PENGARUH PEMBERIAN NATRIUM DIKLOFENAK DOSIS 1,4 MG/KgBB DAN 2,8 MG/KgBB TERHADAP KADAR SERUM KREATININ TIKUS WISTAR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan obat golongan anti-inflamasi nonsteroid

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan obat golongan antiinflamasi nonsteroid

BAB IV METODE PENELITIAN

PENGARUH PEMBERIAN NATRIUM DIKLOFENAK DOSIS 1,4 MG/KgBB DAN 2,8 MG/KgBB TERHADAP KADAR UREUM TIKUS WISTAR LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. nyeri. Nyeri menjadi penyebab angka kesakitan yang tinggi di seluruh dunia.

PENGARUH PEMBERIAN ANALGESIK KOMBINASI PARASETAMOL DAN TRAMADOL TERHADAP KADAR KREATININ SERUM TIKUS WISTAR LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH INDUKSI KETAMIN DOSIS 2 MG/KgBB DAN. DEKSAMETASON DOSIS 0,2 MG/KgBB INTRAVENA TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS WISTAR

BAB IV METODE PENELITIAN. Tempat : Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

BAB IV METODE PENELITIAN

EFEK PROTEKSI KOMBINASI EKSTRAK ETANOL BIJI KEDELAI

BAB I PENDAHULUAN. Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi nyeri tanpa menyebabkan. mengurangi efek samping penggunaan obat.

PENGARUH PARASETAMOL DOSIS ANALGESIK TERHADAP KADAR SERUM GLUTAMAT OKSALOASETAT TRANSAMINASE TIKUS WISTAR JANTAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti seminar hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa program strata-1 kedokteran umum

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KREATININ SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

EFEK VITAMIN-E TERHADAP KADAR ALKALI PHOSPHATASE SERUM PADA TIKUS SPRAGUE DAWLEY YANG DIBERIKAN PARACETAMOL LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA KADAR FERITIN DENGAN KREATININ SERUM PADA PASIEN THALASSEMIA DI RSUD DR. MOEWARDI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

BAB IV METODE PENELITIAN

PENGARUH PEMBERIAN INFUSA BUAH ALPUKAT (Persea

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PEMBERIAN ANALGESIK KOMBINASI PARASETAMOL DAN TRAMADOL TERHADAP KADAR KREATININ SERUM TIKUS WISTAR

EFEKTIVITAS ANALGETIK PREEMTIF TERHADAP KEDALAMAN ANESTESI PADA ODONTEKTOMI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sembuh tanpa jaringan parut. Penyembuhan fraktur bisa terjadi secara langsung atau

ABSTRAK. Aldora Jesslyn O., 2012; Pembimbing I : Penny Setyawati M, dr., Sp.PK, M.Kes. Pembimbing II : Sijani Prahastuti, dr., M.Kes.

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali

INTISARI PERBANDINGAN KADARNATRIUM DIKLOFENAK DALAM SEDIAAN TABLET DENGAN NAMA GENERIK DAN MERK DAGANGMENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

BAB IV METODE PENELITIAN

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan. Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran. Diajukan Oleh : Vica Oktavia Citra Dewi J

ABSTRAK. Penyusun : Vibiola Cikitha NRP : Pembimbing I :Dr. Meilinah Hidayat,dr.,M.Kes. Pembimbing II : Lusiana Darsono,dr.,M.Kes.

ABSTRAK. PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL TIKUS Wistar JANTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ataupun infeksi. Inflamasi merupakan proses alami untuk mempertahankan

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN LEMBAYUNG (Vigna unguiculata) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS DIABETES MELLITUS DENGAN INDUKSI ALOKSAN

ABSTRAK PENGARUH KALSIUM TERHADAP KADAR KOLESTEROL DARAH TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kedokteran khususnya ilmu Biokimia dan Farmakologi.

PENGARUH PARASETAMOL DOSIS ANALGESIK TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIS HATI TIKUS WISTAR JANTAN LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Anestesiologi. proposal disetujui.

BAB III METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi, Ilmu Farmakologi. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. : Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

PENGARUH PEMBERIAN ANALGESIK KOMBINASI PARASETAMOL DAN TRAMADOL TERHADAP KADAR SERUM GLUTAMAT PIRUVAT TRANSAMINASE TIKUS WISTAR

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Ginjal merupakan salah satu organ utama dalam tubuh manusia yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang ilmu Biokimia dan Farmakologi.

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PEMBERIAN MADU TERHADAP FUNGSI HATI TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIINDUKSI MONOSODIUM GLUTAMAT

ABSTRAK. EFEK INFUSA DAUN SALAM (Syzygium polyanthum) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL TOTAL DARAH TIKUS JANTAN GALUR WISTAR MODEL DISLIPIDEMIA

ABSTRACT THE EFFECT OF CALCIUM AND VITAMIN D TOWARDS HISTOPATHOLOGICAL CHANGES OF WISTAR MALE RAT S KIDNEY WITH THE INDUCED OF HIGH LIPID DIET

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sekarang para ahli tidak henti-hentinya meneliti mekanisme kerja dari obat

ABSTRAK. EFEK JUS BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA TIKUS JANTAN WISTAR

BAB IV METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi.

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Hipertensi merupakan salah satu kondisi kronis yang sering terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International

BAB 4 METODE PENELITIAN

Woro Supadmi PENDAHULUAN METODE PENELITIAN. NSAIDs were not assosiation of chronic renal failure incidence (OR 1.1;p>0.05;CI to 7.934).

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Ruang Lingkup, Tempat dan Waktu Penelitian. 2. Ruang lingkup tempat : Laboratorium Biologi Universitas Negeri

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI DAN KESESUAIANNYA PADA PASIEN GERIATRI RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN PERIODE APRIL

PENGARUH PEMBERIAN ASPIRIN BERBAGAI DOSIS PER ORAL TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ SERUM TIKUS WISTAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan

I. PENDAHULUAN. cyclooxygenase (COX). OAINS merupakan salah satu obat yang paling. banyak diresepkan. Berdasarkan survey yang dilakukan di Amerika

BAB IV METODE PENELITIAN

ABSTRAK. F. Inez Felia Yusuf, Pembimbing I : Dra. Rosnaeni, Apt. Pembimbing II: Penny Setyawati M., dr., Sp.PK.,M.Kes.

ABSTRAK EFEK EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS

ABSTRAK. EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn.) DALAM MENURUNKAN KADAR TRIGLISERIDA TIKUS WISTAR JANTAN

PENGARUH PARASETAMOL DOSIS ANALGESIK TERHADAP KADAR SERUM GLUTAMAT PYRUVAT TRANSAMINASE TIKUS WISTAR JANTAN LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Kata kunci: Kolesterol LDL, kolesterol HDL, daun jambu biji (Psidium guajava Linn.), tikus wistar

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti Ujian Hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa Program Strata-1 Kedokteran Umum

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV METODE PELAKSANAAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi

PENGARUH PEMBERIAN BORAKS DOSIS BERTINGKAT TERHADAP PERUBAHAN GAMBARAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS HEPAR SELAMA 28 HARI (Studi pada tikus wistar)

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran DELIA INTAN ISWARI G

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Ilmu Patologi Anatomi dan

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

ABSTRAK. EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS WISTAR JANTAN

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Histologi, Patologi Anatomi dan

I. PENDAHULUAN. metabolisme tubuh yang sudah tidak digunakan dan obat-obatan. Laju Filtrasi

BAB IV METODE PENELITIAN

POTENSI HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP HATI TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL QAMARUDDIN ARYADI

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Disiplin ilmu dalam penelitian ini adalah ilmu Biokimia dan Farmakologi.

ABSTRAK. Ronauly V. N, 2011, Pembimbing 1: dr. Sijani Prahastuti, M.Kes Pembimbing 2 : Prof. DR. Susy Tjahjani, dr., M.Kes

PENGARUH EKSTRAK DAUN KEPEL (Stelechocarpus burahol [Blume] Hook. f. & Thomson) TERHADAP KADAR KREATININ SERUM TIKUS PUTIH YANG DIINDUKSI PARASETAMOL

ABSTRAK. PENGARUH LENDIR Abelmoschus esculentus (OKRA) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL TIKUS WISTAR JANTAN MODEL TINGGI LEMAK

BAB III METODE PENELITIAN

TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA PADA TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIBERI PAKAN TINGGI LEMAK

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu farmakologi khususnya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

SKRIPSI. EFEK EKSTRAK BAWANG MERAH ( Allium ascalonicum L.) TERHADAP PERUBAHAN SUHU TUBUH PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG MENGALAMI DEMAM

Transkripsi:

PENGARUH PEMBERIAN NATRIUM DIKLOFENAK DOSIS 1,4 MG/KgBB DAN 2,8 MG/KgBB TERHADAP KADAR SERUM KREATININ TIKUS WISTAR Indriyani Mangampa 1, Taufik Eko Nugroho 2 1 Mahasiswa Program Pendidikan S-1 Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro 2 Staf Pengajar Anestesiologi Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Soedarto, SH., Tembalang -Semarang 50275, Telp. 02476928010 ABSTRAK Latar belakang : Natrium diklofenak merupakan salah satu obat golongan NSAID yang paling sering digunakan, dimana NSAID ini sendiri merupakan salah satu golongan obat yang paling umum digunakan di seluruh dunia. Natrium diklofenak memiliki efek analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi dengan potensi tinggi dan toleransi yang baik. Namun, dibalik keunggulan tersebut, obat ini juga memiliki potensi efek samping, salah satunya terhadap ginjal. Karena pengaruhnya terhadap fungsi ginjal yang diukur dengan kadar serum kreatinin inilah yang mendasari penelitian mengenai pengaruh natrium diklofenak dosis lazim terhadap kadar serum kreatinin. Tujuan : Meneliti pengaruh pemberian natrium diklofenak dosis 1,4 mg/kgbb dan 2,8 mg/kgbb per oral terhadap kadar serum kreatinin pada tikus wistar. Metode : Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian post test only control group design. Sampel tersebut di bagi dalam 3 kelompok yaitu sebagai kelompok kontrol, kelompok yang mendapat induksi natrium diklofenak 1,4 mg/kgbb per oral serta kelompok yang mendapat induksi natrium diklofenak 2,8 mg/kgbb per oral selama 14 hari. Hasil : Hasil penelitian diperoleh dari uji statistik dimana tidak terdapat peningkatan kadar serum kreatinin yang bermakna pada tikus wistar yang mendapat induksi natrium diklofenak dosis 1,4 mg/kgbb dibandingkan kelompok kontrol dengan nilai p = 0,345, kelompok yang mendapat induksi natrium diklofenak dosis 2,8 mg/kgbb dibandingkan kelompok kontrol dengan nilai p = 0,448, kelompok yang mendapat induksi natrium diklofenak dosis 2,8 mg/kgbb dibandingkan kelompok dosis 1,4 mg/kgbb dengan nilai p = 0,103. Simpulan : Tidak terdapat perbedaan kenaikan kadar serum kreatinin tikus wistar yang bermakna antara pemberian natrium diklofenak dosis 1,4 mg/kgbb dan 2,8 mg/kgbb per oral dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kata kunci : natrium diklofenak, serum kreatinin ABSTRACT PENGARUH PEMBERIAN NATRIUM DIKLOFENAK DOSIS 1,4 MG/KgBB DAN 2,8 MG/KgBB TERHADAP KADAR SERUM KREATININ TIKUS WISTAR Background : Diclofenac sodium is one of the NSAID class of drugs most often used, in which the NSAID itself is one of the most common class of drugs used worldwide. Sodium diclofenac has analgesic, antipyretic and anti-inflammatory effects with high potential and a good tolerance. However, beyond these advantages, this drug also has potential side effects, one of which is on the kidneys. Its influence on renal function as measured by serum creatinine levels become the base of the Diclofenac sodium usual dose towards serum creatinine level experiment. Objective : To determine the influence of Diclofenac sodium doses of 1,4 mg / kgbw and 2,8 mg / kgbw orally on levels of serum creatinine in Wistar rats. 1004

Methods : This experiment used post test only control group design. The samples were divided into 3 groups: a control group, the group receiving Diclofenac sodium 1,4 mg / kgbw orally and the group receiving Diclofenac sodium 2,8 mg / kgbw orally for 14 days. Result : Obtained from statistical tests where there is no significant increase in serum creatinine levels in Wistar rats that received induction doses of Diclofenac sodium 1,4 mg / kgbw than the control group, with p = 0,345, the group received an induction dose of Diclofenac sodium 2,8 mg / kgbw than the control group, with p = 0,448, the group received an induction dose of Diclofenac sodium 2,8 mg / kgbw dose group compared to 1,4 mg / kgbw with a value of p = 0,103. Keywords : Diclofenac sodium, serum creatinine PENDAHULUAN Natrium diklofenak merupakan obat golongan anti-inflamasi nonsteroid (NSAID) dengan efek analgesik, antiinflamasi, dan antipiretik. NSAID adalah salah satu obat yang paling umum digunakan di seluruh dunia, dengan jumlah pengguna lebih dari 30 juta orang setiap hari. 1 Lebih dari 111 juta resep ditulis untuk NSAID di Amerika Serikat setiap tahunnya, dan NSAID menyumbang sebesar 60% dari pasar obat analgesik over-the-counter (OTC) di Amerika Serikat. 2 NSAID yang paling sering digunakan adalah diklofenak dan ibuprofen. 3 Diklofenak paling umum digunakan untuk kondisi yang berkaitan dengan jenis nyeri muskuloskeletal kronis, seperti artritis rematoid, osteoartritis, spondilitis ankilosa, dan gout. Di Indonesia, penyakit sendi (30,3%) merupakan penyakit tidak menular dengan prevalensi tertinggi pada orang dewasa dan lansia. 4,5 Natrium diklofenak merupakan NSAID dengan potensi tinggi dan toleransi yang baik. Dosis lazim yang biasa digunakan adalah 100 sampai 200 mg per hari, diberikan dalam beberapa dosis terbagi. 6 Efek samping terjadi pada sekitar 30% penderita, meliputi ulserasi gastrointestinal, kenaikan enzim hepar, trombositopenia, gangguan fungsi ginjal, gangguan sistem saraf pusat, serta alergi. 7,8 Obat ini dapat menyebabkan oliguria dan peningkatan kadar serum kreatinin, juga nefritis interstitial. 9,10 Penggunaannya dalam jangka waktu lama untuk penyakit-penyakit kronik tentunya akan meningkatkan risiko efek samping obat ini terhadap ginjal. Nefrotoksisitas natrium diklofenak perlu diwaspadai karena penggunaannya yang kebanyakan pada pasien lansia dimana fungsi ginjal telah menurun. Terdapat beberapa laporan kasus gagal ginjal akut setelah inisiasi dosis akut tinggi NSAID, terutama pada orang tua. 11, 12 13, 14 Beberapa kasus gagal ginjal akut pada pasien yang sehat juga telah dilaporkan. 1005

Pengukuran serum kreatinin telah disarankan oleh American College of Physicians dalam menyaring pasien asimptomatis pada orang dewasa. Meskipun sensitivitasnya dalam mendeteksi gangguan ginjal ringan tidak terlalu tinggi, karena pemeriksaan fungsi ginjal lainnya yang lebih baik, seperti klirens kreatinin, lebih sulit dan mahal, maka serum kreatinin masih tetap digunakan dalam menilai fungsi ginjal, baik dalam klinik ataupun penelitian. 15 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian natrium diklofenak 1,4 mg/kgbb dan 2,8 mg/kgbb secara per oral terhadap kadar serum kreatinin tikus wistar. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan pendekatan Post-Test Only Control Group Design. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri Semarang (Unnes) untuk perlakuan pada hewan coba dan Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Jawa Tengah untuk pengukuran kadar serum kreatinin pada bulan April hingga Mei 2015. Sampel penelitian adalah tikus wistar jantan sebagai objek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi. Kriteria inklusi penelitian ini, yaitu tikus wistar jantan, umur 2-3 bulan, sehat dan aktif, berat 200-250 gram, serta tidak terdapat kelainan anatomi. Sampel dieksklusi jika mati saat adaptasi dan perlakuan. Pemilihan subjek penelitian dilakukan secara simple random sampling. Sampel kemudian dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok yang diberi natrium diklofenak peroral dosis 1,4 mg/kgbb, dan kelompok yang diberi natrium diklofenak peroral dengan 2,8 mg/kgbb. Kemudian diberikan perlakuan selama 14 hari, Selanjutnya, tikus wistar diambil darahnya melalui pembuluh darah retroorbita pada hari ke 15 dan diukur kadar serum kreatinin di laboratorium Patologi Klinik. Data yang dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh dari dari pembacaan hasil pemeriksaan laboratorium. Data tersebut diuji normalitasnya dengan uji Saphiro-Wilk. Karena diperoleh distribusi data tidak normal dilakukan transformasi data. Kemudian, dilakukan uji beda menggunakan uji statistik parametrik One Way ANOVA dilanjutkan dengan uji statistik Post Hock. 1006

HASIL PENELITIAN Tabel 1. Analisis Deskriptif Data Kelompok Mean Std. Deviasi Kontrol 1,0840 0,25677 Perlakuan 1 0,7940 0,08849 Perlakuan 2 0,8280 0,13442 Tabel 2. Uji normalitas dan homogenitas perubahan kadar serum kreatinin Kelompok Shapiro-Wilk Levene statistik Sig. Sig. Kontrol 0,182 Perlakuan 1 0,013 1,580 Perlakuan 2 0,506 Dari tabel normalitas dan homogenitas didapatkan pada variabel perlakuan 1 distribusi data tidak normal (p<0,05), sedangkan pada variabel kontrol dan perlakuan 2 diperoleh distribusi data normal (p>0,05). Karena terdapat distribusi data yang tidak normal, dilakukan transformasi data untuk menormalkan data yang distribusinya tidak normal. Dari hasil transformasi data, dilakukan uji normalitas dan homogenitas. Tabel 3. Data transformasi Kelompok Mean Std. Deviasi Kontrol 0,964 0,222 Perlakuan 1 1,113 0,297 Perlakuan 2 1,231 0,184 Tabel 4. Uji normalitas dan homogenitas perubahan kadar serum kreatinin data transformasi Kelompok Shapiro-Wilk Levene statistik Sig. Sig. Kontrol 0, 311 Perlakuan 1 0, 115 0,532 Perlakuan 2 0, 793 1007

Setelah didapatkan distribusi data yang normal dan varians data homogen, dilakukan uji beda dengan uji One Way ANOVA dilanjutkan uji Post Hock. Tabel 5. Uji beda One Way ANOVA Kelompok p Kontrol Perlakuan 1 0,248* Perlakuan 2 *Signifikan p < 0,05 Tabel 1. Nilai p pada uji Post Hock tiap kelompok Kelompok Kontrol Perlakuan 1 Perlakuan 1 0,345* Perlakuan 2 0,103* 0,448* *Signifikan p < 0,05 Hasil uji One-Way ANOVA menunjukkan bahwa nilai p=0,248 (p>0,05) yang berarti tidak terdapat perbedaan kadar serum kreatinin yang signifikan antara ketiga kelompok tersebut. Pada uji Post Hock antar kelompok tidak didapatkan perbedaan kadar serum kreatinin yang bermakna antara kelompok kontrol terhadap kelompok perlakuan 1, kelompok kontrol terhadap kelompok perlakuan 2, dan kelompok perlakuan 1 terhadap kelompok perlakuan 2. PEMBAHASAN Penelitian ini membandingkan kenaikan kadar serum kreatinin pada pemberian natrium diklofenak peroral dosis 1,4 mg/kgbb dan 2,8 mg/kgbb. Sampel penelitian ini adalah 15 tikus wistar berdasarkan kriteria inklusi yang telah ditentukan. Dari ke-15 tikus wistar tersebut dibagi dalam 3 kelompok, yaitu 5 tikus wistar sebagai kontrol, 5 tikus wistar dengan pemberian natrium diklofenak peroral dengan dosis 1,4 mg/kgbb sebagai kelompok perlakuan 1, dan 5 tikus wistar dengan pemberian natrium diklofenak peroral dengan dosis 2,8 mg/kgbb sebagai kelompok perlakuan 2. Dari hasil penelitian ini tidak didapatkan peningkatan kadar serum kreatinin yang bermakna pada kelompok perlakuan 1 jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil yang demikian juga diperoleh pada kelompok perlakuan 2 jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. 1008

Natrium diklofenak memberikan efek terapinya terutama dengan kemampuannya menghambat produksi prostaglandin dengan menginhibisi enzim siklooksigenase (COX). Pada orang dengan hemodinamik ginjal yang normal, laju filtrasi glomerulus ginjal (LFG) dipengaruhi oleh sistem saraf simpatis, hormonal dan autakoid (norepinfrin, epinefrin, endotelin, angiotensin II, nitrit oksida, prostaglandin), dan autoregulasi intrinsik ginjal. 16 Prostaglandin yang menyebabkan vasodilatasi arteriol ginjal hanya memainkan peran kecil dalam mempertahankan LFG. PGE2 dan PGI2 juga normalnya tidak berperan signifikan dalam mengatur LFG. 17 Hanya pada orang dengan hemodinamik ginjal yang terganggu, ginjal mensintesis prostaglandin yang bersifat vasodilator untuk mengimbangi autokoid yang bersifat vasokonstriktor, dan mempertahankan perfusi ginjal yang normal. Tikus wistar yang menjadi subyek penelitian ini memiliki hemodinamik ginjal yang normal. Oleh karena itu laju filtrasi glomerulus tetap normal, sehingga clearance kreatinin ginjal juga tetap berlangsung baik, dengan demikian kadar serum kreatinin tidak mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari tidak adanya peningkatan signifikan kadar serum kreatinin kelompok perlakuan 1 dan 2 dibandingkan dengan kelompok kontrol. 18 Penelitian yang dilakukan Dilger K, dkk menyebutkan bahwa pemberian diklofenak 75 mg selama 14 hari tidak menimbulkan pengaruh terhadap fungsi ginjal yang dihitung dengan clearance inulin. Dilger K juga menyatakan bahwa terdapat penurunan produksi prostanoid, namun parameter sistem renin-angiotensin-aldosteron tetap normal. Hal ini menandakan bahwa penurunan prostaglandin tidak menyebabkan menurunnya fungsi ginjal dan sistem renin-angiotensin-aldosteron pada pasien normovolemik dan normotensif. Lama paparan dan dosis kemungkinan dapat memengaruhi efek natrium diklofenak terhadap fungsi ginjal. Penelitian oleh Aprioku JS, dkk mengemukakan bahwa terdapat peningkatan kadar serum kreatinin tikus pada pemberian natrium diklofenak dosis 2 mg/kgbb selama 28 hari. Pada penelitan ini lama paparan adalah 14 hari dan tidak didapatkan perubahan terhadap fungsi ginjal, sedangkan pada penelitian Aprioku JS dengan lama paparan 28 hari diperoleh penurunan fungsi ginjal, yang ditunjukkan dengan meningkatnya kadar serum kreatinin. Bolat D, dkk dalam penelitiannya menyatakan bahwa pemberian natrium diklofenak dosis 10 mg/kgbb tidak menimbulkan kenaikan kadar serum kreatinin, sedangkan pada penelitian ini, dosis yang diberikan adalah 1,4 mg/kgbb dan 2,8 mg/kgbb. Dengan 1009

demikian, pada dosis yang tinggi dapat timbul kenaikan kadar serum kreatinin, sedangkan pada dosis yang lebih rendah, seperti pada penelitian ini tidak terdapat kenaikan kadar serum kreatinin. Talat Yasmeen, dkk menyebutkan bahwa pemberian natrium diklofenak dosis 2 mg/kgbb selama 14 hari menyebabkan destruksi pada tubulus ginjal. Fungsi filtrasi ginjal, yang nantinya menentukan besar LFG, berlangsung di glomerulus. Dengan demikian, kerusakan histopatologi ginjal tersebut tidak menyebabkan perubahan LFG sehingga tidak menimbulkan peningkatan kadar serum kreatinin. Hal ini sesuai dengan penelitian ini yang menggunakan dosis 1,4 mg/kgbb dan 2,8 mg/kgbb selama 14 hari di mana tidak terdapat perubahan serum kreatinin yang signifikan. Perbedaan hasil penelitian Talat Yasmeen dengan penelitian ini dapat disebabkan oleh perbedaan metode. Pada penelitian Talat Yasmeen, natrium diklofenak diberikan dalam dosis tunggal setiap harinya, sedangkan pada penelitian ini natrium diklofenak diberikan dalam dosis terbagi sebanyak tiga kali sehari. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa sebuah dosis tunggal besar yang diberikan sekaligus cenderung memiliki dampak yang berbeda dengan dosis total yang sama namun diberikan dalam jumlah terbagi selama periode waktu tertentu. 19 Selain itu, ketika terjadi kerusakan pada sebagian nefron ginjal, nefron-nefron lainnya yang masih tersisa akan mengadakan respon fisiologis berupa hiperfungsi dan hipertrofi untuk mengkompensasi kerusakan tersebut. Terjadi perubahan pada fisiologi glomerulus yaitu pada hemodinamikanya, meliputi hiperfiltrasi, yaitu kenaikan LFG dalam satu nefron (Single Nephron Glomerular Filtration Rate/SNGFR), dan hipertensi glomerular, yaitu meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler glomerulus (P GC ) yang dimediasi mediator-mediator seperti renin-angiotensin-aldosteron, endotelin, peptida natriuretik, nitrit oksida, dan bradikinin. 20 Melalui mekanisme ini, LFG ginjal dipertahankan pada batas normal sehingga tidak mengurangi clearance kreatinin. Selain faktor clearance oleh ginjal, kadar serum kreatinin dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya asupan makanan dan aktivitas. Efek samping natrium diklofenak terhadap saluran cerna dapat memengaruhi asupan makanan, dimana asam amino yang diperlukan untuk mensintesis kreatin berasal dari protein dalam makanan. Penurunan asupan makanan dapat menyebabkan penurunan kadar serum kreatinin. Selain itu, menurunnya aktivitas akibat subjek yang menjadi sakit akibat pemberian natrium diklofenak dapat menurunkan laju perubahan kreatin fosfat menjadi kreatinin yang berlangsung di otot, sehingga menurunkan 1010

kadar serum kreatinin. Efek samping obat ini terhadap hepar juga dapat menurunkan fungsi organ ini dalam mensintesis kreatin, yang merupakan prekursor kreatinin, sehingga menurunkan kadar serum kreatinin. Faktor-faktor ini diperkirakan menyebabkan kadar serum kreatinin yang lebih rendah pada kelompok dengan pemberian natrium diklofenak dibandingkan kelompok kontrol. Keterbatasan pada penelitian ini adalah penulis tidak dapat mengontrol beberapa faktor, antara lain: faktor lingkungan, pemberian pakan dan natrium diklofenak, faktor penyakit lain, serta faktor intrinsik seperti daya tahan dan kerentanan tikus. Kurangnya waktu penelitian sehingga penulis tidak dapat membuat variasi waktu penelitian. SIMPULAN DAN SARAN Pada penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa pemberian natrium diklofenak dosis 1,4 mg/kgbb dan 2,8 mg/kgbb per oral selama 14 hari tidak menyebabkan kenaikan kadar serum kreatinin. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh pemberian natrium diklofenak menggunakan dosis dan lama paparan yang bervariasi serta dengan melakukan analisis kimia darah lain untuk mengetahui tingkat kerusakan ginjal akibat pemberian obat ini dalam dosis analgesik. Selain itu, perlu dilakukan studi epidemiologi mengenai dosis aman natrium diklofenak dalam penggunaannya sebagai obat analgesik. UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-nya penulis dapat menyelesaikan tugas Karya Tulis Ilmiah ini. Penulis juga berterima kasih kepada dr. Taufik Eko N., Msi. Med, Sp.An selaku dosen pembimbing karya tulis ilmiah serta keluarga dan teman-teman yang senantiasa memberikan doa dan dukungan sehingga penulisan hasil karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan. DAFTAR PUSTAKA 1. Singh G. Gastrointestinal complications of prescription and over-the-counter nonsteroidal anti-inflammatory drugs: a view from the ARAMIS database. American Journal of Therapy; 2000(7):115 121. 2. Loren L. Approaches to nonsteroidal anti-inflammatory drug use in the high-risk patient. Journal of Gastroenterology; 2001(120):594 606. 1011

3. IMS Health. MIDAS Quantum based on selected markets (ATC M1A oral solid forms only. US$ Actual, growth in US$ CER); 2008. 4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar (RISKESDAS). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia; 2007. 5. Sinatra R, et al. The essence of analgesia and analgesics. Cambridge: Cambridge University Press; 2011. p. 229-230. 6. Widodo U, Bircher J, et al. Kumpulan data klinik farmakologi. Yogyakarta: Mada University Press.; 1993. p. 379. 7. Jacqueline RB, Laura DR. Lehne's pharmacology for nursing care. Missouri: Elsevier Saunders; 2013. p. 60-64. 8. Aronson JK. Meyler's side effects of analgesics and anti-inflammatory drugs. San Diego: Elsevier Science; 2010. p. 225-227. 9. Robert B, Andrew JF. The Merck manual. Jakarta: Binarupa Aksara; 1999. p. 245. 10. Satoskar RS, et al. Pharmacology and pharmacotherapeutics. Mumbai: Popular Prakashan; 2009. p. 159-181. 11. Griffin MR, Yared A, Ray WA. Nonsteroidal antiinflammatory drugs and acute renal failure in elderly persons. American Journal of Epidemiology; 2000(151):488 496. 12. Atta MG, Whelton A. Acute renal papillary necrosis induced by ibuprofen. American Journal of Therapeutics; 1997(4):55 60. 13. Sandhu GK, Heyneman CA. Nephrotoxic potential of selective cyclooxygenase-2 inhibitors. Annals of Pharmacotherapy; 2004(38):700 704. 14. Harris RC. COX-2 and the kidney. Journals of Cardiovascular Pharmacology; 2006(47): 537 542. 15. Jacobson RH, et al. The principles and practice of nephrology. Philadelphia: B.C. Decker Inc.; 1991. p.338-339. 16. Guyton AC, et al. Textbook of medical physiology. Pennsylvania: Elsevier; 2006. p. 323-325. 17. Fischbach FT, Dunning MB. A manual of laboratory and diagnostic tests. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2009. p.274. 18. Whelton A. Renal and related cardiovascular effects of conventional and COX-2- specific NSAIDs and non-nsaid analgesics. American Journal of Theurapeutic. 2000; 7: p. 63-74. 19. U.S. National Library of Medicine [Internet]. Maryland: U.S. National Library of Medicine; c1993 [updated 2015 June 19; cited 2015 June 29]. Available from: http://www.nlm.nih.gov. 20. Brenner BM. Brenner & Rector s the kidney. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008. p. 783-786. 1012