PENENTUAN KINERJA PENGELOLAAN IRIGASI DAERAH IRIGASI BONDOYUDO, JAWA TIMUR 1

dokumen-dokumen yang mirip
Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier

DEFINISI IRIGASI TUJUAN IRIGASI 10/21/2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

OPTIMALISASI PENGGUNAAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI RENTANG KABUPATEN MAJALENGKA. Hendra Kurniawan 1 ABSTRAK

LAMPIRAN. Mulai. Penentuan Lokasi Penelitian. Pengumpulan. Data. Analisis Data. Pengkajian keandalan jaringan irigasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C

BAB I PENDAHULUAN. merata pada tingkat harga yang terjangkau masyarakat. Sehubungan dengan

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan

KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING

1. BAB I PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi.

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

EVALUASI SISTEM JARINGAN IRIGASI TERSIER SUMBER TALON DESA BATUAMPAR KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP.

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DINAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR Jl. Madukoro Blok.AA-BB Telp. (024) , , , S E M A R A N

OPTIMALISASI PENGGUNAAN POMPA DALAM SISTEM IRIGASI DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS DI DAERAH IRIGASI PACAL, KABUPATEN BOJONEGORO

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Azwar Wahirudin, 2013

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp:// [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

ABSTRAK Faris Afif.O,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

3. METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BANGBAYANG UPTD SDAP LELES DINAS SUMBER DAYA AIR DAN PERTAMBANGAN KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014)

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Bali memiliki sumberdaya air yang dapat dikembangkan dan dikelola secara

BAB-1 PENDAHULUAN 1. Umum

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STUDI SIMULASI POLA OPERASI WADUK UNTUK AIR BAKU DAN AIR IRIGASI PADA WADUK DARMA KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT (221A)

Optimalisasi Pemanfaatan Sungai Polimaan Untuk Pemenuhan Kebutuhan Air Irigasi

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. Wonogiri (Jawa Tengah) : Kabupaten Trenggalek (Jawa Timur)

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Nganjuk yang terletak pada propinsi Jawa Timur merupakan

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG POLA TANAM DAN RENCANA TATA TANAM PADA DAERAH IRIGASI TAHUN 2011/2012

IRIGASI DARI MASA KE MASA DALAM KAITANNYA DENGAN PERANCANGAN. Bahan kuliah minggu I PENDAHULUAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

EVALUASI SISTEM PENGELOLAAN AIR IRIGASI COLO BARAT (DENGAN ADANYA PENGEMBANGAN AREAL) T E S I S

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana pembangunan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha pertanian. Cara mengaliri air ketanaman yaitu dengan sistem irigasi,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Peta Administrasi Kabupaten Cianjur

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

EVALUASI DAERAH IRIGASI BENGAWAN JERO KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Irigasi pada hakekatnya merupakan upaya pemberian air pada tanaman

Lampiran 1 Lokasi penelitian

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 32 / PRT / M / 2007 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI

BAB VI. POLA KECENDERUNGAN DAN WATAK DEBIT SUNGAI

PENDAHULUAN Latar Belakang

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

Perencanaan Operasional & Pemeliharaan Jaringan Irigasi DI. Porong Kanal Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian masih memegang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hasil pertanian. Jumlah penduduk Idonesia diprediksi akan menjadi 275 juta

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Sementara Tahun 2014)

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

DAMPAK PEMBANGUNAN JARINGAN IRIGASI TERHADAP PRODUKSI, PENDAPATAN, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

Achmad Rusdiansyah 1, Rony Riduan. Staf Pengajar Program Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Unlam 1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

KONDISI UMUM BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini. Berdasarkan UU RI No.7

METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Studi dan Waktu Penelitian Lokasi Studi

Bab IV Analisis Data

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 32 / PRT / M / 2007 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E

V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan

IDENTIFIKASI IKLIM, TANAH DAN IRIGASI PADA LAHAN POTENSIAL PERTANIAN DI KABUPATEN LANGKAT

STUDI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA EMBUNG GUWOREJO DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BAKU DI KABUPATEN KEDIRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

Transkripsi:

PENENTUAN KINERJA PENGELOLAAN IRIGASI DAERAH IRIGASI BONDOYUDO, JAWA TIMUR 1 Murtiningrum 2, Wisnu Wardana 1, dan Murih Rahajeng 3 ABSTRAK Pembangunan dan pengelolaan irigasi di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani. Peningkatan produksi pangan ini dapat dicapai melalui peningkatan produktivitas pertanian di daerah beririgasi. Untuk menganalisis pencapaian tujuan irigasi yang merupakan tujuan jangka panjang atau dampak dari pengembangan dan pengelolaan irigasi digunakan pendekatan sistem irigasi sebagai sistem berkalang. Penelitian ini dilakukan di Daerah Irigasi Bondoyudo yang mengairi lahan di Kabupaten Jember dan Lumajang. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui kinerja DI Bondoyudo untuk mengidentifikasi masukan dan keluaran dari sistem irigasi sebagai sistem berkalang serta menilai kinerja pengelolaan irigasi pada kalang jaringan irigasi dan sistem pertanian beririgasi. Indikator yang dipergunakan adalah ketersediaan air di bendung, kondisi dan fungsi jaringan irigasi, efisiensi, efektivitas, kemerataan, timeliness, dan indeks luas tanam. Hasil analisis indikator-indikator tersebut menunjukkan bahwa di DI Bondoyudo modal ketersediaan air cukup dan kondisi jaringan irigasi baik sehinggi kinerja suplai airnya cukup baik. Dengan suplai air yang baik mengakibatkan lahan dapat ditanami secara intensif. Kata kunci: pengelolaan irigasi, indikator, sistem berkalang, kinerja 1 Disampaikan dalam Gelar Teknologi dan Seminar Nasional Teknik Pertanian 2008 di Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Yogyakarta 18-19 November 2008 2 Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian, UGM, Yogyakarta 3 Almuni Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Yogyakarta Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 Yogyakarta, 18-19 November 2008 1

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Untuk menunjang keberhasilan pertanian di Indonesia, keberadaan air menjadi masalah yang strategis. Meskipun Indonesia berada di daerah beriklim tropis basah dengan curah hujan tahunan cukup tinggi, namun irigasi masih sangat diperlukan sebagai suplai air di musim kemarau. Mengingat pentingnya irigasi bagi keberhasilan pertanian, maka pemerintah telah sejak lama mengaturnya dalam Peraturan Pemerintah (PP) tentang irigasi. Dalam perjalanan Indonesia telah mengalami beberapa perubahan PP tentang irigasi. PP tentang irigasi yang terakhir diberlakukan adalah PP No. 20/2006. Sebagai pelaksanaan dari Undang-undang No. 7/2004 tentang Sumberdaya Air. Salah satu perubahan yang mendasar dari PP tersebut adalah tujuan irigasi sendiri yaitu peningkatkan produksi pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani, yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi. Peningkatan produksi pangan ini dapat dicapai melalui peningkatan produktivitas pertanian di daerah beririgasi. Tujuan irigasi tersebut merupakan tujuan jangka panjang atau merupakan dampak dari pengembangan dan pengelolaan irigasi. Pendekatan sistem irigasi sebagai sistem berkalang (nested system) (Small and Svendsen, 1992) dapat menyederhanakan pemikiran dalam rangka pencapaian tujuan irigasi tersebut. Artinya masukan dan keluaran masingmasing kalang akan terlihat jelas dan mudah dianalisis. Dengan pendekatan sistem berkalang maka tujuan irigasi sebagaimana pada PP No.20/2006 merupakan keluaran dari kalang tertinggi dari sistem irigasi yang merupakan hasil dan dampak dari kalang-kalang di bawahnya. Daerah Irigasi (DI) Bondoyudo merupakan salah satu DI yang mempunyai permasalahan cukup kompleks. DI Bondoyudo cukup luas dan mencakup dua kabupaten yaitu Kabupaten Jember dan Lumajang dengan penggunaan air untuk pertanian dan industri gula. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui kinerja DI Bondoyudo untuk mengidentifikasi masukan dan keluaran dari sistem irigasi sebagai sistem berkalang serta menilai kinerja pengelolaan irigasi pada kalang jaringan irigasi dan sistem pertanian beririgasi. Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 Yogyakarta, 18-19 November 2008 2

B. METODOLOGI 1. Dasar Teori Menurut Peraturan Pemerintah No. 20/2006 irigasi diartikan sebagai usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Pada dasarnya irigasi merupakan suatu proses pemanfaatan atau manipulasi sumberdaya air untuk meningkatkan produksi tanaman. Irigasi berfungsi mendukung produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani, yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi (PP No. 20/2006). Irigasi dapat dipandang sebagai suatu sistem yang mempunyai beberapa subsistem yaitu sub sistem pola pikir, sosial-ekonomi, artefak, dan sub sistem bukan manusia. Sub sistem dalam sistem irigasi saling berinteraksi membentuk kesetimbangan. Irigasi dapat pula dipandang sebagai suatu sistem yang berkalang dan setiap sistem mempunyai seperangkat obyektif masing-masing (Small and Svendsen, 1992). Keterkaitan utama antara sistem-sistem ini adalah bahwa output satu sistem menjadi input sistem yang lain sehingga terbangun suatu kerangka kerja alat-sasaran (means-ends) (Bos, 1997). Sistem irigasi berkalang yang dirumuskan oleh Small dan Svendsen (1992) dapat dilihat pada Gambar 1. Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 Yogyakarta, 18-19 November 2008 3

(6) Sistem Ekonomi Politik (6) (5) Sistem Ekonomi Pedesaan (5) (4) Sistem Ekonomi Pertanian (4) (3) Sistem Pertanian Beririgasi (3) (2) Sistem Irigasi (2) Input-input lain (1) Input-input lain Kunci untuk input/output: (1) operasi fasilitas irigasi (4) pendapatan di sektor pedesaan (2) suplai air untuk tanaman (5) pembangunan ekonomi pedesaan (3) produksi pertanian (6) pembangunan nasional Gambar 1. Input dan output Irigasi dalam konteks sistem berkalang (Small & Svendsen, 1992) Pada Gambar 1, terdapat 5 sistem yang ada di sistem berkalang menurut rumusan Small dan Svendsen (1992) yaitu: 1. Sistem irigasi, yang mempunyai fungsi membawa air dari sumbernya kepetak lahan petani. Output sistem ini adalah air yang disampaikan hingga ke gerbang usaha tani, sehingga menjadi bagi sistem pertanian beririgasi; 2. Sistem pertanian beririgasi, dimana petani menggunakan air dan input-input lainnya untuk memproduksi tanaman. Tanaman ini menjadi input bagi sistem ekonomi pertanian; 3. Sistem ekonomi pertanian yang mencakup pertanian tadah hujan dan pertanian beririgasi; nilai tanaman yang diproduksi kemudian menjadi input dalam sistem ekonomi pedesaan; Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 Yogyakarta, 18-19 November 2008 4

4. Sistem ekonomi pedesaan yang berurusan dengan semua aktivitas perekonomian di pedesaan yang pada gilirannya menjadi bagian dari level yang lebih tinggi yaitu sistem ekonomi-politik. 5. Sistem ekonomi politik merupakan kalang terakhir. Dalam tulisan ini penentuan kinerja dibatasi sampai dengan luaran kalang kedua yaitu luas tanam yang dapat dia Kinerja (performance) suatu sistem dapat didefinisikan sebagai tingkat capaian yang terukur dari satu atau beberapa parameter yang dipilih sebagai indikator dari tujuan sistem (Abernethy, 1989). Dalam penilaian kinerja suatu sistem terdapat beberapa indikator yang digunakan untuk menunjukkan tingkat pencapaian kinerja tersebut. Indikator merupakan ukuran yang dibakukan untuk menilai dan menunjukkan kemajuan suatu kegiatan dibandingkan dengan sasaran yang telah ditetapkan. 2. Indikator Indikator yang digunakan untuk menilai kinerja irigasi adalah: a. Kalang I : O&P irigasi 1). Ketersediaan air di bendung Pencatatan debit di lapangan dan wawancara dengan petugas terkait. 2). Kondisi dan fungsi jaringan irigasi Hasil survei manajemen aset b. Kalang II : Suplai air irigasi 1). Efisiensi (Indeks Pembawa Air) debit yang dibagikan ketersier IPA = 100% debit yang masuk ke sekunder 2). Efektivitas (Koefisien Pengagihan Air) debit aktual KPA= debit rencana 3). Kemerataan (Nilai Kemerataan) rerata KPA dari 25% jarak hulu NK = rerata KPA dari 25% jarak hilir 4). Timeliness P T = 1 n Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 Yogyakarta, 18-19 November 2008 5

dengan 1-P : periode dengan KPA < 0,5 n : periode pencatatan (per 10 harian) c. Kalang III : 1). Indeks luas tanam luas tan am aktual indeks luas tan am= luas tan am rencana Indikator ketersediaan air di bendung dihitung dari debit yang masung ke saluran primer Bondoyudo. Indikator yang lain diperhitungkan dari debit pada enam saluran sekunder yaitu Saluran Sekunder Dawuhan dan Sumber Baru (hulu), Saluran Sekunder Pringgowirawan dan Pondok Dalem (tengah) serta Saluran Sekunder Lebeng dan Semboro (hilir). C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Diskripsi Wilayah DI Bondoyudo Daerah Irigasi (DI) Bondoyudo dengan luas oncoran 11.824 ha merupakan areal layanan saluran induk Bondoyudo yang mengalirkan air irigasi dari Bendung Umbul dengan membendung Sungai Bondoyudo. Secara administrasi DI Bondoyudo mengairi lahan di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Lumajang (772 ha)yang meliputi Kecamatan Jatiroto dan Kecamatan Rowokangkung; dan Kabupaten Jember (11.030 ha), yang meliputi Kecamatan Sumberbaru, Semboro, Jombang, Umbulsari, Kencong, dan Gumuk Mas. Saluran pembawa DI Bondoyudo meliputi saluran induk Bondoyudo dengan panjang 14.158 km dan 20 ruas saluran sekunder untuk mendistribusikan air irigasi dari saluran induk. DI Bondoyudo umumnya terletak di dataran rendah. Keadaan topografi yang rendah sangat efektif untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian dan perkebunan. Areal persawahan yang diairi oleh DI Bondoyudo ini pada umumnya merupakan daerah alluvium, sedangkan daerah sekitarnya terdiri dari bahan-bahan vulkanis. Jenis tanah yang terdapat pada areal persawahan antara lain regosol coklat tua, regosol coklat tua kekelabuan, regosol kelabu sangat tua, dan latosol. Sedangkan keadaan tekstur tanah di areal persawahan adalah lempung liat berdebu sampai liat berdebu. Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 Yogyakarta, 18-19 November 2008 6

Klasifikasi iklim DI Bondoyudo berdasarkan metode Oldeman yang dianalisis untuk rerata data curah hujan selama 10 tahun, menunjukkan bahwa DI Bondoyudo termasuk pada zona D3, yaitu zona dengan 3 4 bulan basah secara berturut-turut dan 5 6 bulan kering. 2. Ketersediaan Air di Bendung Rerata dan kisaran ketersediaan air di Bendung Umbul selama 16 tahun (1990-2006) disajikan pada Gambar 2. Dari Gambar tersebut nampak bahwa ketersediaan air untuk DI Bondoyudo cukup apabila dipergunakan untuk pertanian. Fluktuasi debit di bendung mengikuti fluktuasi musim hujan dan kemarau. Debit Maksimum-Minimum DI Bondoyudo (l/det) 90.000 80.000 70.000 t) 60.000 e 50.000 (l/d it b 40.000 e d 30.000 20.000 10.000 - Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des bulan Max Rerata Min Gambar 2. Debit saluran induk Bondoyudo (rerata 10 tahun) 3. Kondisi dan Fungsi Jaringan Irigasi Hasil penelusuran jaringan irigasi pada tahun 2005 menunjukkan bahwa kondisi saluran dan bangunan irigasi di beberapa ruas saluran DI Bondoyudo sudah mulai menurun sebagaimana nampak pada Tabel 1. Sebagian besar kondisi aset irigasi sudah menurun ke kondisi 2 yaitu secara umum dalam keadaan baik dengan sedikit tanda kerusakan minor. Meskipun demikian, penurunan kondisi aset irigasi tidak selalu diikuti dengan penurunan fungsinya seperti ditunjukkan Tabel 2. Sebagian besar aset irigasi masih dapat berfungsi sesuai dengan rancangannya secara aman dan beroperasi secara penuh. Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 Yogyakarta, 18-19 November 2008 7

Penurunan kondisi aset irigasi DI Bondoyudo belum diikuti dengan penurunan fungsinya tetapi apabila dibiarkan keadaan ini dapat memburuk. Menyadari hal tersebut, beberapa tindakan rehabilitasi dan pemeliharaan telah dilakukan sepanjang tahun 2006-2008. Tabel 1. Persentase kondisi ruas saluran Saluran Sekunder Kondisi I Kondisi II Kondisi III Kondisi IV Dawuhan 18.49 52.05 24.32 5.14 Sumberbaru 0.49 89.75 2.93 6.83 Pringgowirawan 8.06 82.23 0.94 8.77 Pondokdalem 78.35 10.65 10.65 0.34 Lebeng 0.16 83.07 11.96 4.81 Semboro 0.48 71.19 18.75 9.76 Tabel 2. Persentase fungsi ruas saluran Saluran Sekunder Fungsi I Fungsi II Fungsi III Fungsi IV Dawuhan 63.36 32.88 0.68 3.08 Sumberbaru 97.07 2.93 0 0 Pringgowirawan 94.55 5.45 0 0 Pondokdalem 87.35 9.28 2.75 0.34 Lebeng 94.72 5.28 0 0 Semboro 87.86 12.14 0 0 4. Efisiensi Suplai Air Irigasi Efisiensi irigasi ditunjukkan dengan nilai IPA yaitu nisbah jumlah debit yang sampai ke tersier dengan debit sekunder. Dari nilai IPA nampak bahwa efisiensi pengaliran air di tingkat sekunder cukup tinggi yaitu lebih dari 85%. Hal ini menunjukkan kehilangan air sepanjang saluran sekunder tidak signifikan. Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 Yogyakarta, 18-19 November 2008 8

1,05 1 0,95 A IP 0,9 % 0,85 0,8 0,75 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 bulan dawuhan sumberbaru pringgowirawan pondokdalem lebeng semboro Gambar 3. Grafik efisiensi tiap saluran sekunder 5. Efektivitas Suplai Air Irigasi Efektifitas pemberian air irigasi ditunjukkan dengan indeks KPA yaitu perbandingan debit aktual dengan debit rencana. Gambar 4 menunjukkan bahwa nilai KPA berada pada kisaran 0,5 sampai dengan 2. Nilai KPA cenderung rendah pada musim kemarau karena ketersediaan air cenderung turun sehingga air yang dapat diberikan kurang dari perencanaan. Di Saluran Sekunder Dawuhan dan Pondok Dalem, pemberian air cenderung tepat sesuai perencanaan sedangkan di Saluran Sekunder Semboro pemberian air cenderung berlebihan. 2,5 2 1,5 A P K 1 0,5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 bulan dawuhan sumberbaru pringgowirawan pondokdalem lebeng semboro Gambar 4. Grafik efektivitas tiap saluran sekunder Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 Yogyakarta, 18-19 November 2008 9

6. Kemerataan Suplai Air Irigasi Nilai kemerataan suplai air irigasi menunjukkan kemerataan pemberian air antara hulu dan hilir dalam satu ruas saluran sekunder. Gambar 5 menunjukkan kemerataan di DI Bondoyudo cukup bervariasi. Saluran Sekunder Dawuhan dan Sumber Baru mempunyai nilai kemerataan yang baik yaitu mendekati 1. Di Saluran Sekunder Semboro petak tersier di hulu cenderung mengambil air lebih banyak, sebaliknya di Saluran Sekunder Lebeng petak tersier di hilir cenderung mendapatkan air lebih banyak. K N 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 bulan dawuhan sumberbaru pringgowirawan pondokdalem lebeng semboro Gambar 5. Grafik kemerataan tiap saluran sekunder 7. Timeliness Suplai Air Irigasi Timeliness merupakan tingkat keseringan air irigasi diberikan tepat pada saat atau periode yang dibutuhkan. Timeliness dihitung dengan mengurangkan periode dengan kurangan air sehingga mengganggu produksi tanaman. Gambar 6 menunjukkan bahwa nilai timeliness mendekati 1 artinya periode kekurangan air irigasi hampir tidak pernah terjadi. Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 Yogyakarta, 18-19 November 2008 10

1 0,95 s 0,9 e lin e 0,85 T im 0,8 0,75 0,7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan dawuhan sumberbaru pringgowirawan pondokdalem lebeng semboro Gambar 6. Grafik timeliness tiap saluran sekunder 8. Indeks Luas Tanam Pemberian air irigasi diharapkan dapat meningkatkan produktivitas lahan dengan meningkatnya luas tanam dalam satu satuan lahan. Indeks luas tanam seperti nampak pada Tabel 3 menunjukkan bahwa lahan di DI Bondoyodo sudah cukup intensif diusahakan. Lahan tidak dibiarkan tanpa tanaman. Fluktuasi air irigasi antar musim tanam disikapi dengan menyesuaikan luas tanam tiap jenis tanaman yaitu padi, palawija, dan tebu. Tabel 3. Indeks luas tanam di masing-masing saluran sekunder Saluran MT 1 MT 2 MT 3 Sekunder padi tebu palawija padi tebu palawija padi tebu Palawija Dawuhan 1,0 1,0 0 1,0 1,0 0 0 1,0 1,0 Sumberbaru 0,99 1,0 2,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 Pringgowirawan 0,99 1,01 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 0,98 1,0 Pondokdalem 1,0 1,0 1,0 0,99 1,0 1,09 1,0 1,0 1,0 Lebeng 1,0 1,0 1,0 1,0 1,1 0,85 0,71 1,0 2,0 Semboro 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,21 1,0 1,0 1,0 9. Kinerja DI Bondoyudo Dari input kalang 1 berupa kondisi fisik jaringan irigasi dan ketersediaan air di bendung mempengaruhi keluaran dari kalang 1 ke kalang 2 berupa suplai air irigasi. Ketersediaan air di bendung relatif cukup sehingga efisiensi dan efektivitas pemberian air juga baik. Kondisi dan fungsi jaringan irigasi yang masih baik menyebabkan efisiensi Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 Yogyakarta, 18-19 November 2008 11

yang cukup tinggi. Kelemahan pengelolaan DI Bondoyudo yang cukup luas adalah pada sistem operasi di beberapa saluran sekunder sehingga menyebabkan pembagian air kurang merata. Luaran dari kalang 1 mempengaruhi kinerja pada kalang 2. Dengan luaran suplai air irigasi yang cukup baik maka lahan dapat ditanami secara intensif. Tidak ada lahan yang tidak ditanami karena tidak terairi. Suplai irigasi yang baik juga berakibat terjaganya produksi tanaman tetapi tingkat produktivitas tanaman di DI ini belum terukur pada penelitian ini. D. PENUTUP Dari hasil analisis beberapa indikator kinerja untuk sistem irigasi dan sistem pertanian beririgasi dapat diambl kesimpulan bahwa di DI Bondoyudo modal ketersediaan air cukup dan kondisi jaringan irigasi baik sehinggi kinerja suplai airnya cukup baik. Dengan suplai air yang baik mengakibatkan lahan dapat ditanami secara intensif. Hal-hal yang harus diperhatikan untuk mempertahankan kinerja DI Bondoyudo adalah pemeliharaan dan rehabilitasi jaringan irigasi untuk mencegah penurunan kondisi bangunan dan pola operasi yang lebih menjamin kemerataan pemberian air. Selanjutnya DI Bondoyudo sudah siap untuk menerima perubahan kewenangan pengelolaan irigasi sesuai PP No. 20/2006 tentang Irigasi. Sebagai antisipasi kelemahan penelitian ini maka perlu dilakukan penelitian mengenai produktivitas lahan sebagai luaran kalang 2 sistem pertanian beririgasi. Penelitian interdisipliner dengan melibatkan ahli bidang lain dapat dilakukan untuk menilai peningkatan kesejahteraan petani yang diakibatkan oleh adanya irigasi. E. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih disampaikan kepada Balai Besar Wilayah Sungai Brantas atas kesempatan yang diberikan untuk melakukan penelitian ini. Penghargaan juga disampaikan kepada instansi-instansi yang telah menyediakan data yaitu Balai Wilayah Sungai Bondoyudo-Mayang, Dinas Kimpraswil Kabupaten Lumajang, dan Dinas Pengairan Kabupaten Jember. Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 Yogyakarta, 18-19 November 2008 12

DAFTAR PUSTAKA Abernethy, C. L., 1989, Performance criteria for irrigation systems, Conference on irrigation theory and practices, southampton, England. 10 pp. Bos, M.G., 1997, Performance indicators for irrigation and drainage, Irrigation and Drainage Systems, vol 11, 119-137. Peraturan Pemerintah No. 20/2006 tentang Irigasi. Small, L. E. and M. Svensend, 1992, A framework for assessing irrigation performance, Working paper on irrigation performance 1, International Food Policy Research Institute, Washington D.C. Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 Yogyakarta, 18-19 November 2008 13