Integrasi Etnomatematika Dalam Kurikulum Matematika Sekolah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

KTSP Perangkat Pembelajaran SMP/MTs, KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) Mapel Matematika kls VII s/d IX. 1-2

Peran Etnomatematika Terkait Konsep Matematika dalam Mendukung Literasi

09. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang B. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika berasal dari bahasa Yunani adalah studi besaran, struktur,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasanah, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENGARUH PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA SMP PADA MATERI GARIS DAN SUDUT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, menjadi salah satu ilmu yang diperlukan pada saat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan yang berperan sebagai ratu dan pelayan ilmu. James dan James

43. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunarungu (SMPLB B)

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

42. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB A)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. lemah menjadi kuat, dari tidak bisa menjadi bisa. Seperti diakatakan oleh Slameto

BAB I PENDAHULUAN. sosial, teknologi, maupun ekonomi (United Nations:1997). Marzano, et al (1988)

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya aljabar, geometri, kalkulus, statistika, dll. Bangun ruang sisi

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB I PENDAHULUAN. Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana, 2011), h

2 Namun pembelajaran matematika di sekolah memiliki banyak sekali permasalahan. Majid (2007:226) menyatakan bahwa masalah belajar adalah suatu kondisi

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan suatu landasan dan kerangka perkembangan ilmu

IDENTIFIKASI ETNOMATEMATIKA PADA MASJID AGUNG DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nining Priyani Gailea, 2013

BAB I PENDAHULUAN. cukup menjadi alasan, sebab matematika selalu diajarkan di setiap jenjang

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menggunakan prinsip-prinsip matematika. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir

BAB I PENDAHULUAN. Balitbang Depdiknas (2003) menyatakan bahwa Mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

, 2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI AJAR VOLUME BANGUN RUANG SISI LENGKUNG. Abu Khaer

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN. satu ilmu dasar yang digunakan secara luas dalam berbagai bidang kehidupan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Kejuruan (SMK). Posisi SMK menurut UU Sistem Pendidikan. SMK yang berkarakter, terampil, dan cerdas.

BAB I PENDAHULUAN. Elly Susanti, Proses koneksi produktif dalam penyelesaian mmasalah matematika. (surabaya: pendidikan tinggi islam, 2013), hal 1 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kekuatan dinamis yang dapat mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurul Qomar, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANALYSIS OF MATHEMATICS TEACHER PROBLEM IN LEARNING IMPLEMENTATION SENIOR HIGH SCHOOL

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kreano 7 (1) (2016): Jurnal Matematika Kreatif-Inovatif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

IMPLEMENTASI CTL DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang dinilai

48. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

51. Mata Pelajaran Matematika Kelompok Teknologi, Kesehatan dan Pertanian untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) A.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA DALAM MENEMUKAN RUMUS BARISAN ARITMATIKA BERBANTUAN ALAT PERAGA SEDERHANA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan tidak terlepas dari tujuan pendidikan yang telah hendak dicapai,

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

Pengaruh Model Pembelajaran Koperatif Tipe Think Talk Write Terhadap Kemampuan Komunikasi Dan Penalaran Matematis

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. manusia- manusia unggul dan berkualitas. Undang-undang No 20 tahun 2003

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

BAB II KAJIAN TEORETIS. (2006:10) mengemukakan, Belajar matematika merupakan suatu perubahan. praktis bersikap positif, bertindak aktif dan kreatif.

belajar, belajar seraya bermain, dengan demikian anak akan memiliki kesempatan untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Matematika juga berfungsi dalam ilmu pengetahuan, artinya selain

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan diberikannya mata pelajaran matematika untuk siswa

KEMAMPUAN PENALARAN ANALOGI DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. zaman inilah yang mendorong para pendidik untuk lebih kreatif dalam. nasional (Marsigit dalam Renni Indrasari,2005:1).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran yang menekankan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan bidang ilmu yang memiliki kedudukan penting

Transkripsi:

Integrasi Etnomatematika Dalam Kurikulum Matematika Sekolah Alfonsa M. Abi 1) 1) Prodi Pendidikan Matematika STKIP SOE, NTT, Indonesia E-mail:fonsa_fan@yahoo.com Abstrak. Etnomatematika merupakan matematika yang diterapkan oleh kelompok budaya tertentu. Itu berarti etnomatematika bukan sekedar bicara tentang etnis atau suku. Karena pengajaran matematika di sekolah dan matematika yang ditemukan anak dalam kehidupan sehari-hari sangat berbeda, maka pembelajaran matematika sangat perlu memberikan muatan/menjembatani antara matematika dalam dunia sehari-hari yang berbasis pada budaya lokal dengan matematika sekolah. Melihat kurikulum 2013 yang menanamkan pemikiran ilmiah dan pendidikan karakter, menjadi rasional untuk mengintegrasikan etnomatematika dan pembelajaran matematika. Tulisan ini membahas kemungkinan pengintegrasian etnomatematika ke dalam kurikulum matematika dan model pembelajaran yang mendukung pembelajarannya. Kata Kunci: Integrasi, Etnomatematika, Matematika Sekolah, CTL I. PENDAHULUAN Contextual Teaching and Learning (CTL) atau yang dikenal dengan pembelajaran kontekstual merupakan sebuah model pembelajaran yang mengaitkan materi dengan situasi dunia nyata peserta didik. Model pembelajaran ini mendorong peserta didik mendefinisikan hubungan antara pengetahuan yang telah dimiliki dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat. Model ini sudah digaungkan sejak lama dan terbukti mengatasi kesulitan peserta didik dalam belajar serta menciptakan peserta didik yang kreatif, inovatif dan kritis seperti penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Hal ini bukan berarti model pembelajaran yang lain tidak bagus. Tetapi jika pembelajaran disesuaikan dengan kehidupan peserta didik tentulah tidak akan terlalu sulit disesuaikan terutama pada pembelajaran matematika yang mana memiliki tingkat keabstrakan yang tinggi. Konsep abstrak dan hanya ada dibayang-bayang peserta didik mampu ditransformasikan ke dalam kehidupan mereka. Ini merupakan salah satu motivasi bahwa matematika memiliki kegunaan yang besar dalam kehidupan dan merupakan bagian dari kehidupan mereka. Dengan demikian, matematika tidak perlu ditakuti. Hiebert & Capenter (dalam Alfonsa, 2015) mengingatkan kepada semua pihak bahwa pengajaran matematika di sekolah dan matematika yang ditemukan anak dalam kehidupan sehari-hari sangat berbeda. Bentuk-bentuk aktivitas, artefak maupun ide yang dijalani oleh peserta didik telah membudaya. Mereka tidak perlu membayangkan apa yang tidak pernah dialami, cukuplah mengerti dan memahami karena mereka telah melakukan dan melihatnya setiap hari bahkan terlibat dalam mencipta. Inilah yang disebut kebudayaan dan beberapa kalangan pada era 80-an mulai melakukan penelitian dan pengembangan dalam pembelajaran matematika yang mereka sebut dengan etnomatematika. Etnomatematika mulai dintegrasikan ke dalam kurikulum matematika sekolah dengan asumsi awal untuk melestarikan nilai dari kebudayaan yang semakin hilang ditelan perkembangan zaman. Penelitian yang dilakukan oleh D Ambrosio (1986) menjadi titik tolak dari penyadaran peran etnomatematika pada pembelajaran. Argumentasi ini didukung pula oleh Bishop (198.) hingga menyebar ke daerah Afrika (e.g. [1], [2]), Jepang dan Tionghoa [3]. Melihat keragaman budaya yang ada di Indonesia maka [4], [5] dan [6] melakukan penelitian dan pengembangan bahan ajar berintegrasi etnomatematika dan 1

menyimpulkan bahwa peran etnomatematika sangatlah penting sebagai sarana untuk memotivasi, menstimulasi peserta didik, dapat mengatasi kejenuhan dan memberikan nuansa baru pada pembelajaran matematika. Karena etnomatematika sudah dikenal oleh peserta didik sehingga dalam mengajak peserta didik untuk mengidentifikasi dan mengaitkan bagian dari budaya yang sudah mereka kenal ke dalam suatu materi matematika dengan panduan yang diberikan guru akan lebih mudah. Alfonsa (2015), telah mengeksplorasi sebagian budaya masyarakat suku Amanuban dan memperoleh relasi yang sangat dekat antara matematika dan budaya yang dimiliki. Walaupun di kabupaten Timor Tengah Selatan memiliki 3 (tiga) suku besar yaitu Mollo, Amanuban dan Amanatun tidak terdapat perbedaan yang jauh antara kebudayaan yang dimiliki ketiga suku ini. Hal yang paling mencolok hanyalah dialek. Berdasarkan uraian diatas, yang menjadi latar belakang dari kajian ini adalah bagaimana peran etnomatematika dalam pembelajaran matematika khususnya pada daerah kabupaten Timor Tengah Selatan. Kajian literatur ini diharapkan memberikan dampak yang luas baik bagi pihak sekolah dalam pengembangan bahan ajar dan implementasinya dalam pembelajaran maupun kepada masyarakat sebagai usaha sadar untuk melestarikan budaya yang dimiliki. II. PEMBAHASAN James dan James dalam [7] menjelaskan matematika sebagai ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak dan terbagi dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Ada pula kelompok lain yang beranggapan bahwa matematika adalah ilmu yang dikembangkan untuk matematika itu sendiri. Ilmu adalah untuk ilmu, dan matematika adalah ilmu yang dikembangkan untuk kepentingan sendiri. Matematika adalah ilmu tentang struktur yang bersifat deduktif atau aksiomatik, akurat, abstrak, dan ketat. Objek matematika adalah abstrak, pembahasannya deduktif, harus logis,berjenjang, serta melibatkan operasi. Tetapi uniknya, matematika adalah ibu dan sekaligus pelayan sehingga dapat dipakai dalam ilmu yang lain serta terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari. Inilah yang membuat matematika adalah ilmu yang sangat berguna. Namun, di lain pihak dalam mempelajari matematika terdapat banyak kesulitan dan keluhan. Diantaranya adalah matematika adalah ilmu yang abstrak, sulit dipahami dan masih menjadi momok di kalangan peserta didik maupun guru. Salah satu langkah untuk mengurangi pandangan negatif terhadap matematika adalah dengan pembelajaran kontekstual atau membawa dunia nyata peserta didik ke dalam pembelajaran itu sendiri. Hal ini sejalan dengan etnomatematika. Secara etimologis, etnomatematika berasal dari kata ethno dan matematic. Ethno berarti etnis dan matematic berarti matematika. Menurut [1], etnomatematika adalah matematika yang diterapkan oleh kelompok budaya tertentu, kelompok buruh/petani, anak-anak dari masyarakat kelas tertentu, kelas-kelas profesional, dan lain sebagainya. Ini berarti etnomatematika bukan sekedar bicara tentang etnis atau suku. Hiebert & Capenter (1992) mengingatkan kepada semua pihak bahwa pengajaran matematika di sekolah dan matematika yang ditemukan anak dalam kehidupan sehari-hari sangat berbeda. Oleh sebab itu pembelajaran matematika sangat perlu memberikan muatan/menjembatani matematika dengan kehidupan sehari-hari yang berbasis pada budaya lokal dengan matematika sekolah. Dengan asumsi bahwa etnomatematika yang diangkat sudah dikenal dan dapat membantu peserta didik dalam belajar matematika. Model pembelajaran yang mendukung pembelajaran berbasis etnomatematika adalah model Contextual Teaching and Learning (CTL). CTL merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata, sehingga mereka mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari. [8] mengungkapkan bahwa dalam CTL terdapat 8 (delapan) komponen yang harus dilakukan dalam proses pembelajaran yaitu (1) membuat 2

keterkaitan yang bermakna; (2) melakukan pekerjaan yang berarti; (3) melakukan pembelajaran yang diatur sendiri; (4) bekerja sama; (5) berpikir kritis dan kreatif; (6) membantu individu untuk tumbuh dan berkembang; (7) mencapai standar yang tinggi; serta (8) menggunakan penilaian autentik. Peserta didik akan belajar secara bermakna seperti yang dikemukan teori belajar Ausubel dalam [7] karena model CTL menekankan keterlibatan peserta didik secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong peserta didik untuk menerapkannya dalam kehidupan. CTL mendukung pendekatan saintifik pada kurikulum 2013. Dikarenakan pembelajaran model CTL dimulai dengan menkonstruk masalah, kemudian bertanya, menemukan, adanya aktivitas masyarakat belajar (dalam hal ini peserta didik), membuat model penyelesaian, adanya kegiatan refleksi, dan terakhir adalah penilaian hasil belajar. Kegiatan ini mengindikasikan bahwa peserta didik berpikir dan bertindak secara ilmiah. Langkahlangkah pembelajaran model CTL dijabarkan sebagai berikut: a. Pertama, peserta didik didorong untuk mengemukakan pengetahuan awal tentang konsep yang dibahas. Bila perlu peserta didik di pancing dengan memberikan pertanyaan yang problematik tentang kehidupan sehari-hari. b. Kedua, peserta didik diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, perinterpretasian data dalam sebuah kegiatan yang telah dirancang oleh guru. Kemudian secara berkelompok peserta didik berdiskusi tentang masalah yang bahas. c. Ketiga, peserta didik menyampaikan, membuat model dan membuat rangkuman serta ringkasan hasil pekerjaan bimbingan guru. d. Keempat, peserta didik dapat membuat keputusan menggunakan pengetahuan dan keterampilan, berbagai informasi dan gagasan, mengajukan pertanyaan lanjutan, mengajukan saran baik secara individu maupun secara kelompok yang berhubungan dengan pemecahan masalah. Gagne dalam [7] mengklasifikasikan objek matematika ke dalam objek langsung dan objek tak langsung. Objek langsung mencakup fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan. Objek tak langsung mencakup kemampuan berpikir logis, kemampuan memecahkan masalah, bersikap positif, tekun, teliti, kerja sama, dan jujur, yang memiliki keterkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik. Pendapat Gagne juga didukung oleh Dienes yang mengungkapkan bahwa setiap konsep (atau prinsip) matematika dapat dipahami dengan tepat hanya jika mulamula disajikan melalui berbagai representasi konkret/fisik. Dienes menggunakan istilah konsep untuk menunjuk suatu struktur matematika, suatu definisi tentang konsep yang jauh lebih luas daripada definisi Gagne. Penggunaan benda-benda konkrit yang ada di sekitar peserta didik dalam mendukung pembelajaran matematika bukanlah hal yang mudah dalam pelaksanaannya, namun bukanlah hal baru dalam dunia pendidikan terutama dalam membelajarkan matematika yang dianggap abstrak dan banyak simbol. Sifat keabstrakan matematika ini memberi kesempatan kepada guru dalam memilih strategi, model dan media dalam mengajarkan matematika agar tujuan pembelajaran yang dimaksud dapat tercapai. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh [4], [5], dan [6] dalam penelitian mereka. Mereka mencoba mengungkapkan kebudayaan yang dimiliki masing-masing daerah yang dapat diimplementasikan ke dalam pembelajaran matematika yang mereka sebut etnomatematika. Pembelajaran model CTL melibatkan lingkungan sekitar siswa. [9] menyimpulkan bahwa CTL dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika karena peserta didik mengalami langsung materi atau konsep yang diajarkan. Materi pelajaran ditemukan sendiri oleh peserta didik, bukan hasil pemberian dari orang lain. Kelas bukanlah tempat untuk mencatat atau menerima informasi dari guru, akan tetapi kelas digunakan untuk saling membelajarkan. Hal ini dibenarkan [10] yang membuktikan bahwa penerapan pembelajaran kontekstual bermedia objek nyata meningkatkan hasil belajar peserta didik secara signifikan. Oleh karena itu, CTL 3

mampu meningkatkan pemahaman konsep dan berpikir kritis peserta didik. [11] mengemukakan bahwa kemampuan berpikir matematis peserta didik yang menggunakan pendekatan kontekstual lebih baik. Selain pemahaman konsep dan berpikir kritis peserta didik meningkat, CTL juga mampu meningkatkan kemampuan komunikasi mereka. Hal ini disampaikan oleh [12] bahwa peningkatan kemampuan komunikasi matematik peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada yang memperoleh pembelajaran konvensional. Dengan model pembelajaran CTL, pengintegrasian budaya ke dalam kurikulum pengajaran menjadi salah satu solusi yang murah dan menyenangkan. Hal inilah yang mengakibatkan munculnya ilmu etnomatematika. Menurut [1], etnomatematika adalah matematika yang diterapkan oleh kelompok budaya tertentu, kelompok buruh/petani, anakanak dari masyarakat kelas tertentu, kelas-kelas profesional, dan lain sebagainya. Ini berarti etnomatematika bukan sekedar bicara tentang etnis atau suku. Pembelajaran matematika sangat perlu memberikan muatan/menjembatani antara matematika dalam dunia sehari-hari yang berbasis pada budaya lokal dengan matematika sekolah. Jadi dapat diartikan bahwa etnomatematika adalah integrasi budaya dalam pembelajaran matematika atau dengan kata lain matematika yang berunsur budaya. Budaya yang diangkat tergantung di mana dan kepada siapa matematika itu diajarkan. Dengan asumsi bahwa etnomatematika yang diangkat sudah dikenal dan dapat membantu peserta didik dalam belajar matematika. Zaenuri, dkk (2014) menjelaskan bahwa berbagai bentuk etnomatematika pada budaya masyarakat berelasi dengan konsep-konsep matematika, seperti aturan sinus dan aturan cosinus, luas dan keliling persegi panjang, persegi, jajar genjang, dan belah ketupat, luas permukaan dan volum kubus, prisma, limas, dan tabung, serta himpunan sehingga dapat diintegrasikan dalam pembelajaran matematika, baik di jenjang pendidikan dasar (SMP) dan menengah (SMA/SMK). Penelitian lainnya mendukung bahwa etnomatematika dapat diintegrasikan ke dalam pembelajaran dan tentu saja etnomatematika yang digunakan disesuaikan dengan konsep matematika yang terkandung di dalam bentuk etnomatematika itu sendiri. [4] menyatakan penerapan etnomatematika sebagai sarana untuk memotivasi, menstimulasi peserta didik, dapat mengatasi kejenuhan dan memberikan nuansa baru pada pembelajaran matematika. Karena Etnomatematika sudah dikenal oleh peserta didik sehingga dalam mengajak peserta didik untuk mengidentifikasi dan mengaitkan bagian dari budaya yang sudah mereka kenal ke dalam suatu materi matematika dengan panduan yang diberikan guru akan lebih mudah. Danoebroto (2012) menggunakan model pembelajaran matematika berbasis pendidikan multikultural yang dikembangkan dari lima dimensi pendidikan multikultural James Banks yaitu integrasi budaya dalam konten matematika, konstruksi pengetahuan matematika melalui konteks dan pemahaman budaya, kesetaraan pedagogik, mengurangi prejudice dan memberdayakan kultur sekolah yang kondusif. Pembelajaran matematika berbasis pendidikan multikultural bertujuan untuk mengoptimalkan prestasi belajar matematika sekaligus menumbuhkan kesadaran, kesepahaman, toleransi, saling pengertian dan semangat kebangsaan individu peserta didik sebagai bagian dari masyarakat yang multikultur. Terdapat bentuk-bentuk hasil budaya masyarakat yang memuat konsep matematika dan dibangun menjadi sebuah pendekatan dalam pembelajaran. Pembelajaran ini yang kemudian disebut sebagai pembelajaran berbasis budaya. Tentu saja setiap bentuk etnomatematika disesuaikan dengan konsep matematika yang sepadan dan tidak menghambat peserta didik dalam mempelajari matematika. Oleh karena itu, pembelajaran perlu dikemas sebaik mungkin. Alfonsa (2015) menyimpulkan bahwa konsep matematika telah dimiliki dan dihidupi masyarakat sejak lama. Hal ini terealisasi dari bentuk etnomatematika suku Amanuban yang memuat banyak konsep-konsep matematika terutama dalam bidang geometri dan aljabar. Konsep geometri yang terekam dalam kebudayaan masyarakat suku Amanuban yaitu lingkaran, persegi, persegi panjang, belah ketupat, kerucut, 4

limas, prisma, segi banyak, balok, tabung dan kubus. Selain luas permukaan, konsep volume pun dapat dianalisis dari bentuk-bentuk etnomatematika yang ada. Operasi bilangan bulat baik itu penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian dapat anda temukan dalam permainan tradisional yang dimiliki oleh masyarakat. Konsep peluang dan barisan aritmatika serta konsep yang lain perlu dianalisis secara mendalam. Hubungan bentuk etnomatematika dengan konsep matematika disajikan pada tabel 1. Konsep Matematika TABEL 1 RELASI PADA TIAP TINGKATAN Bentuk Etnomatematika Peluang Gerakan tari Bonet, pilihan warna dan motif, campuran jagung bose Panjang garis singgung Tambur, sisir (kil noni), destar, lingkaran, luas & busur gula merah lingkaran Tabung Tempat kapur (kal ao) dan ok tuke, bentuk bakul dan taka Kecepatan Aturan permainan faela dan huila beba Kerucut Bentuk gasing & bentuk pengukus ubi Jaring-jaring kubus dan luas daerah Phytagoras Operasi bilangan bulat Satuan waktu & panjang Bentuk daerah permainan sikidoka Aturan main oto Aturan permainan kuti kelereng & kayu do i Jangka waktu pengolahan lahan, hasil tenun Kegiatan panen Penjumlahan dan perkalian; perbandingan Persegi panjang Bentuk hasil tenunan & anyaman tikar, ikat Pinggang (fut noni) dan aluk, bentuk kue lemet Luas belah ketupat Barisan aritmatika Luas permukaan segienam beraturan Luas limas segienam Luas belah ketupat Luas permukaan prisma Balok Motif buna Susunan motif dari muti Bentuk nyiru Bentuk tobe Motif anyaman Oko Ketupat III. KESIMPULAN DAN SARAN Etnomatematika merupakan matematika yang diterapkan oleh kelompok budaya tertentu, kelompok buruh/petani, anak-anak dari masyarakat kelas tertentu, kelas-kelas profesional, dan lain sebagainya. Ini berarti etnomatematika bukan sekedar bicara tentang etnis atau suku. Karena pengajaran matematika di sekolah dan matematika yang ditemukan anak dalam kehidupan sehari-hari sangat berbeda, maka pembelajaran matematika sangat perlu memberikan muatan/menjembatani antara matematika dalam dunia sehari-hari yang berbasis pada budaya lokal dengan matematika sekolah. Melihat kurikulum 2013 yang menanamkan pemikiran ilmiah dan pendidikan karakter, menjadi rasional untuk mengintegrasikan etnomatematika dan pembelajaran matematika. Tulisan ini membahas kemungkinan pengintegrasian etnomatematika ke dalam kurikulum matematika dan model pembelajaran yang mendukung pembelajarannya. Walaupun semua bentuk etnomatematika secara umum dapat diintegrasikan ke dalam pembelajaran tetapi jika tidak dikemas secara baik justru akan menghambat proses belajar matematika. Untuk itu perlu diadakan penelitian lanjutan yang lebih mendalam dalam membahas konsep-konsep matematika dalam sebuah kebudayaan, adanya pengembangan bahan ajar berbasis etnomatematika yang kemudian diukur tingkat miskonsepsinya dalam pembelajaran. DAFTAR PUSTAKA [1] Gerdes, P. On Ethnomathematics and the Transmission of Mathematical Knowledge In and Outside Schools in Africa South of the Sahara. Les Sciences Hors D'occidentali Me Siecle. (5): 229-246. 1996. [2] Lipka, J. & Irhke, D. A. Ethnomathematics applied to classrooms in Alaska: Math in a Cultural Context. The Journal of Mathematics and Culture. 3 (1):8-10. 2009. [3] Uloko, E.S. & Imoko, B. I. Effects of ethno mathematics teaching approach and gender on students achievement in Locus. Journal National Association Social Humanity Education. 5 (1): 31-36. 2007. [4] Sirate, F. S. Implementasi Etnomatematika Dalam Pembelajaran Matematika Pada Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar. Lentera Pendidikan. 15 (42): 41-54. 2012. [5] Hartoyo, A. Eksplorasi Etnomatematika Pada Budaya Masyarakat Dayak Perbatasan Indonesia-Malaysia Kabupaten Sanggau Kalbar. Jurnal Penelitian Pendidikan. 1 (13): 14-23. 2012. [6] Tandililing, E. Pengembangan Pembelajaran Matematika Sekolah Dengan Pendekatan Etnomatematika Berbasis Budaya Lokal Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Matematika Di Sekolah. Prosiding. Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika dengan tema Penguatan Peran Matematika dan Pendidikan Matematika untuk Indonesia yang Lebih Baik" pada tanggal 9 November 2013 di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. 2013. [7] Suherman, dkk. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jica. 2003. [8] Johnson, E. B. CTL (Contextuak Teaching & Learning). Bandung: Kaifa. 2014. [9] Yenti, I. N. Pendekatan Kontekstual (Ctl) Dan Implikasinya Dalam Pembelajaran Matematika. Ta dib. 2 (12): 118-125. 2009 [10] Lestari, S. Pembelajaran Kontekstual Bermedia Objek Nyata pada Perkalian dan Pembagian untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar. Jurnal Pendidikan Sains. 4 (2): 238-249. 2014. 5

[11] Senjawati, E. I. Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMk di Kota Cimahi. Prosiding. Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika dengan tema Implementasi Kurikulum 2013 Melalui Inovasi Pembelajaran Matematika untuk Menunjang Optimalnya Hardskill dan Softskill siswa pada tanggal 27 Nopember 2014 di STKIP Siliwangi. 2014. 6