BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi

Powered by TCPDF (

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

No.1119, 2014 KEMENHAN. Krisis Kesehatan. Penanganan. Penanggulangan Bencana. Pedoman.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

KERENTANAN (VULNERABILITY)

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencapai 50 derajat celcius yang menewaskan orang akibat dehidrasi. (3) Badai

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

DIREKTORAT BINA UPAYA KESEHATAN DASAR PERAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DASAR DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011

PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG PROSEDUR DAN MEKANISME PENYALURAN CADANGAN BERAS PEMERINTAH UNTUK PENANGANAN TANGGAP DARURAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

MANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGADA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

TENTANG MEKANISME KOORDINASI BANTUAN KESEHATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN DAN TENTARA NASIONAL DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA MEDAN

BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BAB 1 : PENDAHULUAN. Samudera Pasifik yang bergerak kearah barat-barat laut dengan kecepatan sekitar 10

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BALIKPAPAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 83 TAHUN 2017

BAB III LANDASAN TEORI

- 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2009 DEPARTEMEN PERTAHANAN. Bantuan Kesehatan. Penanggulangan Bencana. Pedoman.

Empowerment in disaster risk reduction

PENERAPAN KERANGKA KERJA BERSAMA SEKOLAH AMAN ASEAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. berada di kawasan yang disebut cincin api, kondisi tersebut akan

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG

PENANGGULANGAN BENCANA NON ALAM MENGHADAPI PENINGKATAN ANCAMAN EMERGING INFECTIOUS DISEASE

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas.

MITIGASI BENCANA BENCANA :

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

2015, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASKA BENCANA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN KENDAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Suatu bencana alam adalah kombinasi dari konsekuensi suatu resiko alami

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan gunung berapi, banjir, angin puting beliung dan kekeringan, maupun yang disebabkan oleh ulah manusia dalam pengolahan sumberdaya dan lingkungan serta konflik antar kelompok masyarakat (Depkes, RI, 2006). Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, resiko, dan dampak bencana. Penyelenggaraan bencana meliputi tahap prabencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana (UU, Penanggulangan Bencana, No 24 Tahun 2007). Semula penanggulangan bencana lebih ditekankan kepada bantuan kemanusiaan dan pertolongan darurat. Saat ini penanggulangan bencana juga dilakukan melalui pengurangan resiko bencana, disamping tetap memberikan bantuan kemanusiaan dan pertolongan darurat saat terjadi bencana, dilakukan juga upaya upaya penting untuk pengurangan resiko bencana dalam jangka panjang yang diintegrasikan dalam program pembangunan. Ini adalah cara yang lebih efektif untuk menyelamatkan nyawa manusia dan mengurangi kerugian akibat bencana. Perubahan

ini disebut perubahan pola pikir dalam penanganan bencana, yang semula bersifat menunggu sampai terjadi bencana baru bertindak memberi bantuan kemanusian dan pertolongan darurat, berubah menjadi bersifat pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan menghadapi bencana (Disaster Risk Reduction Aceh, 2011). Hal ini juga sejalan dengan kerangka kerja aksi Hyogo 2005-2015, membangun ketahanan bangsa dan masyarakat terhadap bencana yang merumuskan tiga hal yang perlu diperhatikan : (1) menginterasikan pengurangan resiko bencana kesetiap kebijakan dan perencanaan pembangunan berkelanjutan, (2) membangun dan memperkuat kelembagaan, mekanisme, dan kemampuan dalam ketahanan menghadapi bencana, (3) memasukkan pendekatan pengurangan resiko bencana secara sitematik dalam pelaksanaan kesiapsiagaan menghadapi bencana, tanggap darurat, dan pemulihan serta rehabilitasi bagi masyarakat yang terkena bencana (Nurjanah, 2011). Kesiapsiagaan adalah program pembangunan jangka panjang yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan seluruh potensi sumberdaya di wilayah agar dapat menanggulangi masalah kesehatan akibat kedaruratan dan bencana secara efisien dari tahap tanggap darurat sampai rehabilitasi secara berkesinambungan sebagai bagian dari pembangunan kesehatan yang menyeluruh (World Health Organization, 2009). Kesiapsiagaan adalah tindakan untuk meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang diperlukan agar berada dalam keadaan siap untuk merespon jika terjadi bencana (Depkes, 2005).

Kejadian bencana umumnya berdampak merugikan. Rusaknya sarana dan prasarana fisik (perumahan penduduk, bangunan perkantoran, sekolah, tempat ibadah, sarana jalan, jembatan dan lain lain) hanyalah sebagian kecil dari dampak bencana disamping masalah kesehatan seperti korban luka, penyakit menular tertentu, menurunnya status gizi masyarakat, stres pasca trauma, dan masalah psikososial lainnya, bahkan korban jiwa. Bencana dapat pula mengakibatkan terjadinya arus pengungsian penduduk ke lokasi lokasi yangg dianggap aman. Hal ini tentu menimbulkan masalah kesehatan baru diwilayah yang menjadi tempat penampungan pengungsi, mulai dari munculnya kasus penyakit dan masalah gizi serta masalah reproduksi hingga masalah penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, penyediaan air bersih, sanitasi serta menurunnya kualitas kesehatan lingkungan (Depkes RI, 2006). Penanggulangan krisis akibat bencana merupakan serangkaian kegiatan bidang kesehatan untuk mencegah, menjinakkan (mitigasi) ancaman/bahaya yang berdampak pada aspek kesehatan masyarakat, mensiapsiagakan sumberdaya kesehatan, menanggapi kedaruratan kesehatan, memulihkan (rehabilitasi) serta membangun kembali (rekonstruksi) infrastruktur kesehataan yang rusak akibat bencana secara lintas program dan lintas sektor (Kemenkes RI, 2011). Salah satu kendala yang sering dijumpai dalam upaya penanggulangan krisis di daerah bencana adalah kurangnya SDM (Sumber Daya Manusia) kesehatan yang dapat difungsikan dalam penanggulangan krisis akibat bencana yang terjadi. Kekurangan tenaga tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain keadaan tenaga sebelum bencana memang sudah terbatas baik dari segi jumlah dan jenisnya

atau adanya tenaga kesehatan yang menjadi korban pada saat terjadi bencana (Kemenkes RI, 2011). Dikatakan bahwa kunci utama penanganan bencana terdapat pada pendidikan kepada penduduk, namun demikian yang penting adalah siapakah yang akan melaksanakan pendidikan kepada penduduk. Tingkat spesialis mereka pun berbeda beda seperti kelompok yang memiliki kompetensi tertentu yang bermanfaat pada saat pelaksanaan penanggulangan bencana, tenaga ahli untuk manajemen kehidupan di tempat pengungsian, tenaga ahli untuk keamanan dan informasi, bagaimana pun juga yang penting adalah bukan membina SDM khusus untuk bencana akan tetapi pelatihan yang berkelanjutan supaya SDM yang biasanya menangani fungsi tersebut pada saat normal bisa menerapkan fungsi tersebut pada saat normal bisa menerapkan fungsi tersebut pada saat darurat (Keperawatan Bencana, 2007) Keberhasilan penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana ditentukan oleh kesiapan masing masing unit kesehatan yang terlibat, manajemen penanganan bencana serta kegiatan pokok seperti penanganan korban massal, pelayanan kesehatan dasar di pengungsian, penanggulangan dan pengendalian penyakit, penyediaan air bersih dan sanitasi, penanganan gizi darurat, penanganan kesehatan jiwa, serta pengelolaan logistik dan perbekalan kesehatan (Kemenkes, 2011). Berdasarkan hasil pemantauan Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana, Kementerian Kesehatan (2011), selama tahun 2006 sampai 2009 telah terjadi ekskalasi kejadian maupun jumlah korban akibat bencana. Kejadian bencana tercatat meningkat dari 162 kali (2006), 205 kali (2007), dari 271 kali

(2009). Jumlah korban yang meninggal, hilang luka berat dan ringan tercatat 298.550 orang (2006), 353.885 orang (2007), dan 57.753 orang (2009). Dampak kerugian akibat bencana secara fisik umumnya adalah rusaknya berbagai sarana dan prasarana fisik seperti pemukiman, bangunan fasilitas pelayanan umum, dan sarana transportasi. Namun demikian, dampak yang lebih mendasar adalah timbulnya permasalahan kesehatan dan gizi pada kelompok masyarakat korban bencana akibat rusaknya sarana pelayanan kesehatan, terputusnya jalur ditribusi pangan, rusaknya sarana air bersih dan sanitasi lingkungan yang buruk. Masalah gizi yang biasa timbul adalah kurang gizi pada bayi dan anak yang berumur dibawah dua tahun (Baduta), bayi tidak mendapatkan air susu ibu karena terpisah dari ibunya, dan semakin memburuknya status gizi kelompok masyarakat yang sebelum bencana memang dalam kondisi bermasalah. Kondisi ini diperburuk dengan bantuan makanan yang sering terlambat, tidak berkesinambungan, serta terbatasnya ketersediaan pangan lokal (Kemenkes, 2010). Masalah lain yang sering muncul adalah bantuan pangan dari dan luar negeri yang mendekati atau melewati masa kadaluarsa tidak disertai label halal dan melimpahnya bantuan susu formula dan botol susu. Masalah tersebut diperburuk dengan kurangnya pengetahuan dalam penyiapan makanan buatan lokal khusus untuk bayi. Dalam pelaksanaan, upaya penanganan gizi dalam situasi darurat merupakan rangkaian kegiatan dimulai sejak sebelum terjadinya bencana melalui pembekalan tentang penanganan gizi dalam situasi darurat kepada tenaga gizi yang terlibat dalam

penanganan bencana. Semua dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas tenaga gizi (Kemenkes RI, 2010). Kemampuan adalah upaya atau tindakan yang dapat dilakukan seseorang atau masyarakat untuk mengurangi korban jiwa, kerugian harta benda atau kerusakan. Dengan kata lain kemampuan merupakan penguasaan sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki seseorang atau masyarakat yang memungkinkan mereka untuk mempertahankan dan mempersiapkan diri, mencegah, mengurangi, menanggulangi, meredam resiko bencana, serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana (Disaster Rsik Reduction Aceh, 2011). Keberadaan wilayah Kabupaten Aceh Besar jika ditinjau dari berbagai jenis bencana cukup memiliki tingkat kerawanan yang membutuhkan kesiapsiagaan. Kabupaten Aceh Besar merupakan wilayah yang memiliki indeks risiko tinggi untuk bencana gempa bumi, tsunami, gunung api, gerakan tanah, banjir, kebakaran hutan, kebakaran gedung dan pemukiman. Selain itu bencana kekeringan dan erosi untuk wilayah Aceh Besar tergolong dalam indeks risiko sedang (Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2010-2014). Selama ini penangulangan bencana di bidang kesehatan pada Dinas Kesehatan Kabapaten Aceh Besar terdapat di bawah seksi pelayanan medik, dimana tenaga gizi belum dilibatkan secara langsung dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana, tenaga gizi juga belum pernah mendapatkan sosialisasi mengenai bagaimana seharusnya bertindak jika terjadi bencana di wilayah kerja. Koordinasi juga masih dirasakan kurang sehingga hanya jika telah ditemukan kasus gizi buruk, barulah

kemudian tenaga gizi dilibatkan, padahal jika tenaga gizi ikut dalam tim kesehatan tersebut, dapat melakukan pemantauan sehingga munculnya kasus gizi buruk sudah dapat diidentifikasi lebih awal ketika masih berada dalam kondisi gizi kurang. Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki ancaman bahaya dari berbagai jenis bencana yang membutuhkan kesiapsiagaan semua unsur, dimana salah satunya adalah sumber daya tenaga kesehatan terutama tenaga gizi dalam penanggulangan bencana. Kesiapsiagaan yang dimaksud ini merupakan upaya upaya yang difokuskan kepada pengembangan rencana rencana menghadapi bencana. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk menganalis kesiapsiagaan tenaga gizi menghadapi gizi darurat pada bencana di Kabupaten Aceh Besar. 1.2. Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang penelitian tersebut diatas maka rumusan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kesiapsiagaan tenaga gizi menghadapi gizi darurat pada bencana di Kabupaten Aceh Besar. 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk menganalisis kesiapsiagaan tenaga gizi menghadapi gizi darurat pada bencana di Kabupaten Aceh Besar.

1.4. Manfaat Penelitian 1. Sebagai masukan bagi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana dalam rangka pengembangan sumberdaya manusia kesehatan. 2. Sebagai masukan bagi Badan Penanggulangan Bencanan Daerah Aceh Besar 3. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar selaku pelaksana pelayanan gizi darurat kepada masyarakat ketika bencana terjadi.