BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Belajar Matematika Berbagai studi tentang perkembangan intelektual manusia telah menghasilkan sejumlah teori belajar yang sangat bervariasi. Walaupun di antara para ahli psikologi, ahli teori belajar, dan para pendidik masih terdapat banyak perbedaan pemahaman tentang bagaimana siswa belajar serta metode paling efektif untuk terjadinya belajar, tetapi di antara mereka terdapat juga sejumlah kesepahaman. Arsyad (2002 :1) menyimpulkan belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dan lingkungannya. Hudoyo (2003 : 3) menyimpulkan "matematika berkenaan dengan ide (gagasangagasan), aturan - aturan, hubungan - hubungan yang diatur secara logis sehingga matematika berkaitan dengan konsep - konsep abstrak". Secara sederhana Robbins (dalam Trianto, 2010:15), mendefinisikan bahwa belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru. Secara psikologis belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Daryanto,2009). Menurut Widodo S & Abu (2003) bahwa belajar merupakan proses dari perkembangan hidup manusia. Dengan belajar manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup tidak lain adalah hasil dari belajar termasuk pengalaman. Belajar adalah suatu proses, dan bukan suatu hasil karena itu, belajar berlangsung secara aktif dan secara integral dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Gagne (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2010:10) belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar. Dalam proses pembelajaran, cara mengajar guru yang baik merupakan kunci dan prasyarat bagi siswa untuk dapat belajar dengan baik. Guru memegang peranan penting untuk menciptakan proses pembelajaran yang efektif. 6
7 Pembelajaran matematika dengan pendayagunaan media pembelajaran dapat dilaksanakan dengan variasi / model / teknik. Pembelajaran tidak hanya dapat dilakukan dengan demonstrasi oieh guru, tetapi juga oleh siswa. Dengan bimbingan guru, siswa menemukan sendiri konsep / prinsip, siswa diberi kesempatan bekerja dengan kelompoknya. Dengan bernyanyi atau bermain siswa belajar / menerapkan konsep / prinsip matematika, siswa tidak merasa bosan, tetapi termotivasi. Dengan demikian untuk berhasilnya pengajaran matematika, pertimbanganpertimbangan tentang bagaimana siswa beiajar merupakan langkah utama yang harus diperhatikan. Karena pandangan guru tentang proses belajar matematika sangat berpengaruh terhadap bagaimana mereka melakukan pembelajaran di kelas, maka mempelajari teori-teori yang berkaitan dengan belajar matematika harus menjadi prioritas bagi para pendidik matematika. Matematika sebaiknya tidak diajarkan kepada siswa dengan metode. Menurut Bruner (dalam Hudoyo, 2003 : 48) " belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari, serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan strukturstruktur matematika itu ". Cara penyajian harus disesuaikan dengan derajat berpikir anak dan membagi tahap-tahap perkembangan kognitif anak dalam tiga tahap yaitu : 1) Tahap Enaktif, 2) Tahap Ikonik, 3) Tahap Simbolik. Belajar matematika pada hakikatnya adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh konsep - konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan dari individu lain atau dari lingkungan. Pembelajaran dengan model problem posing memberikan pengaruh yang signifikan dalam upaya meningkatkan kemampuan siswa karena pada pembelajaran dengan model tersebut tercipta suasana pembelajaran yang lebih kondusif, aktivitas dan kerjasama antar siswa meningkat. Proses pengajuan masalah memicu siswa untuk Iebih aktif dalam belajar yang pada akhirnya meningkatkan penalaran dalam memahami situasi yang diberikan.
8 2.1.1.2. Pembelajaran Matematika di SD Suyitno, (2004: 2) menyimpulkan pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh faktor kondisi eksternal dan kondisi internal. Untuk mengatasi masalah rendahnya hasil belajar matematika siswa, perlu adanya perbaikan proses pembelajaran. Manusia pun selalu berusaha mencari solusi untuk memecahkan masalah yang ada. Berpijak dari hal tersebut, maka pembelajaran pemecahan masalah menjadi sangat penting untuk diajarkan kepada siswa agar memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam memecahkan masaiah yang di hadapi kelak di masyarakat. Sutawidjaja (1998) menyatakan bahwa suatu soal memenuhi kriteria sebagai suatu masalah bagi siswa jika (1) siswa tidak mengetahui gambaran tentang soal itu dan (2) siswa mempunyai keinginan menyelesaikan soal tersebut. Ini berarti soal yang menjadi masalah bagi siswa yaitu soal yang menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui siswa sebelumnya sehingga siswa memiliki keinginan untuk menyelesaikan soal tersebut. Sementara itu, Gagne (dalam Wena, 2009:52) menyatakan bahwa pemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses untuk menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi situasi yang baru. Sejalan dengan pendapat tersebut, Suherman (2000) menyatakan bahwa: "Pemecahan masalah (problem solving) adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumya ke dalam situasi baru yang belum dikenal atau proses berfikir untuk menentukan apa yang harus dilakukan ketika kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan". Sehingga meningkatkan kemampuan pemecahan masalah adalah mempertinggi kemampuan dalam melakukan operasi prosedural urutan tindakan, tahap demi tahap secara sistematis untuk mengatasi situasi baru yang menantang. Kennedy (dalam Abdurrahman, 2010:257) menyarankan empat langkah proses pemecahan masalah matematika, yaitu: (1) memahami masalah; (2) merencanakan pemecahan masalah; (3) melaksanakan pemecahan masalah.
9 Karso, dkk, (1998 :1-4) mengemukakan bahwa "Matematika adalah ilmu deduktif, aksiomatik, formal, hirarkis, abstrak, bahasa simbol yang pada arti dan semacamnya. Sehingga para ahli matematika dapat mengembangkan sebuah sistem matematika" Karena perbedaan karakteristik itulah maka seorang guru dituntut untuk dapat mengerti dunia matematika yang bersifat deduktif. Setiap guru matematika Sekolah Dasar mempunyai tugas yang sangat komplek maka seorang guru harus mempunyai pemahaman materi dengan baik, memahami cara mengajar yang efektif, menggunakan cara pembelajaran matematika dan memahami serta menerapkan penggunaan ala bantu mengajar yang sesuai dengan matematika di Sekolah Dasar. 2.1.1.3. Hasil Belajar Matematika Hasil Belajar Matematika merupakan suatu perubahan yang dicapai oleh proses usaha yang dilakukan seseorang dalam interaksinya antara pengalaman dengan lingkungannya berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah ditetapkan. Nana Sudjana (2002 : 22) menyimpulkan pengertian hasil belajar dalam hal ini adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia melaksanakan pengalaman belajarnya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu, dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu : a. Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang kita sebut faktor individu. Yang termasuk ke dalam faktor individu antara lain faktor kematangan atau pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi. b. Faktor yang ada pada luar individu yang kita sebut dengan faktor sosial. Sedangkan yang faktor sosial antara lain faktor keluarga, keadaan rumah tangga, guru, dan cara dalam mengajarnya, lingkungan dan kesempatan yang ada atau tersedia dan motivasi sosial. Berdasarkan faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar menunjukkan bahwa belajar itu merupakan proses yang cukup kompleks. Artinya pelaksanaan dan hasilnya sangat ditentukan oleh faktor-faktor di atas. Bagi siswa yang berada dalam faktor yang mendukung kegiatan belajar akan dapat dilalui dengan lancar dan pada gilirannya akan memperoleh prestasi atau hasil belajar yang baik.
10 2.1.2 Pengertian Model Pembelajaran Problem Posing Herdian, S.Pd.M.Pd Problem Posing merupakan model pembelajaran yang mengharuskan siswa menyusun pertanyaan sendiri, memecah suatu soal menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana yang mengacu pada penyelesaian soal tersebut. Sementara itu, Cai dan Brook (2006) juga menyebut problem posing dengan looking back in problem solving. Prinsipnya sama saja dengan problem posing yang telah dijelaskan sebelumnya. Setelah siswa menyelesaikan permasalahan yang diberikan kepada mereka, mereka diminta untuk melihat kembali hasil pekerjaannya. Dalam hal ini, "melihat kembali" (looking back) bukan untuk mencari ada yang salah atau tidak. Dalam pembelajaran matematika, Problem Posing (pengajuan soal) menempati posisi yang strategis siswa harus menguasai materi dan urutan penyelesaian soal secara mendetil. Suryanto menjelaskan tentang Problem Posing perumusan soal agar lebih sederhana atau perumusan ulang soal lebih sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dikuasai. Hal ini terutama terjadi pada soal - soal yang rumit (Puji Astuti, 2001 : 3) Penelitian Pribadi dan Tutik Yuliati (dalam Wena, 2009 : 81) dengan judul Meningkatkan Kemampuan Belajar Siswa Kelas IV SD Negeri 2 Pedurungan Semarang. Melalui Model Mengajar Problem Posing dalam Perkalian dan Pembagian. Dari hasil keseluruhan hasil penelitian di atas menunjukkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat meningkat melalui pembelajaran inkuiri. Model Pembelajaran Problem Posing mulai dikembangkan pada tahun 1947 oleh Lyn D. English, dan awal mulanya diterapkan dalam mata pelajaran matematika. Selanjutnya model ini dikembangkan pada mata pelajaran lain. 2.1.3 Pemanfaatan Model Pembelajaran Pengajuan Soal (Problem Posing). Model pembelajaran Problem Posing menurut Usin S. Winata Putra dkk (1997 : 45) adalah metode pembelajaran yang mewajibkan para siswa untuk mengajukan soal sendiri setelah belajar soal. Dengan demikian penerapan model pembelajaran Problem Posing adalah sebagai berikut : a) Guru menjelaskan materi pelajaran kepada siswa b) Guru memberikan latihan soal secukupnya
11 c) Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 soal yang menantang dan siswa tersebut harus mampu mengerjakannya. d) Pada pertemuan berikutnya secara acak, guru menyuruh siswa untuk mengerjakan soal temuannya di depan kelas dalam hal ini guru dapat menentukan siswa secara selektif berdasarkan bobot siswa yang digunakan oleh siswa. e) Guru memberikan tugas rumah kepada siswa secara individual. Langkah - langkah pembelajaran Problem Posing: 1. Guru menyajikan informasi baik secara ceramah atau Tanya jawab selanjutnya memberi contoh cara pembuatan soal dari informasi yang diberikan. 2. Selama proses pembelajaran berlangsung guru membimbing siswa-siswa yang mengalami kesulitan dalam membuat soal dan menyelesaikannya. 3. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari dengan cara masing-masing. Siswa mempresentasikan hasil kerjanya, Guru memberi penghargaan kepada siswa yang telah menyelesaikan tugas yang diberikan dengan baik. 2.2 Kajian Hasil - Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian Siti Rukoiyah (2007) dengan judul Meningkatkan Hasil Belajar siswa kelas IV SD Negeri 10 Menteng Dalam Jakarta, pada Materi Perkalian dan Pembagian melalui Metode problem posing Bersifat Open Ended Tahun Pelajaran 2006/2007 menyimpulkan bahwa melalui metode pembelajaran Problem Posing bersifat open ended yang kemudian peneliti praktekan dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri 4 Ngembak Kec.Purwodadi Kab.Grobogan pada materi pokok perkalian dan pembagian. Selain itu, dari penelitian Aris Cahyono (2010) dengan judul Model Pembelajaran Berbasis Problem Posing untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SD menyimpulkan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang menerapkan pembelajaran problem posing lebih baik dari pembelajaran konvensional.
12 Marpaung (dalam Ratumanan, 2003) berpendapat bahwa matematika tidak ada artinya kalau hanya dihafal, tetapi pengalaman belajar yang dialami siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Rumusan masalah dalam penelitian ini : bagaimana dan apakah penerapan model pembelajaran Problem Posing dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar matematika siswa kelas 5 b SD Tanjungrejo I Malang. Hasil penelitian dari peneliti menunjukkan bahwa motivasi belajar siswa meningkat dari sebelum dan sesudah tindakan. Hasil belajar siswa pada pratindakan sebesar 24 % pada (5 siswa tuntas) siklus I meningkat menjadi 43 % (9 siswa tuntas) dan siklus II menjadi 90 % (19 siswa) sedang siswa SD Negeri 4 Ngembak Kec. Purwodadi, Kab. Grobogan sedangkan jumlah kelas IV ada 21 siswa 2.3. Kerangka Pikir Mengingat pentingnya mata pelajaran matematika sebagai bekal hidup dilingkungan masyarakat, maka perlu adanya perhatian khusus dari guru pada mata pelajaran matematika. Kerangka pikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Kondisi awal Guru belum menerapkan pemanfaatan model Problem Posing a) Hasil belajar Matematika rendah b) Keaktifan siswa rendah c) Pembelajaran berpesat pada guru Tindakan Guru menerapkan pemanfaatan model Problem Posing a) Pelaksanaan siklus I b) Pelaksanaan siklus II Kondisi akhir a) Hasil belajar meningkat b) Aktivitas siswa meningkat c) Ketrampilan guru dalam mengajar baik Gambar 2.1 Kerangka Pikir
13 Dari skema diatas jelas bahwa pada kondisi awal sebeium diterapkannya pemanfaatan model Problem Posing hasil belajar rendah dan siswa kurang aktif serta pembelajaran hanya berpusat pada guru. Setelah diterapkannya pemanfaatan model Problem Posing ternyata hasil akhirnya meningkat. 2.4. Hipotesis Tindakan Berdasarkan uraian dari kajian teori dan kerangka pikir maka dapat diturunkan hipotesis tindakan: " Penerapan model pembelajaran Problem Posing diduga hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika kompetensi dasar operasi hitung perkalian dan pembagian siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri 4 Ngembak Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2012/2013 dapat meningkat."