BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah Muhamad Irdan Rusyaman, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan UMKM di Indonesia dari tahun telah. Tabel 1.1. Jumlah Unit UMKM dan Industri Besar

2015 PENGARUH KREATIVITAS, INOVASI DAN DIFERENSIASI PRODUK TERHADAP LABA PENGUSAHA

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO

BAB I PENDAHULUAN. Tasikmalaya merupakan kota yang terletak di selatan Jawa Barat. Sejarah

BAB II PAYUNG GEULIS KHAS TASIKMALAYA. 2.1 Sejarah Singkat Payung Geulis Tasikmalaya

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menjadi sumber pendapatan bagi beberapa negara di dunia. Pada tahun 2011,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan Undang-undang Nomor 22

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Deskripsi Judul Taman dan Galeri Kota Tasikmalaya

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata, untuk sebagian negara industri ini merupakan pengatur dari roda

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kabupaten Bandung Potensi Daya Tarik Wisata Kabupaten Bandung

2 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Tahun Anggaran 2013; Mengingat : Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.07/2013 tentang Perkiraan Alokas

BAB II ESTETIKA DAN MOTIF BUNGA DALAM KAJIAN LITERATUR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian yang unik dibandingkan dengan propinsi lain di mana pilar-pilar

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mampu menunjang kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. potensi keindahan dan kekayaan alam Indonesia. Pemanfaatan disini bukan berarti

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata adalah suatu kegiatan yang unik, karena sifatnya yang sangat

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG TARIF RETRIBUSI TEMPAT REKREASI DAN OLAHRAGA

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ana Fajriasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. adalah industri kerajinan bordir. Persaingan di dunia perusahaan bordir di

Sumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia (2012)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Usaha Kecil, Menengah (UKM) dan Usaha Besar (UB) di Jawa Barat Tahun

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 03/PMK.07/2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Era perdagangan bebas memiliki dampak bagi setiap negara untuk berupaya

STRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS PADA DIVA CAKE AND COOKIESDI KABUPATEN SUMEDANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan ini semakin dirasakan oleh daerah terutama sejak diberlakukannya

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 40 / PMK.07 / 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Industri Pariwisata merupakan sektor terpenting dalam suatu negara karena dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini merupakan paparan pendahuluan yang menunjukkan gejala-gejala

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bab i PENDAHULUAN. Tingkat II yaitu Kabupaten dan Kota dimulai dengan adanya penyerahan

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

2011, No sebesar selisih antara alokasi definitif dengan jumlah dana yang telah disalurkan dari tahap I sampai dengan tahap II; c. bahwa berdasa

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang semakin arif dan bijaksana. Kegiatan pariwisata tersebut

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 169 / PMK.07 / 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yogyakarta merupakan salah satu daerah otonom di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, selain Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. dan lain-lain oleh masing-masing destinasi pariwisata. melayani para wisatawan dan pengungjung lainnya 1

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia selama lima tahun terakhir. Pada tahun 2015 lalu, sektor pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia demi mencapai masyarakat yang sejahtera. Namun, mengingat Negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewan Perjalanan dan Wisata Dunia (World Travel and Tourism Council) angka

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 17/PMK.07/2009 TENTANG

2014, No Mengingat Nomor 23/PMK.07/2013 tentang Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Pertambangan Umum Tahun Anggaran 2013; : Pera

BUPATI BELITUNG TIMUR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi global. Dari tahun ke tahun, jumlah. kegiatan wisata semakin mengalami peningkatan.

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

DAFTAR ISI. ABSTRACT... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 160.2/PMK.07/2008 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 131.1/PMK.07/2007 TENTANG

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

BAB I PENDAHULUAN. maupun wilayahnya sebagai daerah wisata hingga mampu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN

(1) Pendapatan Negara dalam Tahun Anggaran 1994/1995 adalah sebesar Rp (tujuh puluh enam triliun dua ratus lima puluh lima

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai organisasi internasional antara lain PBB, Bank Dunia dan

BAB I PENDAHULUAN. makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS TAHUN 2013 NOMOR 5

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1998 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1996/1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT,

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata terus dikembangkan dan menjadi program pembangunan nasional Sumber : World Tourism Organization (2015)

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

BAB I PENDAHULUAN. penghasil devisa terbesar di bawah minyak dan gas bumi, batu bara, minyak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 05/PMK.07/2007 TENTANG

Kegiatan Belajar 1: Mengkonstruksi Industri Pariwisata

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. dipandang sebagai pemenuhan terhadap keinginan (hasrat) mendapatkan nilai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka pembangunan nasional di Indonesia, pembangunan

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

BAB I PENDAHULUAN. yang ditawarkannya pun semakin beraneka ragam. Setiap Pelaku usaha saling

2015 PENGARUH PERPUTARAN PERSED IAAN TERHAD AP LABA D I INDUSTRI KERAJINAN BORD IR TASIKMALAYA:

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

I. PENDAHULUAN. pulau mencapai pulau yang terdiri dari lima kepulauan besar dan 30

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 05/PMK.07/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 127/PMK.07/2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu penggerak perekonomian suatu wilayah yang terdiri dari berbagai kegiatan didalamnya. Berbagai kegiatan tersebut memiliki keterkaitan antara yang satu dengan yang lainnya dan tidak dapat dipisahkan secara satu-persatu. Dari keseluruhan kegiatan tersebut dengan tidak disadari telah membentuk suatu industri dengan sendirinya. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan dijelaskan bahwa industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata. Kota Tasikmalaya merupakan salah satu kota yang terdapat di Provinsi Jawa Barat yang memiliki berbagai potensi wisata yang dapat dikembangkan dan telah dikembangkan untuk menarik wisatawan agar berkunjung ke wilayah ini. Berikut ini merupakan data jumlah kunjungan wisatawan ke Kota Tasikmalaya pada tahun 2011-2012. Tabel 1.1 Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Kota Tasikmalaya Tahun 2011-2012 Tahun 2011 Tahun 2012 Bulan Wisman Wisnus Wisman Wisnus Januari 40 6633 32 6645 Februari 87 6743 42 6955 Maret 85 6484 35 6935 April 85 6152 51 6827 Mei 64 6055 88 6632 Juni 40 5706 66 6168 Juli 93 6063 49 6762 Agustus 111 4730 76 5443 September 87 6963 95 7769 Oktober 118 6330 174 6787 Nopember 79 7947 Belum Terdata Belum Terdata Desember 205 7090 Belum Terdata Belum Terdata Jumlah 1094 76896 708 66923 Sumber : Modifikasi Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kota Tasikmalaya

2 Pada tabel 1.1 dapat dilihat bahwa jumlah kunjungan wisatawan ke Kota Tasikmalaya mengalami fluktuatif pada setiap bulannya. Hal tersebut dikarenakan perbedaan kepentingan yang dimiliki oleh wisatawan untuk mengunjungi Kota Tasikmalaya. Terdapat repeater guest yang datang ke Kota Tasikmalaya dengan tujuan bisnis dan kunjungan kekerabatan. Disamping itu terdapat pula wisatawan yang mengunjungi Kota Tasikmalaya dengan tujuan untuk leisure dan rekreasi sehingga hanya berkunjung pada saat liburan saja. Wisatawan dengan tujuan ini yang menjadikan jumlah kunjungan wisatawan ke Kota Tasikmalaya mengalami fluktuatif. Hal tersebut diperkuat dengan apa yang diungkapkan oleh UN-WTO dalam Ismayanti (2010:7-8) menyebutkan bahwa wisatawan memiliki tiga kelompok tujuan kunjungan seperti berikut ini; leisure and recreation (vakansi dan rekreasi), Bussiness and Professional (bisnis dan profesional), other tourism purposes (tujuan wisata lain). Berdasarkan dari pemaparan diatas dan dikaitkan dengan fenomana kunjungan wisatawan ke Kota Tasikmalaya, wisatawan dengan tujuan bisnis dan profesional akan memberikan jumlah kunjungan yang tetap setiap bulannya karena kegiatan yang dilakukan bersifat periodik dan dilakukan setiap bulan. Berbanding terbalik dengan wisatawan vakansi dan rekreasi serta wisatawan dengan tujuan lainnya. Pada dasarnya mereka melakukan kunjungan berdasarkan kebutuhan mereka pada saat-saat tertentu saja dan tidak dilakukan secara periodik. Hal ini yang menjadikan pariwisata sebagai industri yang unik karena salah satu ciri pariwisata yaitu bersifat periodik. Musiman merupakan sifat yang paling unik dari kegiatan manusia yang dinamis. Adakalanya pariwisata mengalami musim ramai ketika jumlah orang yang melakukan perjalanan mencapai titik puncak, adakalanya pula tidak seorang pun melakukan perjalanan wisata. (Ismayanti, 2010:17). Namun yang menjadi perhatian disini yaitu dari jumlah kunjungan wisatawan ke Kota Tasikmalaya tersebut tidak dapat memberikan nilai yang sangat signifikan bagi perekonomian masyarakat Kota Tasikmalaya. Apabila ditinjau

3 berdasarkan Pendapatan Asli Daerah Kota Tasikmalaya, sektor pariwisata memang memberikan jumlah pendapatan yang sangat besar yang berasal dari beberapa aspek. Berikut ini merupakan data Pendapatan Asli Daerah Kota Tasikmalaya dari sektor pariwisata pada tahun 2011. Tabel 1.2 Data Pendapatan Asli Daerah Sektor Pariwisata Kota Tasikmalaya Tahun 2011 NO Uraian Target Realisasi Th Keterangan 1 RETRIBUSI Rp 51,000,000.00 Rp 58,514,500.00 Situ Gede 2 5 htl Bintang PAJAK HOTEL Rp 656,155,000.00 Rp 828,613,484.00 & 30 Non Bintang 3 PAJAK RESTORAN Rp 3,624,416,000.00 Rp 4,021,448,781.00 137 UNIT 4 5 /RUMAH MAKAN IG KEPARIWISATA AN Rp 64,747,000.00 Rp 98,629,355.00 PAJAK HIBURAN Rp 603,665,000.00 Rp 632,379,654.00 JUMLAH Rp 4,999,983,000.00 Rp 5,638,585,774.00 Sumber : Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kota Tasikmalaya tahun 2013 Perda No.3 Th 2012 Tentang Retribusi Perizinan Tertentu Karauke, bioskop, bilyard, mesin ketangkasan Pada tabel 1.2 total Pendapatan Asli Daerah Sektor Pariwisata Kota Tasikmalaya pada tahun 2011 sebesar Rp 5.638.585.774,00. Angka tersebut telah melampaui target yang telah ditetapkan yaitu sebesar Rp 4.999.983.00,00. Pajak restoran atau rumah makan memberikan kontribusi yang paling besar yaitu berkisar empat miliar rupiah yang diperoleh dari 137 unit usaha yang terdapat di Kota Tasikmalaya. Pajak hotel memberikan kontribusi terbesar kedua yaitu sekitar delapan ratus dua puluh delapan juta rupiah yang didapatkan dari 5 hotel bintang dan 30 hotel non bintang. Pajak hiburan berada diposisi ketiga dengan memberikan kontribusi berkisar enam ratus tiga puluh dua juta rupiah yang didapat dari berbagai tempat hiburan di Kota Tasikmalaya. Posisi keempat diisi oleh sektor IG Kepariwisataan sebesar sembilan puluh delapan juta rupiah yang

4 didapat dari retribusi perizinan tertentu dalam pengadaan berbagai event dan exhibition yang dilakukan di Kota Tasikmalaya. Kemudian sektor retribusi Situ Gede memberikan kontribusi yang paling sedikit yaitu berkisar lima puluh delapan juta rupiah. Hal tersebut sangat mengkhawatirkan karena Situ Gede seharusnya memberikan kontribusi yang paling besar sebagai kawasan wisata unggulan yang dimiliki oleh Kota Tasikmalaya. Situ Gede merupakan salah satu objek wisata alam yang terkenal di Kota Tasikmalaya dan seharusnya menjadi citra bagi Kota Tasikmalaya. Namun dalam kontribusinya, Situ Gede memberikan hasil yang sedikit dari retribusi yang didapatkan. Selain dari hasil tersebut, dapat dilihat pada tabel 1.3 berikut ini bahwa PAD Sektor Pariwisata Kota Tasikmalaya hanya memiliki kontribusi yang sedikit apabila mengacu kepada Pendapatan Total Kota Tasikmalaya. Tabel 1.3 Jumlah Pendapatan Kota Tasikmalaya Tahun 2011 No Jenis Uraian Jumlah Pajak Daerah 22.779.992.000 1 Pendapatan Asli Daerah Retribusi Daerah 7.690.016.000 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang 3.580.405.000 Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 70.571.665.000 Total Pendapatan Asli Daerah 104.622.078.000 Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan 61.101.259.000 Pajak 2 Dana Perimbangan Dana Alokasi Umum 476.087.274.000 Dana Alokasi Khusus 34.504.900.000 Total Pendapatan Dana Perimbangan 571.693.433.000

5 3 Lain-Lain Pendapatan yang Sah 239.389.611.000 Total Pendapatan 915.705.122.000 Sumber: Dispenda dalam Perubahan Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Tasikmalaya Tahun 2011 Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, bahwa sumber-sumber pendapatan daerah terdiri dari; Pendapatan Asli Daerah yang meliputi hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah; Dana Perimbangan; serta Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Berdasarkan Tabel 1.3 dapat dilihat bahwa Pendapatan Total Pemerintah Kota Tasikmalaya pada tahun 2011 sebesar Rp 915.705.122.000,00. Keseleruhan pendapatan tersebut berasal dari beberapa sumber seperti yang telah ditentukan dalam Undang-Undang. Dari total pendapatan tersebut, Pendapatan Asli Daerah Kota Tasikmalaya sebesar Rp. 104.622.078.000,00. Dari keseluruhan Pendapatan Asli Daerah itu, sektor Pariwisata berkontribusi sebesar Rp. 5,638,585,774.00 yang dimana jumlah tersebut hanya sebesar 5,39% dari total PAD Kota Tasikmalaya. Apabila mengacu terhadap data PDRB Kota Tasikmalaya, sektor perdagangan justru memberikan kontribusi yang lebih besar bagi perekonomian Kota Tasikmalaya. Sektor perdagangan yang dimiliki oleh Kota Tasikmalaya berasal dari home industry yang dilakukan oleh masyarakat lokal dengan tetap memelihara tradisi yang telah ada dan berkembang sebagai bentuk kearifan lokal warga sekitar. Produk-produk unggulan yang diperdagangkan merupakan produkproduk kerajinan tangan dari masyarakat Kota Tasikmalaya. Produk-produk tersebut pada akhirnya dikenal menjadi industri kreatif Kota Tasikmalaya. Menurut data berikut ini, dapat dilihat bahwa pada tahun 2011 sektor perdagangan dari industri kreatif Kota Tasikmalaya masih lebih unggul apabila dibandingkan

6 dengan sektor pariwisata. Pada tabel 1.4 berikut ini dapat dilihat jumlah keuntungan yang diperoleh berdasarkan nilai produksi yang dihasilkan dari produk-produk industri kreatif Kota Tasikmalaya. Tabel 1.4 Data Produk Unggulan Kota Tasikmalaya Tahun 2011 No PRODUK UNGGULAN UNIT USAHA TENAGA KERJA NILAI INVESTASI (Rp 000) NILAI PRODUKSI (Rp 000) 1 BORDIR 1.264 12.245 65.436.217 615.377.827 2 KERAJINAN ANYAMAN 177 2.361 7.524.135 89.791.268 3 KERAJINAN ANYAMAN 76 636 1.093.038 10.326.212 BAMBU 4 ALAS KAKI 495 5.679 35.366.442 969.246.319 5 MEUBEL 253 1.705 10.619.261 530.261.123 6 BATIK 42 475 1.992.766 112.199.820 7 PAYUNG GEULIS 5 50 8.144.000 367.532.800 8 MAKANAN OLAHAN 485 3.792 39.080.588 173.402.535 J U M L A H 2.797 26.943 161.193.887 2.868.137.904 Sumber : Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kota Tasikmalaya tahun 2013 Pada tabel 1.4 dapat dilihat bahwa dari sektor perdagangan produk unggulan industri kreatif Kota Tasikmalaya menghasilkan nilai produksi sekitar dua triliun delapan ratus enam puluh delapan miliar rupiah. Nilai tersebut merupakan delapan belas kali lipat dari nilai investasi yang dikeluarkan yaitu sekitar seratus enam puluh satu miliar rupiah. Dari sektor perdagangan industri kreatif tersebut menghasilkan pendapatan yang sangat besar bagi para pelaku usaha itu. Dari keseluruhan produk unggulan Kota Tasikmalaya, nilai produksi tertinggi dihasilkan oleh kerajinan alas kaki atau kelom geulis yang mencapai 969 miliar rupiah. Hasil tersebut didapatkan dari 495 unit usaha dengan menyerap tenaga kerja sebesar 5.679 orang. Kerajinan bordir berada pada posisi kedua dengan nilai

7 No produksi sebesar 615 miliar rupiah dari 1.264 unit usaha yang dimana mampu menyerap tenaga kerja sebesar 12.245 orang. Pada posisi ketiga, kerajinan meubel memiliki nilai produksi sebesar 530 miliar rupiah yang berasal dari 253 unit usaha dan mampu menyerap tenaga kerja sebesar 1.705 orang. Pada posisi keempat, payung geulis menghasilkan nilai produksi sebesar 367 miliar rupiah dengan jumlah unit usaha sebesar 5 buah dan menyerap tenaga kerja sebanyak 50 orang. Pada posisi kelima, makanan olahan yang merupakan produk kuliner Kota Tasikmalaya menghasilkan nilai produksi sebesar 173 miliar rupiah dari 485 unit usaha dan menyerap tenaga kerja sebesar 3.792 orang. Pada posisi keenam, batik Kota Tasikmalaya yang dahulu terkenal hingga terdapat sebuah daerah yang bernama Mitra Batik hanya menghasilkan nilai produksi sebesar 112 miliar rupiah. Posisi ketujuh dan kedelapan ditempati oleh kerajinan anyaman dan kerajinan anyaman bambu yang dimana berasal dari 177 unit usaha kerajinan anyaman dan 76 kerajinan anyaman bambu dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 2.361 orang untuk kerajinan anyaman dan 636 orang untuk kerajinan anyaman bambu. Keseluruhan dari nilai produksi berbagai produk unggulan Kota Tasikmalaya tersebut berasal dari 2.797 unit usaha yang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 26.943 orang. Keseluruhan unit usaha tersebut tersebar di berbagai Kecamatan di Kota Tasikmalaya. Berikut ini merupakan persebaran lokasi produksi berbagai produk unggulan Kota Tasikmalaya. Tabel 1.5 Persebaran Lokasi Produksi Produk Unggulan Kota Tasikmalaya Nama Produk Wisata 1 Alas kaki dan Kelom Geulis 2 Payung Tasik 3 Batik Tasik Klasifikasi Objek Wisata Wisata minat khusus Wisata minat khusus Wisata minat khusus Lokasi Kecamatan Cipedes, Cihideung, Tamansari, Cibeureum, Kawalu dan Mangkubumi Kel. Payingkiran Kecamatan Indihiang Kecamatan Cipedes dan Kecamatan Indihiang

8 4 Kerajinan Kayu Dan Anyaman Wisata minat Kecamatan Cibeureum, Tamansari, khusus Indihiang dan Kawalu 5 Bordir Kecamatan Cipedes, Cihideung, Wisata minat Tamansari, Cibeureum, Kawalu, khusus Mangkub umi, dan Tawang 6 Kuliner Wisata minat khusus Kota Tasikmalaya Sumber : Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kota Tasikmalaya 2013 Apabila mengacu kepada jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kota Tasikmalaya yaitu sebesar 76.896 wisatawan nusantara dan 1.094 wisatawan mancanegara dikaitkan dengan PAD Kota Tasikmalaya dari sektor pariwisata pada tahun 2011 yang hanya mencapai 5,6 miliar rupiah, maka Pemerintah Daerah Kota Tasikmalaya belum bisa memanfaatkan industri kerajinan yang merupakan produk unggulan Kota Tasikmalaya dijadikan sebagai sarana untuk menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Pada awalnya, kerajinan batik merupakan kerajinan pertama yang berkembang di Kota Tasikmalaya dan menjadi citra bagi Kota Tasikmalaya. Kerajinan batik Kota Tasikmalaya menjadi sentral batik bagi wilayah Jawa Barat selatan pada tahun 1920. Sehingga pada tahun 1939 didirikanlah Koperasi Mitra Batik yang mencapai kejayaannya pada tahun 1952 yang dimana mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 1.668 orang untuk tukang cap, 2.661 orang untuk tukang tulis, 435 orang sebagai mandor, serta 21 orang pegawai kantor. (Sjafari, 2013). Namun pada tahun berikutnya, terjadi penurunan pesanan serta fluktuatifnya harga bahan baku yang membuat beberapa pabrik terpaksa ditutup karena mengalami kebangkrutan. Sehingga banyak pengusaha dan pengrajin batik yang berpindah menjadi pengrajin bordir karena melihat potensi yang ada. Kerajinan bordir merupakan industri kreatif masyarakat Kota Tasikmalaya yang telah ada dan berkembang sejak tahun 1920 dan mulanya berpusat di Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya. Kerajinan bordir mulai mengalami peningkatan setelah banyak pengusaha batik yang berpindah menjadi pengusaha bordir. Hal tersebut dikarenakan tingginya kreatifitas masyarakat Kota Tasikmalaya untuk menghasilkan produk-produk unggulan. Dengan

9 meningkatnya jumlah pemesanan terhadap produk bordir, kerajinan bordir mulai dikenal dan menjadi citra bagi Kota Tasikmalaya. Setelah menjadi salah satu produk unggulan Kota Tasikmalaya, pengrajin bordir mulai menyebar di berbagai wilayah Kota Tasikmalaya. Dengan adanya bantuan dari pemerintah daerah, kerajinan bordir akhirnya menjadi lebih berkembang dari sebelumnya dan terus menjadi citra bagi Kota Tasikmalaya hingga saat ini. Secara hasil produksi, memang kerajinan alas kaki atau yang lebih dikenal dengan kelom geulis memiliki nilai produksi lebih besar, namun eksistensi dari kerajinan bordir lebih lebih dulu berkembang di Kota Tasikmalaya dan bertahan sampai sekarang. Berbanding terbalik dengan kerajinan alas kaki yang pernah hilang dikarenakan kelangkaan bahan baku yang berasal dari kayu mahoni. Hal tersebut sama dengan yang terjadi terhadap kerajinan batik yang mengalami kelangkaan bahan baku setelah dilakukannya embargo karet pada tahun 1952. Kerajinan bordir telah bertahan lebih lama untuk menjadi citra bagi Kota Tasikmalaya dan menghasilkan 1.264 unit usaha yang mampu menyerap tenaga kerja terbanyak sebesar 12.245 orang pada tahun 2011. Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan dengan kerajinan alas kaki dan kerajinan batik yang menjadi citra Kota Tasikmalaya sebelumnya dan baru melakukan pengembangan ulang beberapa tahun terakhir. Proses terbentuknya citra antara lain yaitu terbentuk dalam waktu yang lama dan memiliki simbolisasi yang membedakan dengan yang lainnya. Dengan demikian, kerajinan bordir yang telah bertahan lama dalam perindustrian ekonomi kreatif menjadi citra bagi Kota Tasikmalaya yang telah memberikan manfaat secara ekonomi bagi masyarakat sekitar. Dewasa ini, eksistensi dari industri kreatif Kota Tasikmalaya terutama kerajinan bordir telah diakui secara global. Pangsa pasar mancanegara telah dimasuki oleh semua pengusaha industri kerajinan bordir di Kota Tasikmalaya. Selain itu, pasar nusantara juga telah dimasuki oleh para pengusaha industri kerajinan bordir Kota Tasikmalaya.. Dengan demikian, industri kerajinan bordir Kota Tasikmalaya yang telah dipasarkan di berbagai tempat akan menjadi citra tersendiri bagi Kota Tasikmalaya. Citra tersebut akan tertanam dalam benak

10 wisatawan bahwa setiap mendengar industri kreatif seperti kerajinan bordir, maka mereka langsung mengasumsikan hal tersebut dengan Kota Tasikmalaya. Dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah Kota Tasikmalaya pada Bab 3 (2011:23) disebutkan bahwa bordir juga termasuk salah satu hasil industri kreatif Kota Tasikmalaya yang dapat dijadikan sebagai salah satu produk wisata Kota Tasikmalaya. Kawasan bordir berada di Kecamatan Cipedes, Cihideung, Tamansari, Cibeureum, Kawalu, Mangkubumi, dan Tawang. Berdasarkan data tersebut, maka peneliti mengobservasi secara langsung ke setiap kecamatan yang memproduksi dan memperjualkan kerajinan bordir di Kota Tasikmalaya. Hasil dari observasi dan pengumpulan data, diketahui bahwa jumlah kunjungan wisatawan ke sentra kerajinan bordir di Kota Tasikmalaya pada tahun 2011 sebesar 14.743 orang. Pada tabel 1.6 berikut ini, dapat dilihat mengenai jumlah kunjungan wisatawan tersebut. Tabel 1.6 Jumlah Kunjungan Wisatawan Ke Sentra Kerajinan Bordir Di Kota Tasikmalaya Tahun 2011 Lokasi Jumlah Pengunjung Kawalu 6605 Mangkubumi 2094 Tawang 1577 Cipedes 1519 Cihideung 1209 Cibeureum 1004 Tamansari 735 Jumlah 14743 Sumber: Hasil Pengolahan Data 2013 Menurut Kotler (2008:229) citra adalah seperangkat keyakinan, ide dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu objek. Berdasarkan apa yang telah diungkapkan oleh Kotler, maka setiap wisatawan yang telah memperoleh

11 kepuasan dari pembelian terhadap suatu produk akan memiliki sebuah keyakinan dan kesan terhadap produk tersebut. Hal tersebut pula dapat terjadi terhadap wisatawan yang telah mendapatkan nilai dan kepuasan atas produk industri kreatif Kota Tasikmalaya. Para wisatawan secara tidak langsung akan terbentuk sebuah pemikiran bahwa Kota Tasikmalaya merupakan penghasil industri kreatif unggulan terutama untuk produk industri kerajinan bordir. Hal tersebut pula yang akan mendorong wisatawan untuk berkunjung ke Kota Tasikmalaya. Hal yang mendorong wisatawan untuk berkunjung yaitu salah satunya dengan mencari informasi mengenai citra atas suatu destinasi yang akan dituju. Dengan demikian, apabila informasi yang didapat dinyatakan relevan dengan apa yang diharapkan, maka akan timbul sebuah motivasi untuk mengunjungi destinasi itu. Sebelum melakukan sebuah kunjungan, seorang wisatawan akan memiliki berbagai motivasi yang menjadi alasan bagi mereka untuk berkunjung. Crompton dalam Pearce and Lee (2005:226) menyatakan bahwa Possible to describe the who, when, where, and how of tourism but more difficult to answer the question why?. Artinya, sangat mungkin untuk menjelaskan siapa, kapan, dimana, dan bagaimana dalam kegiatan pariwisata, namun akan sulit untuk menjelaskan mengapa melakukan kegiatan pariwisata. Berdasarkan pernyataan tersebut seseorang akan mudah menganalisi mengenai wisatawan, waktu berwisata yang dilakukan, tempat wisata yang dituju, dan bagaimana kegiatan yang dilakukan. Namun kesulitan yang akan dihadapi adalah saat menganalisis mengapa seseorang melakukan kegiatan wisata. Jawaban yang muncul dari pertanyaan tersebut merupakan alasan seorang wisatawan untuk berwisata, dan alasan tersebut yang pada akhirnya menjadi motivasi seseorang untuk melakukan kegiatan wisata. Kerajinan bordir merupakan produk industri kreatif Kota Tasikmalaya yang telah diakui secara universal keberadaannya dan menjadi citra (image) bagi Kota Tasikmalaya. Namun, apakah image industri kreatif tersebut berdampak terhadap motivasi berkunjung wisatawan ke Kota Tasikmalaya? Berdasarkan fenomena yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hal tersebut mendorong penulis untuk

12 melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul yang diangkat PENGARUH CITRA KERAJINAN BORDIR TERHADAP MOTIVASI BERKUNJUNG WISATAWAN KE SENTRA KERAJINAN BORDIR DI KOTA TASIKMALAYA 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut ini: 1. Bagaimanakah citra kerajinan bordir sebagai industri kreatif Kota Tasikmalaya? 2. Bagaimanakah motivasi berkunjung wisatawan ke sentra kerajinan bordir di Kota Tasikmalaya? 3. Bagaimanakah pengaruh citra kerajinan bordir sebagai industri kreatif Kota Tasikmalaya terhadap motivasi berkunjung wisatawan ke sentra kerajinan bordir di Kota Tasikmalaya? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai yaitu: 1. Mengidentifikasi citra kerajinan bordir sebagai industri kreatif Kota Tasikmalaya 2. Menganalisis motivasi berkunjung wisatawan ke sentra kerajinan bordir di Kota Tasikmalaya 3. Mengidentifikasi pengaruh citra kerajinan bordir sebagai industri kreatif Kota Tasikmalaya terhadap motivasi berkunjung wisatawan ke sentra kerajinan bordir di Kota Tasikmalaya. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut ini: 1. Manfaat Teoritis

13 Memberikan pemahaman terhadap penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya dalam hal pentingnya citra sebagai motivasi bagi wisatawan untuk menentukan keputusan berkunjung. 2. Manfaat Praktis Memberikan gambaran bagi Pemerintah Kota Tasikmalaya perihal kondisi industri Pariwisata yang ada disana dan menjadi bahan acuan untuk menetapkan strategi pemasaran pariwisata Kota Tasikmalaya. 1.5 Definisi Operasional Citra merupakan sebuah sistem interaktif yang terdiri dari pemikiran berdasarkan sebuah opini, perasaan, visualisasi, dan maksud untuk mencapai sebuah destinasi. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel citra bukanlah citra dari produk kerajinan bordir. Namun yang menjadi citra dalam penelitian ini yaitu citra kerajinan bordir sebagai industri kreatif Kota Tasikmalaya dan menjadi citra destinasi bagi Kota Tasikmalaya itu sendiri. Sehingga wisatawan mengasumsikan bahwa setiap mereka mendengar mengenai kerajinan bordir, mereka akan mengidentikkan hal tersebut terhadap Kota Tasikmalaya. Motivasi berkunjung merupakan sebuah alasan ataupun landasan yang mempengaruhi seseorang untuk berwisata berdasarkan keinginan ataupun kebutuhannya yang belum terpenuhi. Dalam penelitian ini, yang dimaksudkan dengan motivasi berkunjung yaitu bagaimana motivasi berkunjung wisatawan ke sentra kerajinan bordir di Kota Tasikmalaya. Sentra kerajinan bordir yang dimaksudkan dalam penelitian ini yaitu sebuah tempat yang memproduksi serta memperjualkan kerajinan bordir Kota Tasikmalaya dan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Sentra kerajinan bordir tersebut terdapat dan tersebar di beberapa Kecamatan di Kota Tasikmalaya. Pengaruh citra kerajinan bordir terhadap motivasi berkunjung wisatawan dalam penelitian ini yaitu bagaimana pengaruh dari citra kerajinan bordir sebagai industri kreatif Kota Tasikmalaya yang terdapat didalam benak wisatawan mempengaruhi motivasi berkunjung wisatawan ke lokasi-lokasi yang memproduksi serta memperjualkan kerajinan bordir di Kota Tasikmalaya.