BAB I PENDAHULUAN. Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2009, hal.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hlm Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003,

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, Hlm E. Mulyasa, Pengembangan Dan Implementasi Kurikulum 2013, Remaja Rosdakarya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 17 2

BAB I PENDAHULUAN. Agama dan Budaya, Bandung: Pustaka Setia, hal Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. hlm U. Saefullah, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012,

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Di era modern ini, begitu pentingnya nilai dalam menjaga keharmonisan

BAB I PENDAHULUAN. M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2003), hlm Jalaluddin, Teologi Pendidikan,(Jakarta: PT. Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK

kognitif (intelektual), dan masyarakat sebagai psikomotorik.

BAB I PENDAHULUAN. memahami ajaran Islam secara menyeluruh dan menghayati tujuan, yang pada

BAB I PENDAHULUAN. yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk membina budi pekerti luhur seperti kebenaran, keikhlasan, kejujuran,

BAB I PENDAHULUAN. mudanya untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidup secara

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB I PENDAHULUAN. Desember Diakses pada tanggal 17

BAB I PENDAHULUAN. Meity H. Idris, Peran Guru dalam Mengelola Keberbakatan Anak, Cet.2, PT Luxima Metro Media, Jakarta, hlm, 171.

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pelaksanaannya (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 6.

BAB I PENDAHULUAN. antara lain pemerintah, guru, sarana prasarana, dan peserta didik itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Rajawali Pers, 2009), hlm Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta:

BAB I PENDAHULUAN. menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, PT Remaja Rosdakarya : Bandung, 2008, hlm.1. 2

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang mampu membimbing dan mengarahkan manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kisbiyanto, Ilmu Pendidikan, Nora Media Enterprise : Kudus, Cet. 1, 2010, hal. 35.

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2

BAB 1 PENDAHULUAN. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), hlm M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia yakni Al-Qur`an dan Hadits yang di dalamnya. Akhlak dalam Islam merupakan salah satu aspek yang sangat penting.

BAB I PENDAHULUAN. dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 2001, hlm Abdurrahmabn Mas ud.et.al, Paradigma Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,

BAB V PEMBAHASAN. acuan dalam penyelenggaraan sistem pendidikan, yaitu Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. berikutnya. Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu mata. mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sementara seseorang seperti kelelhahan atau disebabkan obatobatan,

BAB I PENDAHULUAN. 2003), (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm Undang-undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) (UU RI No.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan bangsa Indonesia yang salah satunya yaitu mencerdaskan

BAB V PEMBAHASAN. cukup, yakni pada rata-rata interval 31,13%. Hal tersebut disebabkan. untuk mengikuti dan melaksanakan kegiatan kegiatan keagamaan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia merupakan suatu kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. muda untuk memperoleh serta meningkatkan pengetahuannya. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. manusia (SDM) yang berdaya tahan kuat dan perilaku yang handal. Kualitas. oleh sumber daya alamnya saja, melainkan SDM-nya juga.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi permasalahan serius, maraknya kasus-kasus yang dilakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Qiqi Yuliati Zakiyah dan A. Rusdiana mengutip pendapat John Dewey yang. sekitar (Qiqi Yuliati Zakiyah & A. Rusdiana, 2014: 86).

BAB I PENDAHULUAN. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006, hlm Endang Poerwanti, dkk, Perkembangan Peserta didik, Malang: UMM Press, 2002, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. prasyarat bagi kelangsungan hidup (survive) masyarakat dan peradaban.2

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur an, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 57.

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta: 2005, hlm Departemen Agama, Panduan Kegiatan Ekstra kurikuler Pendidikan Agama Islam,

BAB I PENDAHULUAN. Al-Hafidz Dzaqiyuddin Abdul Adzim Bin Abdul Qawi Al-Mundzir, Terjemah Ringkasan Shahih Muslim, Insane Kamil, Solo, 2012, hlm. 968.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP A. Simpulan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku. Kurikulum merupakan suatu program pendidikan yang direncanakan. diluncurkan kurikulum baru yaitu kurikulum 2013.

BAB I PENDAHULUAN. Suroso Abdussalam, Arah & Asas Pendidikan Islam, Sukses Publising, Bekasi Barat, 2011, hlm. 38.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ajaran Islam penanaman nilai aqidah akhlak bagi manusia

I. PENDAHULUAN. karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang.

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

BAB I PENDAHULUAN. dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 293.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan fenomena manusia yang fundamental, yang juga

BAB I PENDAHULUAN. proses optimalisasi yang memerlukan waktu serta tahapan-tahapan tertentu. yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan berprestasi.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUHAN. untuk mengenal Allah swt dan melakukan ajaran-nya. Dengan kata lain,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Zuhairi, dkk, Metodologi Pendidikan Agama (solo: Ramadhani, 1993), hal. 9.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH TAKMILIYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta, 1997, hlm Engkoswara & Aan komariah, Administrasi Pendidikan, Alfabeta: Bandung, 2012, hlm. 92.

BAB I PENDAHULUAN. hlm Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan pendidikan Integratif di Sekolah,

BAB I PENDAHULUAN. Kencana, Jakarta, 2006, hlm Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, Sinar

BAB I PENDAHULUAN. bermutu, suatu bangsa menyongsong masa depan yang lebih baik. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah sebagai usaha membina dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Kurukulum 2013 Pada Pembelajaran PAI Dan Budi Pekerti

BAB I PENDAHULUAN. semua pihak terhadap pendidikan anak-anak, karena anak adalah amanah yang

I. PENDAHULUAN. individu. Pendidikan merupakan investasi bagi pembangunan sumber daya. aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Undang-Undang, Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) 2003, Sinar Grafika, Jakarta, 2006,

BAB I PENDAHULUAN. proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. 1

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB I PENDAHULUAN Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. beragama yaitu penghayatan kepada Tuhan, manusia menjadi memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV DAMPAK KEBERADAAN PONDOK PESANTREN DALAM BIDANG SOSIAL, AGAMA DAN PENDIDIKAN BAGI MASYARAKAT TLOGOANYAR DAN SEKITARNYA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan. bahwa dalam proses pendidikan, peserta didik/siswa menjadi sentral

BAB I PENDAHULUAN. Soetjipto. Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hlm. 59 Ibid, hlm. 60

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan segala potensinya sehingga mencapai kualitas diri yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan pokok bagi manusia. Tanpa

BAB I PENDAHULUAN. E. Mulyasa, Manajemen PAUD, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2014, hlm

BAB I PENDAHULUAN. Dharma Kesuma, dkk, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 5.

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan agama adalah unsur terpenting dalam pembangunan mental dan pendidikan moral. Jika kita mempelajari pendidikan agama, maka moral merupakan sesuatu hal yang sangat penting. Bahkan yang terpenting dimana kejujuran, kebenaran dan keadilan merupakan sifat-sifat terpenting dalam agama. Dan hal tersebut merupakan menjadi unsur penilaian masyrakat terhadap kualitas moral pada seseorang. Menurut Muhaimin definisi pendidikan Islam dibagi menjadi dua yaitu: pertama pendidikan Islam adalah merupakan aktivitas pendidikan yang diselenggarakan atau didirikan dengan hasyrat dan niat untuk mengejawantahkan ajaran dan nilai-nilai Islam. Dan yang kedua pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dikembangkan dari dan disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam.1Masalah Pengembangan aktivitas kependidikan Islam di Indonesia pada dasarnya sudah berlangsung sejak sebelum Indonesia merdeka hingga sekarang. Hal ini dapat dilihat dari fenomena tumbuh kembangnya program dan praktik pendidikan Islam yang dilaksanakan.2 Pengembangan aktivitas Pendidikan Agama Islam dimulai dengan masuknya Agama Islam di Indonesia yang diketahui bahwa ajaran Agama Islam di sebar luaskan serta dikembangkan oleh walisongo. Berawal dari situlah ajaran Agama Islam menjadi berkembang pesat serta tetap saat ini menjadi agama yang terbanyak pemeluknya di negara Indonesia ini. Hal ini tidak terlepas dari adanya mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah umum maupun madrasah dan di ajarkan mulai tingkat dasar hingga tingkat keatas. Dengan pembelajaran tersebut peserta didik di harapkan menjadi 1 Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2009, hal. 2 Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, Nuansa, Bandung, 2003, 14 hal.13 1

2 manusia yang berilmu serta memiliki keterampilan dalam beragama. Dengan tujuan generasi muda yang menjadi peserta didik nantinya akan menjadi generasi penerus bangsa Indonesia. Sehingga dapat menjadi harapan bahwa pondasi ilmu agama kuat dan diharapkan tidak goyah dengan zaman yang serba modern ini. Pendidikan agama Islam pada zaman sekarang ini memiliki peranan penting dan strategis dalam dunia pendidikan di Indonesia. Pada saat ini moral dan perilaku masyarakat sudah banyak yang menyimpang dalam konteks moral serta norma dan nilai dalam masyarakat luas. Pemerintah dengan fenomena seperti itu menyadari bahwa penanaman pendidikan agama sangat perlu ditambah agar peserta didik mencapai tujuan pendidikan yakni menjadikan insan kamil. Selain hal tersebut diharapkan pula bahwa peserta didik dapat nantinya tidak hanya terampil dalam ilmu umum saja, akan tetapi peserta didik memiliki ilmu beragama untuk kehidupan sehari-harinya. Pendidikan bertujuan mencetak anak didik yang beriman. Wujud tujuan itu adalah akhlak anak didik yang mengacu pada kurikulum yang diterapkan dalam pendidikan yang dilaksanakan di berbagai lembaga, baik lembaga pendidikan formal maupun nonformal.3 Pendidikan terus berkembang dari waktu kewaktu mengikuti dan sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga kurikulum juga mengalami perkembangan. Hal ini dikarenakan pengembangan kurikulum sama dengan pengembangan materi, yaitu proses menanamkan pemhaman secra utuh/komprehensif kepada peserta didik yang dilakukan dengan metode bervariasi. Target dalam pengembangan kurikulum adalah terwujudnya pemahaman secara utuh dan komprehensip bagi peserta didik. Oleh sebab itu pengembangan kurikulum harus dilakukan secara utuh dan komprehensip baik dalam dalam bidang materi mapun cara atau metode dalam menyampaikan materi pelajaran.4 Dapat disimpulkan bahwa dengan adanya perkembangan atau perubahan kurikulum dalam dunia 3 Tatang S., Ilmu Pendidikan, Pustaka Setia, Bandung, 2012, hal.61. M. Saekan Muchith, Pengembangan Kurikulum PAI, Nora Media Enterprise, Kudus, 2011, hal.74 4

3 pendidikan yang ada di Indonesia maka pembelajaran pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam akan ikut berubah sesuai dengan kurikulum yang berlaku, karena mata pelajaran ini adalah bagian dari kurikulum pendidikan yang berlaku di Indonesia. Pengembangan materi pendidikan agama Islam dimaksudkan dapat menuju pada pembelajaran afeksi sehingga meningkatkan kemampuan afeksi siswa. Pembelajaran afeksi adalah suatu proses pembelajaran di lembaga pendidikan formal (sekolah) yang lebih menitik beratkan kepada upaya mengoptimalisasikan keterampilan psikologis/kepribadian sehingga lulusannya memiliki kemampuan dan keterampilan sosial secara optimal. Hal ini memiliki kemampuan dan keterampilan sosial secara optimal. Hal ini di dasarkan asumsi bahwa realitas pembelajaran selama ini lebih mengarah kepada optimalisasi secara kognitif yang kering sikap/kepribadian secara sosial. Banyak lulusan memiliki nilai tinggi/baik tetapi secara sosial mereka tidak memiliki jiwa toleransi, saling menghargai dan mudah sekali diprovokasi melakukan perilaku menyimpang/melanggar.5 Pembentukan perilaku keagamaan tidak terjadi dengan sendirinya. Pembentukan pendidikan keagamaan senantiasa berlangsung dalam interaksi manusia dan berkenaan dengan objek tertentu. Sehingga perilaku itu dapat dipelajari dan dapat berubah sesuai dengan objek tertentu kemungkinan bisa muncul adanya perilaku yang positif dan perilaku negatif. Pendidikan agama Islam diharapkan bisa membentuk perilaku yang sholeh berakhlakul karimah. Karena tujuan pendidikan agama Islam adalah untuk terbentuknya peserta didik yang beriman dan bertaqwa kepada allah swt, berbudi pekerti yang luhur (berakhlak mulia), memiliki pengetahuan tentang ajaran pokok agama Islam dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, serta memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam tentang Islam sehingga memadai baik untuk kehidupan bermasyarakat maupun untuk melanjutkan pendidikan jenjang yang lebih tinggi. 5 Ibid, hal.60

4 Muhammad Omar al-toumy al-syaibany menggariskan tujuan pendidikan Islam adalah untuk mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai tingkat akhlak al-kharimah (al-syaibany, 1979). Tujuan ini sama dan sebangun dengan tujuan yang akan dicapai oleh misi kerasulan yaitu membimbing manusia berkahlakul mulia (al-hadits). Kemudian akhlak mulia dimkasud, diharapkan tercermin dari sikap dan tingkah laku individu dalam hubungannya dengan Allah, diri sendiri, sesama manusia dan sesama makhluk Allah serta lingkungannya.6 Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi peserta didik yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah baik berupa budaya dan yang lainnya, termasuk didalamnya dan ciri khas daerah masing-masing. Muatan lokal ialah program pendidikan yang isi dan media penyampainnya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan budaya.7 Serta kebutuhan daerah dan wajib dipelajari oleh murid di daerah.8 Sementara itu, untuk mata pelajaran muatan lokal yang merupakan kegiatan kurikuler yang harus diajarkan di kelas tidak mempunyai standar kompetensi dan kompetensi dasarnya. Hal ini membuat kendala bagi sekolah untuk menerapkan mata pelajaran muatan lokal. Pengembangan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk mata pelajaran muatan lokal bukanlah pekerjaan yang mudah karena harus dipersiapkan berbagai hal untuk dapat mengembangkan mata pelajaran muatan lokal.9 Pengembangan mata pelajaran muatan lokal yang sepenuhnya ditangani oleh sekolah dan komite sekolah membutuhkan penanganan secara professional, baik dalam merencanakan, mengelola, maupun melaksanakannya. Dengan demikian, disamping mendukung pembangunan daerah dan pembangunan nasional, perencanaan, pengelolaan, maupun 6 7 Jalaudin, Teologi Pendidikan, Rajawali Pers, Jakarta, 2001, hal.92 Umar Tirtaraharja dan La Sulo, Pengantar Pendidikan, Renika Cipta, Jakarta, 2000, hal. 275 8 Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Sinar Baru AlGensindo, Bandung, 2002, hal.172 9 Rusman, Manajemen Kurikulum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012 hal.406

5 pelaksanaan muatan lokal harus memperhatikan keseimbangan KTSP. Penanganan secara professional muatan lokal merupakan tanggung jawab pemangku kepentingan (stakeholders) yaitu sekolah dan komite sekolah.10 Bahan pengajaran muatan lokal yang perlu dikembangkan sebagai pengaya kurikulum pendidikan nasional akan berkisar pada beberapa konsep, antara lain:11 1). Bahasa, terutama bahasa daerah, 2). Nilai-nilai budaya masyarakat, seperti adat istiadat, norma sosial, norma susila, etika masyarakat dan lain-lain, 3) Lingkungan geografis setempat, 4).Lingkungan alam daerah setempat, termasuk mata pencaharia, 5). Kesenian yang ada pada masyarakat setempat, 6). Berbagai jenis keterampilan yang berkembang dan diperlukan masyarakat setempat, 7). Aspek penduduk masyarakat/daerah setempat, 8). System pemerintahan daerah setempat, termasuk organisasi kemasyarakatan, 9). Masalah-masalah lingkungan hidup dan ekosistem, 10). Olahraga dan kesehatan masyarakat setempat. Pengembangan muatan lokal tidak hanya terjadi pada ranah pengembangan pengetahuan umum, tetapi juga mencakup ranah sosial dan agama. Kemudian muatan lokal yang hanya pengembangan pendidikan agama Islam dapat disebut muatan lokal keagamaan. Pengembangan Pendidikan agama Islam pada muatan lokal memiliki peranan penting dalam mencapai tujuan pembelajaran. Karena dirasa pendidikan agama Islam ketika hanya mengacu pada empat mata pelajaran yakni Qur an Hadist, Sejarah Kebudayaan Islam, Aqidah Akhlak, dan Fiqih maka di rasa kurang untuk membekali kemampuan beragama peserta didik. Maka dari itu perlu penambahan materi dalam bidang keagaman yang di muat dalam muatan lokal perlu ditambah agar kemampuan peserta didik di madrasah dengan sekolah umum memiliki hal sebagai pembeda yaitu berbeda dalam hal kemampuan beragama. Sehingga nantinya peserta didik dapat mengaplikasikan pendidikan agama Islam dalam kesehariannnya baik disekolah maupun di lingkungan keluarga dan masyarakat. 10 Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2014, hal.212 11 Nana Sudjana, Op.Cit, hal.176

6 Penelitian ini dilakukan di MTs Manbaul Ulum Gebog Kudus, dikarenakan madrasah ini memiliki pembelajaran muatan lokal dalam bidang keagamaan. Dan diharapkan dengan adanya muatan lokal keagamaan ini dapat menunjang peserta didik untuk menambah wawasan dan kemampuan beribadah sebagai pembeda antara peserta didik di madrasah dan peserta didik di sekolah umum. Dalam hal ini madrasah mempunyai beberapa mata pelajaran muatan lokal yang khas dibanding dengan madrasah lain, muatan lokal keagamaan di madrasah ini berjumlah 9 mapel, akan tetapi penulis tertarik pada dua mata pelajaran muatan lokal yaitu keterampilan ibadah. Maka untuk lebih mengetahui tentang dua mata pelajaran muatan lokal ini, agar bisa manfaat baik untuk penulis, lembaga terkait maupun lembaga pendidikan yang lain, penulis mengajukan judul Studi Analisis Pola Pengembangan Materi Pendidikan Agama Islam Pada Muatan Lokal Keterampilan Ibadah Di MTs Manbaul Ulum Gebog Kudus. B. Fokus Penelitian Penelitian ini yang menjadi fokus adalah materi pengembangan materi PAI pada muatan lokal keterampilan ibadah, unsur-unsur struktur pola pengembangan materi PAI pada muatan lokal keterampilan ibadah, dan faktor pendukung dan penghambat pola pengembangan materi PAI pada muatan lokal keterampilan ibadah pada pembelajaran kelas VII dan VIII di MTs Manbaul Ulum Gebog Kudus. C. Rumusan Masalah Penelitian ini memiliki beberapa rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pola pengembangan materi PAI pada muatan lokal keterampilan ibadah di MTs Manbaul Ulum Gebog Kudus? 2. Apa saja faktor yang mendukung dan menghambat pola pengembangan materi PAI pada muatan lokalketerampilan ibadah di MTs Manbaul Ulum Gebog Kudus?

7 D. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pola pengembangan materi PAI pada muatan lokal keterampilan ibadah di MTs Manbaul Ulum Gebog Kudus 2. Untuk mengetahui faktor yang mendukung dan menghambat pola pengembangan materi PAI pada muatan lokal keterampilan ibadah di MTs Manbaul Ulum Gebog Kudus. E. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini, diharapkan mempunyai manfaat baik secara teoritis maupun praktis, adapun perinciannya sebagai berikut: 1. Manfaat Teoretis a. Untuk menambah pengetahuan dalam bidang pendidikan, khususnya tentang pengembangan materi PAI pada muatan lokal keterampilan ibadah di MTs Manbaul Ulum Gebog Kudus b. Sebagai khazanah dalam dunia pendidikan, khususnya pada dunia pendidikan Islam c. Sebagai pengalaman dalam berkarya ilmiah 2. Manfaat Praktis a. Untuk pihak madrasah, sebagai bahan peningkatan mutu dalam proses belajar mengajar di MTs Manbaul Ulum Gebog Kudus b. Untuk guru muatan lokal keterampilan ibadah, sebagai bahan informasi untuk meningkatkan profesioanlitas guru muatan lokal keterampilan ibadah di MTs Manbaul Ulum gebog Kudus c. Untuk siswa, sebagai bahan informasi dalam meningkatkan motivasi belajar di MTs Manbaul Ulum gebog Kudus