ANALISIS TINGKAT PELAYANAN ANGKUTAN KOTA DI KOTA JAMBI STUDI KASUS : RUTE ANGKOT LINE 4C JELUTUNG-PERUMNAS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI. memenuhi kriteria-kriteria yang distandardkan. Salah satu acuan yang dapat

BAB III LANDASAN TEORI

Nur Safitri Ruchyat Marioen NIM Program Studi Teknik Sipil - Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam kurun waktu tertentu. (Hazian,2008) Transportasi dapat diartikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. mengetahui pelayanan angkutan umum sudah berjalan dengan baik/ belum, dapat

EVALUASI KINERJA BUS EKONOMI ANGKUTAN KOTA DALAM PROVINSI (AKDP) TRAYEK PADANG BUKITTINGGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja.

BAB III. Landasan Teori Standar Pelayanan Kinerja Angkutan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil

BAB III LANDASAN TEORI

KINERJA TEKNIS DAN ANALISIS ATP WTP ANGKUTAN TRANS JOGJA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mencakup benda hidup dan benda mati dari satu tempat ke tempat lainnya.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja dari sistem operasi

BAB III LANDASAN TEORI

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. trayek Solo-Yogyakarta dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan mempergunakan satu sistem

ANALISIS TINGKAT PELAYANAN DAN TINGKAT KEPUASAN 8 KORIDOR TRANSJAKARTA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Tingkat aksesibilitas dapat dikategorikan sebagai aksesibilitas tinggi, karena dari hasil pengolahan data diperoleh :

perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Angkutan jalan

KINERJA LAYANAN BIS KOTA DI KOTA SURABAYA

ANALISIS KINERJA ANGKUTAN UMUM PERDESAAAN KABUPATEN SIDOARJO (Studi Kasus Trayek Sidoarjo - Krian)

Evaluasi Operasional Angkutan Umum Kota Pariaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lain dengan mengunakan kendaraan (Munawar, 2011).

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengamatan Lapangan. Operasional Bus Damri Trayek Perumnas Banyumanik - Johar. Pengumpulan Data

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (BAGIAN EVALUASI KINERJA PELAYANAN DENGAN METODE QFD)

KAJIAN KINERJA ANGKUTAN UMUM DENGAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) PADA KAWASAN INDUSTRI MARMER DI KABUPATEN TULUNGAGUN

BAB 4 KARAKTERISTIK DAN PREFERENSI PENGGUNA POTENSIAL KA BANDARA SOEKARNO-HATTA

BAB III LANDASAN TEORI. dan diatur dalam beberapa peraturan dan undang-undang sebagai berikut :

LAMPIRAN Kajian Kebijakan Standar Pelayanan Angkutan Umum di Indonesia (Menurut SK. Dirjen 687/2002)

PERENCANAAN ANGKUTAN BUS KORIDOR TERMINAL TAMBAK OSOWILANGUN PERAK KENJERAN SURABAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. misalnya jalan kaki, angkutan darat, sungai, laut, udara.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

ANALISIS DEMAND BUS RAPID TRANSIT PADA MERR SURABAYA

2.1. Tinjauan Pustaka

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Secara terinci diagram alir penelitian disampaikan pada Gambar 4.1

ANALISIS WAKTU TEMPUH ANGKUTAN PERKOTAAN TERMINAL AMPLAS TERMINAL SAMBU DI KOTA MEDAN

PERENCANAAN RUTE ANGKUTAN PEDESAAN SEBAGAI PENGUMPAN (FEEDER) DARI KECAMATAN KALIDAWIR MENUJU KOTA TULUNGAGUNG

yang sebenarnya dalam setiap harinya. Faktor muat (loadfactor) sangat dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Transportasi adalah proses memindahkan suatu benda mencakup benda hidup

KINERJA ANGKUTAN UMUM BIS DAMRI DI BANDAR LAMPUNG

Bus Sekolah Sebagai Moda Alternatif untuk Mengurangi Volume Lalulintas Harian di Kota Yogyakarta

BAB IV DATA DAN ANALISIS. yang telah ditentukan Kementerian Perhubungan yang intinya dipengaruhi oleh

STUDI KINERJA OPERASI DAMRI DI KOTA BANDUNG Disusun oleh: Render bakti Diputra Dosen pembimbing: Ir. Budi Hartanto Susilo, M.Sc

BAB III. tahapan penelitian yang dilakukan sebagai pendekatan permasalahan yang ada. MULAI SURVEY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tetapi sebaliknya, bila transportasi tidak ditata dengan baik maka mengakibatkan

BAB III LANDASAN TEORI. a. UU No. 22 Tahun 2009 Tentang lalu Lintas dan Angkutan. b. PP No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan

gerak yang ada, keselamatan, kenyamanan, dan lain-lain.

III. METODOLOGI PENELITIAN. penelitian. Untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini

KAJIAN POTENSI PERPINDAHAN PENUMPANG DARI BUS PATAS KE KERETA API EKSEKUTIF BIMA (RUTE MALANG-SURABAYA)DENGAN METODE STATED PREFERENCE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V. GAMBARAN UMUM LOKASI. Cicurug memiliki luas sebesar hektar. Kecamatan Cicurug terletak pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi dan sosial politik di suatu tempat dan kota Yogyakarta

II. TINJAUAN PUSTAKA. penumpang dari suatu tempat ke tempat lain, dalam Salim factor, dalam Dirgantoro Setiawan, 2003 :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pergerakan ini merupakan pergerakan yang umum terjadi pada suatu kota. memberikan suatu transportasi yang aman, cepat, dan mudah.

BAB I PENDAHULUAN. angkutan. Terminal mempunyai peranan yang sangat penting dalam suatu

BAB II. Lintas dan Angkutan Kota (1998) dapat dijabarkan sebagai berikut :

EVALUASI AWAL PENGOPERASIAN BUS SEKOLAH (SUDI KASUS : BUS HALOKES KOTA MALANG)

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Peta Rute MPU CN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS TINGKAT PELAYANAN ANGKUTAN PEDESAAN KABUPATEN SLEMAN. ( Studi Kasus Jalur D6 )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI KINERJA OPERASI BUS KOBUTRI JURUSAN KPAD-ANTAPANI ABSTRAK

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

STUDI OPERASI WAKTU TEMPUH DAN LOAD FACTOR PADA TIAP HALTE BUSWAY TRANSJAKARTA TRAYEK KOTA BLOK M

BAB VI PENGUMPULAN DATA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Transportasi merupakan salah satu sarana yang dapat menghubungkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai aktivitas yang tidak perlu berada pada satu tempat. Untuk melakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab

BAB 4 PENGARUH PEMBANGUNAN PASUPATI TERHADAP KARAKTERISTIK PERGERAKAN CIMAHI-BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang. dan prasarana yang didukung oleh tata laksana dan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. juga meningkat bahkan melebihi kapasitas sarana dan prasarana transportasi yang

Kajian Kapasitas Jalan dan Derajat Kejenuhan Lalu-Lintas di Jalan Ahmad Yani Surabaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. transportasi sehingga bertambah pula intensitas pergerakan lalu lintas kota.

PERENCANAAN RUTE BUS PENUMPANG DARI BANDARA JUANDA MENUJU BEBERAPA KOTA DI SEKITAR SURABAYA

EVALUASI KINERJA PELAYANAN DAN JUMLAH ARMADA ANGKUTAN KOTA DI KOTA TANGERANG (Studi Kasus : Trayek Angkutan Kota T.01, Terminal Poris Plawad Jatake)

PENILAIAN MASYARAKAT NON PENUMPANG TERHADAP ANGKUTAN PERKOTAAN

Manajemen Angkutan Umum Perkotaan

Transkripsi:

ANALISIS TINGKAT PELAYANAN ANGKUTAN KOTA DI KOTA JAMBI STUDI KASUS : RUTE ANGKOT LINE 4C JELUTUNG-PERUMNAS Oleh Muhamad Rizki Sahdiputra NIM : 15009122 (Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Program Studi Teknik Sipil) Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi kondisi kinerja pelayanan angkutan kota di Kota Jambi dan mengetahui persepsi masyarakat mengenai kinerja angkutan kota di Kota Jambi saat ini. Analisis dilakukan pada parameter: aksesibilitas, kecepatan perjalanan, headway, dan load factor dengan cara membandingkan kondisi kinerja angkutan kota eksisting dengan standar yang ditetapkan oleh Direktorat Jendaral Perhubungan Darat serta standar yang ditetapkan oleh World Bank. Selain itu juga dianalisis mengenai persepsi penumpang terhadap angkutan kota. Hasil analisis menunjukan bahwa tingkat aksesibilitas untuk menaiki angkot ini masih dalam kondisi baik. Untuk tingkat pelayanan dari aspek kecepatan perjalanan, ditemukan tingkat pelayanan yang masih baik dimana rata-rata kecepatan dari setiap jam sibuk berada diatas standar yang ditetapkan oleh Direktorat Jenral Perhubungan Darat yaitu sebesar 10-12 km/jam. Untuk kinerja headway juga masih dalam kondisi baik dimana rata-rata headway pada kedua arah masih berada didalam rentang standar yang ditetapkan oleh World Bank yaitu sebesar 1-12 menit. Untuk load factor ditemukan tingkat pelayanan yang belum efisien dimana load factor dari kedua arah berada dibawah standar yang ditetapkan yaitu sebesar 70%. Peringkat persepsi penumpang angkutan umum adalah sebagai berikut : ongkos yang murah, aman (dari tindak kejahatan), selamat (dari potensi terjadi kecelakaan), cepat (tidak banyak berhenti), mudah (lewat depan rumah, lewat tempat tujuan), nyaman (tidak ada yang merokok, tempat duduk enak, dll), supir dan kernet yang ramah, mentaati peraturan lalulintas. 1. Pendahuluan Meningkatnya taraf ekonomi di Kota Jambi berakibat pada tingginya daya beli masyarakat di Kota Jambi sehingga dalam upaya memenuhi kebutuhan transportasi di Kota Jambi, masyarakat cenderung memilih untuk membeli kendaraan pribadi daripada menggunakan angkutan umum. Tingginya pertumbuhan jumlah kendaraan yang tidak seimbang dengan pertumbuhan jalan mengakibatkan sering ditemui kemacetan lalulintas dibeberapa titik di Kota Jambi pada jam-jam tertentu. Rendahnya tingkat pelayanan angkutan umum di Kota Jambi semakin menambah permasalahan transportasi di Kota Jambi. Dengan melihat pentingnya angkutan umum pada suatu kota, maka tugas akhir ini akan khusus meneliti mengenai tingkat pelayanan angkutan kota eksisting di Kota Jambi. Rute yang akan diteliti adalah rute angkot Line 4C Jelutung-Perumnas. Rute ini dipilih karena menggambarkan pergerakan dari daerah hunian menuju lokasi kerja dan pusat hiburan.selain itu rute ini termasuk salah satu rute yang dirasa memiliki waktu tunggu yang cukup lama. Permasalahan ini didekati dengan cara membandingkan antara tingkat pelayanan eksisting dengan standar yang ditetapkan Direktorat Jendral Perhubungan Darat melalui pedoman teknis penyelenggara angkutan penumpang umum diwilayah

perkotaan dalam trayek tetap dan teratur, serta juga dengan membandingkan tingkat pelayanan eksisting dengan standar yang telah ditetapkan oleh World Bank yang tercantum dalam A World Bank Study (1986). 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Aksesibilitas Aksesibilitas merupakan suatu konsep yang menggabungkan sistem pengaturan tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya. Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamaman atau kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi dengan yang lainnya dan mudah atau susahnya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasi. Beberapa jenis tata guna lahan mungkin tersebar secara meluas (perumahan) danjenis lainnya mungkin berkelompok (pusat pertokoan). Beberapa jenis tata guna lahan mungkin ada di satu atau dua lokasi saja dalam suatu kota seperti rumah sakit dan bandara. Dari sisi jaringan transportasi, kualitas pelayanan transportasi akan berbeda pula. Sistem jaringan transportasi suatu daerah yang terdapat dipusat kota biasanya lebih baik daripada di pinggir kota. Apabila tata guna lahan saling berdekatan dan hubungan transportasi antar tata guna lahan mempunyai kondisi yang baik, maka aksesibilitas tinggi. Sebaliknya, jika aktivitas tersebut saling terpisah jauh dan hubungan transportasinya tidak baik maka aksesibilitas rendah. Namun saat ini aksesibilitas dalam transportasi tidak hanya dipengaruhi oleh variable jarak karena dalam transportasi aksesibilitas dinyatakan sebagai ukuran tingkat kemudahan suatu tempat dicapai, hal ini dinyatakan dalam bentuk hambatan perjalanan yaitu dinyatakan dalam bentuk jarak, waktu, dan biaya. 2.2 Kecepatan Perjalanan Kecepatan perjalanan adalah rata-rata kecepatan kendaraan dari titik awal keberangkatan hingga titik akhir rute. kecepatan angkutan umum menggambarkan waktu yang diperlukan oleh pemakai jasa untuk mencapai tujuan perjalanan. Termasuk di dalamnya waktu menunggu penumpang untuk naik turun. Secara umum kinerjanya akan lebih baik apabila kecepatan perjalanan tinggi.standard kecepatan perjalanan yang ditetapkan Direktorat Jendral Perhubungan Darat adalah sebesar 10 12 km/jam. Morlok (1988) merumuskan kecepatan perjalanan sebagai berikut : Dimana : v adalah kecepatan rata-rata (km/jam) S adalah jarak trayek yang ditempuh kendaraan mi adalah waktu yang diperlukan kendaraan i di jalan (i=1,2,3,n)

2.3 Headway Time Headway merupakan ukuran yang menyatakan jarak atau waktu ketika bagian depan kendaraan yang berurutan melewati suatu titik pengamatan pada ruas jalan. Menurut standar yang mengacu pada indikator dan parameter A World Bank Study (1986) tentang Urban Transport, headway angkutan umum adalah 1 12 menit. 2.4 Load Factor Load factor adalah rasio perbandingan antara jumlah penumpang yang diangkut dalam kendaraan per jarak terhadap jumlah kapasitas tempat duduk penumpang didalam kendaraan dalam suatu periode waktu tertentu yang biasa dinyatakan dalam persenserta dihitung pada saat jam sibuk dan jam tidak sibuk.semakin besar nilai load factor maka kinerja angkutan umum akan semakin buruk. Nilai load factor 1 adalah merupakan nilai maksimum yang ideal. Rumus untuk menghitung faktor muat adalah: Keterangan : LF = Load Factor Kapasitas tempat duduk penumpang adalah daya muat penumpang pada setiap angkutan umum baik yang duduk maupun berdiri dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.6 Kapasitas Penumpang Jenis Angkutan Kapasitas Penumpang (orang) Duduk Berdiri Total Kapasitas Kendaraan (org/hari/kendaraan) MPU 11-11 250-300 Bus Kecil 14-14 300-400 Bus Sedang 20 10 30 500-600 Bus Besar (Lantai Tunggal) 49 30 79 1000-1200 Bus Besar (Lantai Ganda) 85 35 120 1500-1800 Dasar perhitungan faktor muat atau load factor adalah merupakan perbandingan banyaknya antara kapasitas terjual dan kapsitas tersedia untuk satu perjalanan yang biasa dinyatakan dalam %. Sebagai standar untuk faktor muat penumpang Dinas Perhubungan memberi standarisasi sebesar 70%. 3. Metodologi 3.1 Metoda Pengumpulan Data Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan dua cara yaitu survey titik dan survey wawancara. Survey titik dilakukan di tiga titik sepanjang rute trayek angkot Jelutung-Perumnas yaitu di ruas Jalan Sumatra, ruas Jalan D.I Panjaitan, ruas Jalan Hayam Wuruk. Survey titik dilakukan pada tiap-tiap jam sibuk dan jam tidak sibuk, karena survey dilakukan di Bulan Ramadhan maka jam-jam sibuk akan bergeser dari jam-jam sibuk pada saat hari normal. Selain survey titik dilakukan juga wawancara dengan penumpang ngkot dengan menggunakan alat

bantu kuesioner untuk mengetahui tingkat aksesibilitas untuk menggunakan angkot. Perhitungan asumsi jumlah sampel untuk survey wawancara adalah sebagai berikut : Untuk jumlah populasi diasumsikan sebagai jumlah penumpang yang teramati dalam proses pengambilan data untuk load factor yaitu berjumlah 1684 0rang, dengan factor toleransi sebesar 10% maka jumlah sampel dapat dihitung pada perhitungan dibawah ini. Sehingga jumlah sampel wawancara untuk penelitian ini adalah sebanyak 95 jiwa. 4. Pengolahan dan Analisis Data 4.1 Pengolahan Data Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan pengolahan data secara statistic dengan membagi data-data kedalam beberapa kelas interval. Untuk aksesibilitas akan dicari persentase dari frekuensi masing-masing dari kelas interval dan untuk kecepatan, headway, dan load factor dilakukan perhitungan untuk mencari nilai rata-rata, nilai maksimum, nilai minimum, dan standar deviasi data. Untuk pendapat penumpang dicari nilai persentase masing-masing pilihan penumpang. 4.2 Analisis Data 4.2.1 Aksesibilitas Berdasarkan parameter jarak dari rumah sampai ketempat menunggu angkot, dari 98 responden ditemukan 57% harus menempuh jarak kurang dari 1 Km ketempat menunggu angkot, 27% memiliki jarak antara 1-2 Km, 9% menempuh jarak 2-3 Km, dan 7% menempuh jarak lebih dari 3 Km. Untuk parameter waktu yang dibutuhkan untuk menuju tempat menunggu angkot, dari 98 responden 45% membutuhkan waktu kurang dari 5 menit, 34% membutuhkan waktu 5-10 menit, 16% membutuhkan waktu 10-15 menit, dan 5%

membutuhkan waktu antara 15-20 menit. Sedangkan untuk moda yang digunakan untuk menuju tempat menunggu angkot 92% responden memilih berjalan kaki, dan hanya 3% responden yang harus menggunakan ojeg untuk mendapatkan angkot, sementara 5% lainya lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi atau diantarkan dengan kendaraan pribadi untuk menuju tempat menunggu angkot. Dari tiga parameter aksesibilitas diatas dapat dikatakan bahwa tingkat aksesibilitas untuk angkot Line 4C Jelutung-Perumnas masih tergolong cukup baik karena sebagian besar dari responden memiliki jarak berjalan kaki kurang dari 2 Km dan hanya 16% dari responden yang harus menempuh jarak lebih dari 2 Km untuk mendapatkan angkot. Selain itu juga dari segi moda yang digunakan untuk menuju tempat menunggu angkot juga menunjukan indikasi aksesibilitas yang baik karena 92% responden masih bisa mencapai tempat menunggu angkot dengan berjalan kaki. 4.2.2 Kecepatan Perjalanan Dari penelitian yang diperoleh, kecepatan perjalanan rata-rata pada jam sibuk pagi adalah 26.1 km/jam, pada jam sibuk siang 27 km/jam, pada jam sibuk sore 22.2 km/jam, sedangkan untuk jam tidak sibuk memiliki kecepatan perjalanan rata-rata sebesar 25.2 km/jam. Sedangkan untuk kecepatan perjalanan terlambat yang teramati adalah 20 km/jam yaitu pada saat jam tidak sibuk, sedangkan untuk kecepatan perjalanan tercepat yang teramati adalah sebesar 30 km/jam pada saat jam sibuk siang. Degan menggunakan statistik, diperoleh nilai rata-rata kecepatan (mean kecepatan) secara keseluruhan jam adalah sebesar 26.2 km/jam selain itu juga diperoleh nilai kecepatn tertinggi yaitu sebesar 30 km/jam dan kecepatan terendah sebesar 20 km/jam dan standar deviasi untuk data-data tersebut adalah sebesar 3.3 km/jam. Dengan membandingkan kecepatan rata-rata dengan standar yang ditetapkan oleh Direktorat Jendral Perhubungan Darat yaitu sebesar 10-12 km/jam maka kinerja pelayanan angkot untuk aspek kecepatan perjalanan masih alam kondisi baik. Dari hasil analisis yang dilakukan untuk kecepatan perjalanan ternyata tingkat pelayananya masih sangat baik, terbukti bahwa hasil kecepatan perjalanan yang diperoleh masih jauh diatas kecepatan standar. Namun dari hasil analisis terdapat bahwa kecepatan terlambat yaitu 20 km/jam justru berada dalam rentang waktu jam tidak sibuk dan juga rata-rata kecepatan terlambat adalah kecepatan rata-rata pada saat jam tidak sibuk yaitu sebesar 25.2 km/jam, hal ini menandakan bahwa angkot Line 4C Jelutung-Perumnas harus berhenti lebih lama untuk mencari penumpang (ngetam) dibandingkan pada saat jam-jam sibuk. Sedangkan secara rata-rata, kecepatan jam sibuk sore adalah kecepatan terlambat diantara jam-jam sibuk lainnya, hal ini terjadi karena kondisi lalulintas pada jam sibuk sore adalah kondisi lalulintas terpadat yang teramati, karena memang sebagian besar para pekerja melakukan pergerakan pulang ke rumah dengan menggunakan kendaraan pribadi, selain itu dengan kondisi bulan Ramadhan dimana terdapat banyak pasar bedug yang muncul menyebabkan banyak orang yang melakukan aktivitas pergerakan pada saat jam sibuk sore sehingga kondisi lalulintas pada saat jam

sibuk sore menjadi lebih padat dari jam lainya dan membatasi ruang gerak angkot. Terlihat juga dari hasil analisis bahwa jam sibuk siang memiliki rata-rata kecepatan tertinggi, karena pada saat jam sibuk siang mayoritas pergerakan dilakukan oleh anak sekolah, dengan kondisi bulan Ramadhan sehingga tidak terjadi pergerakan para pekerja yang malakukan aktivitas makan siang sehingga kondisi lalulintas terlihat jauh lebih sepi jika dibandingkan dengan jam sibuk sore. Hal ini menyebabkan ruang gerak angkot yang lebih bebas, sehingga angkot dapat memacu kecepatan lebih tinggi pada saat jam sibuk siang. 4.2.3 Headway Time Tingkat pelayanan untuk parameter headway secara keseluruhan masih baik dimana headway rata-rata masih berada dalam rentang standar yang ditetapkan yaitu sebesar 1-20 menit. Dimana headway pada arah Jelutung menuju Perumnas pada jam sibuk pagi sebesar 4.5 menit, pada jam sibuk siang sebesar 5.1 menit, pada jam tidak sibuk sebesar 7.2 menit, pada jam sibuk sore sebesar 6.8 menit. Sedangkan untuk arah Perumnas menuju Jelutung headway pada jam sibuk pagi sebesar 5.3 menit, pada jam sibuk siang sebesar 5.2 menit, pada jam tidak sibuk sebesar 6.45 menit, pada jam sibuk sore sebesar 6.7 menit. Namun tingkat pelayanan menjadi rendah jika dilihat dari headway perkejadian, dimana terdapat headway time angkutan kota yang mencapai waktu 22 menit, dimana standar maksimum yang ditetapkan adalah sebesar 12 menit. Dari hasil analisis juga bahwa rata-rata headway terlama terjadi pada saat jam tidak sibuk, hal ini terjadi karena sistem keberangkatan angkot di Terminal Rawasari yang menerapkan sistem antrian, dimana angkot akan maju ketika kendaraan penuh. Namun pada saat jam tidak sibuk, aktivitas pergerakan penumpang yang terjadi sangat berkurang dari jam lainnya sehingga angkot harus menunggu lebih lama di terminal sebelum dapat berangkat. Hal ini menyebabkan headway time angkot pada saat jam tidak sibuk sangat tinggi. 4.2.4 Load Factor Untuk tingkat pelayanan pada parameter load factor, pada angkot Line 4C Jelutung-Perumnas ditemukan load factor untuk arah Jelutung menuju Perumnas pada jam sibuk pagi sebesar 42.2%, pada jam sibuk siang sebesar 49.2%, pada jam tidak sibuk sebesar 28.5%, pada jam sibuk sore sebesar 33.3%. Sedangkan pada arah Perumnas menuju Jelutung, ditemukan load factor pada jam sibuk pagi sebesar 25.1%, pada jam sibuk siang sebesar 56.4%, pada jam tidak sibuk sebesar 43.8%, pada jam sibuk sore sebesar 30.72%. Sedangkan standar yang ditetapkan oleh Direktorat Jendral Perhubungan Darat adalah sebesar 70%. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa tingkat keterisian penumpang untuk angkot Line 4C Jelutung-Perumnas ternyata masih sangat rendah terlihat rata-rata load factor terbesar yang terjadi pada jam sibuk siang yang hanya mencapai 56.4% padahal standar yang ditetapkan oleh Direktorat Jendral Perhubungan Darat memperbolehkan tingkat keterisian penumpang mencapai sebesar 70%. Dari hasil analisis juga ditemukan suatu fenomena yang menarik dimana pada angkot dari arah Perumnas menuju Jelutung terlihat perbedaan load factor yang

mencolok antara jam sibuk pagi (24.20%) dengan jam sibuk siang (55.80%). Hal ini terjadi karena tata guna lahan di daerah perumnas, dimana terdapat banyak sekolah didaerah Perumnas diantaranya SMPN 14 Kota Jambi, dan SMAN 3 Kota Jambi. Dengan adanya kedua sekolah tersebut menyebabkan pada saat jam sibuk pagi pergerakan akan lebih banyak terjadi dari arah Jelutung menuju Perumnas, sehingga menyebabkan pergerakan dari arah Perumnas menuju Jelutung menjadi sangat sepi. Hal yang terbalik terjadi pada saat jam sibuk siang dimana aktivitas pergerakan akan lebih banyak terjadi kearah Jelutung ketika jam pulang sekolah, sehingga menyebabkan tingkat load factor yang tinggi ketika jam sibuk siang pada arah Perumnas menuju Jelutung. 4.2.5 Persepsi Penumpang Pada penelitian ini juga diteliti tentang persepsi para penumpang tentang hal penting apa yang seharusnya dimiliki oleh angkutan kota. Pilihan yang diajukan kepada penumpang adalah berupa delapan aspek yang penting untuk angkutan kota yang diperoleh ketika melakukan survey sekunder berdasarkan informasi pada saat berkomunikasi dengan warga, supir angkot, dan pengelola terminal. Kedelapan aspek tersebut adalah : a) Ongkos yang murah b) Cepat (tidak banyak berhenti) c) Aman (dari tindak kejahatan) d) Selamat (dari potensi terjadi kecelakaan) e) Nyaman (tidak ada yang merokok, tempat duduk enak, dll) f) Mudah (lewat depan rumah, lewat tempat tujuan) g) Supir dan kernet yang ramah h) Mentaati aturan lalulintas 4.2.5.1 Karakteristik Responden Untuk jenis kelamin, dari 98 responden terdapat 63 orang atau 64% responden berjenis kelamin perempuan, sedangkan 35 orang atau 36% responden berjenis kelamin laki-laki. Untuk usia responden, usia termuda adalah 12 tahun dan usia tertua adalah 60 tahun. 35 orang atau 36% responden berusia dibawah 17 tahun, 24 orang atau 25% responden berusia antara 18-22 tahun, 23 orang atau 23% responden berusia 23-45 tahun, dan 16 orang atau 16% responden berusia diatas 45 tahun. Untuk posisi dalam keluarga, 10 orang atau 10% responden berposisi sebagai suami, 19 Orang atau 20% responden berposisi sebagai istri, 61 Orang atau 62% responden berposisi sebagai anak, dan 8 orang responden atau 8% responden berposisi sebagai kerabat dalam keluarga. Selanjutnya untuk karakteristik pekerjaan responden, sebanyak 11 orang atau 11% responden bekerja sebagai pegawai negri sipil, 12 orang atau 13% responden bekerja sebagai pegawai swasta, tidak ada responden yang bekerja sebagai anggota TNI/POLRI, 9 orang atau 9% responden bekerja sebagai wiraswasta, dan 51 orang atau 54% responden adalah pelajar/mahasiswa. Untuk karakteristik penghasilan, dari 98 responden 15 orang atau 15% berpenghasilan kurang dari dua juta rupiah, 20 orang atau 21% responden berpenghasilan 2-5 juta rupiah, 2 orang atau 2% berpenghasilan 5-10 juta rupiah, dan selebihnya 61 orang atau 62% responden

tidak berpenghasilan. Terakhir untuk kepemilikan kendaraan bermotor dalam keluarga 57 orang atau 58% responden memiliki kendaraan bermotor dalam keluarga, selebihnya 41 orang atau 42% responden tidak memiliki kendaraan bermotor didalam keluarganya. 4.2.5.1 Persepsi Penumpang Dari hasil analisis diperoleh tiga urutan aspek terpenting pada angkutan kota menurut penumpang ibu rumah tangga yaitu : ongkos yang murah, aman dari tindak kejahatan, selamat (dari potensi terjadi kecelakaan). Tiga aspek angkutan kota yang terpenting menurut responden pekerja adalah : ongkos yang murah, selamat (dari potensi terjadi kecelakaan), aman dari tindak kejahatan. Tiga aspek terpenting angkutan kota menurut pelajar/mahasiswa adalah : ongkos yang murah, cepat (tidak banyak berhenti), selamat (dari potensi terjadi kecelakaan). Tiga aspek terpenting menurut responden berjenis kelamin wanita adalah : ongkos yang murah, aman dari tindak kejahatan, selamat dari potensi terjadi kecelakaan. Bagi responden berjenis kelamin laki-laki, tiga aspek terpenting angkutan kota adalah : ongkos yang murah, cepat (tidak banyak berhenti), aman dari tindak kejahatan. Sedangkan untuk persepsi penumpang secara keseluruhan, peringkat dari delapan aspek tersebut adalah sebagai berikut : ongkos yang murah, aman (dari tindak kejahatan), selamat (dari potensi terjadi kecelakaan), cepat (tidak banyak berhanti), mudah (lewat depan rumah, lewat tempat tujuan), nyaman (tidak ada yang merokok, tempat duduk enak, dll), supir dan kernet yang ramah, mentaati peraturan lalulintas. 5. Kesimpulan Tingkat aksesibilitas untuk mencapai tempat menunggu angkot dinilai cukup tinggi baik dilihat dari segi jarak tempuh dari rumah menuju tempat menunggu angkot, moda yang digunakan, serta waktu yang diperlukan dari rumah sampai ketempat menunggu angkot. Tingkat pelayanan untuk kecepatan perjalanan angkot Line 4C Jelutung- Perumnas masih diatas standar minimum yang ditetapkan Direktorat Jendral Perhubungan Darat yaitu sebesar 10-12 km/jam.dimana kecepatan rata-rata pada jam sibuk pagi sebesar 26.1 km/jam, pada jam sibuk siang 27 Km/Jam, pada jam tidak sibuk sebesar 25.2 km/jam, pada jamsibuk sore sebesar 22.2 km/jam. Sedangkan kecepatan terlambat yang teramati sebesar 20.0 km/jam, dan kecepatan tercepat sebesar 30.00 km/jam. Tingkat pelayanan untuk parameter headway secara keseluruhan masih baik dimana headway rata-rata masih berada dalam rentang standar yang ditetapkan yaitu sebesar 1-20 menit. Dimana headway pada arah Jelutung menuju Perumnas pada jam sibuk pagi sebesar 4.5 menit, pada jam sibuk siang sebesar 5.1 menit, pada jam tidak sibuk sebesar 7.2 menit, pada jam sibuk sore sebesar 6.8 menit. Sedangkan untuk arah Perumnas menuju Jelutung headway pada jam sibuk pagi sebesar 5.3 menit, pada jam sibuk siang sebesar 5.2 menit, pada jam tidak sibuk sebesar 6.45 menit, pada jam sibuk sore sebesar 6.7 menit. Namun tingkat pelayanan menjadi rendah jika dilihat dari headway perkejadian, dimana terdapat headway time

angkutan kota yang mencapai waktu 22 menit, dimana standar maksimum yang ditetapkan adalah sebesar 12 menit. Untuk tingkat pelayanan pada parameter load factor, pada angkot Line 4C Jelutung-Perumnas ditemukan load factor untuk arah Jelutung menuju Perumnas pada jam sibuk pagi sebesar 42.2%, pada jam sibuk siang sebesar 49.2%, pada jam tidak sibuk sebesar 28.5%, pada jam sibuk sore sebesar 33.3%. Sedangkan pada arah Perumnas menuju Jelutung, ditemukan load factor pada jam sibuk pagi sebesar 25.1%, pada jam sibuk siang sebesar 56.4%, pada jam tidak sibuk sebesar 43.8%, pada jam sibuk sore sebesar 30.72%. Sedangkan standar yang ditetapkan oleh Direktorat Jendral Perhubungan Darat adalah sebesar 70%. Dari total jumlah responden sebanyak 98 orang, diajukan delapan pilihan aspek penting bagi angkutan kota. Dari hasil analisis ditemukan peringkat dari aspek-aspek penting pada angkutan kota sebagai berikut : 1. Ongkos yang murah 2. Aman (dari tindak kejahatan) 3. Selamat (dari potensi terjadi kecelakaan) 4. Cepat (tidak banyak berhanti) 5. Mudah (lewat depan rumah, lewat tempat tujuan) 6. Nyaman (tidak ada yang merokok, tempat duduk enak, dll) 7. Supir dan kernet yang ramah 8. Mentaati peraturan lalulintas Daftar Pustaka 1. Biro Pusat Statistik Kota Jambi (2009). Kota Jambi Dalam Angka, Jambi. 2. Direktorat Jendral Perhubungan Darat, (2002), Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Umumdi Wilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap dan Teratur, Jakarta. 3. Haefner, E. (1986), Introduction to Transportation System, CBS College Publishing, New York. 4. Morlok, E. (1988). Introduction to Transportation Engineering and Planning, McGRaw-Hill, Inc., New York. 5. Pratama, M. (2011). Analisis Kinerja Operasi Angkutan Kota di Kota Padang, USU, Medan. 6. Situmeang, P. (2008). Analisis Kinerja Pelayanan Angkutan Mobil Penumpang Umum Antar Kota (Studi Kasus : Angkutan Umum Trayek Medan-Tarutung), USU, Medan. 7. Susilowati, Wicaksono, Suharso. (2011). Kajian Kinerja Angkutan Umum dengan Metode Quality Function Deployment (QFD) Pada Kawasan Industri Marmer di Kabupaten Tulungagung, Universitas Brawijaya, Malang. 8. Vuchic (2007). Urban Transit, System and Technology, John Willey & Sons, Inc., US. 9. The World Bank. (1986). Urban Transport: A World Bank Policy Study, Microinfo, US. 10. Wurjanto, A. (2001). Probabilitas dan Statistik, ITB, Bandung.