PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBAR PENGESAHAN. a. Nama Lengkap : Rianah Sary NIM. H

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Volume sampah setiap harinya terus bertambah banyak sampah begitu saja di

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah

BAB I PENDAHULUAN. kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 6% 1% Gambar 1.1 Sumber Perolehan Sampah di Kota Bandung

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. manusia yang beragam jenisnya maupun proses alam yang belum memiliki nilai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunaan kesehatan menuju Indonesia sehat ditetapkan enam

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara

PENDAHULUAN Latar Belakang

Fasilitas Pengolahan Sampah di TPA Jatibarang Semarang

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia.

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Pada satu sisi pertambahan jumlah kota-kota modern menengah dan

BAB I. PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Limbah padat atau sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah

BAB I PENDAHULUAN. yang tentu saja akan banyak dan bervariasi, sampah, limbah dan kotoran yang

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam semua aspek kehidupan manusia selalu menghasilkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Temuan Utama

Pemberdayaan Masyarakat Rumpin Melalui Pengolahan Sampah Organik Rumah Tangga

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari

A. Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu Raya

SATUAN TIMBULAN, KOMPOSISI DAN POTENSI DAUR ULANG SAMPAH PADA TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH TANJUNG BELIT KABUPATEN ROKAN HULU

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. (makhluk hidup) dan abiotik (makhluk tak hidup). Kedua komponen itu akan

BAB I PENDAHULUAN. Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP),

E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai sistem pengelolaan sampah yang dilakukan di

KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH

KINERJA KEGIATAN DAUR ULANG SAMPAH DI LOKASI DAUR ULANG SAMPAH TAMBAKBOYO (Studi Kasus: Kabupaten Sleman)

BAB I PENDAHULUAN. dari semua pihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah, disisi lain. masyarakat tidak ingin berdekatan dengan sampah.

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyebar luas baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.limbah atau

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STRATEGI PENGEMBANGAN PERUSAHAAN DAERAH KEBERSIHAN KOTA BANDUNG UNTUK MEWUJUDKAN BANDUNG BERSIH dan HIJAU SECARA BERKELANJUTAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh peneliti yaitu dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota

DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR

l. PENDAHULUAN Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau

PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN ( Pertemuan ke-7 ) Disampaikan Oleh : Bhian Rangga Program Studi Pendidikan Geografi FKIP -UNS 2013

BAB I PENDAHULUAN I.1

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERAN GENDER DALAM MENANGANI PERMASALAHAN SAMPAH. Oleh : Tri Harningsih, M.Si

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Uji Mikrobiologis Kompos Organik dari Sampah Organik dengan Penambahan Limbah Tomat dan EM-4 SKRIPSI

MENGURANGI PERMASALAHAN SAMPAH

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahlah yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah.

SAMPAH SEBAGAI SUMBER DAYA

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung yang dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang,

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. kapasitas atau jumlah tonnasenya. Plastik adalah bahan non-biodegradable atau tidak

KARYA ILMIAH USAHA DAUR ULANG SAMPAH

I. PENDAHULUAN. Timur. Letak tersebut berada di Teluk Lampung dan diujung selatan pulai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang

BAB I PENDAHULUAN. pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis dan

BAB I PENDAHULUAN. mulai menggalakkan program re-use dan re-cycle atas sampah-sampah yang ada.

POTENSI PENERAPAN PRINSIP 3R DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI DESA NGENEP KECAMATAN KARANGPLOSO KABUPATEN MALANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta adalah ibukota dari Indonesia dengan luas daratan 661,52 km 2 dan tersebar

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang banyak dan terbesar ke-4 di dunia dengan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia akhir-akhir ini mengalami tingkat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.

BAB III STUDI LITERATUR

2016 ANALISIS DESKRIPTIF POTENSI EKONOMI BANK SAMPAH DI KOTA BANDUNG

1. BAB I PENDAHULUAN. diikuti kegiatan kota yang makin berkembang menimbulkan dampak adanya. Hasilnya kota menjadi tempat yang tidak nyaman.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

ISO untuk meminimalkan limbah, by Sentral Sistem Consulting

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

KONSEPSI PENANGANAN SAMPAH PERKOTAAN SECARA TERPADU BERKELANJUTAN *)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MAKALAH PROGRAM PPM. Pemilahan Sampah sebagai Upaya Pengelolaan Sampah Yang Baik

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkungan hidup, sampah merupakan masalah penting yang harus

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

BAB I PENDAHULUAN. sampah yaitu dari paradigma kumpul angkut buang menjadi pengolahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Urang Kota Malang mencapai 1642,5 m 3 atau 420,48 ton per 12 jam bisa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sampah merupakan material sisa hasil proses suatu aktifitas, baik karena kegiatan industri, rumah tangga, maupun aktifitas manusia lainnya. Sampah selalu menjadi masalah lingkungan yang mengglobal. Sampah sudah menjadi masalah yang semakin serius di kota-kota di Indonesia. Pertambahan penduduk dan proses urbanisasi yang terus berlangsung merupakan akibat terus bertambahnya kuantitas sampah. Penggunaan teknologi yang masih minim membuat laju proses sampah dengan pertambahan sampah tidaklah seimbang. Jumlah sampah yang masuk lebih besar ketimbang jumlah sampah yang berhasil diproses. Berbagai kegiatan manusia menghasilkan sampah. Sampah dihasilkan di daerah permukiman, pasar, pertokoan, fasilitas sosial, dan kegiatan industri. Permukiman penduduk merupakan penyumbang sampah terbesar yang berupa buangan padat yang berasal dari sisa sayuran, buah-buahan, makanan, serta sampah anorganik seperti plastik, kertas, logam, dan lain-lain. Volume sampah yang besar dan beranekaragam jenisnya, jika tidak dikelola dengan baik dan benar sangat berpotensi menimbulkan permasalahan yang kompleks dan serius. Peningkatan jumlah sampah yang ada juga tidak diikuti dengan pengelolaan sampah yang lebih baik. Umumnya kota-kota di Indonesia belum mampu mengangkut seluruh sampah yang dihasilkan oleh masyarakat karena keterbatasan dana, sarana, sumberdaya manusia, teknologi pengolahan, manajemen, dan berbagai hal lain. Sistem pengelolaan yang ada saat ini masih tersentralisasi di tingkat Kabupaten atau Kota yang berujung pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah. Sampah dari seluruh masyarakat Kabupaten atau Kota langsung diangkut dari permukiman sumber sampah ke TPA. Pengelolaan sampah di TPA pun bersifat terbuka, sampah yang masuk oleh kendaraan pengangkut dan masyarakat tanpa izin dan yang keluar oleh pemulung atau orang yang ingin memanfaatkan sampah tersebut tidaklah tertata dengan baik dan benar. Tingginya laju pertambahan sampah membuat sampah tidak seluruhnya dapat ditangani oleh pemerintah baik di tiap sumber sampah maupun di TPA. Sampah ini akan menumpuk dan berpotensi untuk dibuang ke sungai atau dibakar. Sisa sampah yang menumpuk dapat menjadi sumber penyakit, sumber pencemaran, dan mengganggu estetika lingkungan. Pengelolaan sampah yang ada saat ini perlu ditata agar lebih baik, mengingat TPA dalam jangka panjang tidak akan mampu menampung volume sampah yang ada. Kesadaran masyarakat yang kurang akan nilai sampah juga menjadikan sampah sebagai barang yang berkonotasi negatif. Paradigma masyarakat yang salah ini, terutama di Indonesia, membuat pemerintah selaku pengelola sampah pun menjadi lebih berat. Untuk itu diperlukan alternatif sistem pengelolaan sampah yang lebih efektif, efisien, dan sadar lingkungan.

2 Tujuan dan Manfaat Penulisan Adapun tujuan dari karya tulis ini adalah: 1. Menganalisis tingkat efisiensi dan efektifitas pengelolaan sampah dengan sistem sentralisasi. 2. Membandingkan sistem pengelolaan yang lebih efisien dan efektif antara sentralisasi dan desentralisasi. 3. Memberikan ide alternatif pengelolaan sampah yang lebih efisien dan efektif dari segi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Manfaat dari penulisan karya tulis ini adalah memberikan alternatif solusi tentang sistem pengelolaan sampah yang lebih efektif dan efisien yang berbasiskan komunitas dengan wilayah pengelolaan berada di setiap Rukun Warga. Karya tulis ini dibuat sebagai respon terhadap permasalahan pengelolaan sampah yang telah menjadi permasalahan nasional terutama di kota-kota besar yang dalam jangka panjang akan menjadi permasalahan serius. Semoga karya tulis ini dapat menjadi salah satu gagasan baru dalam menyelesaikan permasalahan sampah. GAGASAN Pengertian Sampah Sampah merupakan hal yang selalu menimbulkan masalah baik secara ekonomi maupun lingkungan. Menurut Hadiwiyanto dalam Bintari (2005), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan, baik karena telah diambil bagian utamanya, pengolahan, atau karena sudah tidak ada manfaatnya. Sampah tersebut ditinjau dari segi sosial ekonomis tidak ada harganya tetapi dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran air dan udara. Menurut Syahrul dan Ollich dalam Bintari (1985) sampah diartikan sebagai benda buangan yang berasal dari masyarakat dan dari alam sendiri yang tidak berfungsi lagi. Dampak Sampah bagi Lingkungan Sampah secara umum menimbulkan pencemaran baik udara, air maupun tanah. Pencemaran di tanah terutama adalah pencemaran terhadap air permukaan dan air dalam tanah yang sangat membahayakan bagi kesehatan manusia. Disamping itu pencemaran tertentu (bahan kimia) dapat menimbulkan kerusakan tanah sehingga mempengaruhi kegunaan dari sumberdaya tersebut (Miner, dkk, 2002). Menurut Hadiwiyoto dalam Bintari (1981), sampah dapat menimbulkan gangguan keseimbangan lingkungan dan kesehatan. Gangguan itu meliputi : (1) pencemaran udara dan bau yang tidak sedap, (2) sampah bertumpuk-tumpuk dapat menimbulkan kondisi physicochemis yang dapat mengakibatkan kenaikan suhu

3 dan perubahan ph, (3) kekurangan oksigen pada daerah pembuangan sampah, (4) gas-gas yang dihasilkan selama dekomposisi sampah dapat membahayakan kesehatan dan bahkan kadang-kadang beracun dan dapat mematikan, (5) penularan penyakit yang ditimbulkan oleh sampah, dan (6) secara estetika, pemandangan yang tidak nyaman untuk dinikmati. Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Sampah Sampah memerlukan pengeloaan yang hati-hati dan baik agar mengurangi dampak pencemaran terhadap lingkungan. Menurut Syahrul dan Ollich dalam Bintari (1985), penanggulangan sampah dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya: (1) pembuangan terbuka (open land dumping) merupakan cara yang paling sederhana, sampah-sampah yang ada seperti sampah rumah tangga, sampah pasar, sampah industri, dan lain-lain dikumpulkan dan diangkut ke suatu tempat yang sudah ditentukan. Sampah yang dibuang dibiarkan begitu saja pada lapangan terbuka. (2) penimbunan saniter, sampah yang akan dimusnahkan dimasukkan kedalam galian, kemudian dipadatkan. (3) sistem kompos, merupakan proses degradasi biokimia dari fraksi organik di dalam sampah dengan bantuan oksigen yang menghasilkan substansi berbentuk humus yang dapat digunakan sebgai pupuk pertanian maupun pupuk untuk kolam ikan. (4) sistem fermentasi, salah satu usaha penanggulangan dan sekaligus pemanfaatan sampah, proses fermentasi yaitu perombakan bahan-bahan organik oleh bakteri perombak tanpa oksigen (proses anaerobik). (5) pembakaran, saat ini telah dikembangkan suatu sistem pembakaran dengan menggunakan alat yang dinamakan Insenerator. Berbagai model insenerator diantaranya sistem conveyor (travelling-grate), sistem drum berputar (rotating drum), dan sistem reciprocating. Sampah selain merupakan limbah, tetapi dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal, diantaranya sampah dapat digunakan untuk pembuatan pupuk organik. Menurut Hadiwiyoto dalam Bintari (1981), sampah dapat digunakan untuk biogas, yang dibuat dari sampah hasil peternakan, berasal dari sisa kotoran hewan dan makanan ternak. Hasil biogas ini dapat digunakan sebagai sumber energi disamping untuk pembuatan alkohol dapat digunakan untuk keperluan rumah tangga. Paradigma Keberadaan Sampah di Masyarakat Pemikiran masyarakat yang secara bias memaknai sampah sebagai barang yang tidak berguna sehingga perlu dibuang menghapuskan pemikiran pemanfaatan kembali sampah-sampah tersebut. Di sisi lain, makna kebersihan yang membatasi pikiran kita adalah bentuk pemindahan sampah dari suatu tempat ke tempat lain, tanpa menemukan pemecahan dari akar permasalahannya. Hal ini menyebabkan kian tingginya tumpukan sampah diberbagai sudut pemukiman masyarakat, hingga tragisnya banyak pemerintah daerah yang mengeluh karena terbatasnya tempat pembuangan sampah tersebut.

4 Kekeliruan cara berfikir tersebut pada akhirnya menyebabkan belum tepatnya pengambilan kebijakan penanganan sampah oleh berbagai pihak terkait. Saat ini cara berfikir para pengambil kebijakan dan masyarakat menempatkan TPA sebagai solusi akhir bagi proses pembuangan sampah. Namun ternyata, seperti kita lihat sendiri, hal ini tidak menyelesaikan dampak masalah yang diakibatkan oleh sampah tersebut. Semua sumber masalah tersebut berawal dan bersumber dari kesalahan paradigma yang salah tentang sampah ini. Upaya penanganan sampah masih dititikberatkan pada upaya pemindahan, bukan pada upaya pemanfaatan kembali. Padahal jika upaya tersebut dilakukan, selain menciptakan kebersihan juga menciptakan sisi ekonomis dari sampah tersebut. Artinya, selain ada upaya yang dilakukan untuk pengelolaan sampah yang efisien dan efektif yaitu dengan tidak menjadikan TPA sebagai solusi akhir bagi proses pembuangan sampah serta memang harus ada upaya penggeseran paradigma. Paradigma lama menempatkan sampah sebagai sumber pencemar lingkungan yang apabila tidak dikelola dengan baik akan mengakibatkan pengotoran lingkungan, pencemaran air, tanah, dan sumber penyakit. Paradigma ini membuat permasalahannya kita hanya berhenti pada titik pemahaman sampah sebagai limbah tersebut, sehingga (seperti dikemukakan di awal) berbagai tindakan penanganan yang diambil pun terasa kurang tepat. Paradigma baru tentang sampah pada hakikatnya memperluas pandangan lama tentang sampah dan diharapkan penekanan penanganannya pun akan sedikit bergeser. Dalam paradigma baru ini, sampah diposisikan selain sebagai limbah juga sebagai potensi sumberdaya yang dapat dimanfaatkan sehingga mempunyai nilai tambah sebagai produk daur ulang maupun produk baru. Dengan demikian pada tahap lebih jauh proses ini akan memberikan nilai tambah bagi sisi pendapatan masyarakat dan pemerintah. Kebijakan Pengelolaan Sampah Oleh Pemerintah Sistem pengelolaan sampah yang ada saat ini adalah pemanfaatan TPA sebagai satu-satunya sebagai tempat pembuangan seluruh sampah rumah tangga, industri, pasar, dan pertokoan. Sampah dari berbagai sumber langsung diangkut ke TPA dan tidak ada proses pemanfaatan dan pengurangan sampah yang sebelum sampai ke TPA. Sistem ini membutuhkan areal TPA yang sangat luas untuk menampung seluruh sampah yang masuk. Tingginya laju sampah masuk ke TPA ketimbang sampah yang sudah diproses membuat areal TPA dalam jangka panjang harus lebih luas. Masyarakat di sekitar pun menjadi penerima efek negatif dari keberadaan TPA. Proses pengangkutan sampah dari berbagai wilayah baik perumahan, industri, pasar atau pertokoan membutuhkan biaya operasional yang besar. Hal ini karena volume sampah yang harus diangkut semakin banyak tetapi kendaraan memiliki yang kapasitas tetap dan penyusutan kendaraan yang tinggi. Jarak antara wilayah penghasil sampah dengan TPA yang relatif jauh membuat proses pengelolaan sampah berjalan tidak efektif dan efisien. Penempatan TPA seringkali menjadi konflik antara warga sekitar dengan pemerintah. Hal ini karena kebijakan pemerintah tersebut tidaklah adil dan tidak

5 mengindahkan hak masyarakat sekitar TPA untuk memperoleh keindahan, ketentraman, kenyamanan, dan kebersihan. Sisa sampah yang menumpuk di TPA dapat menjadi sumber penyakit, sumber pencemaran, dan mengganggu estetika lingkungan. Luas TPA yang setiap waktunya membutuhkan areal yang semakin luas seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk harus bersaing dengan penggunaan lahan di sektor perumahan, komersil, industri, pertanian, dan pemakaman. Luas lahan yang tetap dan kebutuhan akan lahan yang terus meningkat menyebabkan nilai guna lahan akan semakin tinggi dan pemanfaatan terbaik berada pada sektor perumahan atau komersil. Adapun lahan dengan kualitas lingkungan yang rendah menjadikan nilai lahan tersebut sangat kecil bahkan hampir tidak ada, sehingga tidak ada orang yang akan tinggal di wilayah tersebut tanpa insentif yang besar. Penempatan TPA seharusnya memberikan insentif kepada masyarakat sekitar sebagai dampak negatif yang ditimbulkan dari TPA tersebut. Hal ini menyebabkan biaya pembangunan TPA menjadi besar secara ekonomi karena adanya biaya sosial yang perlu diperhitungkan. Lokasi TPA yang relatif jauh dari sumber sampah membuat proses pengelolaan yang ada saat ini menjadi kurang efektif dan efisien. Pada proses ini sampah di angkut oleh petugas dari berbagai sumber sampah dan dibawa langsung ke TPA. Hal ini akan memakan waktu perjalanan yang lama dan membutuhkan biaya yang tinggi yang dapat dialokasikan kepada sektor lain. Tenaga bahan bakar, kendaraan, dan tenaga kerja yang dibutuhkan pun sangat besar dan pengalokasiannya menjadi kurang efektif. Sistem pengelolaan sampah seperti ini membutuhkan manajemen yang baik untuk menunjukkan sumber-sumber sampah yang ada. Akan tetapi masih banyak sumber-sumber sampah yang ilegal, sehingga pengangkutan sampah dari sumber tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah walaupun merugikan pemerintah. Sistem pengelolaan yang ada saat ini kurang memberikan kesadaran kepada masyarakat akan nilai sampah dan lingkungan sekitarnya. Masyarakat hanya mengetahui membayar biaya retribusi, membuang sampah, diangkut oleh petugas, dan selesai. Kesadaran akan sampah yang memiliki nilai tambah pun masih kurang. Sampah memiliki nilai ekonomi yang besar jika dimanfaatkan secara maksimal. Akan tetapi hanya sebagian kecil dari masyarakat yang memanfaatkan nilai dari sampah tersebut baik digunakan untuk bahan kerajinan, pupuk organik, dan manfaat lainnya. Kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungannya pun masih kurang karena ketidakterlibatan masyarakat secara langsung terhadap sampah tersebut. Pengolahan Sampah Berbasis Komunitas Penanganan masalah sampah pada intinya memberikan penekanan pada konsep sampah sebagai sumber daya. Konsep ini berupaya memanfaatkan semaksimal mungkin potensi yang ada pada sampah dengan cara pengolahan yang terintegrasi, sedekat mungkin dari sumber sampah, dan dapat menghasilkan produk baru atau bahan daur ulang serta meningkatkan pendapatan masyarakat. Selain problema utama (gangguan kebersihan) teratasi, juga ada nilai lain yang didapatkan, yaitu nilai ekonomi dan sosial. Secara ekonomi sudah jelas ada pendapatan dari sisi produk yang dihasilkan, tetapi yang lebih besar dirasakan

adalah sisi sosial dalam masyarakat. Dimana sampah tidak tidak lagi dijadikan sumber masalah yang pada tahap lebih jauh akan menggeser perilaku masyarakat dan kebijakan pemerintah dalam penanganan sampah. Perubahan perilaku masyarakat didasarkan pada kurangnya pemahaman tentang permasalah sampah yang tidak hanya terletak pada TPA, akan tetapi juga pada titik mula sampah itu berasal (industri, rumah tangga, pasar, dan sebagainya). Melalui paradigma baru tersebut, masyarakat diharapkan memahaminya sehingga perilaku mereka, sejak sampah tersebut masuk ke tempat sampah mereka masing-masing, sudah memiliki poin tersendiri dalam minimalisasi masalah yang muncul. Pemisahan sampah adalah upaya pertama yang harus dilakukan oleh masyarakat ketika menyingkirkan sampah-sampah tersebut dari aktivitas mereka. Aktivitas ini sebenarnya selama ini sudah dilakukan oleh para pemulung. Aktivitas tersebut sangat berguna dalam mengekstrak secara optimal potensi yang ada pada sampah. Akan jauh lebih sulit memilah antara sampah organik dan non-organik di TPA, dibandingkan jika sejak awal sampah tersebut sudah dipisahkan oleh sumbernya masing-masing. Kaitannya dengan upaya tersebut, maka hendaknya pemerintah perlu menciptakan suatu mekanisme tersendiri (yang mengikat dan tegas secara hukum) pada upaya peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah secara seksama. Sehingga upaya minimalisasi masalah sampah oleh semua pihak dapat dimaksimalkan. Di sisi lain, kebijakan yang diambil pun hendaknya berorientasi pada pemanfaatan potensi sampah tersebut. Jika semua itu dipahami dengan baik, maka pemahaman TPA sebagai satu-satunya pemecah masalah pun akan bergeser. TPA hendaknya dikelola secara profesional dan menjadi tempat tujuan proses pembelajaran pengelolaan sampah, mulai dari pemilahan sampah organik dan non organik, kegiatan daur ulang (recycle), penggunaan kembali (re-use), dan pemulihan kembali (recovery). Tentu dalam parktiknya keterlibatan semua pihak akan dibutuhkan untuk memaksimalkan upaya-upaya ini. Output utama dari pergeseran paradigma adalah terciptanya konsep pengolahan sampah berbasis komunitas. Pada intinya konsep ini berupaya melibatkan secara optimal masyarakat dalam melakukan penanganan masalah sampah. Desentralisasi sampah menekankan penyelesaian masalah sampah tidak ditumpukkan pada pemerintah lewat konsep-konsep TPA-nya semata, akan tetapi tersebar di sumbernya masing-masing yaitu di tingkat Rukun Warga (RW). Dengan sistem desentralisasi ini proses pengangkutan sampah dari sumber sampah dikumpulkan terlebih dahulu di tingkat RW oleh petugas yang berasal dari warga tersebut. Disini sampah mengalami proses pemanfaatan yang melibatkan masyarakat sekitar. Sampah organik dapat dijadikan kompos dan sampah anorganik dapat dimanfaatkan kembali atau dijual kepada pengepul. Setelah pemanfaatan ini sisa sampah yang jumlahnya tidak terlalu banyak akan diangkut oleh petugas pemerintah ke TPA. Hal ini akan memberikan nilai lebih RW tersebut dari adanya pemanfaatan sampah tersebut. Kesadaran masyarakat akan lingkungannya pun akan semakin meningkat. Penempatan tempat pembuangan sampah di tingkat RW dengan jarak yang relatif dekat dari sumber sampah akan memberikan proses pengelolaan yang lebih efektif dari segi waktu dan efisien dari segi biaya. Jarak yang relatif dekat akan mengurangi biaya operasional pengangkutan sampah dari sumber sampah. 6

7 Volume sampah yang menjadi tidak terlalu banyak akan mengefisienkan pengangkutan ke TPA yang jaraknya relatif jauh. Konsep baru ini juga menekankan pada upaya pemanfaatan sampah kembali menjadi produk yang bernilai dengan menekankan pada pelibatan seluruh masyarakat setempat. Disinilah muncul industri-industri rumah tangga mini yang bergerak dibidang penanganan sampah. Sehingga, lebih jauh penanganan sampah pada jalur formal di TPA akan jauh lebih efektif dan efisien dengan melibatkan semua pihak. Upaya yang dilakukan harus dimulai dari lingkup kecil (di masingmasing RW), mulai dari pemilahan sampah hingga pengolahan dan pemanfaatannya. Untuk meningkatkan pemahaman tentang pemilahan sampah maka akan diberikan secara kontinu kepada warga setiap bulannya hingga mereka benar-benar mampu memilah sampah dengan benar. Hal yang perlu digaris bawahi bawah pengelolaan sampah berbasis komunitas membutuhkan keterlibatan banyak pihak, kesungguhan, kesabaran dan kerja terus-menerus. Kalangan akademisi juga sangat penting peranannya sehingga patut untuk dilibatkan. KESIMPULAN Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sistem pengelolaan sampah yang ada saat ini, yaitu sistem sentralisasi, masih kurang efisien dari segi waktu dan efektif dari biaya. Hal ini terkait dengan kondisi TPA yang belum memenuhi syarat, jarak TPA yang relatif jauh, dan kurang memberikan kesadaran kepada masyarakat akan nilai sampah dan lingkungan. Sistem pengelolaan desentralisasi memiliki tingkat efisiensi dan efektifitas yang lebih daripada sistem pengelolaan sentralisasi. Hal ini terkait dengan penempatan tempat pembuangan sampah di tingkat Rukun Warga sehingga jarak antara sumber sampah relatif lebih dekat. Sehingga dapat menekan biaya operasional. Sistem desentralisasi pengelolaan sampah dengan pengolahan berbasis komunitas menjadi alternatif solusi permasalahan sampah yang ada. Hal ini karena proses pengangkutan sampah yang lebih efisien dari segi waktu dan volume sampah, efektif dari segi biaya karena jarak yang relatif dekat, dan partisipasi masyarakat sekitar dalam pengelolaan sampah daerahnya sehingga kesadaran akan nilai sampah dan lingkungan akan meningkat.

8 DAFTAR PUSTAKA Bintari, Noviani. 2005. Studi Penentuan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah di Tinjau dari Aspek Fisik Lahan, Kepadatan Penduduk, Tata Ruang Wilayah Serta Respon Masyarakat di Kabupaten Bogor. Skripsi. Program Studi Ilmu Tanah S-1. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Effendi, Eva Febriyanti. 2005. Polutan Gas dari Berbagai Lokasi TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Sampah. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Priyarsono, D.S., Sahara, M. Firdaus. 2007. Ekonomi Regional. Jakarta: Universitas Terbuka. Utari, Asti Yunita. 2006. Analisis Willingness To Pay dan Willingness To Accept Masyarakat Terhadap Tempat Pembuangan Akhir Sampah Pondok Rajeg Kabupaten Bogor. Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

9 DAFTAR RIWAYAT HIDUP 1. Ketua Kelompok Nama Lengkap : Rianah sary NIM : H44070042 Tempat dan Tanggal Lahir: Jakarta, 7 Januari 1989 Karya Ilmiah yang Pernah Dibuat 2. Anggota Kelompok a. Nama Lengkap : Waqif Agusta NIM : F14070017 Tempat dan Tanggal Lahir: Lamongan, 5 Agustus 1989 Karya Ilmiah yang Pernah Dibuat b. Nama Lengkap : Dani Ratmoko NIM : H44070014 Tempat dan Tanggal Lahir: Kebumen, 22 Agustus 1989 Karya Ilmiah yang Pernah Dibuat c. Nama Lengkap : Solekhuddin NIM : E14080079 Tempat dan Tanggal Lahir: Tegal, 30 Mei 1990 Karya Ilmiah yang Pernah Dibuat

10 LAMPIRAN Lampiran 1. Kerangka Analisis Sampah Sistem sentralisasi Sistem Desentralisasi Rumah tangga Tempat Pembuangan Sampah Sementara (Rukun Warga) Tempat Pembuangan Sampah Akhir (Kabupaten) Proses Pemanfaatan oleh Masyarakat Sekitar = alur sistem pengelolaan sentralisasi = alur sistem pengelolaan desentralisasi Gambar 1. Kerangka Analisis Pengelolaan Sentralisasi dan Desentralisasi

11 Lampiran 2. Foto-foto Kondisi Pengelolaan Sampah Gambar 2. Kondisi di TPA Galuga, Leuwiliang, Kab. Bogor Gambar 3. Kondisi di TPA Bantar Gebang, Bekasi Gambar 4. Truk Pengangkut Sampah