BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN GADAI SAWAH DIDESA UNDAAN LOR KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN DEMAK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. wawancara kepada para responden dan informan, maka diperoleh 4 (empat) kasus

BAB IV ANALISA DATA A. Praktek Gadai Sawah di Kelurahan Ujung Gunung Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang

Rahn - Lanjutan. Landasan Hukum Al Qur an. Al Hadits

Rahn /Gadai Akad penyerahan barang / harta (marhun) dari nasabah (rahin) kepada bank (murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang

utang atau mengambil sebagian manfaat barang tersebut. Secara etimologis rahn Syari at Islam memerintahkan umatnya supaya tolong-menolong yang

BAB VI ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI GADAI SAWAH DI DESA MORBATOH KECAMATAN BANYUATES KABUPATEN SAMPANG

BAB IV PEMANFAATAN GADAI SAWAH PADA MASYARAKAT DESA SANDINGROWO DILIHAT DARI PENDAPAT FATWA MUI DAN KITAB FATH}UL MU I<N

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI PELAKSANAAN UTANG PIUTANG BENIH PADI DENGAN SISTEM BAYAR GABAH DI

BAB I PENDAHULUAN. Melakukan kegiatan ekonomi dan bermuamalah merupakan tabi at. manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam melakukan kegiatan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB II. PENGERTIAN GADAI (ar-rahn) DALAM ISLAM. A. Pengertian Gadai (ar-rahn) menurut Hukum Islam dan Dasar Hukum

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

murtahin dan melibatkan beberapa orang selaku saksi. Alasan

BAB II GADAI DALAM HUKUM ISLAM. etimologi mengandung pengertian menggadaikan, merungguhkan. 1

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI CEGATAN DI DESA GUNUNGPATI KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENAHANAN SAWAH SEBAGAI JAMINAN PADA HUTANG PIUTANG DI DESA KEBALAN PELANG KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV GADAI TANAH PERTANIAN SEBAGAI BARANG GADAI DAN PEMANFAATANNYA OLEH PENERIMA GADAI DI DESA GUNUNGANYAR KECAMATAN SOKO KABUPATEN TUBAN

BAB II MEKANISME GADAI SYARIAH (RAHN) harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan dapat diambil kembali

Hawalah, Dhaman dan Kafalah

BAB III PERBANDINGAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 DENGAN HUKUM RAHN TASJÎLÎ

BAB IV ANALISIS PENERAPAN BIAYA IJARAH DI PEGADAIAN SYARIAH SIDOKARE SIDOARJO MENURUT PRINSIP NILAI EKONOMI ISLAM

murtahin di Desa Karangankidul Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik. Dari

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS TERHADAP MEKANISME PEMBIAYAAN EMAS DENGAN AKAD RAHN DI BNI SYARIAH BUKIT DARMO BOULEVARD CABANG SURABAYA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP GADAI KTP SEBAGAI JAMINAN HUTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Nadhifatul Kholifah, Topowijono & Devi Farah Azizah (2013) Bank BNI Syariah. Hasil Penelitian dari penelitian ini, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijawab dengan tuntas oleh ajaran Islam melalui al-qur an sebagai

Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB I PENDAHULUAN. hubungan horizontal antar makhluk (mu amalah). Manusia memiliki kebutuhan

Pembiayaan Multi Jasa

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA TERHADAP PENGALIHAN BARANG GADAI KEPADA PIHAK KETIGA DI DESA KLOPOSEPULUH KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah saw. diberi amanat oleh Allah swt. untuk menyampaikan kepada. tercapainya kehidupan yang bahagia dunia dan akhirat.

BAB IV. A. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Utang Piutang Dengan Jaminan. bab sebelumnya, bahwa praktek utang piutang dengan jaminan barang

GADAI SYARIAH; Perspektif Fikih Muamalah dan Aplikasinya dalam Perbankan

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

BAB IV ANALISA HUKUM ISLAM TERHADAP SIMPAN PINJAM BERGULIR PADA P2KP (PROYEK PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN)

BAB IV. Sejalan dengan tujuan dari berdirinya Pegadaian Syariah yang berkomitmen

BAB IV ANALISIS LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PATOKAN HARGA BERAS DALAM ARISAN DARMIN DI DESA BETON KECAMATAN MENGANTI KABUPATEN GRESIK

BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Mengganti Puasa Yang Ditinggalkan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG DALAM BENTUK UANG DAN PUPUK DI DESA BRUMBUN KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Yang Diizinkan Tidak Berpuasa

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI IJĀRAH JASA SIMPAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG BLAURAN SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TERHADAP PENGAMBILAN KEUNTUNGAN PADA PENJUALAN ONDERDIL DI BENGKEL PAKIS SURABAYA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP UPAH CATONAN DI DESA CIEURIH KEC. MAJA KAB. MAJALENGKA

BAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN, PERBEDAAN, DAN AKIBAT HUKUM ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA DALAM MENGATUR OBJEK JAMINAN GADAI

Prosiding Keuangan dan Perbankan Syariah ISSN:

BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni

Pada bab ini, penulis akan mengulas secara terperinci praktik. pembayaran hutang dengan mempekerjakan sebagai pijakan dasar pengambilan

BAB II LANDASAN TEORITIS. " artinya menggadaikan atau merungguhkan. 1 Gadai juga diartikan

waka>lah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan

BAB II GADAI (RA>HN) DAN URF. Dalam istilah arab gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MURA>BAH}AH PROGRAM PEMBIAYAAN USAHA SYARIAH (PUSYAR) (UMKM) dan Industri Kecil Menengah (IKM)

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

BAB II KONSEP DASAR TENTANG GADAI. A. Pengertian Gadai Gadai dalam persepektif hukum islam disebut dengan istilah rahn,

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV. A. Tinjauan terhadap Sewa Jasa Penyiaran Televisi dengan TV Kabel di Desa Sedayulawas

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam segala aspek

PEMBIAYAAN MULTI JASA

BAB IV. A. Analisis Hukum Islam terhadap Pasal 18 Ayat 2 Undang-Undang. memberikan pelayanan terhadap konsumen yang merasa dirugikan, maka dalam

BAB IV ANALISIS DATA

BAB II. Hukum Perdata (KUH Perdata), yaitu : Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang kreditur atas suatu

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT

BAB I PENDAHULUAN. yang membentuk pandangan hidup manusia. Islam hadir dalam bentuk

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA- MENYEWA TANAH FASUM DI PERUMAHAN TNI AL DESA SUGIHWARAS CANDI SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP GADAI GANDA KENDARAAN BERMOTOR DI KELURAHAN PAGESANGAN KECAMATAN JAMBANGAN KOTA SURABAYA

BAB II PENGERTIAN UMUM TENTANG PENCURIAN. A. Pengertian Pencurian dalam Hukum Pidana Islam

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGEMBALIAN SISA PEMBAYARAN DI KOBER MIE SETAN SEMOLOWARU

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB III PEMBAHASAN. Transaksi hukum gadai dalam fikih islam disebut ar-rahn. Ar-rahn

RAHN (HUTANG PIUTANG DENGAN JAMINAN) DALAM HUKUM

BAB IV. A. Analisis terhadap Sistem Bagi Hasil Pengelolaan Ladang Pesanggem Antara

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW. Al-Qur an dan as-sunnah sebagai penuntunan, mempunyai

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

Hijab Secara Online Menurut Hukum Islam

BAB III LANDASAN TEORI. tersebut. Motif berasal dari bahasa latin movere yang berarti bergerak atau to

BAB II KETENTUAN UMUM MENGENAI GADAI (AR- RAHN) Gadai merupakan suatu sarana saling tolong-menolong bagi umat. muslim, tanpa adanya imbalan jasa.

BAB IV ANALISIS TERHADAP HUKUM JUAL BELI CABE TANPA KESEPAKATAN HARGA

BAB II GADAI DALAM HUKUM ISLAM. A. Pengertian Gadai Dalam fiqih muamalah, perjanjian gadai disebut rahn. Istilah rahn

BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS

BAB I PENDAHULUAN. melalui Rasulullah saw yang bersifat Rahmatan lil alamin dan berlaku

BAB IV ANALISIS PENDELEGASIAN PENGELOLAAN WAKAF DI PONDOK PESANTREN AL-MA UNAH CIREBON

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN BAGI HASIL DALAM PEMBIAYAAN MUSHA>RAKAH DI BMT AN-NUR REWWIN WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG ARISAN BERSYARAT DI PERUMAHAN GATOEL MOJOKERTO

AKAD RAHN DAN AKAD-AKAD JASA KEUANGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP

BAB II PEMBIAYAAN AR-RAHN

A. Analisis Praktek Jual Beli Mahar Benda Pusaka di Majelis Ta lim Al-Hidayah

Hadits yang Sangat Lemah Tentang Larangan Berpuasa Ketika Safar

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Keutamaan Akrab Dengan Al Qur an

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN GADAI SAWAH DIDESA UNDAAN LOR KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN DEMAK A. Pelaksanaan Gadai Sawah di Desa Undaan Lor, Karanganyar, Demak Berdasarkan Syarat dan Rukun Secara terminologis dijelaskan bahwa gadai (rahn) adalah menjadikan suatu barang sebagai jaminan atas utang, dengan ketentuan bahwa apabila terjadi kesulitan dalam pembayarannya maka utang tersebut dapat dibayar dari hasil penjualan barang yang dijadikan jaminan tersebut. 1 Selanjutnya dijelaskan pula bahwa secara prinsipil, gadai merupakan satu sarana tolongmenolong diantara sesama manusia dengan tanpa mengharapkan adanya imbalan jasa. 2 Akad gadai dalam hal ini dilaksanakan dengan akad pokok pinjam-meminjam dengan disertai barang jaminan yang berfungsi sebagai penjamin atas utang yang diambil, dan bukan untuk mengambil manfaat/keuntungan dari barang jaminan tersebut. Berdasarkan pada konsep tersebut, baik secara terminologis maupun secara prinsipil dapat penulis pahami bahwa dalam hal pelaksanaan gadai sawah di desa Undaan Lor, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak tersebut telah terjadi kekeliruan penafsiran, yakni dalam hal pemanfaatan marhun yang dilaksanakan oleh murtahin (pemberi utang). 1 Ahmad Wardi Muslich, op. cit., hlm. 288 2 Nasrun Haroen, op. cit., hlm. 251

Berdasarkan data yang penulis peroleh bahwa pelaksanaan akad gadai sawah yang di laksanakan di desa Undaan Lor dari segi rukun gadai para pihak yang melaksanakan akad tersebut sudah memenuhi rukun gadai yang sesuai dengan hukum Islam, karena dalam pernyataannya bahwa pemilik sawah/ rahin menyerahkan barang gadai (sawah) sebagai agunannya kepada penerima gadai / murtahin, sedangkan rahin telah menerima utang/ uang dari penerima gadai /murtahin. Kemudian terkait dengan orang yang berakad dalam pelaksanaan yaitu antara rahin(orang yang memiliki barang/benda) dengan murtahin (orang yang menerima barang) wajib melaksanakan akad yang telah disepakati bersama yaitu memberikan barang gadai dari rahin dan menerima barang gadai dari rahin yaitu murtahin. Sehingga akad tersebut dapat berjalan dengan lancer tanpa ada kendala atau masalah yang diharapkan pihak yang berakad. Sedangkan mengenai obyek akadnya (mahallul aqd) dalam pelaksanaan akad gadai sawah yang dilakasanakan di desa Undaan Lor yaitu berupa sawah yang dimiliki oleh Rahin (pemberi gadai) yang kemudian diserahkan kepada pihak murtahin (penerima gadai), sedangkan rahin sendiri menerima utang dari murtahin yang berupa uang. Dalam pelaksanaan gadai sawah di desa Undaan Lor masyarakat yang terlibat menyerahkan sepenuhnya barang gadai (sawah) dan utang (uang) kepada pihak yang melakukan akad gadai yang sesuai dengan rukun gadai dalam hukum Islam.

Kemudian berkaitan dengan syarat gadai penulis mendapatkan data dari pelaksanaan gadai yang dilaksanakaan di desa Undaan Lor bahwa Syaratbagi aqid dalam pelaksanaan akad gadai ialah aqid harus memiliki kecakapan (ahliyah), 3 maksudnya ialah orang yang cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum sesuai dengan ketentuan syari at Islam, yaitu berakal dan baligh.selain itu, aqid tidak berstatus dalam pengampuan (mahjur alaih).bahwa dalam hal praktek gadai sawah tersebut dilaksanakan oleh rahin dan murtahinyang memiliki kecakapan baik dari segi fisik maupun dari segi mental.serta lahan sawah yang digunakan sebagai jaminan merupakan lahan milik rahin sendiri. Berkaitan dengan Barang yang diakadkan bahwa dalam pelaksanaan gadai yang dilaksanakan di desa Undaan Lor penulis mendapatkan bahwa pelaksanaan gadai harus ada jaminan yang berkriteria jelas dalam serah terima.bahwa orang yang menggadaikan wajib menyerahkan barang jaminan kepada yang menerima gadai.berkenaan dengan syarat yang melekat pada marhun/rahn, para ulama menyepakati bahwasanya yang menjadi syarat yang harus melekat pada barang gadai merupakan syarat yang berlaku pada barang yang dapat diperjual-belikan, dalam praktek gadai sawah tersebut marhun yang dimaksudkan ialah berupa sawah. Sementara itu yang berkaitan dengan marhun bihi ini harus merupakan barang yang dapat dimanfaatkan, apabila 3 Ahmad Wardi Muslich, op. cit., hlm. 290

marhun bihi ini tidak dapat dimanfaatkan, maka tidak dianggap sah.selain itu, marhun bihi haruslah merupakan barang yang dapat dihitung jumlahnya, dalam praktek gadai tersebut marhun bihi-nya berupa uang. Berkenaan dengan ma qud alaih tersebut, baik marhun (sawah) maupun marhun bih langsung ada pada saat akad dilaksanakan.yakni penyerahan uang dari murtahin secara langsung, dan penyerahan sawah secara lisan oleh rahin. Shigat yang dimaksudkan dalam pelaksanaan gadai sawah tersebut ialah berupa ucapan si penggadai yang berbunyi: saya gadaikan sawah di wilayaha dengan luas sekian, yang kemudian dijawab dengan ucapan dari Si penerima gadai (murtahin) yang berbunyi: saya terima gadai sawahnya. 4 Shigat ini yang dilaksanakan oleh rahin dan murtahin dalam pelaksanaan praktek gadai sawah di desa Undaan Lor. Akan tetapi, kerancauan justru timbul dalam kesepakatan yang terjadi diantara rahin dan murtahin, dimana ketika shigat keduanya menyepakati adanya ketentuan yang menyatakan bahwa selama rahin belum dapat mnegembalikan pinjaman yang diambilnya, maka selama itu pula hak kepemilikan dan hak penguasaan atas lahan sawah yang dijaminkan berpindah ke tangan murtahin. Hal ini bertentangan dengan syarat shigat akad yang 4 Wawancara dengan P. Abdul Khamid (Bag.Humas BKM) pada tanggal 11 September 2013 Bab III hlm. 43

menyatakan bahwa shigat yang terdapat dalam akad gadai tidak boleh digantungkan (mu allaq) dengan syarat tertentu yang bertentangan dengan substansi akad gadai (rahn).sementara itu secara substansial dapat kita ketahui bahwa akad gadai ini merupakan suatu kegiatan menjadikan suatu barang sebagai jaminan atas utang, dengan ketentuan bahwa apabila terjadi kesulitan dalam pembayarannya maka utang tersebut dapat dibayar dari hasil penjualan barang yang dijadikan jaminan tersebut.sehingga jelas kemudian kita ketahui bahwa fungsi harta benda (dalam hal ini sawah), hanyalah sebagai penajmin saja, bukan obyek yang dapat diambil pemanfaatan atasnya oleh murtahin, karena dalam hal ini hak murtahin hanya mempunyai hak utnuk menahan marhun (lahan sawah), sementara hak kepemilikan atas marhun dan manfaatnya tetap berada ditangan rahin. Selain itu, persyaratan lahan sawah yang dilakukan oleh murtahin juga bertentangan dengan fungsi gadai yang merupakan sarana tolong-menolong antara sesama umat muslim (khususnya), umunya bagi manusia, dengan tanpa adanya imbalan jasa. Berdasarkan penjelasan diatas dapat penulis analisa bahwa praktek gadai sawah yang dilaksanakan di desa Undaan Lor, Kec. Karanganyar, Kab. Demak tersebut tidak sah karena ada salah satu bagian dari rukun gadai itu sendiri yang mengalami kerusakan, dalam hal ini yakni shigat akad. B. Pelaksanaan Gadai Sawah di Ds. Undaan Lor Kec. Karanganyar Kab. DemakBerdasarkan Hak dan Kewajiban Rahin dan Murtahin

Menurut penulis terhadap permasalahan yang terjadi pada pelaksanaan gadai yang dilaksanakan di Desa Undaan Lor tersebut merupakan ketentuan khusus dalam praktek gadai yang termasuk dalam kaitannya dengan hak dan kewajiban para pihak yang melakukan akad gadai sawah, antara pihak yang menggadaikan (Rahin) dan yang menerima barang gadai (Murtahin), sehingga para fuqaha menyatakan dalam kaitannya antara Rahin dan Murtahin terhadap hak dan kewajibannya dengan barang gadai tersebut. Berdasarkan data yang penulis dapat dari lapanganberpendapat bahwa gadai itu berkaitan dengan keseluruhan hak pada barang yang digadaikan itu dan dengan sebagiannya. Yakni, jika seseorang menggadaikan sejumlah barang tertentu, kemudian ia melunasi sebagiannya, maka keseluruhan barang gadai masih tetap berada di tangan penerima gadai hingga ia menerima haknya keseluruhan. 5 Sebagian fuqahaberpendapat bahwa barang yang masih tetap berada di tangan penerima gadai hanya sebagiannya saja.yakni sebesar hak yang belum dilunasi.jumhur fuqaha beralasan bahwa barang tersebut tertahan sesuatu hak, karena itu setiap bagian dari hak tersebut harus tertahan juga.ini serupa dengan tertahannya harta warisan (tirkah). 5 Ibnu Rusyd, op. cit., hlm. 200-201

Sedang golongan kedua mengemukakan alasan bahwa keseluruhann barang itu tertahan oleh keseluruhan hak, karena itu sebagian barang terebut tertahan oleh sebagian hak itu, dan ini serupa dengan tanggungan (kafalah). 6 Berkenaan dengan penelitian yang telah Penulis lakukan mengenai pelaksanaan gadai sawah yang dilakukan di desa Undaan Lor, terhadap adanya pemanfaatan marhun (sawah)oleh murtahin (penerima gadai) dengan dikaitkan dengan hak dan kewajiban murtahin (penerima gadai) yang dijelaskan diatas, bahwa si murtahin tidak berhak untuk memanfaatkan barang gadai yang disini berupa sawah (marhun), murtahin hanya sekedar menahan barang gadai selama si rahin (pemberi gadai) melunasi utang yang diterimanya dari murtahin. Menurut Hanafiah, murtahin tidak boleh mengambil manfaat atas marhun dengan cara apa pun kecuali atas izin rahin. Hal tersebut dikarenakan murtahin hanya memiliki hak menahan marhun bukan memanfaatkannya. Apabila rahin memberikan izin kepada murthin untuk memanfaatkan marhun, maka menurut sebagian Hanafiah, hal itu dibolehkan secara mutlak. Akan tetapi, sebagian dari mereka melarang secara mutlak, karena hal tersebut termasuk riba atau menyerupai riba. Menurut Malikiyah, apabila rahin mengizinkan kepada murtahin untuk memanfaatkan marhun, atau murtahinmensyaratkan boleh mengambil manfaat maka hal itu dibolehkan, apabila utangnya karena jual beli atau semacamnya. Akan tetapi, apabila utangnya karena qardh (salaf) maka hal 6 Ibnu Rusyd, Op. cit. hlm. 200-201

itu tidak diperbolehkan, karena hal tersebut termasuk utang yang menarik manfaat. Syafi iyah secara global sama pendapatnya dengan Malikiyah, yaitu bahwa murtahin tidak boleh mengambil manfaat atas barang yang digadaikan. Hal ini didasarkan kepada hadis Nabi SAW yang diriwatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: ل ر ول و م : )! ق ا رھ ن ن ا ذ ي ر ھ, ", و " ر ( ر و اه ا دار ط $#, و ا ) م, و ر -, + ت. إ! أ ن ا 0 وظ د أ $ د او د و " ر ه إ ر Artinya : Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barang gadaian tidak menutup pemilik yang menggadaikannya, keuntungan untuknya dan kerugiannya menjadi tanggungannya."(hr. Daruquthni dan Hakim dengan perawi-perawi yang dapat dipercaya. Namun yang terpelihara bagi Abu Dawud dan lainnya hadits itu mursal). 7 Apabila murtahin mensyaratkan dalam akad utang piutang hal-hal yang merugikan kepada rahin, misalnya tambahan manfaat marhun untuk mrtahin, maka menurut qaul yang azhar dikalangan Syafi iyah, syarat dan akad gadai menjadi batal. 8 Dan mendasar dari pendapat pada hadist Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa dalam bentuk apapun, hal yang menuju ke dalam suatu keadaan yang menunjukan tindakan riba, ini tidak boleh ditoleransi. Hadist tersebut sebagai berikut: 7 Ibnu Hajar al-asqalani, op. cit., hlm. 253 8 Ahmad Wardi Muslich, op.cit., hlm. 309

ن $ ر $2 ل, ل رول وم: ) ل# ر ض - ر 5 6 0 3 4 و و - ن و - و ه ار. (رواه ارث ن أ ( Artinya : Dari Ali r.a., ia berkata: Rasulullah, telah bersabda; setiap mengutangkan yang menarik manfaat termasuk riba. (H.R. Harist bin Usamah). 9 Dan apabila murtahin mensyaratkan dalam akad utang piutang hal-hal yang merugikan kepada rahin, misalnya tambahanatau manfaat barang gadai utnuk murtahin, maka menurut penulis bersumber dari pendapat qaul yang azhar di kalangan Syafi iyah, syarat dan akad gadai menjadi batal. Hal ini didasarkan kepada hadist yang berbunyi yang artinya, Berkata Ibnu Umar atau Umar: Setiap syarat yang bertentangan dengan kitab Allah maka hukumnya batal, walaupun menetapkan seratus syarat. (H.R. Al- Bukhari). Hanabilah berpendapat, untuk barang gadai selain binatang, yang tidak memerlukan biaya (makan), seperti rumah, barang-barang dan lain-lain, murtahin tidak boleh mengambil manfaatkecuali dengan persetujuan rahin. Hal itu dikarenakan barang gadai, manfaat, dan pertambahannya merupakan milik rahin, sehingga orang lain tidak boleh mengambil tanpa persetujuannya. Apabila rahin mengizinkan murtahin untuk mengambil manfaat tanpa imbalan ( iwadh), dan utangnya 9 Chuzaimah T. Yanggo, A. Hafiz Anshory, Al- Fanani, Zainudin bin Abdul Aziz Al-Malibari, Terjamah Fathul Mu in, Bandung, Sinar Baru Algesindo, 1994, hlm. 88

disebabkan qard maka murtahin tidak dibolehkan mengambil manfaatnya, karena hal tersebut berarti utang yang menarik manfaat, dan itu hukumnya haram. Untuk barang gadai yang berupa binatang, murtahin boleh mengambil manfaatnya, apabila binatang tersebut termasuk jenis binatang yang dikendarai atau diperah. Hal itu sebagai engganti biaya yang dikeluarkan untuk binatang tersebut, walaupun rahin tidak mengizinkannya. Berkenaan dengan pendapat ulama diatas Penulis menyimpulkan bahwa pelaksanaan gadai sawah yang dilaksanakan di Desa Undaan Lor, tidak sesuai dengan hukum islam yang disepakati oleh ulama fiqh/jumhur fuqaha, karena akad dan syarat yang ditempuh oleh rahin dan murtahin tidak lengkap dengan syarat dan rukun gadai, sedangkan hak dan kewajiban antara rahin dan murtahin yang disini khusus bagi si murtahin, bahwa si murtahin tidak boleh menggunakan atau memanfaatkan barang gadai (sawah) yang dilakukan oleh rahin dan murtahin di desa Undaan Lor karena dalam akad gadai tersebut tidak diucapkan oleh pemberi gadai (rahin) sehingga apabila si murtahin memanfaatkan barang gadai tersebut si rahin harus mengambil kembali barang gadai itu, karena murtahin haknya hanya menahan barang gadai itu, bukan memanfaatkan barang gadai tersebut.