Beryodium. Data tersebut diperoleh melalui informasi masyarakat melalui wawancara seterlah data tersebut data tersebut di screaning dan diolah kemudian data tersebut diberikan kepada kepala desa. Kepala desa memeriksa semua laporan terebut apa data tersebut sudah lengkap atau mencakup keseluruhan lalu kepala desa mmemberikan datar tersebut kepada camat memeriksa laporan tersebut dan laporan tersebut baru diberikam kepada kepala BAPPEDA. Proses pembuatan laporan dan submit laporan selama 3 bulan. Kerangka dan Monitoring Ringkasan Pemantauan kadar Ioudim melalui urin Target kinerja dan Indikator Prevalensi iodium pada Median urinary iodium yaitu 20 % dari baseline Sumber data dan Laporan Mekanisme Konsumsi garam dan Baseline dan survey akhir Asumsi dan Resiko Asumsi: Program pemantauan kadar iodium melalui urin Resiko:

Mengalami kekurangan Iodium karna batas normal UIE 100 ug/hari Pemantauan Konsumsi Garam Beryodium Meningkatkan monitoring dan evaluasi Prevalensi konsumsi garam yaitu 20% dari baseline Bimbingan implementasi monitoring dan evaluasi secara detail Jumlah Konsumsi Iodium Baseline dan survey akhir Laporan dari monitoring dan evaluasi program Asumsi: Pemantau konsumsi garam per beryodium individu Resiko: Mengalami defesiensi iodium Estimasi harga program Kategori Jumlah Persediaan (Rp) Informasi produsen yang mengonsumsi garam beryodium 1. Kuisioner 2. Alat dan Bahan 3. service Rp. 100.000.000,- Rp. 100.000.000,- Rp. 80.000.000,- Melakukan pengukuran asupan iodium melalui urin 1. Kuisioner 2. Alat dan Bahan 3. service Rp. 100.000.000,- Rp. 300.000.000,- Rp. 80.000.000 Manajemen, monitoring dan evaluasi Rp. 100.000.000,- Biaya tak terduga Rp. 300.000.000,- Total Rp. 1058.000.000,- Biaya Tambahan Rp.100.000.000,-

Struktur Organisasi Gubernur Koordinasi: Kepala BAPPEDA SKPD Kecamatan: Camat Progran Pemantauan Garam Beryodium Masyarakat (Informasi) Desa/Kelurahan: Kepala Desa Daftar Pustaka Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Buku Kedokteran EGC: Jakarta. Azizi F.2005. Iodine deficiency disorders: silent pandemic. Thyroid International. Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI Depkes RI. 2010. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Depkes RI Depkes RI. 2011. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta: KementrianKesehatan Republik Indonesia. Djokomoeljanto R, Suharyo H, Darmono, Soetardjo, Suhartono T. 1993.Laporan Penelitian Pengalaman Penggunaan Yodium dalam Minyak Yodiol di Daerah Gondok Endemik In Kongres Nasional III Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) Kumpulan Naskah Simposium GAKY. Badan Penerbit UNDIP, page: 135-155. Semarang. Kresnawan, R. & Sukardjini, K. (1992). Penyusunan Diet pada Penderita Gagal Ginjal Kronik dengan Terapi Konservatif. Dalam R.P. Sidabutar & Suhardjono (Eds.),

Gizi pada Gagal Ginjal Kronik: Beberapa Aspek Penatalaksanaan. Jakarta: Perhimpunan Nefrologi Indonesia. RAN KPP GAKI. 2004. Rencana Aksi Nasional Kesinambungan Program Penanggulangan GAKI. Jakarta. Riset Kesehatan Dasar. 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia Solihin Pudjiadi. 2003. Ilmu gizi klinis pada anak, edisi keempat. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. World Health Organization. 2007. Assesment of iodine deficiency disorders ad monitoring their elimination. A Guide for Progamme Managers.Thirdh edition.who.