BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan yang strategis serta

dokumen-dokumen yang mirip
Keywords: Posyandu, cadres knowledge, infant and under five children growth monitoring

BAB I PENDAHULUAN. Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan. kualitas sumberdaya manusia yang mengoptimalkan potensi tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pertumbuhan dan perkembangan secara keseluruhan. Guna. mendukung pertumbuhan dan perkembangan balita, orang tua perlu

BAB I PENDAHULUAN. upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk mencapai kemampuan hidup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan Posyandu secara sukarela. (Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 19 tahun

BAB I PENDAHULUAN. pertama kali posyandu diperkenalkan pada tahun 1985, Posyandu menjadi. salah satu wujud pemberdayaan masyarakat yang strategis

BAB 1 PENDAHULUAN. kurang berfungsinya lembaga-lembaga sosial dalam masyarakat, seperti posyandu

BAB I PENDAHULUAN. apabila prasyarat keadaan gizi yang baik terpenuhi. Masalah gizi yang sering

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ismawati tahun 2010 (dalam Ariyani dkk, 2012), posyandu

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan berat

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan terdepan. Posyandu dilaksanakan oleh masyarakat itu sendiri dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dapat diartikan bahwa anak tidak meninggal pada awal - awal

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesehatan termasuk dalam hal gizi. Hal ini terbukti dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

- Umur : tahun. - Pendidikan Terakhir : 1. SD 2. SMP 3. SMA 4. Akademi/Diploma 5. Perguruan Tinggi

BAB 1 PENDAHULUAN. Motivasi merupakan keadaan dalam pribadi seseorang yang. mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna

BAB I PENDAHULUAN. (Departemen Kesehatan, 2009). Di Indonesia tahun 2012 tercatat jumlah bayi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu faktor genetik dan non genetik, seperti lingkungan, nutrisi, dan penyakit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anak usia bawah lima tahun (balita) adalah anak yang berusia 0 59 bulan.

BAB I PENDAHULUAN. Usia antara 0-5 tahun adalah merupakan periode yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. rawan terhadap masalah gizi. Anak balita mengalami pertumbuhan dan. perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dan bisa dijadikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Balita termasuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pelayanan kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan dan pelatihan. Kader posyandu mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. Kader merupakan tenaga non kesehatan yang menjadi. penggerak dan pelaksana kegiatan Posyandu. Kader merupakan titik sentral dalam

Kata Kunci: Alat ukur panjang badan, kader posyandu, stunting

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberdayaan masyarakat atau kader posyandu (Depkes, 2007). Menurut MDGs (Millenium Development Goals) di tingkat ASEAN, AKB

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang kekurangan gizi dengan indeks BB/U kecil dari -2 SD dan kelebihan gizi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sedangkan ukuran kesejahteraan masyarakat. sasaran yang membutuhkan layanan (Depkes RI, 2006).

BAB 1 : PENDAHULUAN. sedini mungkin, bahkan sejak masih dalam kandungan. Usaha untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. perlu dilakukan karena kesehatan bukan tanggung jawab pemerintah saja, namun

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dibidang kesehatan mempunyai arti penting dalam. kehidupan nasional, khususnya didalam memelihara dan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) tahun menitikberatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Populasi lansia pada masa ini semakin meningkat, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yaitu ukuran fisik. penduduk (Depkes, 2004). Guna menyukseskan hal tersebut maka

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (pos pelayanan terpadu) di wilayah kerja Puskesmas Tampaksiring I sesuai data

BAB I PENDAHULUAN. merupakan strategi pemerintah yang ditetapkan pada kementrian kesehatan untuk. segera dapat diambil tindakan tepat (Mubarak, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya bayi dan balita. Tujuan Posyandu adalah menunjang penurunan Angka

BETTY YULIANA WAHYU WIJAYANTI J.

BAB I PENDAHULUAN. memprihatinkan karena mengancam kualitas sumber daya manusia yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyelenggaraan pembangunan kesehatan dasar terutama ibu, bayi dan anak balita

BAB 1 PENDAHULUAN. umum. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut dilakukan upaya kesehatan yang. masyarakat dengan peran serta aktif masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. digantikan oleh apapun juga. Pemberian ASI ikut memegang peranan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. ganda yaitu masalah kurang gizi dan gizi lebih. Kurang energi protein (KEP) pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Perancangan sistem..., Septiawati, FKM UI, Univerasitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan oleh pita warna hijau muda sampai hijau tua.

BAB I PENDAHULUAN. masalah gizi utama yang perlu mendapat perhatian. Masalah gizi secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. target Millenium Depelopment Goals (MDGs) Dimana angka kematian bayi

BAB I PENDAHULUAN. penyakit menular mengutamakan aspek promotif dan preventif dengan membatasi

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai individu yang berada pada rentang usia tahun (Kemenkes RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB I PENDAHULUAN. gizi anak balitanya. Salah satu tujuan posyandu adalah memantau peningkatan status

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Upaya Kader Posyandu Dalam Peningkatan Status Gizi Balita di Kelurahan Margasuka Kota Bandung

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Upaya meningkatkan derajat kesehatan ibu dan balita sangatlah penting,

Cara Menimbang Menggunakan Timbangan Dacin dan Cara Mencatat Hasil Timbangan Dalam Kartu Menuju Sehat.

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam kebijakan Indonesia sehat 2010 ( Dinkes Makassar, 2006 )

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di bidang kesehatan (Temu Karya Kader Posyandu dan Kader PKK se

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pembangunan kesehatan, yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya yang tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-empat

BAB I PENDAHULUAN. gizi buruk. Untuk menanggulangi masalah tersebut kementerian. kesehatan (kemenkes) menyediakan anggaran hingga Rp 700 miliar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat atau biasa juga disebut sebagai PHBS

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor yang perlu diperhatikan dalam menjaga kesehatan, karena masa balita

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Makanan memiliki peranan penting dalam tumbuh kembang

BAB IPENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Balita menjadi istilah umum bagi anak dengan usia dibawah 5 tahun (Sutomo

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan suatu bangsa tergantung pada keberhasilan

BAB 1 GAMBARAN PROGRAM PUSKESMAS KALIPARE TAHUN 2015

Oleh : VINELLA ISAURA No. BP

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) mengacu pada jumlah kematian ibu yang terkait

BAB I PENDAHULUAN. suatu tindakan memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (SDKI) tahun 2012 adalah 40 kematian per 1000 kelahiran hidup. Di Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kematian bayi, anak balita dan angka kelahiran, tergantung pada keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan penduduk Indonesia meningkat setiap tahunnya. Keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita adalah masa yang membutuhkan perhatian lebih dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat di Indonesia masih rendah disebabkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. dan menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita. World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mempunyai makna mengonsumsi empat kelompok makanan setiap hari dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status

Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Kader Kesehatan Dengan Pelayanan Posyandu

BAB I PENDAHULUAN. Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan 3 pilar utama yaitu paradigma

BAB I PENDAHULUAN. Peran serta masyarakat di bidang kesehatan sangat besar. Wujud nyata

BAB I PENDAHULUAN. rangka mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas, terlebih pada

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu Air Susu Ibu merupakan makanan yang terbaik untuk bayi, karena

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang. Di Indonesia penyakit diare menjadi beban ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN. besar terhadap kesejahteraan manusia. Setiap kegiatan dan upaya untuk

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan yang strategis serta berfungsi sebagai media promosi maupun sarana pemantauan pertumbuhan bayi dan balita. Kegiatan Posyandu diharapkan dapat mendeteksi kasus gizi buruk secara dini di masyarakat sehingga tidak berkembang menjadi kejadian luar biasa. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan penyelenggaraan Posyandu dalam Kemenkes RI (2010), yaitu untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian bayi dan balita serta mengoptimalkan potensi tumbuh kembang anak melalui program penimbangan. Pemantauan pertumbuhan merupakan kegiatan yang penting dalam rangka kewaspadaan gizi bayi dan balita. Menurut Kemenkes RI (2011), kegiatan ini mempunyai tiga tujuan penting, yaitu mencegah bertambah buruknya keadaan gizi, mempertahankan keadaan gizi yang baik, dan meningkatkan keadaan gizi. Apabila ketiga tujuan tersebut dapat dilaksanakan oleh petugas kesehatan, kader, dan masyarakat dengan baik, maka penurunan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk dapat segera terwujud. Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, kecenderungan frekuensi pemantauan pertumbuhan anak umur 6-59 bulan di Posyandu yang lebih dari empat kali penimbangan pada enam bulan terakhir sedikit menurun pada tahun 2013 yaitu sebesar 44,6% dibanding tahun 2007 yang mencapai angka 45,4%. Sedangkan anak umur 6-59 bulan yang tidak pernah ditimbang dalam enam bulan terakhir meningkat dari 25,5% pada tahun 2007 menjadi 34,3% pada 1

2 tahun 2013. Berdasarkan provinsi yang ada di Indonesia, frekuensi penimbangan yang lebih dari empat kali dalam enam bulan terakhir tertinggi adalah di DI Yogyakarta (79,0%) dan terendah di Sumatera Utara (12,5%). Secara nasional status gizi anak di Indonesia masih menjadi masalah. Berdasarkan data dari Riskesdas (2013), prevalensi berat-kurang pada tahun 2013 adalah 19,6% yang terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Berarti masalah gizi berat-kurang di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang mendekati prevalensi tinggi. Prevalensi masalah gizi pada tahun 2013 juga meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2007 (18,4%) dan tahun 2010 (17,9%). Terdapat 19 dari 33 provinsi di Indonesia yang memiliki prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di atas angka prevalensi nasional, yaitu berkisar antara 21,2% sampai dengan 33,1% dan Sumatera Utara berada pada urutan ke-16. Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Kota Medan tahun 2012, jumlah kasus gizi kurang dan gizi buruk yang ada di Kota Medan adalah sebanyak 1491 yang terdiri dari 1367 gizi kurang dan 124 gizi buruk. Kasus gizi kurang dan gizi buruk ini tersebar pada wilayah kerja 39 Puskesmas di Kota Medan. Salah satu Puskesmas yang jumlah gizi kurang dan gizi buruknya cukup banyak dan meningkat dari tahun 2012 hingga tahun 2013 adalah Puskesmas Desa Lalang. Terdapat 30 kasus pada tahun 2012, terdiri dari 25 gizi kurang dan 5 gizi buruk yang tersebar pada 31 unit Posyandu di wilayah kerjanya. Berdasarkan Profil Puskesmas Desa Lalang tahun 2013, jumlah kasus gizi kurang dan gizi buruk yang ada di wilayah kerja Puskesmas tersebut adalah 43 kasus yang terdiri dari 38 gizi kurang dan 5 gizi buruk. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan kasus gizi kurang sebesar 52% di

3 wilayah kerja Puskesmas tersebut, sedangkan jumlah kasus gizi buruk tidak mengalami perubahan dari tahun 2012 hingga tahun 2013. Hal ini terlihat pula pada cakupan hasil penimbangan yang tidak mencapai target, yaitu sebesar 74,04% pada tahun 2013. Menurut Sukiarko (2007), salah satu penyebab terjadinya peningkatan kasus gizi kurang adalah kurang berfungsinya lembaga-lembaga sosial dalam masyarakat, seperti Posyandu. Akibatnya, pemantauan status gizi pada bayi dan balita tidak terlaksana dengan optimal. Ada tidaknya masalah gizi di suatu daerah tidak terlepas dari peranan kader dalam menyelenggarakan Posyandu. Kader merupakan pelayan kesehatan (health provider) yang memiliki frekuensi tatap muka lebih sering dengan masyarakat daripada petugas kesehatan lainnya sehingga kader lebih tahu tentang harapan dan kebiasaan masyarakat (Simanjuntak, 2012). Peran kader terhadap Posyandu sangat besar mulai dari tahap perintisan, penghubung dengan lembaga yang menunjang penyelenggaraan Posyandu, sebagai perencana pelaksana dan sebagai pembina serta sebagai penyuluh untuk memotivasi masyarakat agar berperan serta dalam kegiatan Posyandu di wilayahnya. Oleh karena itu, kader dapat dikatakan garda terdepan dalam pelayanan kesehatan untuk masyarakat melalui Posyandu. Namun menurut Kemenkes RI (2012), masih banyak kader yang belum memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam melaksanakan tugasnya. Kader sebaiknya mampu mengelola Posyandu dengan baik sehingga fungsi Posyandu dapat dimanfaatkan dengan optimal oleh masyarakat di wilayahnya. Menurut Setijowati, Wirawan, dan Mbeo (2012), kader seharusnya memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam pemantauan pertumbuhan karena hasil dari

4 kegiatan ini dibutuhkan dalam memberikan intervensi terhadap keadaan pertumbuhan bayi dan balita. Jika hasil pemantauan pertumbuhan tidak tepat, maka dapat menyebabkan interpretasi status gizi yang salah dan berakibat pula pada kesalahan dalam pengambilan keputusan untuk penanganan masalah gizi. Penelitian Sumiatun, Subagyo, dan Sukardi (2012) di Desa Musir Kidul Kecamatan Rejoso Kabupaten Nganjuk menggambarkan bahwa kader telah melaksanakan perannya sebesar 80% di meja I, 76% di meja II, 44% di meja III dan hanya 16% kader yang sudah melaksanakan perannya di meja IV. Menurutnya, faktor dominan yang menyebabkan peran kader di meja III dan IV masih kurang adalah karena pengetahuan dan keterampilan kader yang kurang, serta belum mendapatkan pelatihan secara berkala bagi kader yang masih baru. Penelitian Irma (2013) di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang juga menyebutkan bahwa lebih dari setengah kader di Posyandu tersebut tidak terampil dalam melaksanakan tugasnya (54,1%), sedangkan faktor yang paling berpengaruh terhadap keterampilan tersebut adalah pengetahuan kader. Pemantauan pertumbuhan bayi dan balita perlu ditingkatkan peranannya dalam tindak kewaspadaan untuk mencegah buruknya keadaan gizi melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader dalam melaksanakan tugasnya di Posyandu. Penelitian Fitrianigrum (2010) menyebutkan bahwa kader yang mempunyai pengetahuan yang baik (77%) belum tentu keterampilannya juga baik (22,9%) dalam melakukan pemantauan pertumbuhan. Penelitian Hamariyana (2011) juga menunjukkan hal yang serupa, bahwa kader yang pengetahuannya baik adalah sebesar 48,6%, sedangkan kader yang terampil dalam menilai kurva pertumbuhan

5 balita hanya 25,7%. Namun dari kedua penelitian tersebut diketahui bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan keterampilan kader dalam melaksanakan tugasnya di Posyandu. Menurut Jaya et al. (2010), terdapat hubungan pengetahuan dan keterampilan kader dengan capaian pemantauan pertumbuhan balita di Kabupaten Lombok Barat. Capaian pemantauan pertumbuhan balita dapat menggambarkan kinerja kader dalam melaksanakan kegiatan Posyandu. Jika pengetahuan dan keterampilan kader baik, maka capaian pemantauan pertumbuhan balita akan baik. Apabila capaian pemantauan pertumbuhan di Posayndu tersebut baik, maka diharapkan status gizi bayi dan balita juga baik sehingga prevalensi masalah gizi kurang dan gizi buruk tidak meningkat. Poduktivitas suatu Posyandu dalam memantau pertumbuhan bayi dan balita tentu saja tidak terlepas dari kinerja kadernya. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas Posyandu adalah pengetahuan dan keterampilan kader. Kader yang kinerjanya bagus merupakan kader yang memiliki pengetahuan baik dan terampil dalam menjalankan tugasnya. Jika tugasnya tidak terlaksana dengan baik, maka kader tersebut dapat dikatakan kurang terampil. Survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti terhadap 10 orang kader di lokasi penelitian menghasilkan bahwa masih terdapat kader yang melakukan kesalahan dalam melaksanakan tugasnya. Beberapa hal yang dapat menyebabkan kesalahan dalam memperoleh hasil pemantauan pertumbuhan bayi dan balita, yaitu penimbangan yang tidak dilakukan dengan benar. Sebagian besar bayi ditimbang tanpa harus melepas sepatu, jaket, popok yang basah ataupun topi padahal seharusnya

6 penimbangan dilakukan dengan pakaian bayi dan balita seminimal mungkin. Kemudian saat bandul dacin diletakkan pada angka nol, paku timbang pada dacin tidak tegak lurus karena adanya beban dari sarung atau kain yang digantung pada dacin tersebut sehingga hasil penimbangan seharusnya dikurangi dengan berat sarung atau kain. Kesalahan ini tidak mendapat perhatian dari kader sehingga hasil penimbangan anak berlebih dari berat badan yang sebenarnya. Kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita merupakan pertanda bahwa kurangnya keterampilan kader dalam kegiatan tersebut. Keterampilan kader yang kurang baik dapat juga disebabkan oleh karena tidak adanya pergantian tugas. Artinya kader hanya bertugas pada kegiatan yang sama pada setiap bulannya sehingga kader tidak terampil dalam menjalankan setiap tugas yang ada di Posyandu. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti gambaran pengetahuan dan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang tahun 2014. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran pengetahuan dan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang tahun 2014. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang.

7 1.3.2 Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang. 1.4 Hipotesis Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan keterampilan kader dalam pemantauan pertumbuhan bayi dan balita di wilayah kerja Puskesmas Desa Lalang tahun 2014. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Sebagai informasi bagi pihak Puskesmas tentang gambaran pengetahuan dan keterampilan kader di wilayah kerjanya sehingga menjadi bahan evaluasi serta masukan untuk perencanaan dalam melakukan pembinaan kader di masa yang akan datang. 2. Sebagai bahan evaluasi bagi kader Posyandu tentang pengetahuan dan keterampilannya dalam memantau pertumbuhan bayi dan balita.