BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. lebih mengutamakan kepentingan organisasi dibandingkan dengan kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peraturan yang ada diantaranya adalah; Peraturan Pemerintah (PP)

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintahan merupakan salah satu organisasi yang non profit

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. aktivitasnya sangat terbatas; sehingga ketergantungan pada Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai awal dalam rangkaian penelitian ini, pada bab I menjelaskan latar

Regulasi Tahapan dalam Siklus Akuntansi. Contoh Hasil Regulasi Publik Sektor Publik. Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)

BAB I PENDAHULUAN. pembagiaan dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan indonesia

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

reformasi yang didasarkan pada Ketetapan MPR Nomor/XV/MPR/1998 berarti pada ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 menjadi dasar pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan baik berupa Undang-Undang (UU) maupun

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintah daerah sepenuhnya dilaksanakan oleh daerah. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengedepankan akuntanbilitas dan transparansi Jufri (2012). Akan tetapi dalam

1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir ini merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. melakukan perubahan secara holistik terhadap pelaksaaan pemerintahan orde baru.

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran kinerja pemerintah merupakan hal yang sangat penting,

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran, terhitung

BAB I PENDAHULUAN. dewan melainkan juga dipengaruhi latar belakang pendidikan dewan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: Undang-

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pengesahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa oleh mantan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. satunya perbaikan terhadap pengelolaan keuangan pada instansi-instansi pemerintah.

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Sejak jatuhnya pemerintahan Orde Baru dan digantikan dengan gerakan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan atau lebih (Mikesell, 2007) dalam Widhianto (2010). Kenis (1979) koordinasi, komunikasi, evaluasi kerja, serta motivasi.

I. PENDAHULUAN. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi telah memberikan peluang bagi perubahan cara-cara pandang

Pengaruh Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) Terhadap Belanja Modal

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II. individu atau suatu organisasi pada suatu periode tertentu. Menurut Stoner (1996 :

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

PEMERINTAH ALOKASIKAN ANGGARAN DANA DESA TAHUN 2015 SEBESAR RP9,1 TRILIUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. reformasi yang semakin luas dan menguat dalam satu dekade terakhir. Tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. manajemen pemerintah, salah satunya adalah terkait dengan manajemen keuangan

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi pengelolaan keuangan daerah ditandai dengan terbitnya

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak. perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik.

PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh sebagian

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan gerak yang tidak dapat dibendung akibat sistem penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tentang Otonomi Daerah, yang dimulai dilaksanakan secara efektif

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Undang Undang (UU) No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok. pemerintahan daerah, diubah menjadi Undang-Undang (UU) No.

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004 merupakan tonggak awal. pelaksanaan otonomi daerah dan proses awal terjadinya reformasi

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini mencerminkan adanya respon rakyat yang sangat tinggi akan permintaan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

Istilah-istilah dalam Undang-undang tentang Keuangan Negara

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggara negara atas kepercayaan yang diamanatkan kepada mereka. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan penetapan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB 1. Pendahuluan A. LATAR BELAKANG. Reformasi pada pemerintahan Indonesia mengakibatkan perubahan

2012, No.76 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Dana Darurat adalah dana yang berasal dari Anggaran

BAB I PENDAHULUAN. daerah diharapkan mampu menciptakan kemandirian daerah dalam mengatur dan

B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 76 TAHUN 2014

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi. menjadi suatu fenomena yang umumnya sering terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat

BAB I PENDAHULUAN. peraturan baru di bidang pengelolaan keuangan Negara dan searah, diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik (good governance),

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah.

BAB 1 PENDAHULUAN. menghasilkan suatu kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era reformasi dalam perkembangan akuntansi sektor publik yang

BAB. I PENDAHULUAN. bidang akuntansi pemerintahan ini sangat penting karena melalui proses akuntansi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu dekade dan hal itu menandakan pula bahwa pelaksanaan otonomi dalam penyelenggaraan pemerintah juga telah lama dilakukan. Reformasi pengelolaan keuangan daerah ditandai dengan terbitnya berbagai peraturan baru di bidang pengelolaan keuangan negara dan daerah. Berbagai peraturan yang ada diantaranya adalah; Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 105 Tahun 2000 yang diganti dengan PP Nomor 58 Tahun 2005; PP Nomor 24 Tahun 2005; paket UU di bidang keuangan negara yang terdiri dari UU Nomor 17 Tahun 2003, UU Nomor 1 Tahun 2004, serta UU Nomor 15 Tahun 2004. Reformasi pengelolaan keuangan daerah tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan yang mendasar pada pengelolaan keuangan negara/daerah. Peraturan baru tersebut menjadi dasar bagi institusi negara untuk mengubah pola administrasi keuangan (financial administration) menjadi pengelolaan keuangan negara (financial management). Proses pengelolaan keuangan (financial management) tersebut, mencakup aktivitas yang berkaitan dengan; planning, budget setting, activity of budget implementation, budget monitoring and control, and review (Rose dalam Rohman, 2007). Pada era otonomi, daerah diberi wewenang dan tanggung jawab yang besar untuk mengelola sumber-sumber keuangan (desentralisasi administratif) 1

2 demi kemakmuran rakyat di daerahnya. Desentralisasi administratif tersebut, dimaksudkan untuk mendistribusikan kewenangan, tanggung jawab, dan pengelolaan sumber-sumber keuangan untuk menyediakan pelayanan publik (Coralie dalam Rohman, 2007). Pelimpahan tanggung jawab tersebut terutama menyangkut perencanaan, pendanaan, dan pelimpahan manajemen fungsi-fungsi pemerintahan dari Pemerintah Pusat kepada aparat di daerah, bahkan sampai ke hirarki yang lebih rendah. Hal ini berakibat pada fungsi dan peran yang harus dimainkan oleh para pejabat di daerah (Widodo dalam Rohman, 2007). Para pejabat yang melakukan fungsi perencanaan serta pengendalian anggaran adalah manajer dalam satuan kerja perangkat daerah. Manajer merupakan orang yang bertanggungjawab atas organisasi atau unit yang dipimpinnya. Adanya otonomi menjadi salah satu bentuk perubahan dari adanya reformasi dalam bidang pemerintahan. Otonomi adalah bentuk dari hak, wewenang, dan kewajiban yang dimiliki pemerintah daerah untuk mengurus urusan terkait pemerintahan dan kepentingan masyarakat secara otonomi sesuai dengan peraturan. Pengertian tersebut dinyatakan dalam UU 32/2004 dan memperlihatkan bahwa keterlibatan pemerintah daerah dalam menjalankan urusan daerah semakin besar bila dibandingkan di masa sebelum otonomi. Konsep otonomi dalam penyelenggaraan pemerintahan berpengaruh pula dalam penyelenggaraan anggaran daerah, pada saat ini, anggaran pemerintah daerah yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah disusun secara mandiri oleh pemerintah

3 daerah untuk menjadi dasar dalam penyelenggaraan pemerintah di wilayahnya masing-masing. Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal telah meningkatkan peran dan tanggung jawab pemerintah Daerah dalam mengelola pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebagai konsekuensi pembebanan tugas dan tanggung jawab ke daerah yang makin besar, kepada daerah telah diserahkan sumber pendanaan yang terus meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun. Menurut Mardiasmo (2009:62), penganggaran dalam organisasi sektor publik merupakan tahapan yang cukup rumit dan mengandung nuansa politik yang tinggi, dalam organisasi sektor publik, penganggaran merupakan suatu proses politik. Anggaran sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik. Menurut Indra Bastian (2010:192) penetapan suatu anggaran publik selalu dikaitkan dengan eksekutif organisasi. Anggaran merupakan hasil dari persetujuan politik, termasuk item pengeluaran yang harus disetujui para legislatif. Adanya keterbatasan dana yang dimiliki oleh pemerintah menjadi alasan mengapa penganggaran menjadi mekanisme terpenting untuk pengalokasian sumberdaya. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu alat untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan otonomi daerah yang luas nyata dan bertanggung jawab. Keuangan daerah harus dikelola dengan baik agar semua hak dan kewajiban daerah yang

4 dapat dinilai dengan uang dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kepentingan daerah. Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan/kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah. Berdasarkan UU 33 tahun 2004 pasal 66 ayat 1, keuangan daerah harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundangundangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan keadilan, kepatuhan, dan manfaat untuk masyarakat. Perubahan mendasar dalam pengelolaan keuangan daerah merupakan wujud dari adanya tuntutan publik terhadap akuntabilitas dan transparansi manajemen pemerintahan, salah satunya adalah terkait dengan manajemen keuangan negara maupun daerah. Baridwan (dalam Tuasikal, 2007) menegaskan tuntutan publik akan pemerintahan yang baik memerlukan adanya perubahan paradigma dan prinsip-prinsip manajemen keuangan daerah, baik pada tahap penganggaran, implementasi maupun pertanggungjawaban. Hal ini menandakan perubahan paradigma pengelolaan keuangan daerah merupakan suatu tuntutan yang perlu direspon oleh pemerintah, karena perubahan tersebut mengakibatkan manajemen keuangan daerah menjadi semakin kompleks. Penganggaran dapat dilihat sebagai transaksi berupa kontrak mandat yang diberikan kepada agen (eksekutif) dalam kerangka struktur institusional dengan berbagai tingkatan yang berbeda. Sesuai dengan apa yang dinyatakan pada teori keagenan, bahwa pihak principal dan agen memiliki kepentingan masing-masing, sehingga benturan atas kepentingan ini memiliki potensi terjadi setiap saat.

5 Menurut UU 33/2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan yang dibuat pemerintah daerah secara tahunan melalui pembahasan dan persetujuan antara DPRD dan pemerintah daerah dan kemudian disahkan dalam peraturan daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah disusun sesuai dengan keutuhan penyelenggaraan pemerintah dan kemampuan pendapatan daerah. Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah berpedoman pada Rencana Kerja (Renja) Pemerintah Daerah (RKPD) dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat demi tercapainya tujuan bernegara. Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah oleh setiap daerah di Indonesia menjadi wujud penyelenggaraan otonomi yang terkait dengan pengelolaan keuangan daerah melalui penyusunan anggaran. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setiap tahunnya disusun oleh pemerintah daerah dan untuk mendukung penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pemerintah pusat menerbitkan peraturan yang menjadi landasan dalam menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Salah satunya aturan yang diterbitkan tersebut adalah Permendagri 13/2006 tentang pedoman keuangan daerah, berdasarkan aturan tersebut telah diuraikan jadwal dalam menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang berlaku bagi pemerintah daerah di Indonesia. Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah yang tepat waktu dalam proses penyusunannya dapat pula berpengaruh terhadap perekonomian daerah. Hal

6 tersebut terjadi karena ketika Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tepat waktu ditetapkan pada 31 Desember, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sudah disahkan maka aliran dana dari sektor pemerintah akan berjalan dan itu memberikan pengaruh pada aliran uang atau transaksi di daerah dan pada akhirnya perekonomian daerah merasakan dampak baik dengan adanya kelancaran ekonomi. Ada beberapa alasan yang disebut sebagai hal yang menyebabkan penyusunan APBD dapat berjalan dengan baik dan tepat pada waktunya. Mulai yang mencuat di legislatif, kemampuan aparatur daerah menyusun rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang memadai, dan ketepatan waktu dalam penetapan struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) baru, seperti yang diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah (PP) 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengingatkan Pemerintah Daerah (Pemda) tepat waktu menetapkan APBD tahun 2014. Menurutnya, Pemda harus mencontoh Pusat yang kini telah menyerahkan RAPBN tahun 2014 dan Nota Keuangan ke DPR. "Saya berharap pembahasan RUU tentang APBN Tahun 2014 beserta Nota Keuangannya dapat berjalan lancar dan tepat waktu. Dengan ini, maka penyusunan dan penetapan APBD Kabupaten, Kota, dan Provinsi tahun 2014 juga dapat dilakukan tepat waktu," kata SBY saat menyampaikan pidato keterangan RAPBN 2014 pada rapat paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2013).

7 Menurut Komisi Pemberantas Korupsi (2012) diketahui bahwa pada tahun 2012 dari 33 provinsi di Indonesia sebagian besar provinsi terlambat dalam mengesahkan APBD, yakni sebanyak 28 provinsi, lalu sisanya sebanyak 5 provinsi mengesahkan APBD sesuai jadwal, yaitu tidak melebihi 31 Desember. Selain itu, diketahui pula keterlambatan dalam penyusunan APBD juga terjadi di tahun 2012. Berdasarkan data yang diperoleh dari Seknas Fitra (2012) diketahui bahwa penetapan perda APBD untuk tahun 2012 sebanyak 68,24% atau 348 daerah ditetapkan dalam kurun waktu 1 Januari 31 Maret. Posisi kedua sebanyak 23,14% atau 118 daerah telah menetapkan APBD sesuai jadwal dan 44 daerah atau 8,63% menetapkan APBD melebihi 31 Maret. Informasi yang tersaji tersebut memperlihatkan bahwa sebagian besar daerah di Indonesia mengalami keterlambatan dalam penyusunan APBD dengan ditandai terlambatnya penetapan perda APBD. Keterlambatan penyusunan APBD telah melanda sebagian besar wilayah di Indonesia dan hal itu telah berlangsung pada kurun waktu yang lama bahkan hingga saat ini. Kota Bandung merupakan salah satu daerah yang tergolong mengalami keterlambatan dalam menyusun APBD khususnya APBD untuk tahun 2010-2012. APBD pada ketiga tahun anggaran tersebut disahkan pada kurun waktu antara 1 Januari 31 April. Dengan adanya aturan yang berisikan jadwal tersebut belum mampu untuk mengatasi fenomena yang tengah terjadi dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Fenomena tersebut menjadi perhatian sebagian besar wilayah

8 di kota Bandung. Fenomena tersebut adalah ketidaktepatan waktu dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Ketepatan waktu dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah menjadi gambaran bahwa pemerintah daerah belum mampu mengelola anggaran dengan baik, sehingga kemajuan kota Bandung mengalami hambatan. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa hal-hal yang menjadi motivasi peneliti ini adalah pertama, masih sedikit adanya penelitian yang terkait dalam ketepatan waktu dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah termasuk dalam hal ini di wilayah kota Bandung. Kedua, ketidaktepatan waktu dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah menjadi gambaran bahwa di wilayah Indonesia masih ada wilayah yang belum mampu melaksanakan tugasnya dengan baik. Ketiga, dampak yang ditimbulkan dari adanya ketidaktepatan waktu penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dapat pada akhirnya merugikan masyarakat selaku penerima layanan publik dan tujuan pemerintah untuk selalu memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat tidak terlaksana dengan baik. Dan Penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang hasilnya dituangkan dalam penelitian yang berjudul ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG KETEPATAN WAKTU DALAM PENYUSUNAN APBD 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah penelitian di atas, maka masalah yang dapat diidentifikasi oleh penulis adalah faktor-faktor apa saja yang menjadi

9 pendorong terjadinya ketepatan waktu dalam penyusunan APBD di kota Bandung? 1.3. Maksud Tujuan Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan data-data yang berkaitan dengan faktor-faktor pendorong terjadinya ketepatan waktu dalam penyusunan APBD di kota Bandung sebagai bahan analisis dalam menyusun Skripsi serta menambah ilmu pengetahuan. Adapun tujuan penelitian dalam menyusun skripsi ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor pendorong terjadinya ketepatan waktu dalam penyusunan APBD di kota Bandung. 1.4. Kegunaan Penelitian Hasil dari laporan Skripsi ini, diharapkan dapat berguna bagi beberapa pihak, antara lain: 1. Untuk Kepentingan Ilmiah a. Dalam dunia akademis dan praktis, bagi peneliti, menambah khasanah ilmu pengetahuan. b. Bagi para akademisi hasil penelitian ini diharapkan dapatmemberikan kontribusi terhadap pengembangan literatur Akuntansi Sektor Publik (ASP) terutama pengembangan sistem pengendalian manajeman di sektor publik. c. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan oleh pembaca atau peneliti lain sebagai referensi atau dasar untuk penelitian lanjutan.

10 2. Untuk kepentingan praktis setelah di analisis faktor-faktor pendorong tersebut diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi penyelesaian sekaligus pencegahan terjadinya keterlambatan penyusunan APBD. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data dan menjawab masalah yang sedang diteliti, penulis memperoleh data dari Pemerintah Kota Bandung yang bertempat di Jl. Wastukencana No.2 Bandung. Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Maret sampai selesai tahun 2013.