Eksistensi Wayang Orang (Studi Deskriptif Eksistensi Kelompok Wayang Orang Sriwedari Surakarta, di Surakarta)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR Latar Belakang Masalah. kekayaan budaya yang amat sangat melimpah. Budaya warisan leluhur merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat kental kehidupannya

SENI KETOPRAK DI ERA MODERNISASI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil temuan di lapangan mengenai perkembangan seni

2015 PERKEMBANGAN KESENIAN BRAI DI KOTA CIREBON TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian adalah ciptaan dari segala pikiran dan perilaku manusia yang

GEDUNG WAYANG ORANG DI SOLO

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari penilitian skripsi yang berjudul Kesenian Tradisional Mak Yong di

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, yakni dengan penggunaan handphone

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan segala hasil kreasi manusia yang mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. ujian mata kuliah Proyek Akhir yang bertema The Futuristic Of. Ramayana. Yang bertujuan untuk memperkenalkan suatu budaya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

2015 PERTUNJUKAN KESENIAN EBEG GRUP MUNCUL JAYA PADA ACARA KHITANAN DI KABUPATEN PANGANDARAN

BAB I PENDAHULUAN. kesenian produk asli bangsa Indonesia. Kesenian wayang, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I. Seni Pertunjukan Daerah Dulmuluk

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Akan tetapi terkendala dari segi tata kelola pertunjukan di panggung, kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

BAB I PENDAHULUAN. tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita perjuangan dan lain sebagainya yang

2015 TARI KREASI DOGDOG LOJOR DI SANGGAR MUTIARA PAWESTRI PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi merupakan fenomena budaya yang tidak dapat terhindarkan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berliyana Agustine, 2014 Transmisi kesenian sintren di sanggar sekar pandan keraton kacirebonan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rina Arifa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan dan kesenian tradisionalnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. primer dan sekunder yang berbeda (R.M. Soedarsono, 2001: 170).

PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan budaya yang sangat luar biasa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Widdy Kusdinasary, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan di negara manapun di dunia ini. Kebudayaan apapun dapat

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ada sejak lama, yaitu sekira abad ke-16. Awalnya Tanjidor tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ludruk sebagai ikon kesenian kota Surabaya sudah tidak memiliki daya

BENTUK DAN FUNGSI KESENIAN OJROT-OJROT DI DESA KARANGDUWUR KECAMATAN PETANAHAN KABUPATEN KEBUMEN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. karena daerah Bekasi berbatasan langsung dengan Ibu Kota Jakarta (Betawi) dan

1. Bagaimana radio Gema Surya FM berupaya melestarikan kesenian Jawa. 2. Apa tujuan dari program acara kesenian jawa di RGS?

BAB I PENDAHULUAN. pada masyarakat Pesisir adalah pertunjukan kesenian Sikambang di Kelurahan

BAB IV KESIMPULAN. Kontinuitas yang terjadi pada kelompok musik Riau Rhythm Chambers

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia

KEBERADAAN TARI ASIK NITI NAIK MAHLIGAI DI DESA SIULAK MUKAI KECAMATAN SIULAK KABUPATEN KERINCI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yulia Afrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

3. Karakteristik tari

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan

2015 TARI MAKALANGAN DI SANGGAR SAKATA ANTAPANI BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK. : Antonime, Film Pendek, Film Pendek Bisu, Pantomime, Produser

2015 PENERAPAN NILAI-NILAI PERMAINAN TRADISIONAL DALAM PEMBELAJARAN IPS

Kata kunci: Wayang Topeng, pelatihan gerak, pelatihan musik, eksistensi.

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam

PADEPOKAN DAN GEDUNG PERTUNJUKAN WAYANG ORANG DI SURAKARTA PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR NEO VERNAKULER

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat, bangsa, dan negara sesuai dengan pasal 1 UU Nomor 20 Tahun 2003.

BAB I PENDAHULUAN. zaman/waktu. Baik itu seni bahasa atau sastra, seni gerak (acting), seni rias

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

I PENDAHULUAN. Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkaitan dengan pengungkapan rasa keindahan. Menurut kodratnya

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian tradisional masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang relevan dengan permasalahan yang dikaji. Sumber-sumber tersebut

2002), Erizal, Instrumen Musik Chordophone Minangkabau (Padangpanjang: Sekolah Tinggi. Seni Indonesia,2000), 21.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 KREASI TARI RONGGENG LENCO DI DESA CURUG RENDENG KECAMATAN JALAN CAGAK KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya suku Bugis yang tersebar di seluruh kabupaten yang ada di

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Konsep diri merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kesenian merupakan salah satu bagian dari kebudayaan, karena. kesenian dan kekriyaan. Kesenian dan kebudayaan dapat mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Kediri. Tari Jaranan bukan hanya sekedar untuk penyambutan tamu-tamu penting

BAB I PENDAHULUAN. Belajar 9 Tahun Dalam Sastra Dayak Ngaju, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2003), 20.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pikiran, pendapat, imajinasi, dan berhubungan dengan manusia lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Bali secara umum memiliki peran di dalam keberlangsungan

BAB I PENDAHULUAN. sedikit pergeseran yaitu tidak hanya sebagai pelindung tubuh dari. gangguan alam dan untuk kesopanan, tetapi juga untuk menyalurkan

BAB I PENDAHULUAN. sektor perdagangan, sektor perekonomian, dan sektor transportasi. Dari segi. transportasi, sebelum ditemukannya mesin, manusia

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ingin disampaikan kepada masyarakat luas tentang sebuah gambaran, gagasan,

BENTUK PENYAJIAN DAN FUNGSI KESENIAN TUMBUAK BANYAK DI DESA UJUNG PADANG KECAMATAN PANTI KABUPATEN PASAMAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertunjukan drama merupakan sebuah kerja kolektif. Sebagai kerja seni

LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH BERSAING STRUKTUR DAN ESTETIKA HUMOR SEBAGAI MODAL DASAR PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN LUDRUK DI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. kearifan. Tradisi Mesatua di Bali lambat laun semakin tergerus dengan roda

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

Eksistensi Wayang Orang (Studi Deskriptif Eksistensi Kelompok Wayang Orang Sriwedari Surakarta, di Surakarta) Deasy Mutiara Azhari deasyazhari@gmail.com Departemen Antropologi FISIP Universitas Airlangga Abstrak Kesenian tradisional saat ini mulai ditinggalkan oleh beberapa masyarakat pendukungnya. Salah satu contoh kesenian tradisional yang mulai ditinggalkan yaitu Wayang Orang Sriwedari. Wayang Orang Sriwedari sempat mengalami masa kejayaannya pada tahun 1980- an. Dan mulai ditinggalkan oleh masyarakat pendukung karena munculnya beberapa teknologi komunikasi seperti televisi dan bioskop. Wayang Orang Sriwedari merupakan satusatunya wayang orang yang masih bertahan dan mengadakan pementasan setiap hari di tengah perkembangan kesenian modern. Dari fenomena tersebut penelitian ini mengambil rumusan permasalahan Bagaimana kelompok kesenian Wayang Orang Sriwedari dalam mempertahankan eksistensinya. Lokasi penelitian berada di wilayah Taman Sriwedari Surakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang berfokus pada observasi dan wawancara. Dari penelitian yang telah dilakukan, di dapatkan strategi-strategi yang dilakukan oleh Wayang Orang Sriwedari untuk mempertahankan eksistensinya, juga terdapat faktor-faktor penghambat yang dibagi menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Serta adanya faktor pendukung berupa apresiasi masyarakat sehingga dapat memperkuat eksistensi Wayang Orang Sriwedari. Kata Kunci : eksistensi, faktor eksternal, faktor internal, kesenian, wayang orang sriwedari Abstract Traditional arts, at this time, began to be abandoned by some people. One of traditional arts that were abandoned was Sriwedari Puppet. Sriwedari Puppet got their heyday around 1980 s and it began to be abandoned by the people due to the emerging of communication technology, such as television and movie theatre. The Sriwedari Puppet was the only puppet that still survived and they performed everyday where the modern art was developed more and more. From the phenomenon, this research created the statement of the problem about how the Sriwedari Puppet community in maintaining their existence. The research took place in Sriwedari Park, Surakarta. The research method that was used in this research was qualitative method that focused on observation and interview. From the research that was conducted, it was found some strategies that were carried out by the Sriwedari Puppet in maintaining their existence, also it was found many inhibiting factors that were divided into two, external factors and internal factors. In addition, the people s appreciation became the supporting factor, thus it could strengthen the existence of the Sriwedari Puppet. Keywords : arts, existence, external factors, internal factors, puppet Sriwedari. AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 175

Globalisasi dan modernisasi merupakan suatu hal yang dianggap penting oleh masyarakat, sesuatu yang berbau tradisional bahkan menjadi terlupakan oleh para anak muda saat ini. Tidak dapat dipungkiri hal-hal yang berbau tradisional sudah tidak menarik lagi seiring dengan perkembangan zaman, salah satu contoh yang dapat diambil yaitu pada bidang kesenian. Seni menurut Havilland (1985: 224) adalah produk jenis perilaku yang khusus, dengan penggunaan imajinasi secara kreatif untuk membantu kita menerangkan, memahami dan menikmati hidup. Pada hakikatnya kesenian terbagi menjadi beberapa bagian dan salah satunya adalah seni pertunjukan. Seni pertunjukan merupakan sebuah seni kolektif dimana dalam menampilkannya di atas panggung dibutuhkan biaya yang dapat dibilang cukup mahal, mulai dari penataan panggung, penataan musik, busana, tata rias hingga penari membutuhkan estimasi dana yang tidak sedikit (Soedarsono, 2002). Sebuah contoh penelitian mengenai seni pertunjukan khusunya pada seni pertunjukan tradisional di Indonesia yaitu penelitian berjudul Ketoprak Tobong Kelana Bhakti Budaya (Studi Tentang Pemaknaan Kesenian Tradisional Oleh Pelaku Seni Ketoprak Tobong Kelana Bhakti Budaya) yang ditulis oleh Ghea Primadani Wassahua (2012). Disimpulkan dalam penelitian tersebut bahwa para seniman Ketoprak Tobong Kelana Bhakti Budaya memaknai kesenian tradisional menjadi beberapa makna salah satunya di maknai sebagai warisan budaya yang harus dijaga dan dilestarikan keberadaannya. Seni pertunjukan menurut R.M. Soedarsono (2002) memiliki berbagai fungsi dalam kehidupan yaitu berfungsi sebagai sarana ritual, sebagai hiburan pribadi dan sebagai presentasi estetis. Fungsi sebagai presentasi estetis disini mengandalkan penjualan karcis dalam hal dana produksi. Salah satu kesenian tradisonal yang berfungsi sebagai presentasi estetis adalah Wayang Orang Sriwedari, yang memiliki sejarah perkembangan yang begitu panjang yang dimulai dari sebuah seni istana menjadi sebuah seni komersial. Menurut Pigeud (dalam Hersapandi, 1999) perkembangan wayang orang sampai pada tahun 1895 tidak pernah sekalipun ditampilkan di luar istana, namun pada tahun itu pula untuk pertama kalinya oleh Gan Kam didirikan rombongan wayang orang komersial. Dari situlah Wayang Orang Sriwedari terbentuk dengan adanya dukungan beberapa anggota wayang orang panggung, yang telah memiliki jam terbang yang cukup dalam pementasan keliling di kota-kota besar di Indonesia. AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 176

Wayang Orang Sriwedari pada masa kejayaannya merupakan sebuah tontonan yang dinanti-nanti oleh para penggemarnya, bukan hanya dari masyarakat Indonesia saja melainkan penonton dari masyarakat Cina pun terbilang cukup banyak yang menantikan. Namun Wayang Orang Sriwedari yang sempat mengalami masa kejayaannya dan menjadi sebuah tontonan yang paling menarik pada tahun 1980-an, sudah tidak terjadi lagi saat ini seiring dengan pesatnya pembangunan. Pembangunan disini berkonotasi sebagai sebuah upaya perbaikan akses dan standar kehidupan manusia, sehingga membawa dampak terhadap pandangan penonton yang tadinya menganggap wayang orang adalah pertunjukan yang menarik menjadi sebuah pandangan bahwa wayang orang hanya kesenian tradisional yang sudah lapuk termakan zaman. Adanya suguhan hiburan yang lebih modern dan bervariasi di kotakota besar mendukung konsep pembangunan dan hal tersebut membuat sebuah pola rekreasi baru yang menjadi gaya hidup masyarakat perkotaan. Seperti adanya hiburan televisi, dijadikan sebagai suatu hiburan yang terbilang mudah tanpa mengeluarkan biaya yang banyak untuk menikmatinya. Hal tersebut merupakan salah satu penyebab berkurangnya peminatan pada wayang orang. Penyebab lainnya karena penikmat setia wayang orang sudah mulai banyak yang semakin tua maupun telah meninggal dunia. Sementara para generasi muda tidak memiliki peminatan yang besar karena hadirnya hiburan yang lebih canggih dan menarik sesuai dengan zamannya. Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini mengambil rumusan permasalahan yaitu bagaimana Wayang Orang Sriwedari dalam mempertahankan eksistensinya? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat upaya yang dilakukan oleh Wayang Orang Sriwedari untuk mempertahankan eksistensinya di tengah masyarakat perkotaan. Metode Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian kualitatif yang menurut Bogdan dan Taylor bahwa metode kualitatif adalah metode yang dapat menghasilkan suatu data deskriptif yang dihasilkan dari hasil pengamatan terhadap perilaku orang (informan) yang diteliti (Moleong, 1983:3). Dalam metode ini observasi dan wawancara menjadi hal utama yang dilakukan untuk mengumpulkan data. Observasi yang dilakukan oleh peneliti yaitu turut menjadi penonton dalam pementasan Wayang Orang Sriwedari serta melihat langsung AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 177

kegiatan di belakang panggung yaitu saat persiapan pementasan. Sedangkan wawancara dilakukan pada saat malam hari sebelum pentas dimulai. Namun hambatan yang terjadi apabila pada malam hari sebelum pentas para pelaku seni sedang sibuk untuk mempersiapkan pertunjukan mereka. Alternatif kedua, ada pula wawancara yang dilakukan pada siang hari seusai informan melakukan aktivitas sebagai tenaga pengajar di sekolah dasar negeri Surakarta. Eksistensi Kelompok Wayang Orang Sriwedari Surakarta Surakarta Kebudayaan menurut Ihromi (1980) merupakan cara berlaku yang dipelajari dan tidak tergantung pada keturunan ataupun pewarisan melalui unsur genetis. Menurut Ihromi suatu kebudayaan harus dimiliki bersama oleh suatu bangsa atau oleh sekelompok orang-orang. Kebudayaan dapat dirumuskan sebagai seperangkat cara berlaku (artinya kebiasaan), kepercayaan dan nilai-nilai yang dipelajari dan dimiliki secara bersama oleh para warga dari suatu masyarakat. Masyarakat diartikan sebagai sekumpulan orang yang tinggal pada satu wilayah tertentu dan menggunakan bahasa yang umum yang biasanya tidak dimengerti oleh penduduk di wilayah lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh Ihromi, kebudayaan yang terjadi dikarenakan adanya kebiasaan, kepercayaan dan nilai-nilai yang dipelajari dan dimiliki. Masyarakat Surakarta memilki kebudayaan yang kuat sebagai Kota yang masih memegang teguh kebiasaan serta nilai-nilai budaya Jawa. Contohnya adanya kesenian-kesenian tradisional yang salah satunya menjadi ikon Kota Surakarta ini. Kesenian secara harafiah memiliki berbagai pengertian, kesenian dapat digambarkan sebagai hasil ekspresi jiwa manusia akan keindahan, kesenian juga merupakan penggunaan imajinasi secara kreatif untuk menerangkan, memahami, dan menikmati hidup. Namun terdapat pula hasil karya seni yang lebih megedepankan pesan budaya yang mengandung unsur-unsur sistem budaya dari masyarakat yang bersangkutan. Contohnya seperti yang terjadi pada Wayang Orang Sriwedari. Pertunjukan Wayang Orang Sriwedari ditampilkan setiap hari yaitu pada hari Senin hingga Sabtu pukul 20:00 22:00 / 22:30. Tiket masuk untuk sekali masuk pertunjukan yaitu sebesar Rp 3.000,00, sebelum pertunjukan digelar, para pemain, pengrawit sampai penata dekor saling berbincang-bincang sembari menunggu AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 178

pembagian peran yang dilakukan oleh sutradara. Wayang Orang Sriwedari memiliki strategi-strategi sebagai penunjang kelompok Wayang Orang Sriwedari mencapai eksistensinya kembali, hingga berdampak dilirik kembali oleh masyarakat pendukungnya. Adanya startegi adaptasi yang dilakukan membuat terjadinya kondisi-kondisi yang mendukung hingga akhirnya Wayang Orang Sriwedari pun tetap ada. Wayang Orang yang merupakan warisan kebudayaan Indonesia patut untuk terus dipertahankan keberadaannya. Seperti yang diungkapkan oleh Bennet dalam Sukadana (1982) bahwa pilihan dan keputusan merupakan sebuah ekspresi adaptasi terhadap lingkungan hidup serta proses-proses perubahannya. Adaptasi yang dimaksudkan adalah suatu perilaku yang dilakukan secara sadar untuk dapat memilih dan memutuskan apa yang ingin dilakukan sebagai suatu proses penyesuaian terhadap perubahan. Dukungan pemerintah merupakan strategi pertama yang dilakukan oleh Wayang Orang Sriwedari. Pemerintah memiliki peranan penting yang berpengaruh pada Wayang Orang Sriwedari, tanpa adanya peranan pemerintah kesenian tradisional seperti Wayang Orang Sriwedari ini akan hilang dimakan zaman. Dukungan Pemerintah yang paling utama adalah mengangkat pelaku kesenian Wayang Orang menjadi PNS. Pengangkatan yang dimaksud disini adalah pengangkatan para pelaku seni sebagai pegawai tetap di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta tepatnya di bidang seksi seni budaya. Terdapat 34 orang PNS yang terdaftar sebagai pegawai resmi di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta, khusunya yang juga menjadi pelaku seni Wayang Orang Sriwedari. Wayang Orang yang merupakan kebudayaan turun temurun dari nenek moyang dan bernilai adiluhung. Wayang Orang yang merupakan warisan budaya Indonesia dan memiliki masa perkembangan yang panjang menjadi salah satu alasan kuat Pemerintah Kota Surakarta mengelola kelompok Wayang Orang Sriwedari yang sempat diambang keterpurukan. Karena mengalami masa perkembangan yang panjang serta sempat menjadi ikon Kota Solo bahkan di kancah dunia, membuat Wayang Orang Sriwedari yang mengalami masa surut itu pun sangat disayangkan apabila harus punah dan tidak tampil lagi di tengah hiruk pikuk masyarakat perkotaan. Oleh karena itu, tindakan Pemerintah Daerah khususnya dibawahi langsung oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Surakarta AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 179

mengangkat para pemainnya menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Selain pengangkatan sebagai PNS, dukungan dari Pemerintah lainnya yaitu berupa dukungan dana. Dukungan dana yang diberikan oleh Pemerintah atau pihak pengelola yaitu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Surakarta bukan semata-mata berupa uang. Melainkan dukungan dana untuk fasilitas seperti, renovasi gedung, pakaian, dan tata rias. Renovasi gedung oleh Disbupar dilakukan secara bertahap, bukan berarti secara langsung mengganti dan merombak keseluruhan gedung. Perombakan gedung yang membutuhkan dana yang cukup besar juga tergantung dari APBD pemerintah yang tidak seluruhnya dialokasikan untuk bidang kesenian. Strategi lainnya yang dilakukan yaitu inovasi dan kreatifitas. Inovasi yang terjadi yaitu dari segi pengolahan cerita yang sudah lebih modern. Jadi cerita Wayang Orang yang diadaptasi dari jaman dahulu namun diberikan tambahan sesuai dengan perkembangan jaman. Disini maksudnya bukan merubah secara keseluruhan, tetapi tetap terdapat acuan yang sesuai dengan cerita Wayang Orang namun ada beberapa bagian yang dikemas lebih modern, seperti lebih banyak memberikan adegan perang daripada dialog dan tarian sehingga dapat menarik perhatian penonton. Selain dari pengolahan cerita yang dibuat lebih inovatif namun ada hal lain yang juga mendukung kembalinya eksistensi Wayang Orang yaitu profesionalitas dari para pemain. Profesionalitas yang terjadi dibuktikan dengan tidak adanya latihan dan penghafalan naskah sebelum pementasan dilakukan. Oleh karena itu, Wayang Orang Sriwedari sering disebut sebagai wayang orang tanpa teks. Tanpa adanya latihan dan penghafalan nasakah membuktikan bahwa kreatifitas yang dimiliki oleh setiap pemain cukup tinggi. Terdapat faktor-faktor penghambat yang membuat Wayang Orang Sriwedari sempat ditinggalkan oleh masyarakat yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang terjadi di antaranya adalah terbatasnya ide-ide baru, hal ini terjadi karena lebih banyaknya jumlah pemain tua daripada pemain muda sehingga para pemain muda yang hanya segelintir orang tidak dapat menyalurkan idenya, kemudian minimnya regenerasi merupakan faktor kedua dikarenakan sebagian besar pemain tergolong dalam kategori yang sudah hampir pensiun, sehingga membuat Kelompok Wayang Orang Sriwedari kehilangan para pemain-pemain generasi tua, dengan berkurangnya anggota pemain maka berdampak pada pertunjukan yang tidak dapat dipentaskan secara maksimal. Kurangnya promosi juga menjadi faktor AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 180

penting dalam sebuah seni pertunjukan akibat tidak adanya promosi yang dilakukan oleh pengelola (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata) dan Kelompok Wayang Orang Sriwedari sendiri, maka masyarakat menganggap bahwa Wayang Orang Sriwedari ini sudah tidak tampil lagi sehingga dianggap telah mati. Faktor internal terakhir yaitu masalah prasarana, sudah menjadi hal umum bahwa fasilitas yang nyaman dapat membuat banyaknya penonton berdatangan, gedung yang saat itu terbilang sudah rapuh merupakan penyebab masyarakat harus berfikir dua kali untuk datang ke Gedung Wayang Orang Sriwedari. Sedangkan faktor eksternal yang pertama yaitu perkembangan teknologi, Perkembangan teknologi di suatu tempat tidak dapat dipungkiri lagi akan mempengaruhi juga cara pandang dan gaya hidup dimana masyarakat itu berada. Modernisasi yang hidup berdampingan dengan manusia membawa perubahan pada pola pikir manusia menjadi lebih modern seperti pola pikir yang serba instan. Masyarakat yang mulai disuguhi oleh kecanggihan teknologi yang lebih canggih dan praktis. Contohnya hiburan televisi, menurut Ahimsa (2000) hadirnya televisi menyebabkan masyarakat malas menonton seni tradisional Jawa dengan meninggalkan rumah. Namun menurut salah satu informan yaitu Bapak Sudyanto, adanya perkembangan zaman yang diiringi juga dengan perkembangan teknologi membawa hal negatif untuk kesenian tradisional. Dari adanya kemajuan zaman seperti yang dijelaskan oleh Bapak Sudyanto bahwa Wayang Orang Sriwedari tidak bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dan teknologi yang ada. Akhirnya, perkembangan teknologi dirasa membawa dampak negatif bagi pementasan Wayang Orang Sriwedari saat itu. Adanya hiburan lain, beragamnya hiburan di daerah Perkotaan seperti Kota Surakarta menjadi alternatif hiburan bagi warga masyarakatnya. Semakin beragamnya hiburan modern yang ditawarkan menjadi kendala sepinya penonton Wayang Orang Sriwedari, sepinya penonton pada pertunjukan Wayang Orang Sriwedari dikarenakan adanya pertunjukan lain di THR (Taman Hiburan Remaja) seperti pertunjukan musik yang sama-sama terletak di Taman Sriwedari Surakarta, selain itu juga terdapatnya pertunjukan di luar Taman Sriwedari yang digadang-gadang lebih megah dan meriah. Faktor cuaca, Faktor cuaca adalah hal yang tidak dapat dihindari, cuaca disini diartikan saaat musim hujan tiba. Cuaca yang merupakan kehendak dari Yang Maha Kuasa AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 181

merupakan sesuatu yang tidak dapat diduga perubahannya. Saat musim penghujan tiba masyarakat pendukung Wayang Orang Sriwedari tidak begitu banyak terlihat. Faktanya, dengan datangnya hujan maka akan berakibat pada matinya lampu di Gedung Wayang Orang Sriwedari. Selain faktor penghambat juga terdapat faktor pendukung yang memperkuat eksistensi Wayang Orang Sriwedari yaitu berupa apresiasi masyarakat. Masyarakat Pendukung adalah sebuah elemen penting dalam kesenian tradisional. Tanpa adanya masyarakat pendukung, siapa yang akan tetap mendukung keberadaan kesenian tradisional tersebut. Seperti yang tertulis dalam buku Seni dalam dilema industri milik Endang Caturwati (2004), ia mengatakan bahwa Perkembangan suatu budaya, tentu sedikit banyak dipengaruhi oleh masyarakat pendukungnya yang merupakan suatu proses. Dalam arti bahwa ia merupakan suatu gejala perubahan, gejala penyesuaian diri, serta gejala pembentukan yang semuanya disebut sebagai proses sosialisasi. Jika melihat dari apresiasi masyarakat, saat ini masyarakat yang menonton bukan hanya dari kalangan orang tua saja tetapi juga kalangan muda mulai peduli dengan pentingnya pertunjukan tradisional seperti Wayang Orang Sriwdari ini. Karena sesungguhnya selain Wayang Orang Sriwedari ini meiliki nilai adiluhung yang berarti adalah suatu yang besar dan agung, Wayang Orang Sriwedari ini memiliki fungsi sebagai tontonan yang menjadi tuntunan. Ramainya kalangan muda yang menonton dikarenakan adanya dukungan dari lembaga pendidikan di Surakarta, para tenaga pengajar memberikan tugas kepada para murid/ mahasiswa untuk menonton pertunjukan Wayang Orang Sriwedari. Hal ini bukan sebagai paksaan melainkan sebagai bentuk dukungan dari lembaga pendidikan kepada Wayang Orang Sriwedari agar tetap ditonton dan bukan hanya dari para kalangan orang tua saja. Selain kalangan muda, siswa siswi TK dan SD pun menjadi sasaran kelompok Wayang Orang Sriwedari untuk melakukan kerja sama. Program Pemerintah Dekdikbud wajib menonton wayang orang tersebut merupakan suatu hal yang positif, selain dengan mendapatkan pesan moral dari pertunjukan yang ditampilkan, hal tersebut juga bermanfaat untuk memperkenalkan kesenian tradisional seperti Wayang Orang Sriwedari pada anak-anak sekolah. Dengan cara ini sebagai bentuk antisipasi untuk memperkenalkan pada generasi muda sehingga nantinya pun dapat berdampak AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 182

pada munculnya regenerasi-regenerasi penonton secara konsisten. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti jumlah penonton yang terjadi pada hari senin, selasa, rabu tidak sebanyak dengan jumlah penonton yang menonton pada hari kamis, jumat, sabtu. Alasan yang mendukung hal tersebut terjadi karena mereka yang menonton sibuk berkegiatan di hari aktif kerja. Akhirnya saat Weekend menjadi sasaran masyarakat untuk menonton pertunjukan Wayang Orang Sriwedari. Selain hari-hari biasa dan hari Weekend, hari-hari besar seperti saat idul fitri juga mempengaruhi jumlah penonton yang datang. Saat hari raya, menurut cerita salah satu pemain Wayang Orang Sriwedari, bangku penonton terisi penuh. Bahkan sampai memenuhi bangku-bangku yang ada di balkon atas. Itu membuktikan bahwa antusias dari sebagian masyarakat Surakarta yang merantau ke kota orang juga merindukan penampilan dari Wayang Orang Sriwedari. Hal tersebut merupakan gambaran bahwa Wayang Orang Sriwedari kini sudah mencapai eksistensinya kembali. Walaupun dahulu penonton Wayang Orang Sriwedari yang datang sampai membludak, namun setidaknya saat ini telah terjadi pencapaian kembali setelah sempat terpuruk dan kehilangan penonton. Pada penelitian Eksistensi Wayang Orang Sriwedari ini, berdasarkan data yang telah dipaparkan yaitu adanya nilai yang melekat pada Wayang Orang Sriwedari yaitu nilai adiluhung yang berarti sesuatu yang besar dan agung, dukungan pemerintah seperti pengangkatan PNS dan dukungan dana yang diberikan, terjadinya inovasi dan kreatifitas pada pemain, dukungan masyarakat, peralatan wayang orang seperti gedung, pakaian dan alat rias serta hal pokok yaitu para pelaku seni Wayang Orang Sriwedari sendiri. Maka dari adanya kondisi-kondisi tersebut sehingga membuat Wayang Orang masih ada hingga saat ini. Kondisi tersebut digolongkan menjadi kondisi budaya, kondisi sosial, dan kondisi material. Kondisi budaya disini mencakup nilai adiluhung yang melekat pada pertunjukan Wayang Orang Sriwedari. Kondisi sosial meliputi, apresiasi masyarakat, dukungan pemerintah, serta inovasi dan kreatifitas. Sedangkan kondisi material berupa peralatan Wayang Orang Sriwedari (gedung, pakaian dan alat rias), dan para pelaku Wayang Orang Sriwedari. Dari adanya kondisi-kondisi yang digolongkan menjadi tiga bagian tersebut maka membuat Wayang Orang Sriwedari masih ada dan bertahan hingga saat ini. Persis seperti yang dungkapkan oleh Radcliffe Brown bahwa diperlukannya kondisi- AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 183

kondisi tertentu sehingga membuat masyarakat itu ada. Simpulan Wayang Orang Sriwedari dengan masa perkembangannya yang panjang dan segala lika-liku yang telah dihadapinya, maka penulis mendapati strategi-strategi adaptasi yang dilakukan oleh kelompok kesenian Wayang Orang Sriwedari. Seperti adanya konsep adaptasi yang diungkapkan oleh Bennet (dalam Sukadana, 1982) yaitu adanya suatu proses penyesuaian terhadap perubahan. Strategi tersebut berupa dukungan dari Pemerintah serta inovasi dan kreatifitas. Dari adanya strategi yang dilakukan oleh kelompok Wayang Orang Sriwedari maka terdapat pula hambatanhambatan yang dihadapi oleh Kelompok Wayang Orang Sriwedari saat ditinggalkan oleh penonton yaitu dibagi menjadi kendala internal dan kendala eksternal. Kendala internal yang dihadapi oleh Wayang Orang Sriwedari yaitu minimnya Regenerasi, kurangnya Promosi, terbatasnya ide-ide baru, prasarana. Sedangkan kendala eksternal yang terjadi diakibatkan oleh keadaan-keadaan seperti perkembangan Teknologi, Adanya Hiburan Lain, dan faktor Cuaca. Kelompok Wayang Orang Sriwedari agar tetap eksis diperkuat oleh faktor pendukung yaitu apresiasi masyarakat yang semakin meningkat. Dilihat dari jumlah penonton yang berjumlah kisaran 100 orang pada weekdays dan lebih dari 300 orang pada weekend. Selain itu, penonton kesenian tradisional yang identik dengan para sesepuh ataupun generasi tua sudah tidak ditemui lagi saat ini. Saat ini bukan hanya para orang tua saja yang menyaksikan pertunjukan Wayang Orang Sriwedari, melainkan para muda mudi juga turut menjadi bagian dari deretan barisan penonton di Gedung Wayang Orang Sriwedari. Oleh karena itu, kesenian tradisional Wayang Orang Sriwedari ini telah mencapai eksistensinnya kembali setelah sempat mengalami keterpurukan dan ditinggalkan oleh masyarakat pendukungnya. Hal ini didukung karena adanya kondisi-kondisi tertentu untuk membuat masyarakat ada seperti yang diungkapkan oleh Radcliffe Brown (dalam Ahimsa, 2007). kondisi tersebut dibagi dalam tiga golongan yaitu kondisi budaya, kondisi sosial, dan kondisi material. Kondisi budaya yang terjadi yaitu nillai adiluhung pada Wayang Orang Sriwedari, kondisi sosialnya yaitu apresiasi masyarakat, dukungan pemerintah, inovasi dan kreatifitas, dan kondisi material yaitu peralatan berupa pakaian dan alat rias yang ada di Gedung Wayang Orang Sriwedari, AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 184

serta pelaku kesenian Wayang Orang Sriwedari sendiri. Tobong Kelana Bhakti Budaya). Skripsi. tidak diterbitkan. Surabaya: Universitas Airlangga. Daftar Pustaka Ahimsa, Putra. (2000) Ketika Orang Jawa Nyeni. Yogyakarta: Galang Press.. (2007) Patron dan Klien di Sulawesi Selatan Sebuah Kajian Fungsional-Struktural. Yogyakarta: Kepel Press. Caturwati, Endang. (2004) Seni Dalam Dilema Industri. Jakarta: Aksara Indonesia. Havilland, William A., dan R.G. Soekadijo. (1988) Antropologi Jilid 2 yang dialih bahasa Soekardijo. Jakarta: Erlangga. Hersapandi. (1999),Wayang Wong Sriwedari: Dari Seni Istana Menjadi Seni Komersial. Yogyakarta: Tarawang. Ihromi, T.O. (ed). (1980) Pokokpokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Moleong, Lexy J. (1989) Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. Soedarsono. (2002) Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sukadana, Adi. (1982), Antropo-Ekologi. Surabaya: Airlangga University Press. Wassahua, Ghea Primadani. (2012) Ketoprak Tobong Kelana Bhakti Budaya (Studi Tentang Pemaknaan Kesenian Tradisional Oleh Pelaku Seni Ketoprak AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 185