BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan sumber daya alam yang penting sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi kelangsungan hidup umat manusia. Arti penting ini menunjukan adanya pertalian yang sangat erat antara hubungan manusia dengan tanah, karena tanah merupakan tempat pemukiman dan tempat mata pencaharian bagi manusia. Tanah juga merupakan kekayaan nasional yang dibutuhkan oleh manusia baik secara individual, badan usaha maupun pemerintah dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional (Harsono dan Boedi, 2003). Perkembangan pembangunan di Indonesia semakin hari semakin meningkat. Kegiatan pembangunan gedung sekolah inpres, rumah sakit, pasar, stasiun kereta api, tempat ibadah, jembatan, pengadaan berbagai proyek pembuatan dan pelebaran jalan serta pembangunan lainnya memerlukan tanah sebagai sarana utamanya. Pembangunan untuk kepentingan umum sangatlah dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memperbaiki daya saing perekonomian nasional di era globalisasi saat ini, di mana prosesnya sering kali membutuhkan pengadaan tanah. Dalam Pasal 1 ayat (6) UU Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum menyebutkan bahwa Kepentingan Umum adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Penduduk yang semakin bertambah dengan tingkat 2
kemakmuran yang semakin baik, tentunya membutuhkan berbagai fasilitas umum seperti: jaringan transportasi, fasilitas pendidikan, peribadahan, sarana olahraga, fasilitas komunikasi, fasilitas keselamatan umum dan sebagainya. Pembangunan fasilitas-fasilitas umum seperti di atas, membutuhkan tanah atau lahan. Tanah menempati posisi yang vital dalam konteks perkembangan di sektor agraria. Tanah telah berubah dari alat produksi subsistensi rakyat menjadi alat produksi bagi organisasi kapitalis. Selain ungkapan tersebut di atas, tanah merupakan titik temu bagi kepentingan semua pihak atau dengan kata lain tanah itu ajang konflik kepentingan semua pihak (Prayitna, 2003). Dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 disebutkan bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sedangkan menurut konsepsi hukum tanah nasional, seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan kekayaan nasional, sehingga semua tanah yang ada di dalam wilayah negara kita adalah tanah bersama seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu menjadi Bangsa Indonesia (Pasal 1 ayat (1) UUPA). Walaupun di dalam Pasal 1 ayat (1) dinyatakan bahwa seluruh tanah, air, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah kepunyaan bersama bangsa Indonesia, namun dalam kewajiban pengelolaannya tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh bangsa Indonesia, maka penyelenggaraannya pada tingkatan yang tertinggi dikuasakan kepada negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Hal ini mengacu pada ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, 3
bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang ada di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Salah satu wujud untuk mensejahterakan kemakmuran rakyat dengan diadakan pertumbuhan ekonomi dan perkembangan infratruktur dan fasilitas publik. Akan tetapi, pertumbuhan ekonomi yang ditopang dengan perkembangan infrastruktur dan fasilitas publik di pemerintah seringkali melibatkan pembebasan tanah yang dimiliki oleh masyarakat atau bahkan memindahkan tempat yang dimiliki penduduk (SPI 2013, 306-1.1). Dalam Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum menyebutkan bahwa Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Pihak yang berhak disini berarti pihak yang menguasai atau mempunyai hak atas tanah yang menjadi objek pembangunan untuk kepentingan umum. Objek Pengadaan Tanah adalah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, atau lainnya yang dapat dinilai (UU No.2 tahun 2012 pasal 1 ayat 4). Salah satu bentuk pengadaan tanah bagi kepentingan umum adalah pelebaran pembangunan Pasar Cebongan Kabupaten Sleman. Dalam rangka meningkatkan daya saing pasar tradisional Kementrian Perdagangan mempunyai program Revitalisasi Pasar Tradisional. Kabupaten Sleman mendapat alokasi dana Pengembangan Pasar Tradisional dari Pemerintah Pusat melalui Dana Tugas Pembantuan dari Kementrian Perdagangan dan dialokasikan di Pasar Cebongan. Pasar Cebongan adalah salah satu pasar tradisional yang berada di Kabupaten 4
Sleman. Pasar Cebongan berdiri pada tahun 1993 dengan luas 6.517 m². Menurut Kepala Dinas Pasar Kabupaten Sleman, pelebaran pembangunan Pasar Cebongan difokuskan untuk meningkatkan daya tampung pasar dengan tujuan untuk dapat merelokasi pedagang bango serta menampung pedagang yang saat ini masih berjualan di pinggir jalan dan areal tlasaran. Hal ini dikarenakan terjadi peningkatan jumlah pedagang namun kurangnya tempat untuk berjualan. Berikut data jumlah pedagang periode 26 Mei 2015: JUMLAH PEDAGANG NO KET LOS TOTAL KIOS H. DALAM H. LUAR LOS SEMENTARA 1 Pasar Cebongan 40 20 20 556 83 719 Tabel 1.1 Data Jumlah Pedagang di Pasar Cebongan Tahun 2015 Sumber: Dinas Pasar Kabupaten Sleman (diolah) Pengadaan tanah dalam rangka pelebaran pembangunan Pasar Cebongan Kabupaten Sleman ini tentu saja menyebabkan adanya pembebasan tanah milik masyarakat. Dalam berjalannya proses pembebasan tanah tersebut tentu ada yang menimbulkan permasalahan, baik dari pihak pemilik tanah dalam meminta ganti rugi akibat pembebasan lahan tersebut, maupun dari pihak pemerintah dalam menentukan besarnya ganti kerugian. Standar Penilaian Indonesia (SPI 2013, 306-1.2), pengadaan tanah bagi pembangunan kepentingan umum dilaksanakan dengan melakukan pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, dengan memberikan perlindungan dan melaksanakan prinsip penghormatan terhadap pihak-pihak yang terkena pengadaan tanah. Penentuan pengambilan hak tanah yang terkena kepentingan umum dengan mempertimbangkan kepentingan umum, kepentingan bangsa dan negara, serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah bisa dicabut dengan 5
memberikan ganti kerugian yang layak menurut cara yang diatur undang-undang (Pasal 18 UU No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria). Nilai Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian akan menjadi dasar musyawarah penetapan Ganti Kerugian (Pasal 34 ayat (3) UU No.2 tahun 2012). Penetapan nilai tanah dan bangunan dengan memperhatikan faktor-faktor yang relevan tidak mudah dilakukan oleh seseorang awam, maka dari itu perlu peran suatu penilai yang profesional dan independen, mempunyai kewenangan dan kemampuan untuk menetapkan nilai nyata tanah dan bangunan yang obyektif dan adil seperti yang dituangkan dalam ketentuan pasal 25 Peraturan KBPN Nomor 3 Tahun 2007. Berdasarkan Soeparjanto (2008) menyebutkan bahwa mengestimasi nilai properti telah dilakukan sejak zaman sebelum kemerdekaan namun tanpa kualifikasi formal, namun saat ini penilai telah dijadikan aktifitas profesional dalam dunia komersial. Faktor pendorong kebangkitan penilaian dan penilaian sebagai profesi di Indonesia adalah sejak terjadinya krisis moneter 1998. Penilaian merupakan gabungan ilmu pengetahuan dan seni dalam mengestimasi nilai dari kepentingan yang terdapat dari suatu properti untuk tujuan tertentu dan pada waktu yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan karakteristik yang terdapat pada sebuah properti (Harjanto dan Hidayati, 2013). Penilaian merupakan gabungan dari ilmu pengetahuan dan seni dalam mengestimasi nilai dari properti. Supriyanto, (2011) mengatakan Penilaian merupakan proses pekerjaan agar dapat memberikan estimasi dan pendapat atas nilai ekonomis. Dalam UU No.2 tahun 2012 Pasal 1 ayat (11) disebutkan bahwa Penilai Pertanahan, yang selanjutnya disebut Penilai, adalah orang perseorangan 6
yang melakukan penilaian secara independen dan profesional yang telah mendapat izin praktik penilaian dari Menteri Keuangan dan telah mendapat lisensi dari lembaga Pertanahan untuk menghitung nilai atau harga objek pengadaan tanah. Berdasarkan latar belakang di atas, untuk mengetahui lebih lanjut mengenai jumlah penggantian ganti rugi tanah atas pelebaran pembangunan Pasar Cebongan Kabupaten Sleman, maka judul TA ini Indikasi Nilai Penggantian Wajar Tanah Seluas 490 M 2 untuk Kepentingan Umum : Pelebaran Pasar Xxx di Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman Tahun 2016. 7
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang di uraikan di atas, maka permasalahan dalam Tugas Akhir ini adalah Pasar Cebongan belum dapat mengakomodasi pedagang yang saat ini masih berjualan di pinggir jalan dan areal tlasaran, sehingga perlu dilakukan pelebaran pasar. Berdasarkan uraian di atas, maka sebelum dilaksanakan pelebaran Pasar Cebongan perlu dilakukan pembebasan tanah sehingga perlu menentukan Nilai Penggantian Wajar bagi pemilik tanah. 1.3 Tujuan Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah menentukan Indikasi Nilai Pasar dan Indikasi Nilai Penggantian Wajar Tanah seluas 490 m 2 untuk pelebaran Pasar Cebongan. 1.4 Manfaat Penelitian Dalam penulisan ini penulis mengharapkan adanya manfaat yang dapat diperoleh antara lain: 1. Memberikan sumbangan pemikiran pengembangan ilmu penilaian khususnya mengenai pemberian Nilai Penggantian Wajar. 2. Hasil penulisan ini dapat dijadikan acuan bandingan besarnya ganti kerugian bagi masyarakat yang memiliki hak atas tanah untuk pengadaan pembangunan untuk kepentingan umum. 3. Bagi civitas pendidikan, sebagai bahan pedoman untuk penelitian selanjutnya. 8
1.5 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut: Latar Belakang 1. Peningkatan jumlah pedagang Pasar Cebongan. 2. Anggapan kurangnya tempat yang tersedia di pasar sampai dengan tahun 2015. 3. Maka penting dilakukannya pengadaan tanah untuk pelebaran pasar. 4. Penentuan Nilai Penggantian Wajar Tanah. Tujuan Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah menentukan Indikasi Nilai Pasar dan Indikasi Nilai Penggantian Wajar Tanah seluas 490 m 2 untuk pelebaran Pasar Cebongan. Landasan Teori 1. Nilai 2. Penilaian 3. Tanah 4. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum 5. Penerapan Teknis Penilaian 6. Pendekatan Penilaian 7. Definisi Istilah Data 1. Data Umum Faktor-faktor eksternal (sosial, ekonomi, peraturan pemerintah, dan lain-lain). 2. Data Khusus Data properti yang dinilai dan properti pembanding. 3. Data Transaksi dan Penawaran Data harga properti yang sudah terjadi transaksi maupun yang sedang dalam penawaran. Alat Analisis Pendekatan pasar untuk menentukan nilai pasar dan kemudian mengacu pada SPI 306 dan UU No 2 Tahun 2012 untuk menentukan nilai penggantian wajar. 9