BAB I PENDAHULUAN. idividu maupun sosial. secara individu, upacara pengantin akan merubah seseorang

dokumen-dokumen yang mirip
NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

PELATIHAN PEMBUATAN HANTARAN PENGANTIN SEBAGAI UPAYA PEMANFAATAN WAKTU LUANG BAGI IBU RUMAH TANGGA DI DUSUN COKROBEDOG

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dalam bentuk Ijab dan Qabul. Dalam pernikahan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai-nilai keagamaan sebagai wujud ibadah kepada Allah. SWT, dan mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW.

BAB I PENDAHULUAN. hubungan biologis antara laki-laki dan perempuan untuk meneruskan keturunan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, sebuah tindakan yang telah disyari atkan oleh Allah SWT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk berbudaya dan secara biologis mengenal adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang beranekaragam. Menurut Sujarwa (1998:10-11), kebudayaan adalah seluruh

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

B. Rumusan Masalah C. Kerangka Teori 1. Pengertian Pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tuntutan kebutuhan yang makin maju dan sejahtera, tuntutan tersebut

I. PENDAHULUAN. Budaya pada dasarnya merupakan cara hidup yang berkembang, dimiliki dan

BAB I PENDAHULUAN. peraturan tertentu, tidak demikian dengan manusia. Manusia di atur oleh

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara maritim yang terdiri dari pulau-pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak.

BAB I PENDAHULUAN. dan diabadikan dalam Islam untuk selama-lamanya. Pernikahan secara terminologi adalah sebagaimana yang dikemukakan

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

BAB I PENDAHULUAN. besar.segala hal yang menyangkut tentang perkawinan haruslah dipersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. hal Kompilasi Hukum Islam, Bandung: Fokusmedia, 2007, hlm. 7.

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Syari at Islam tidak

UPACARA PENDAHULUAN

LAPORAN OBSERVASI SETING LOKAL UPACARA ADAT DISTRIKAN DANAU RANU GRATI DESA RANUKLINDUNGAN KECAMATAN GRATI KABUPATEN PASURUAN

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya. Ikatan suci ini adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa

Penjelasan lebih lanjut mengenai mahar dan prosesi pertunangan akan dibahas di bab selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan cikal bakal terciptanya keluarga sebagai tahap

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak pada garis khatulistiwa. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. beragam tergantung pada budaya dari daerah tertentu. Sanggul merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan dari gagasan simbol-simbol dan nilai-nilai yang mendasari hasil karya dan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, hokum adat, organisasi sosial dan kesenian. Keberagaman keindahan,

BAB I PENDAHULUAN. Makna dari mahar pernikahan yang kadang kala disebut dengan belis oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

I. PENDAHULUAN. yakni berbeda-beda tetapi tetap satu. Maknanya meskipun berbeda-beda namun

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berhubungan dengan manusia lain. Timbulnya hubungan ini didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah wa rahmah. 3 Agar

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. daerah di negara ini memiliki adat istiadat dan tradisi masing-masing yang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PERKAWINAN DAN PENCATATAN PERKAWINAN ANAK ADOPSI DI KUA KEC. PRAJURIT KULON KOTA MOJOKERTO

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Jawa disebut tanggap wacana (sesorah). Dalam pernikahan adat

STUDI TENTANG TATACARA UPACARA PERKAWINAN DI DESA TAMANAN KECAMATAN MOJOROTO KOTA KEDIRI SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

I. PENDAHULUAN. dilestarikan dan dikembangkan terus menerus guna meningkatkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman adat istiadat dalam pelaksanaan perkawinan. Di negara. serta dibudayakan dalam pelaksanaan perkawinan maupun upacara

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki budaya yang sangat melimpah, keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULAUAN. budaya yang mewarnai kehidupan bangsa ini. Dalam mengembangkan kebudayaan di

No Nama Umur Pekerjaan Alamat. 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai. 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa. 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. pada masyarakat Pesisir adalah pertunjukan kesenian Sikambang di Kelurahan

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP TRADISI SURAN DI MAKAM GEDIBRAH DESA TAMBAK AGUNG KECAMATAN KLIRONG KABUPATEN KEBUMEN

V. KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : meliputi, Himpun (meliputi : Himpun Kemuakhian dan Himpun Pemekonan),

BAB IV ANALISIS PRAKTEK SRAH-SRAHAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan oleh Al-Qur an disebut dengan kata نكاح dan.ميثاق Nikah menurut

BAB I PENDAHULUAN. yang berada di sebelah timur pulau Sumbawa yang berbatasan langsung dengan NTT adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang tetap dilaksanakan oleh masyarakat Melayu sejak nenek moyang dahulu

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan Indonesia sangat beragam, hal ini dikarenakan suku-suku dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB V PENUTUP. selamatan dan hajatan. Dalam pelaksanaan hajatan dan selamatan tersebut

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sebuah kumpulan individu yang memiliki sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diupayakan langkah-langkah ke arah peningkatan kualitas pendidikan, dari mulai

BAB I PENDAHULUAN. sedikit pergeseran yaitu tidak hanya sebagai pelindung tubuh dari. gangguan alam dan untuk kesopanan, tetapi juga untuk menyalurkan

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Kehidupan manusia di manapun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang dimiliki, kebudayaan merujuk pada berbagai aspek manusia

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara memiliki kebudayaan yang beragam. Kebudayaan juga

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suku yang hidup dan berkembang di Provinsi Aceh.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upacara pengantin merupakan kejadian yang sangat penting bagi kehidupan idividu maupun sosial. secara individu, upacara pengantin akan merubah seseorang dalam menempuh hidup baru, (mangun bale wisma). Lembaga yang dibangun keluarga perlu dibina agar mendatangkan suasana yang bahagia, sejahtera, aman, nyaman dan tentram. Meski hampir setiap hari kita saksikan pesta perkawinan, namun ternyata tidak mudah bagi kita untuk menyelenggarakanya. Tahap demi tahap penuh pernik yang merupakan kelengkapan syariat agama, maupun adat dan tata cara masyarakat. apalagi jika kedua mempelai berasal dari adat dan latar budaya yang berbeda. Banyak hal yang harus dipersiapkan, agar tidak ada yang kecewa dan semua pihak merasa diperlukan dengan sebaik perlakuanya. Oleh karena itu, mendalami secara mendalam tata cara penyelenggaraan pesta perkawinan sangat diperlukan, terutama bagi mempelai, orang tua, sesepuh masyarakat, serta para pejabat terkait.

2 Masyarakat Jawa mempunyai beberapa aturan yang berkenaan dengan perkawinan. Di antara aturan itu sedikit banyak mengikuti aturan yang diajarkan dalam Islam dan ajaran yang dibawa oleh agama Hindhu dan Budha. Hal itu wajar saja, karena jika kita tengok sejarah masyarakat Jawa pada masa silam sebelum islam datang dengan ajaran yang benar, masyarakat Jawa telah terbiasa dalam kehidupan yang mengikutiajaran-ajaran terdahulu (nenek moyang mereka) yaitu animisme, dinamisme, begitu juga Hindu dan Budha, maka yang ditetapkan oleh para wali yang membawa risalah tersebut lebih baik mengikuti arus daripada melawan arus. Dalam kebudayaan Jawa dibedakan sendiri antara penduduk pesisir utara, dimana hubungan pekerjaan, nelayan dan pengaruh islam menghasilkan bentuk kebudayaan yang khas yaitu kebudayaan pesisir, dan daerah - daerah pedalaman Jawa juga sering disebut kejawen yang mempunyai pusat budaya seperti Surakarta, Yogyakarta, begitu juga masyarakat Jawa yang tinggal di Mojokerto yang dikenal juga dengan sebutan daerah Majapahit. Berbagai macam kesenian yang ada di Jawa pada umumnya menggambarkan sifat dan karakteristik penduduk dimana kesenian itu berasal. Selain itu juga tentang upacara adat, mulai upacara kelahiran sampai dengan upacara kematian semua dilaksanakan dengan aturan- aturan yang sudah menjadi pedoman mulai dari nenek moyang mereka. Mengenai upacara perkawinan adat Jawa itu sayangnya belum ada aturanatuan pasti yang memuat secara kronologis tentang tatacara perkawinan untuk dijadikan pedoman dalam dalam setiap pelaksanaanya, upacara masyarakat adat Jawa masih ada perbedaan- perbedaan antara daerah satu dengan daerah yang lain. Pada

3 zaman dahulu perbedaan itu tidak saja terlihat antara daerah, tetapi juga antara masyarakat kelompok itu sendiri. Dalam masyarakat Jawa dibedakan ada dua golongan sosial (1) Wong Cilik (orang kecil) terdiri dari sebagian masa petani dan mereka yang sebagian berpendapatan rendah di kota (2) Kaum Priyayi, termasuk kaum pegawai dan orang-orang intelektual. Sebenarnya tidak hanya dua golongan itu saja, kelompok ini masih ada kelompok yang ketiga yaitu kaum ningrat (ndoro) sekalipun kelompok ini tidak terlalu banyak namun mempunyai prestige yang cukup tinggi. Atau secara keagamaan, masyarakat Jawa dibagi dalam kelompok abangan dan kelompok santri. Terlepas dari pembagian-pembagian kelompok tersebut, upacara perkawinan adat juga merupakan tata nilai kehidupan di dalam masyarakat Jawa. Hampir setiap orang tua yang akan menikahkan anak putra-putrinya tidak terlepas dari upacara adat. meskipun masyarakat berkali-kali menyaksikan upacara pengantin adat Jawa, tetapi mereka kurang dapat memahami arti dan makna upacara tersebut sehingga resepsi perkawinan tidak lebih dari ritualitas yang terjadi dalam masyarakat untuk mengawinkan seseorang. Adat dalam suatu pelaksanaan perkawinan biasanya tidak terlepas dari kultur sosial masyarakat yang terkadang masih dilestarikan dan dikembangkan, hukum adat ialah merupakan hukum yang tidak tertulis, akan tetapi dipastikan setiap daerah masih memiliki tradisi-tradisi adat perkawinan yang masih hidup. Sama halnya dengan upacara perkawinan yang ada di Mojokerto. Prosesi upacara pernikahan di daerah itu sebagian besar masih menggunakan hukum atau aturan-aturan adat yang telah ditentukan oleh beberapa orang terdahulu kita yang

4 mana harus kita lewati semua, karena satu saja prosesi perkawinan adat ada yang kita lewatkan atau terlewati, maka dianggap kurang sah atau nanti dalam menjalani bahtera rumah tangga biasanya akan mendapatkan kesulitan atau musibah sebagai imbas dari terlewatinya salah satu upacara perkawinan yang telah dilakukannya. Salah satu dari upacara adat yang masih sering dan di lakukan ketika ada seseorang yang akan menjalankan upacara pernikahan adalah srah-srahan. kata srahsrhan berasal dari kata singset, artinya mengikat erat. Dalam hal ini, terjadinya komitmen akan sebuah perkawinan antara putra-putri kedua pihak dan para orang tua untuk menjadi besan. Srah-srahan pada zaman dulu dilakukan sebelum malam (midodareni), yaitu pada malam hari calon pengantin wanita akan menjadi cantik sama seperti Dewi. Menurut kepercayaan kuno, Dewi akan datang dari kayangan, dan pengantin wanita harus tinggal di kamar dari jam enam sore sampai tengah malam ditemani dengan beberapa wanita yang di tuakan. Biasanya mereka akan memberi saran dan nasihat. Keluarga dan teman dekat dari pengantin wanita akan datang berkunjung dan semuanya harus wanita. Orang tua dan keluarga calon pengantin pria memberikan beberapa barang kepada orang tua calon pengantin wanita. Barang- barang yang diberikan itu nantinya dapat digunakan istri dan ada sebagian barang yang mengharuskan dibawa karena mempunyai arti tersendiri: Contoh satu set suruh ayu sebagai perlambang harapan tulus supaya mendapatkan keselamatan. Seperangkat pakaian untuk penganten wanita, termasuk beberapa kain batik dengan motif yang melambangkan kebahagiaan hidup. Tidak boleh ketinggalan sebuah stagen, ikat pinggang kain putih yang besar dan panjang, sebagai kuatnya

5 tekad beberapa hasil bumi seperti: beras, gula, garam, minyak goreng, buah-buahan dan lain sebagainya. Sebagai pelambang hidup kecukupan dan sejahtera bagi keluarga baru. Adapun barang yang diberikan yang nantinya dipakai oleh isteri biasanya berupa seperangkat alat sholat, perhiasan, perlengkapan tas rias, tas, sepatu, parfum dan sebagainya. 1 Sepasang cincin kawin untuk kedua mempelai pada kesempatan ini, pihak calon mempelai pria menyerahkan sejumlah uang, sebagai sumbangan untuk pelaksanaan upacara perkawinan. Ini hanya formalitas belaka, karena urunan uang biasanya sudah diberikan jauh sebelumnya. Srah-srahan merupakan simbolik dari pihak calon mempelai pria sebagai bentuk tanggung jawab kepada pihak keluarga, terutama kepada orang tua calon perempuan. Biasanya srah-srahan diberikan pada saat malam sebelum akad nikah, akan tetapi ada juga yang melakukan pada saat acara pernikahan. Srah-srahan merupakan suatu tradisi yang harus dilakukan dengan membawa persyarata-persyaratan yang telah ditentukan sebelumnya. Ketika calon mempelai laki-laki akan mendatangi pihak calon mempelai wanita karena srah-srahan tersebut merupakan salah satu syarat dari sebagaian prosesi pernikahan di daerah Jotangan, dan bisa dianggap sah apabila telah sesuai dengan ketentuan yang telah di tentukan. Sama halnya dengan Di Daerah Mojokerto Di Desa Jotangan tradisi srahsrahan dilakukan dengan menggunakan syarat syarat yang telah ditentukan, barangbarang bawaan yang dibawa harus sesuai dengan apa yang biasa dilakukan oleh 1 Hariwijaya, Tata Cara Penyelenggaraan Perkawinan Adat Jawa, (Yogyakarta : Hangar Creator, 2008)

6 masayarakat jotangan pada umumnya. Semua barang yang dibawa mempunyai makna atau simbol tersendiri dan merupakan syarat yang bersifat harus, karena sah tidaknya barang yang dibawa tergantung kelengkapan barang bawaan tersebut. Tradisi srah-srahan merupakan salah satu tradisi di Desa Jotangan yang dilestarikan karena jika dilihat dari sisi manfaatnya, srah-srahan bisa sangat bermanfaat bagi kedua calon mempelai di samping banyak membantu dari calon mempelai perempuan, dengan tradisi srah-srahan kedua keluarga bisa mengenal lebih lebih dekat. Asas gotong royong dalam tradisi srah-srahan sangat terlihat jelas dimana calon mempelai pria memberikan sebagian uang dan barang-barang yang digunakan untuk keperluan acara pernikahan tersebut. Berdasarkan fenomena di atas maka penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang bagaimana pelaksanaan srah-srahan dan tata cara srah-srahan, yang dalam hal ini secara komprehensip penulis akan menuangkannya ke dalam karya ilmiah dengan judul TINJAUAN FILOSOFI TERHADAP PELAKSANAAN SRAH- SRAHAN DALAM PERKAWINAN ADAT JAWA (Di Desa Jotangan Kec. Mojosari Kab. Mojokerto). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka peneliti merumuskan beberapa masalah yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana prosesi srah-srahan dalam perkawinan adat Jawa di Desa Jotangan Kec. Mojosari Kab. Mojokerto?

7 2. Apa makna dari prosesi srah-srahan dalam perkawinan adat Jawa di Desa Jotangan Kec. Mojosari Kab. Mojokerto? 3. Bagaimana latar belakang adanya srah-srahan dalam perkawinan adat Jawa di Desa Jotangan Kec. Mojosari Kab. Mojokerto? C. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah diatas, maka peneliti ini mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mendeskripsikan prosesi srah-srahan dalam perkawinan adat Jawa di Desa Jotangan Kec. Mojosari Kab. Mojokerto. 2. Untuk menjelaskan makna prosesi Srah-srahan dalam perkawinan adat Jawa di Desa Jotangan Kec. Mojosari Kab. Mojokerto. 3. Untuk menceritakan latar belakang adanya srah-srahan dalam perkawinan adat Jawa di Desa Jotangan Kec. Mojosari Kab. Mojokerto. D. Manfaat Penelitian Dengan diadakannya penelitian ini, diharapkan hasil yang diperoleh nantinya dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi masyarakat pada umumnya. Ada dua manfaat yaitu teoritis dan praktis. Secara Teoritis: 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau pertimbangan dalam melakukan kajian atau penelitian selanjutnya, khususnya bagi

8 mahasiswa fakultas Syari ah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. 2. Agar dijadikan bahan referensi bagi penelitian yang sejenis di masa datang. Secara Praktis : 1. Peneliti Penelitian ini berguna sebagai wawasan ilmu pengetahuan yang pada akhirnya dapat berguna ketika peneliti sudah berperan aktif dalam kehidupan masyarakat. 2. Masyarakat Hasil Penelitian ini akan sangat bermanfaat sebagai pengetahuan bagi masyarakat untuk pemahaman yang jelas bagaimana filosofi pelaksanaan srah-srahan dalam pernikahan adat Jawa agar tidak salah mengartikanya. E. Definisi Operasional 1. Filosofi : filosofi adalah tatanan atau aturan-aturan dalam hidup yang menjadi aturan tidak tertulis tetapi di gunakan sebagai kebijakan-kebijakan hidup dan menjadikan kekuatan & bekal untuk melangkah 2. Srah-Srahan : Pemberian hadiah dari keluarga calon pengantin putra kepada keluarga calon pengantin putri, sejumlah hasil bumi, peralatan rumah tangga, dan kadangkadang disertai sejumlah uang. Barang-barang dan uang tersebut digunakan untuk menabah biaya penyelenggaraan perkawinan nantinya.

9 3. Perkawinan Adat Jawa : Perkawinan atau sering pula disebut dengan pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah kehidupan setiap orang. Masyarakat Jawa memaknai peristiwa perkawinannya dengan menyelenggarakan berbagai upacara yang termasuk rumit. Upacara itu dimulai dari tahap perkenalan sampai terjadinya pernikahan F. Sistematika Pembahasan BAB I: PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Penelitian Terdahulu, Sistematika pembahasan. BAB II: KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini berisikan tentang Masyarakat Jawa, Tradisi Masyarakatat Jawa, Tradisi Perkawinan Masyarakat Jawa, Srah- Srahan, Makna dan Kajian Tradisi atau Budaya. BAB III: METODE PENELITIAN. Pada Bab ini berisi tentang Lokasi Penelitian, Jenis Penelitian, Paradigma Penelitian, Pendekatan Penelitian, Metode Pengumpulan Data, Sumber Data, dan Metode Analisis Data. BAB IV: TRADISI SRAH-SRAHAN PADA PERNIKAHAN ADAT JAWA. Merupakan paparan data dan analisa data, yang didalamnya membahas tentang Tradisi Srah-Srahan pada Pernikahan Adat Jawa, Sehingga hasil yang diperoleh benar-benar akurat dan tidak diragukan lagi. Di dalamnya juga berisi tentang masyarakat Jotangan, tradisi-tradisi masyarakat di masyarakat Jotangan, srah-srahan dalam tradisi perkawinan Masyarakat Jotangan, Barang Bawaan, Prosesi Srah- Srahan, Ular-Ular dalam Srah-Srahan.

BAB V: PENUTUP. Berisi tentang kesimpulan dan saran-saran 10