BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang pada Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, yang menyebutkan bahwa Negara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016. PENYITAAN SEBAGAI OBJEK PRAPERADILAN 1 Oleh: Arif Salasa 2

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. merupakan produk dari sebuah kebudayaan yang didasarkan pada pikiran, akal

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB III PENUTUP. serta pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa peranan hakim adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

Presiden, DPR, dan BPK.

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS. Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Pasal 1 Ayat 3. Sebagai Negara hukum

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

BAB I PENDAHULUAN kemudian Presiden mensahkan menjadi undang-undang pada tanggal. 31 Desember 1981 dengan nama Kitab Undang-undang Hukum Acara

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LARANGAN PENINJAUAN KEMBALI PUTUSAN PRAPERADILAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

PRAPERADILAN SEBAGAI KEWENANGAN TAMBAHAN PENGADILAN NEGERI PRETRIAL COURT AS ADDITIONAL POWERS

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Pidana merupakan salah satu dari keseluruhan hukum yang berlaku

I. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XI/2013 Tentang Frasa Pihak Ketiga Yang Berkepentingan

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

BAB II HAK-HAK TERSANGKA DALAM HUKUM ACARA PIDANA. seseorang yang menjalani pemeriksaan permulaan, dimana salah atau tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

KEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1. Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Abstrack

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN STATUS TERSANGKA DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

I. PENDAHULUAN. Ditinjau dari hal-hal yang baru dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

III. METODE PENELITIAN. Upaya untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam melakukan penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

KEABSAHAN PENETAPAN STATUS TERSANGKA DALAM PROSES PENYELIDIKAN (STUDI KASUS PENISTAAN AGAMA Ir. BASUKI TJAHAJA PURNAMA)

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

BAB IV PERKEMBANGAN PENGATURAN PRAPERADILAN TERHADAP PENETAPAN TERSANGKA DALAM KASUS PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) semakin besar pengaruhnya

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu Negara di dunia yang merupakan Negara hukum yang tertuang pada Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, yang menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Ada doktrin mengenai Indonesia adalah Negara Hukum secara literer dapat diartikan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan hajat hidup masyarakat diatur oleh hukum. Itu sebabnya kita sering mendengar para pakar hukum yang membahasakan bahwa dimana ada masyarakat disitu ada hukum, dan dimana ada hukum disitu ada masyarakat. 1 Negara hukum yang dimaksud adalah Negara yang menegakan supermasi hukum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan dan tidak ada kekuasaan yang tidak dipertanggung jawabkan. 2 Arti dari hukum itu sendiri menurut kamus hukum adalah keseluruhan peraturan peraturan dimana tiap - tiap orang yang bermasyarakat wajib mentaatinya, sistem peraturan untuk menguasai tingkah laku manusia dalam masyarakat atau bangsa, Undang Undang, ordonasi, atau peraturan yang ditetapkan pemerintah dan di tandatangani ke dalam undang undang. 3 Hukum juga merupakan hal yang sangat erat kaitannya dengan keadilan, dan hukum sendiri dibuat untuk memberi rasa keadilan dan menjamin hak setiap 1 http://indoprogress.com/2015/02/ketika-sarpin-kelewatan-batas-tentang-putusanpraperadilan-budi-gunawan/, diakses pada tanggal 21 Februari 2016, pukul 21.15. 2 Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (Sesuai dengan Urutan Bab, Pasal dan ayat),(sekertaris Jendral MPR RI, Jakarta :2010), hlm. 46 3 M. Mawran, Jimmy P, Kamus Hukum (Dictionary Law Complete Edition), ( Surabaya : Realite Publisher 2009 ). hlm. 258

individu dalam setiap kehidupannya, agar setiap individu merasa aman dan tentram dalam melakukan segala sesuatunya. Hak-hak warga Negara dilindungi oleh hukum dan semua warga Negara berkedudukan yang sama dihadapan hukum dan pemerintahan. Dalam Negara hukum ini penegakan hukum dilakukan dengan satu proses hukum dan prosedur hukum yang sudah baku. Dalam hak asasi manusia, hukum itu hak untuk mendapatkan proses peradilan yang adil atau disebut dengan prinsip fair trial. Jika proses hukum tindak pidana tidak menjamin dan melindungi hak asasi individu maka dapat terjadi perbuatan kesewenang wenangan yang berpengaruh pada penegakan hukum itu sendiri dan juga dalam proses persidangan yang mengabaikan prinsip fair trial maka hal tersebut akan merusak tegaknya suatu keadilan. Prinsip fair trial dalam proses hukum pidana diatur dalam Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (DUHAM). Pandangan penegakan hukum masih jauh dari rasa keadilan. Namun demikian, ada pandangan masyarakat yang menilai bahwa Negara belum menjamin keadilan dan kepastian hukum. Praktek penegakan hukum yang terjadi sekarang juga dinilai jauh dari penegakan hukum yang sesuai seharusnya dilakukan. Usaha untuk memperbaiki penegakan hukum adalah di Undangkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Lembaga Negara 1981 Nomor 76 yaitu Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau lebih sering disebut dengan KUHAP. Ini merupakan perbaikan hukum acara pidana yang mana peraturan itu lahir dari amanah Undangundang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang sekarang berubah menjadi Undang undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dengan menggunakan peraturan peninggalan

pemerintahan colonial Belanda. Herziene Inlands Reglement Staatsblad 1941 Nomor 44 atau disingkat HIR. Sebagai produk pemerintahan colonial Belanda tentu saja HIR jauh dari cita-cita hukum bangsa Indonesia karena HIR dibuat untuk melindungi pemerintah penjajah dan merepresi warga Negara. HIR dinilai kurang menghargai hak asasi manusia, keadilan dan kepastian hukum. KUHAP dalam banyak hal melakukan perubahan mendasar atas asas- asas serta ketentuan-ketentuan hukum pidana. Beberapa hal baru yang tercantum dalam KUHAP antara lain: 1. Hak-hak tersangka dan terdakwa yang terdapat di dalam Pasal 50 s/d Pasal 68; 2. Bantuan hukum pada semua tingkat pemeriksaan yang terdapat di dalam Pasal 69 s/d Pasal 74; 3. Penggabungan perkara perdata dan perkara pidana dalam hal ganti rugi yang terdapat di dalam Pasal 98 s/d Pasal 101; 4. Pengawasan pelaksanaan putusan hakim yang terdapat di dalam Pasal 277 s/d Pasal 283; 5. Wewenang hakim pada pemeriksaan pendahuluan, yakni pra peradilan yang terdapat di dalam Pasal 77 s/d Pasal 83. Pembaharuan yang dilakukan dalam KUHAP terlihat adanya perhatian yang lebih dikedepankan yaitu pada penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia karena hukum acara pidana bertujuan untuk : mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran yang materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidanadengan menerapkan ketentuan-

ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat; mencari pelaku dari suatu tindak pidana serta menjatuhkan pidana; Menjaga agar mereka yang tidak bersalah, tidak dijatuhi sanksi pidana, meskipun orang tersebut telah dituduh melakukan suatu tindak pidana. Mewujudkan tujuan hukum acara pidana untuk mencari kebenaran materiil atau keadilan dengan jujur dan tepat mencari pelaku dari suatu tindak pidana dan menjaga agar orang yang tidak bersalah tidak dijatuhi hukuman yang diciptakan dalam KUHAP maka tercipta suatu lembaga yang disebut dengan lembaga praperadilan. Lembaga ini merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di Indonesia dalam kehidupan penegakan hukum. Lembaga praperadilan lahir dari inspirasi yang bersumber dari adanya hak Habeas Corpus dalam sistem peradilan Anglo-Saxon, yang memberikan jaminan fundamental terhadap HAM khususnya hak kemerdekaan. 4 Bila ditinjau dari struktur dan susuan peradilan lembaga praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri. Ia hanya merupakan pemberian wewenang dan fungsi baru yang dilimpahkan KUHAP kepada setiap Pengadilan Negeri dan pada hakekatnya merupakan suatu sistem, hal ini dikarenakan dalam proses peradilan pidana di Indonesia terdiri dari tahapantahapan yang merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan. Akhir akhir ini kajian mengenai praperadilan begitu mengemukakan banyak persoalan hukum yang menjadi isu nasional, membuat perkara praperadilan menarik perhatian masyarakat. 4 O.C. Kaligis, 2009, Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa dan Terpidana, Bandung : Alumni.

Praperadilan yang lama tidak pernah muncul, mulai menjadi bahan kajian kembali bagi ahli hukum terutama berkaitan dengan efektifitas pra peradilan melindungi HAM dalam tindakan upaya paksa aparat hukum, serta perdebatan mengenai perlu tidaknya praperadilan diganti dengan peran hakim komisaris sebagaimana tercantum dalam RUU KUHAP. Banyak pihak menganggap praperadilan masih di perlukan dalam perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dari kesewenang wenangan hukum penguasa serta untuk menguji seberapa jauh aturan hukum acara pidana telah di jalankan aparat hukum. Mengutip apa yang telah dikatakan Yusril Izha Mahendra, ia mengatakan bahwa kebenaran materil bersifat objektif akan tetapi kebenaran tersebut tidak akan hidup tanpa adanya kebenaran formil, meskipun terbatas oleh pembuktian akan tetapi proses mencari kebenaran dan keadilan akan dirasakan efektif dan efisien jika melalui proses peradilan. 5 Praperadilan merupakan salah satu cara bagi setiap individu untuk mencari keadilan, proses praperadilan ini pada dasarnya sudah diatur di dalam KUHAP. Proses praperadilan adalah upaya yang dilakukan oleh pihak (tersangka) yang merasa bahwa putusan yang diberikan kepadanya tersebut dirasa tidak adil dan tidak seharusnya dijatuhkan kepadanya, oleh sebab itu praperadilan ini diajukan sebagai upaya hukum untuk meminta keadilan. Pengadilan Negeri merupakan lembaga independen yang diberi kewenangan untuk memeriksa dan memutus suatu perkara praperadilan. 5 http://info.bisnis.com/read/20150225/285/406131/kpk-vs-polri-tiga-alasan-ma-perlu menguji-praperadilan-budi-gunawan. diakses pada tanggal 11 januari 2016, pukul 19.45

Kasus Komjen Pol Budi Gunawan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah kasus yang mana membuat popular sebuah praperadilan. Karena itu lah penulis membuat tulisan ini untuk membahas apa itu prapeadilan, praktek praperadilan, faktor yang melatarbelakangi penetapan tersangka sebagai objek praperadilan dalam kasus pidana korupsi serta pertimbangan hukum praperadilan dalam kasus korupsi yang banyak terjadi di Indonesia. Arti praperadilan itu sendiri dalam Hukum Acara Pidana dapat dipahami dari bunyi Pasal 1 angka 10 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan bahwa Praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus suatu perkara. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang melatarbelakangi penetapan tersangka sebagai objek Praperadilan dalam kasus pidana korupsi? 2. Apa pertimbangan hukum untuk menetapkan sah atau tidaknya penetapan tersangka dalam praperadilan? C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini : a. Untuk mengetahui dan memaparkan yang melatar belakangi praperadilan terhadap penetapan tersangka sebagai objek praperadilan dalam kasus korupsi di Indonesia serta memperoleh informasi dan keterangan yang jelas dalam proses pelaksanaan atau praktek pelaksanaan praperadilan yang sudah berjalan sampai saat ini di Indonesia.

b. Untuk mengetahui pertimbangan hukum untuk menetapkan sah atau tidaknya penetapan tersangka dalam praperadilan aparat hukum dalam menyelidiki, menuntut dan mengadili dalam perkara pidana harus mengumpulkan atau berdasarnya dua alat bukti pemulaan. D. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Praperadilan Praperadilan menurut istilah yang dipergunakan oleh KUHAP mempunyai maksud dan artinya yang harfiah berbeda. Pra artinya sebelum atau mendahului, berarti praperadilan sama dengan sebelum pemeriksaan di sidang pengadilan. 6 Menurut ketentuan KUHAP, arti yang dimaksud dengan praperadilan dalam pengertian umum telah dicantumkan dalam Bab I. Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 10 yang mengartikan sebagai berikut : Praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang : a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarga atau pihak lain atas kuasa tersangka. b. Sah atau tidaknya penghentian penyelidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan ; c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitas oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. 6 Andi hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika 2008, hlm. 187.

Praperadilan sudah menjadi wewenang Pengadilan Negeri seperti kewenangan yang lainnya dalam memeriksa dan memutuskan perkara pidana perdata. Praperadilan suatu lembaga baru yang memiliki ciri dan eksistensi yang merupakan kesatuan yang memang melekat dengan Pengadilan Negeri sebagai satuan tugas yang tidak terpisah dari Pengadilan Negeri itu sendiri. Keadaan dan eksistensi adanya lembaga praperadilan diantara lembaga-lembaga hukum yang lain tersebut di dalam KUHAP selain bersifat khas, spesifik dan bersifat karakteristik, juga mempunyai arti adanya suatu kemajuan dibidang hukum acara pidana yang memberi wewenang bagi Pengadilan Negeri. 7 Pasal 1 angka 10 KUHAP yang menjelaskan wewenang pengadilan negeri dalam memeriksa dan memutus perkara apa saja yang dapat di praperadilankan, wewenang praperadilan yang lain yang diatur dalam KUHAP, terdapat dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 dan BAB XII mengenai Ganti Rugi dan Rehabilitasi. Kewenangan pelaksanaan praperadilan timbul karena adanya permintaan praperadilan dalam kasus tindak pidana yang diajukan oleh tersangka, keluarga tersangka atau kuasanya. Dalam hal ini, pihak ketiga yang berkepentingan dapat juga mengajukan permohonan praperadilan kepada ketua 7 R. Soeparmono. Praperadilan dan Penggabungan Perkara Gugatan Ganti Kerugian dalam KUHAP. Bandung : Mandar Maju 2003. Hlm. 13.

pengadilan. Pihak-pihak yang dapat mengajukan Praperadilan juga dijelaskan sebagai berikut : a. Pasal 79 KUHAP Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya. b. Pasal 80 KUHAP Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya. c. Pasal 81 KUHAP Permintaan ganti kerugian atau rehabilitas akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebut alasannya. Pihak yang ada di atas yang dapat mengajukan Praperadilan, adanya Putusan Mahkamah Konstitusi terbaru mengenai Praperadilan Nomor 21/PUU/XII/2014, yang memutuskan penetapan tersangka sebagai objek baru selain yang sudah ada di KUHAP. Sehingga seseorang yang divonis sebagai tersangka atau terdakwa dalam tindak pidana terutama tindak pidana korupsi,

dapat mengajukan Praperadilan demi memperjuangkan Haknya sebagai warga negara dan manusia yang bernyawa. Kewenangan dalam pelaksanaan praperadilan menjadi wewenang mutlak dari Pengadilan Negeri. Dan terhadap putusan praperadilan sebagaimana dijelaskan diatas tidak dapat diajukan banding. Kecuali putusan tersebut menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan, maka dapat dimintakan putusan akhir ke Pengadilan Tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan. Praperadilan bertujuan untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan aparat hukum, penyidiki ataupun penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa, supaya tindakan itu benar-benar dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang, dan benar-benar proposional sesuai ketentuan hukum serta tidak merupakan tindakan yang bertentangan dengan hukum. Praperadilan juga untuk memberikan perlindungan bagi hak asasi manusia terutama hak asasi tersangka atau terdakwa yang merasa dirugikan. Kehadiran lembaga ini disambut dengan gembira bagi segenap bangsa Indonesia pada umumnya dan warga masyarakat pencari keadilan. 2. Hak-hak Tersangka atau Terdakwa Orang yang melakukan tindak pidana atau yang dituduhkan sebagai pelaku dalam tindak pidana dapat disebut tersangka atau terdakwa. Tetapi menurut KUHAP menjelaskan tersangka atau terdakwa yang terdapat pada Pasal 1 angka 14 dan 15 yakni :

Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili disidang pengadilan. Sebagai warga Negara tersangka juga memiliki hak asasi manusia, karena di Undang-undang pun sudah dijelaskan tentang hak asasi manusia. Salah satunya terdapat dalam Pasal 28 D ayat (1)yang berisi : Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Penjelasan hak hak tersangka atau terdakwa diberikan juga oleh KUHAP mulai dari Pasal 50 sampai dengan Pasal 68. Beberapa hak-hak itu sebagai berikut : a. Hak untuk segera diperiksa,diajukan kepengadilan, dan diadili (Pasal 50 ayat (1),(2),dan (3) b. Hak untuk mengetahui dengan jelas dan Bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan dan apa yang didakwakan (Pasal 51 huruf a dan b). c. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dan hakim seperti tersebut dimuka (Pasal 52). Hal-hal yang disebutkan diatas masih ada hak-hak tersangka atau terdakwa yang lain, seperti di bidang penahanan, penggeledahan, penyitaan dan lain-lain.

Praperadilan dalam hak asasi tersangka juga berfungsi untuk melindungi dalam melakukan penangkapan atau penahanan harus ada, alasan sah yang berdasarkan Undang-undang atau disebabkan kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan. Jadi Praperadilan itu merupakan hak tersangka yang dapat dipertahankan dalam jalur itu dan Praperadilan itu sendiri tidak lain untukmenjaga keseimbangan antara hak asasi manusia perseorang dan kepentingan umum. 8 3. Objek Praperadilan dalam Tindak Pidana Korupsi Objek Praperadilan adalah setiap tindakan aparat penegak hukum yang masuk dalam kategori upaya paksa yang meliputi pengkapan, penahanan, penyitaan, dan penggeledahan. Setiap upaya paksa itu mengandung nilai HAM yang asasi. Bila dilakukan upaya paksa maka hak asasi yang bersangkutan akan terganggu. Ada kemungkinan upaya paksa yang dilakukan secara benar menurut hukum. Dengan demikian, dibutuhkan suatu mekanis tertentu untuk menguji kebsahan upaya paksa itu demi melindungi hak asasi manusia. Praperadilan adalah satu mekanisme hukum pidana yang bisa ditempuh seseorang untuk melawan perlakuan atau keputusan pihak lain. Perlakuan dan keputusan itulah yang menjadi objek praperadilan. Selama ini berkembang pemikiran bahwa objek praperadilan bersifat limitative. Artinya, hanya terbatas pada apa yang disebutkan pada Pasal 1 angka 10 dan Pasal 77 KUHAP. Macam macam Objek Praperadilan : 8 Agus Ismunarso, Djoko Prakoso, Hak Asasi Tersangka dan Peranan Psikologi dalam konteks KUHAP (Jakarta : PT. Bina Aksara 1987). Hlm. 107

a. Menurut Undang undang Nomor 8 Tahun 1981 atau Kitab Undang undang Hukum Acara Pidana yaitu : 1) Sah atau tidaknya penangkapan. 2) Sah atau tidaknya penahanan. 3) Sah atau tidaknya penghentian penyidikan 4) Sah atau tidaknya penghentian penuntutan 5) Ganti kerugian dan Rehabilitasi b. Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU/XII/2014 yaitu : 1) Penetapan tersangka 2) Penggeledahan 3) Penyitaan E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penulis menggunakan penelitian hukum normatif. Yang mana ilmu Normatif ini memiliki cara kerja yang khas sui generis. 9 Dan penelitian hukum normative adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah 2005) 9 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana Prenada Media Group

bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran). 10 Dari penelitian ini untuk mendapatkan data serta mengkaji penelitian maka penulis melakukan dengan studi pustaka dan sumber data sekunder. 2. Sumber Data Sumber data sekunder yang digunakan untuk mendapatkan data penelitian ini terdiri dari : a. Bahan hukum primer, merupakan data yang diperoleh dari data pustaka yang berisikan peraturan perundang undangan yang terdiri dari: 1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. 2) Undang undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang undang Hukum Acara Pidana. 3) Undang undang Nomor 20 tahun 2001 jo. Undang undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 4) Undang undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman 5) Undang undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi 10 Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2010, hlm. 34

6) Undang undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 7) Undang undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI 8) Putusan Pengadilan Negeri Nomor : 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel 9) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU/XII/2014 tentang Hukum Acara Pidana terhadap Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan bahan yang berkaitan dengan data hukum primer dan dapat membantu proses analisis terdiri dari: 1) Buku buku ilmiah yang tekait. 2) Hasil penelitian yang terkait. 3) Makalah makalah yang terkait. 4) Jurnal-jurnal dan literature yang terkait. 5) Doktrin, pendapat dan kesaksian dari ahli hukum baik yang tertulis ataupun tidak tertulis. 6) Media internet, seperti blog, google, yahoo. c. Bahan Hukum Tersier, terdiri dari : 1) Kamus Hukum 3. Narasumber lain: Untuk melengkapi bahan hukum diatas diperlukan narasumber antara

a. Kepala Subdirektorat Tindak Pidana Korupsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda DI Yogyakarta, Bapak Karno Anggoro, SH b. Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta, Bapak Suwarno, SH, MH 4. Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dilakukan dengan cara : a. Penelitian kepustakaan Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen, yaitu mempelajari, mengkaji dan menelaah materi atau bahan-bahan hukum, baik yang berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, kamus hukum, ensiklopedia, literatur, arsip arsip yang mendukung, makalah hukum, majalah hukum, artikel ilmiah, hasil penelitian, dan karya ilmiah lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. b. Wawancara (interview) dengan narasumber Pengumpulan data yang dilakukan melalui tanya jawab dengan daftar pertanyaan kepada narasumber. 5. Analisis Data Data yang telah dikumpulkan dari hasil penelitian, selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode analisis data dengan cara mengelompokkan dan menseleksi data yang diperoleh dari penelitian menurut kualitas dan kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan dan teori-teori hukum serta pendapat para pakar hukum, sehingga diperoleh jawaban terhadap permasalahan dalam penelitian ini.

Adapun metode berfikir yang digunakan dalam analisis ini adalah metode induktif, yaitu proses berfikir yang berawal dari proposisi-propisisi khusus (sebagai hasil pengamatan) kemudian diambil suatu kesimpulan yang bersifat umum. F. Sistematika Penulisan Hukum Adapun sistematika penulisan hukum terdiri dari 4 (empat) bab yang terdiri sub-sub yang dirinci sebagai berikut: Bab I : Bagian pendahuluan yang mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum. Bab II : Membahas tentang hak-hak tersangka dalam hukum acara pidana Indonesia yang meliputi tinjauan umum tentang tersangka, ketentuan tentang penetapan tersangka dan hak- hak tersangka dalam tindak pidana, upaya hukum terhadap pelanggaran hak tersangka. Bab III : Membahas mengenai pengaturan Praperadilan dalam tindak pidana korupsiyang meliputi wewenang praperadilan menurut KUHAP, hukum acara praperadilan, dan perkembangan wewenang praperadilan. Bab IV : Memaparkan tentang perkembangan pengaturan praperadilan terhadap penetapan tersangka dalam kasus pidana korupsi di Inonesia mengenai faktor yang melatarbelakangi penetapan

tersangka sebagai objek Praperadilan dan makna dari dua alat bukti untuk menetapkan tersangka melalui praperadilan. Bab V : Penutup yang berisi kesimpulan dan Saran