I. PENDAHULUAN. Indonesia mengalami perubahan yang cukup besar sejalan runtuhnya rezim Orde

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAULUAN. Undang Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah. Daerah mengisyaratkan kepada daerah untuk dapat memilih membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA DUMAI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

TERM OF REFERENCES EVALUASI REFORMASI KELEMBAGAAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN GOWA 2010 ( Muskamal, S.Sos, M.Si )

PEMERINTAH KOTA DUMAI

PEMERINTAH KOTA DUMAI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PEMERINTAH KOTA DUMAI

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. melakukan perubahan secara holistik terhadap pelaksaaan pemerintahan orde baru.

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

PEMERINTAH KOTA DUMAI

PEMERINTAH KOTA DUMAI

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, yang diukur melalui elemen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diharapkan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak dan perubahan lingkungan strategi dalam menghadapi globalisasi,

I. PENDAHULUAN. berimplikasi pada kewenangan pemerintah daerah untuk mengelola dan

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB I PENDAHULUAN. daerah diharapkan mampu menciptakan kemandirian daerah dalam mengatur dan

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

b) Melaksanakan koordinasi antar pelaku pembangunan dalam perencanaan pembangunan daerah. c) Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PRAKTIK KERJA LAPANGAN. 3.1 Gambaran Singkat dan Perkembangan Badan Kepegawaian Daerah

BUPATI ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH ROKAN HILIR NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

PENGUATAN KELEMBAGAAN PEMERINTAH DAERAH DALAM RANGKA PERCEPATAN REFORMASI BIROKRASI

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi tersebut yaitu dengan diselenggarakannya otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. desentralistik. Dari sisi desentralistik, Undang-Undang Nomor : 32 Tahun 2004

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah otonom sesuai dengan

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 24 TAHUN 2005

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PELAKSANAAN UU. NO. 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

I. PENDAHULUAN yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis. Adanya

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah Undang-Undang No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PERATURAN DAERAH KOTA KOTAMOBAGU NOMOR 01 TAHUN 2007

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR SULAWESI BARAT,

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

PEMERINTAH KOTA PADANG


BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2012 TENTANG KERANGKA NASIONAL PENGEMBANGAN KAPASITAS PEMERINTAHAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 03 TAHUN 2001 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2008 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 4 TAHUN 2008

Kata Kunci : Evaluasi Kinerja, Protokol

BAB I PENDAHULUAN. kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula. perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang ditandai

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian yang dijadikan studi kasus adalah Dinas Pendapatan,

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO SERI. D. 6 Nopember 2008

IMPLEMENTASI KEMAUAN POLITIK PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH YANG DEMOKRATIS BIDANG PENDIDIKAN DI KABUPATEN SEMARANG

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi. Daerah Provinsi itu dibagi lagi atas daerah Kabupaten dan daerah

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2007 NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG

KEBIJAKAN PENGUATAN KELEMBAGAAN PADA OPD YANG MENANGANI BUMD, BLUD, DAN BARANG MILIK DAERAH DAN ARAH PERUBAHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN PEMERINTAH DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pelayanan menjadi bahasan yang penting dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

enyusunann Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keterbukaan, keadilan, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mengalami perubahan yang cukup besar sejalan runtuhnya rezim Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto pada tahun 1998 lalu. Proses reformasi muncul sebagai bentuk perubahan dari sistem pemerintahan sentralistik ke sistem pemerintahan desentralistik. Perubahan ini juga terkait dengan aspek filosofi, teori dan prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang hendak dicapai. Perubahan ini juga memberi peluang kepada daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri secara luas dan bertanggungjawab, yang dikenal dengan otonomi daerah. Otonomi daerah ini dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang selanjutnya direvisi dengan lahirnya Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Otonomi daerah sebagai wujud pelaksanaan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah adalah jawaban atas tuntutan masyarakat. Pemerintah daerah dapat melaksanakan fungsinya untuk mengatur dan mengurus kewenangan daerah berdasarkan kepentingan masyarakat daerah agar pelaksanaan fungsi pemerintahan tersebut

2 dapat dilaksanakan dengan baik, maka pemerintah daerah membutuhkan organisasi perangkat daerah atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang efektif dan efisien sebagai salah satu unsur atau bagian dari birokrasi. Tampilan birokrasi yang besar akan berdampak menghabiskan banyak sumberdaya daerah, fenomena ini telah banyak dilihat dalam praktek birokrasi selama ini baik di tingkat pusat maupun daerah. Organisasi birokrasi daerah dari Sabang sampai Merauke dibangun dan dikembangkan dengan menggunakan azas uniformitas (penyamarataan). Akibatnya jenis dan jumlah lembaga yang dikembangkan diseluruh wilayah Indonesia hampir sama. Padahal seharusnya hal tersebut disesuaikan dengan kebutuhan daerah dan kebutuhan masyarakat. Sejalan dengan pandangan di atas, Dwiyanto (2006:266) menyatakan bahwa struktur pemerintah dan birokrasi sangat kompleks dan tidak jelas, karena misi dan struktur tugas dan fungsi tidak pernah dirumuskan dengan jelas. Akibatnya tumpang tindih dan benturan misi, tugas dan fungsi antar departemen, lembaga nondepartemen, dan kantor menteri negara di pusat, antar dinas, kantor dan badan di provinsi dan kabupaten menjadi tontonan yang dengan mudah ditemui dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah dan pelayanan publik. Dengan memperjelas misi disetiap organisasi, maka budaya birokrasi yang melakukan kegiatan diluar misi tersebut dapat dihindari. Pengembangan birokrasi yang berorientasi pada misi ini akan berdampak optimal dalam memperbaiki pelayanan publik jika diikuti dengan restrukturisasi birokrasi.

3 Menurut Sedarmayanti (2010:324) ditemukan fakta tentang adanya kecenderungan organisasi perangkat daerah yang terlalu besar dan kurang didasarkan pada kebutuhan nyata di daerah yang membawa implikasi pada pembengkakan organisasi perangkat daerah secara signifikan. Hal ini jelas membawa pengaruh kepada alokasi anggaran yang tersedia di masing masing daerah. Misalnya, Dana Alokasi Umum (DAU) yang semestinya untuk kepentingan belanja pegawai, pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pelayanan publik, sebagian besar digunakan membiayai birokrasi pemerintahan daerah. Berdasarkan uraian di atas, jelas menunjukkan bahwa dalam penataan kelembagaan yakni organisasi pemerintahan struktur organisasi mempunyai peranan yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, dengan demikian akan memberikan pengaruh positif terhadap pencapaian kualitas pelayanan. Akan tetapi apabila struktur organisasi tidak disusun dengan baik maka akan dapat menghambat kualitas pelayanan publik yang baik. Ketidakjelasan visi dan misi akan memberi peluang intervensi kepentingan lain diluar organisasi, serta mengancam netralitas dan menghambat tercapainya birokrasi yang memihak kepentingan rakyat. Pembentukan organisasi perangkat daerah yakni SKPD daerah ditetapkan dengan peraturan daerah yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Peraturan Pemerintah ini pada prinsipnya memberikan arah dan pedoman yang jelas kepada daerah dalam menata organisasi yang efisien, efektif, dan rasional sesuai dengan kebutuhan dan

4 kemampuan daerah masing-masing serta adanya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplikasi serta komunikasi kelembagaan antara pusat dan daerah. Besaran organisasi perangkat daerah yang dijelaskan dalam peraturan ini sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor keuangan, kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus dicapai, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang berhubungan dengan urusan yang akan ditangani, sarana dan prasarana penunjang tugas. Dalam peraturan pemerintah ini juga dipertegas bahwa kebutuhan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing tidak senantiasa sama dan seragam. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 ini, juga ditetapkan kriteria untuk menentukan jumlah besaran organisasi perangkat daerah masing-masing pemerintah daerah dengan variabel jumlah penduduk, luas wilayah dan jumlah APBD, yang kemudian ditetapkan masing-masing variabel yaitu 40% (empat puluh persen) untuk variabel jumlah penduduk, 35% (tiga puluh lima persen) untuk variabel jumlah wilayah dan 25% (dua puluh lima persen) untuk variabel jumlah APBD, serta menetapkan variabel tersebut dalam beberapa kelas interval. Berdasarkan hasil observasi dan penelusuran dokumentasi, di Sekretariat Daerah Kota Bandar Lampung dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir ini sudah melakukan restrukturisasi organisasi sebanyak 2 (dua) kali, yakni pada tahun 2008 dan pada tahun 2011 lalu, dengan alasan memaksimalkan dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi masing-masing organisasi pemerintahan daerah yang ada dan juga dalam rangka penghematan anggaran. Pada restrukturisasi organisasi yang dilakukan pada tahun 2008 lalu, yang berpedoman

5 pada Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No. 2 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Bandar Lampung. Sekretariat Daerah Kota Bandar Lampung tersusun dari 3 Asisten Bidang yang membawahi 9 Bagian serta 27 Sub Bagian dengan rincian tugas pokok dan fungsi yang diemban oleh masing-masing organisasi perangkat daerah tersebut sesuai dengan bidang kerjanya masing-masing. Kendatipun restrukturisasi tersebut telah dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan yang hendak dicapai seperti yang telah dijelaskan di atas, namun belum terlihat perubahan yang signifikan dari apa yang sebenarnya diharapkan yakni pelaksanaan tugas yang semakin efektif dan efisien dengan anggaran yang lebih minimalis, sehingga Sekretariat Daerah Kota Bandar Lampung melakukan restrukturisasi organisasi kembali yang dilakukan pada tahun 2011 yang berpedoman pada Peraturan Walikota Bandar Lampung No. 64 Tahun 2011 tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Kota Bandar Lampung dengan hasil 4 Asisten Bidang yang membawahi 10 Bagian serta 27 Sub Bagian didalamnya. Kelemahan desain penataan kelembagaan di daerah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 adalah karena Peraturan Pemerintah ini lebih melihat persoalan kelembagaan semata-mata sebagai persoalan struktur kelembagaan. Standarisasi yang ketat yang dibuat oleh Peraturan Pemerintah ini tidak mempertimbangkan dimensi lain dari kelembagaan daerah seperti aparatur, sistem tata laksana, dan nilai dasar organisasi. Hal ini terlihat dari esensi kebijakan yang lebih menekankan pada tiga hal:

6 1. Penyeragaman nomenklatur kelembagaan daerah; 2. Penentuan jumlah kelembagaan daerah yang berbasis pada hasil perhitungan atas variable jumlah penduduk, luas wilayah, dan jumlah APBD; 3. Perumpunan kelembagaan daerah, meskipun juga menentukan beberapa perubahan lain seperti perubahan eselonisasi pejabat daerah. Pembentukan kelembagaan atau organisasi perangkat daerah akan sangat berpengaruh pada pencapaian kinerja birokrasi publik, karena struktur akan mengikuti strategi (structure follow strategy) yang diterapkan organisasi, bukan sebaliknya strategi yang mengikuti struktur (strategy follow structure) yang akhirnya mengakibatkan proliferasi atau perkem-bangbiakan kelembagaan. Dalam praktiknya, Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 juga telah menciptakan berbagai kerumitan mengiringi konsekuensi besar yang menyertainya. Berbagai standarisasi yang dirumuskan dalam regulasi ini pada akhirnya cenderung terlihat sebagai manifestasi kepentingan pusat untuk melakukan resentralisasi pemerintahan ketimbang penataan kelembagaan untuk efektivitas pemerintahan daerah. Masalah efisiensi dan pelayanan publik tampaknya menjadi urutan berikutnya. Hal ini juga tampak pada semangat Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 yang justru lebih banyak berpihak kepada birokrasi dari pada pelayanan publik. Hal ini terlihat dari besarnya organisasi perangkat daerah melebihi dari yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003. Perubahan ini, kemudian menjadi hal menarik untuk diteliti, khususnya kaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan pasca penerapan

7 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah pada Lingkup Sekretariat Daerah Kota Bandar Lampung. Berdasarkan permasalahan di atas peneliti tertarik untuk melihat efektivitas restrukturisasi organisasi perangkat daerah, dimana yang telah dilaksanakan tidak mampu mewujudkan organisasi yang benar-benar berkompeten dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, karena beban tugas yang diemban sudah melebihi kapasitas organisasi yang ada di Sekretariat Daerah Kota Bandar Lampung yang berujung pada ketidakefektifan, penyusunan yang kurang tepat menyebabkan pelayanan kepada masyarakat dalam bidang-bidang tertentu tidak efektif dan efisien. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti dan mengambil judul dalam penulisan skripsi ini adalah Efektivitas Restrukturisasi Organisasi Sekretariat Daerah (Studi pada Pemerintahan Daerah Kota Bandar Lampung Tahun 2014). B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang dan masalah di atas maka rumusan masalah adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana efektivitas restrukturisasi organisasi sekretariat daerah yang dilaksanakan oleh pemerintahan daerah Kota Bandar Lampung? 2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan restrukturisasi organisasi sekretariat daerah yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah Kota Bandar Lampung?

8 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mendeskripsikan secara lebih mendalam mengenai keefektifan restrukturisasi organisasi sekretariat daerah yang dilaksanakan oleh Pemerintahan daerah Kota Bandar Lampung 2. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi pada pelaksanaan restrukturisasi organisasi sekretariat daerah yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah Kota Bandar Lampung D. Manfaat Penelitian Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memerluas atau menambah wawasan Ilmu Administrasi Publik, khususnya studi tentang pengembangan organisasi. 2. Secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan atau referensi bagi lembaga pemerintah yang terkait, dalam perbaikan struktur organisasi.