I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (self balance), ketidakseimbangan regional (disequilibrium), ketergantungan

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. tujuan pembangunan ekonomi secara makro adalah

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

BAB I PENDAHULUAN. periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,61 persen.

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana Pemerintah

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. prioritas nasional dalam proses pencapain pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

Analisis Isu-Isu Strategis

mencerminkan tantangan sekaligus kesempatan. Meningkatnya persaingan antar negara tidak hanya berdampak pada perekonomian negara secara keseluruhan,

BAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id. 1.1 Latar Belakang

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

I. PENDAHULUAN. Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, persaingan yang kuat di pusat kota, terutama di kawasan yang paling

BAB I PENDAHULUAN. upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong pembangunan ekonomi

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Luas keseluruhan dari pulau-pulau di

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah (regional development) pada dasarnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

pendapatan yang semakin merata. Jadi salah satu indikator berhasilnya pembangunan adalah ditunjukkan oleh indikator kemiskinan.

Jakarta, 10 Maret 2011

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur. Dengan demikian segala upaya pelaksanaan

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Fenomena Kesenjangan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini menjadi faktor yang mendorong tidak optimalnya pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumberdaya alam dan manusia yang ada. Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya bagi peningkatan kesejahteraan secara berkelanjutan memerlukan strategi pembangunan lintas pulau (lintas wilayah), dan lintas sektor. Strategi ini diperlukan agar optimalisasi pemanfaatan sumberdaya berlangsung secara harmonis dengan pendekatan komprehensif yang memperhatikan keseimbangan fisik, ekonomi, sosial dan budaya. Kebijakan pembangunan di Indonesia hingga sekarang dianggap hampir identik dengan pemusatan perhatian kepada kebijakan pertumbuhan ekonomi baik pada tingkat regional maupun nasional dan cenderung bersifat parsial. Kebijakan pembangunan di Indonesia selama ini tampaknya terfokus pada kebijakan yang memacu pertumbuhan ekonomi. Disparitas sumberdaya baik antarpulau maupun antarwilayah di satu pulau menyebabkan dampak pertumbuhan yang tidak merata. Sementara itu, keterkaitan antarpulau dan antarwilayah kurang mendapat perhatian, yang mana mempertajam ketidakmerataan dalam pembangunan nasional. Strategi pembangunan yang selama ini menekankan kepada akumulasi dari kapital fisik (man-made capital) kiranya perlu dibenahi dengan mulai memperbaiki keterkaitannya dengan kapital-kapital lain, seperti kapital alami

2 (natural capital), kapital manusia (human capital) dan kapital sosial (social capital). Pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi selama ini tidak dikembangkan untuk memaksimalkan peningkatan nilai tambah pengelolaan sumber daya yang ada, sehingga cenderung menguras sumberdaya alam. Kurangnya kesadaran lingkungan dan tidak diimbanginya pengelolaan sumberdaya alam dengan investasi untuk pemeliharaannya, berdampak pada rusaknya kelestarian (sustainability) dari sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Akibatnya terjadi ketidakmerataan pendapatan antar pulau, antar wilayah, dan antarkelompok dalam masyarakat, bahkan ketidakmerataan ini mengarah kepada kemiskinan. Seperti halnya siklus kemiskinan, pendapatan yang rendah di suatu daerah, menyebabkan rendahnya produktifitas daerah, yang mendorong terjadinya daya saing daerah yang rendah, yang dapat menyebabkan keterkaitan ekonomi antar daerah yang juga rendah. Kegiatan ekonomi cenderung terkonsentrasi hanya pada beberapa daerah tertentu saja dan belum termanfaatkan secara optimal. Seperti Gambar 1, konstribusi wilayah Jawa dan Bali terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sekitar 60 persen. Sulit untuk dikenali ikatan-ikatan fungsional perekonomian yang mana yang dapat dikembangkan untuk mendorong keterkaitan perekonomian daerah, khususnya antara daerah kaya dan daerah miskin. Salah satu implikasi terpenting dari kecenderungan ini, adalah apa yang dikenal dengan integritas pembangunan dimana pembangunan ekonomi hendaknya dilihat sebagai satu kesatuan ekonomi dalam kluster kawasan ataupun komoditasnya. Dari sudut pandang ini, arus lalu lintas perdagangan barang dan

3 jasa serta investasi antarwilayah, antarpulau, bahkan antarnegara akan semakin meluas, intensif, dan dinamis. Potensi sumber daya wilayah; produktivitas wilayah yang rendah; masih banyaknya wilayah-wilayah miskin seperti perbatasan, pesisir, dan kepulauan yang tertinggal; konversi lahan pertanian yang tinggi ke non pertanian; dan belum kondusifnya iklim untuk investasi di daerah menyebabkan beberapa sasaran atau target group tidak terlayani. Hal ini dapat terjadi karena adanya pembangunan yang bersifat parsial seperti pendekatan dengan pembangunan sektoral yang belum memanfaatkan hasil pembangunan tersebut. Sumber : BPS(2009) Gambar 1. Distribusi PDRB atas harga berlaku Blair (1991) menyebutkan tentang pentingnya tujuh aspek yang perlu diperhitungkan dalam pengembangan wilayah, yakni yang meliputi: 1. keterkaitan wilayah secara fisik (physical linkages) baik kondisi infrastruktur yang ada seperti jalan, kereta api, pelabuhan, dan bandara maupun jaringan interkoneksi yang menghubungkan berbagai infrastruktur tersebut.

4 2. keterkaitan wilayah secara ekonomi (economic linkages) terutama ketersediaan sumberdaya, pola aliran barang dan jasa, keterkaitan produksi, komoditas unggulan maupun aliran modal dan pendapatan. 3. pergerakan dan perpindahan penduduk (population movement linkages) baik migrasi tetap maupun migrasi musiman terkait dengan kegiatan ekonomi. 4. keterkaitan teknologi (technological linkages) baik teknologi produksi, teknologi informasi, teknologi telekomunikasi. 5. keterkaitan sosial (social interaction linkages) dalam kehidupan budaya, agama dan kekerabatan. 6. keterkaitan layanan jasa (service delivery linkages) termasuk jaringan layanan energi, keuangan dan perbankan, pendidikan, kesehatan dan perdagangan. 7. keterkaitan administrasi, politik, pengorganisasian (political, administrative, and organizational linkages). Selain itu, keseimbangan dan keterkaitan lintas wilayah dan lintas sektor perlu dilakukan melalui penataan ruang sebagai salah satu instrumen utama dalam pengarusutamaan (mainstreaming) kebijakan pembangunan berbasis wilayah. Berdasarkan uraian Blair, pada dasarnya terdapat 2 dimensi spasial yang perlu dipahami yaitu: 1. local specificity, dimana setiap lokasi dalam suatu ruang dapat diindikasikan pasti mempunyai kekhasan. Kekhasan ini bisa diartikan sebagai kekhasan alamiah seperti kandungan sumberdaya alam, dan bisa diartikan pula sebagai kekhasan buatan seperti sumberdaya manusianya

5 yang mampu mengembangkan wilayah-wilayah seperti: sentra produksi kerajinan, sentra bisnis dan sentra budaya; dan 2. spatial interaction, dimana interaksi antara wilayah-wilayah dengan local specificity harus dibangkitkan agar bisa ditingkatkan efisiensi dan keberlanjutan pembangunan dari masing-masing wilayah yang terlibat. Selain itu, melalui pendekatan spasial ini juga dapat dilakukan pengembangan jaringan (networks), penguatan kolaborasi antar pelaku, dan pengembangan klaster. Pendekatan ini mengutamakan pada sikap, perilaku dan hubungan kerja para pemangku kepentingan yang saling melengkapi dalam pengembangan wilayah (Healey dan Liberry, 1990) Pemerintah sebagai pendorong pembangunan, juga mempunyai keterbatasan dalam penyediaan dan pengelolaan sumberdaya untuk pembangunan. Penyusunan skala prioritas, seperti pemilihan prioritas wilayah, prioritas pengembangan industri atau sektor usaha, dan prioritas kegiatan yang memiliki dampak pengganda paling besar baik secara sektoral (forward and backward linkages) maupun spasial (interregional linkages). Bagi pemerintah pendekatan pembangunan berbasis wilayah merupakan salah satu jawaban untuk menggalang kekuatan dan potensi lokal secara lebih efektif, guna mendorong keserasian dan keseimbangan pembangunan wilayah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional. Dalam konteks pemikiran tersebut, penyusunan model keterkaitan regional menjadi suatu keniscayaan guna melakukan antisipasi terhadap perubahan di masa depan, dan menjamin kesinambungan pembangunan nasional dan antarwilayah.

6 1.1.2. Fungsi dan Peran Transportasi Dengan latar belakang demografi, geografi, infrastruktur dan ekonomi yang tidak sama, serta kapasitas sumber daya yang berbeda, maka salah satu konsekuensi adalah pentingnya dikembangkan sarana penghubung antarpulau dari simpul-simpul pertumbuhan yang paling strategis. Kepulauan di Indonesia menuntut disediakannya sarana dan prasarana transportasi yang memadai sehingga berperan dalam menggerakkan perekonomian di Indonesia. Transportasi, baik transportasi udara, laut maupun darat, pada akhirnya dapat berfungsi sebagai katalisator dalam pembangunan di Indonesia. Transportasi dalam perkembangannya menjadi salah satu sektor ekonomi yang turut memberikan andil dalam penciptaan nilai tambah (value added). Penciptaan nilai tambah tersebut dapat terjadi karena sektor sektor ekonomi mempunyai keterkaitan transaksi antar sektor, sehingga pembangunan suatu sektor akan mempengaruhi perkembangan sektor ekonomi lainnya. Oleh karena itu kaitan dalam pembangunan sektor transportasi perlu untuk memperhatikan pula keberadaan sektor sektor ekonomi lainnya sehingga pembangunan perekonomian suatu wilayah termasuk pembangunan masing masing sektor ekonomi dan keterkaitannya dengan sektor transportasi dapat diantisipasi. Peranan sektor transportasi terhadap PDB Nasional beberapa tahun belakangan ini sekitar 4.50 4.71 persen dari total PDB Nasional, kontribusi sektor transportasi terbesar berada di wilayah Jawa dan Bali, kemudian di wilayah Sumatera (lihat Gambar 2). Hal ini searah dengan peranan regional dalam pembentukan PDB serta sebaran penduduk regional Indonesia yang sebagian Besar berada di Jawa dan Bali.

7 Sumber: BPS (2007) Gambar 2: PDRB sektor transportasi terhadap PDRB Nasional (tanpa migas, harga konstan tahun 2000) Pada tahun 2000, PDRB sektor transportasi yang terbesar di Indonesia adalah propinsi JawaTimur, yaitu 8 179 489.46 juta rupiah (0.59 persen PDRB Nasional), dan dikuti oleh DKI Jakarta, yaitu 7 813 894.12 juta rupiah (0.56 persen PDB Nasional). Pada tahun 2006, PDRB sektor transportasi yang terbesar adalah DKI Jakarta yaitu sebesar 12 040 337.56 juta rupiah (0.65 persen PDRB nasional) dan dikuti oleh Jawa Timur sebesar 11 008 316.38 juta rupiah (0.60 persen PDRB Nasional). Sedangkan Kalimantan Timur, dari sisi PDRB lebih kecil dari kedua propinsi tersebut, namun justru Kalimantan Timur merupakan propinsi yang terbesar PDRB per kapita di Indonesia yaitu 985 644.09 juta rupiah pada tahun 2000, dan menjadi 1 366 485.35 juta rupiah pada tahun 2006 (BPS, 2007). Walaupun, PDRB Kalimantan Timur lebih besar dari DKI Jakarta, namun jumlah sumber daya manusia DKI yang lebih besar, tentunya mengindikasikan aktifitas yang besar juga. Bappenas (2007), menyebutkan bahwa perkembangan investasi di Indonesia saat ini belum menyebar secara merata antar daerah.

8 Dimana DKI Jakarta merupakan provinsi dengan nilai investasi tertinggi atau setara dengan 27.9 persen dari total investasi di Indonesia. Kebutuhan akan transportasi dalam menjembatani pelayanan pembangunan ekonomi juga menjadi perhatian pemerintah Indonesia dengan dikeluarkannya Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia atau MP3EI. Dalam MP3EI tersebut, dinyatakan bahwa Penyediaan infrastruktur yang mendorong konektivitas akan menurunkan biaya transportasi dan biaya logistik sehingga dapat meningkatkan daya saing produk, mempercepat gerak ekonomi. Termasuk dalam infrastruktur konektivitas ini adalah pembangunan jalur transportasi... (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Bappenas, 2011, hal. 19). Selain itu terdapat tiga pilar utama dalam MP3EI tersebut yaitu strategi peningkatan potensi wilayah melalui pusat pusat pertumbuhan didalam koridor ekonomi, strategi memperkuat konektivitas nasional, dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan IPTEK. Dengan demikian secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat korelasi yang nyata antara sektor transportasi dengan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, seperti yang dapat digambarkan berikut : 1. Sektor transportasi akan berpengaruh pada kinerja pergerakan dan mobilitas orang dan barang. Jika kondisi sektor transportasi buruk maka kinerja transportasi juga cenderung akan menurun. Hal ini akan menyebabkan daerah-daerah yang telah berkembang aktifitas ekonominya menjadi berkurang tingkat aksesibilitasnya, yang pada gilirannya akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi daerah-daerah yang berstransportasi menjadi terhenti, bahkan menurun sama sekali. Dalam jangka panjang

9 kondisi ini akan menyebabkan daerah-daerah tersebut terisolasi yang pada akhirnya menjadi daerah yang tidak mampu berkembang. 2. Suatu wilayah yang mempunyai potensi ekonomi yang tinggi untuk berkembang, misalnya karena memiliki potensi sumber daya alam yang menjanjikan, tidak akan mampu berkembang seperti yang diharapkan jika sektor transportasinya terbatas. Sektor transportasi yang terbatas secara langsung akan berpengaruh pada tingkat aksesibilitas suatu wilayah, yang pada gilirannya akan menyebabkan tingginya biaya angkut. Biaya angkut yang tinggi menyebabkan sumber daya alam suatu wilayah menjadi tidak ekonomis ataupun tidak kompetitif untuk dieksploitasi. Hal ini pada gilirannya akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ekonomi pada wilayah dimaksud. Namun demikian korelasi di atas masih memerlukan analisa, terutama untuk kasus Indonesia. Pemahaman yang lebih rinci dan jelas mengenai hubungan antara kondisi sektor transportasi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan pemerataan sangatlah dibutuhkan. 1.2. Perumusan Masalah Sektor transportasi memiliki kontribusi yang sangat penting dan berdimensi stratejik bagi pembangunan nasional, mengingat sifatnya sebagai penggerak dan pendorong kegiatan pembangunan serta sebagai jembatan perekat kesenjangan yang membuat semakin penting perannya sebagai bagian integral dari infrastruktur pembangunan nasional (Departemen Perhubungan, 2005). Peranan sektor transportasi sangat tidak terlepas dari karakteristik wilayah, baik

10 karakteristik yang berkaitan dengan kondisi fisik meliputi kondisi topografi, sebaran penduduk, kondisi potensi sumber daya alam. Dengan demikian maka ketergantungan atau keterkaitan ekonomi antardaerah dipastikan akan terjadi. Karena keterkaitan antara satu sektor dengan sektor lain, maka dalam proses pertumbuhannya dapat saja terjadi perubahan struktur. Berdasarkan hal hal di atas maka terdapat permaslahan sebagai berikut: 1. Karakteristik wilayah yang berbeda, menyebabkan perubahan struktural dalam waktu yang berbeda. Oleh sebab itu seberapa besar perubahan struktur ekonomi pada sektor transportasi pada suatu wilayah? 2. Perubahan dalam struktur ekonomi terkait dengan komposisi permintaan dan penawaran produksi (produk antara) tidak terpolakan dengan baik. Dengan demikian, bagaimana keterkaitan ekonomi antar sektor transportasi antar wilayah? 3. Sektor transportasi merupakan faktor pendorong dalam intrawilayah maupun interwilayah dalam usaha menghubungkan simpul simpul strategis. Oleh sebab itu seberapa besar peran sektor transportasi terhadap disparitas ekonomi? 1.3. Tujuan Penelitian Dengan mengacu pada permasalahan studi yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis perubahan struktur ekonomi pada sektor transportasi terhadap wilayah di Indonesia. 2. Menganalisis keterkaitan antar wilayah pada sector transportasi. 3. Menganalisis pengembangan transportasi terhadap disparitas wilayah.

11 1.4. Ruang Lingkup Penelitian Kata kunci dalam penelitian ini adalah keterkaitan antar regional yang dalam hal ini diwakili oleh : 1. Lima wilayah besar di Indonesia yaitu 1. Jawa-Bali, 2. Sumatera, 3. Kalimantan, 4. Sulawesi dan 5. Indonesia lainnya atau ROI (Rest of Indonesia). 2. Sektor transportasi dibatasi hanya pada sektor 1. transportasi darat, 2. sektor transportasi laut dan 3. transportasi udara. 3. Sumber sumber pertumbuhan fokus pada Domestic Final Demand (DFD), Export Expansion (EE), Import Substitution (IS) dan Koefisien Teknologi (TC).