PERTEMUAN 11: BUKTI AUDIT INVESTIGASI

dokumen-dokumen yang mirip
PERTEMUAN 12: TEHNIK AUDIT INVESTIGASI

PERTEMUAN 13: TAHAPAN AUDIT INVESTIGASI

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan pemeriksaan investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

PERTEMUAN 15: PENYELESAIAN HUKUM. B. URAIAN MATERI Tujuan Pembelajaran 15: Menjelaskan upaya hukum untuk penyelesaian investigasi

DAFTAR TABEL. 1. Tabel 1.1 Kegiatan dan Jadwal Rencana Penelitian Tabel 2.1 Perbedaan Audit Laporan Keuangan dengan. Audit Investigatif...

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

PERTEMUAN 14: BENTUK DAN LAPORAN AUDIT

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB I PENDAHULUAN. Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI. penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB II PENGATURAN ALAT BUKTI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB I PENDAHULUAN. Korupsi merupakan salah satu bentuk fraud yang berarti penyalahgunaan

BAB I PENDAHULUAN. korupsi yang telah dilakukan oleh institusi kelembagaan pemerintah selama ini

PERTEMUAN 6: AUDIT INVESTIGASI

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

FORENSIC. Drs. Karyana Ak. MM. Persiapan maupun Pelaksanaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB I PENDAHULUAN. segala jenis kejahatan yang semakin merajalela. Tidak hanya kejahatan yang

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

ANALISA DAN PENGELOLAAN BARANG BUKTI. (dalam kajian teoritis dan kerangka Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2010 tentang pengelolaan barang bukti) Oleh

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pemalsuan uang mengandung nilai ketidak benaran atau palsu atas

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori keagenan dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976) dan Ng

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

BAB IV. A. Proses Pembuktian Pada Kasus Cybercrime Berdasarkan Pasal 184 KUHAP Juncto

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

STANDAR PELAKSANAAN AUDIT KINERJA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kecurangan di Indonesia sangat berpengaruh bagi masyarakat pada

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

PERTEMUAN 10: AUDITOR INVESTIGASI

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

Nama : ALEXANDER MARWATA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia

BAB IV ANALISIS SIDIK JARI SEBAGAI SARANA PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN. A. Analisis Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan Dengan

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 462/KMK.09/2004 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. membawa pengaruh yang besar dalam setiap tindakan manusia. Persaingan di dalam

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENGGUNAAN ALAT PENDETEKSI KEBOHONGAN (LIE DETECTOR) PADA PROSES PERADILAN PIDANA

Presiden, DPR, dan BPK.

TENTANG : STANDAR AUDIT APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH (APIP) KABUPATEN BADUNG

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesepuluh, Penelusuran Aset Penelusuran Aset. Modul E-Learning 3

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan untuk mencari kebenaran dengan mengkaji dan menelaah beberapa

BAB V PENUTUP. pertanggungjawaban pidana, dapat disimpulkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 200

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

BAB V PENUTUP. 1. Berdasarkan metode yang digunakan, dan dari uraian di atas bahwa

Dadit Herdikiagung - Inspektur II Inspektorat Jenderal Kementerian Ristek, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

Kecurangan Bukti Audit. Studi kasus. Suryadharma Ali Merugikan Keuangan Negara

JURNAL STIE SEMARANG, VOL 6, NO 1, Edisi Februari 2014 (ISSN : ) PENERAPAN E - AUDIT PADA AUDIT SEKTOR PUBLIK SESUAI

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

Transkripsi:

PERTEMUAN 11: BUKTI AUDIT INVESTIGASI A. TUJUAN PEMBELAJARAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenaibukti audit yang gunakan dalam pelaksanaan audit investigasi.melalui makalah ini, anda harus mampu: 11.1 Memahami bukti apa saja yang dibutuhkan dalam melakukan audit investgasi B. URAIAN MATERI Tujuan Pembelajaran 11.1: Menjelaskan bukti apa saja yang dibutuhkan dalam audit investigasi Dalam audit forensik ini secara normatif auditor dibebani tuntutan untuk dapat memperoleh bukti dan alat bukti yang dapat mengungkap adanya tindak pidana fraud. Selain itu, alat bukti hasil audit forensik dimaksud untuk digunakan oleh aparat penegak hukum (APH) untuk dikembangkan menjadi alat bukti yang sesuai dengan yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) seperti tersebut pada uraian diatas dalam rangka mendukung litigasi peradilan. Alat bukti yang cukup dikembangkan tersebut selanjutnya dilakukan analisis yang merupakan tanggungjawab auditor dalam upaya pembuktian sampai menemukan alat bukti sesuai ketentuan, sedangkan penetapan terjadinya fraud maupun salah tidaknya seseorang merupakan wewenang APH, dalam hal ini alat bukti dan keyakinan hakim pengadilan. Menurut Eddie M. Gunadi, senior partner pada KAP BDO Tanubrata, audit investigasi dilaksanakan apabila ada tanda-tanda terjadinya kriminalitas dalam pelaksanaan laporan keuangan sehingga harus diinvestigasi lebih dalam apakah benar terjadi kasus kecurangan atau kriminal yang bisa berdampak pidana atau perdata. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga yang sering melaksanakan audit investigasi. Audit investigasi 52

bukan hal yang bersifat umum dan hanya orang-orang khusus yang melakukan audit investigasi, yaitu orang-orang yang mempunyai kualifikasi sebagai auditora. Pada dasarnya audit investigasi adalah mencari kebenaran, apakah terjadi kecurangan (fraud) atau tidak. Pendekatan audit investigasi atas tindak pidana didasarkan pada penilaian yang logis terhadap individu dan segala sesuatu/benda yang terkait dengan tindak kejahatan tersebut. Seperti dijelaskan di bawah ini : Individu yang terkait dengan tindak kejahatan Korban, pelapor dan saksi-saksi merupakan subyek wawancara bagi investigatif auditor dalam rangka memperoleh fakta dan informasi yang diketahui mereka. Tersangka dan pelaku kejahatan merupakan subyek wawancara yang merupakan dasar terjadinya suatu fakta dalam rangka investigatif auditor menetukan sampai sejauh mana keterlibatan mereka dalam tindak kejahatan tersebut. Agar bukti yang didapatkan benar-benar valid, investigatif auditor harus senantiasa melakukan konformasi terhadap kebenaran informasi yang diperoleh dengan pihak-pihak yang independen. Benda-benda yang terkait dengan tindak kejahatan Auditor investigasi harus memahami bahwa benda-benda fisik yang terkait dengan tindak kejahatan mempunyai nilai-nilai pembuktian yang sangat berarti karena bukti fisik merupakan bukti faktual tidak seperti halnya ingatan manusia yang terbatas, bukti fisik selalu mengungkapkan cerita yang sama dari waktu ke waktu namun bukti fisik akan berkurang nilainya apabila auditor gagal mendapatkannya, mempelajarinya dan memahaminya, maka auditor harus memahami hal-hal seperti : Apa yang dimaksud dengan bukti fisik, Bagaimana memperoleh dan menyimpannya, Bagaimana memperoleh informasi yang optimal dari bukti fisik tersebut, dan Bagaimana mengartikan/ menafsirkan informasi yang telah diperoleh tersebut. Bahan bukti adalah informasi yang digunakan audior dalammenentukan kesesuaian informasi yang diaudit dengan kriteria yang telahditetapkan. Bahan bukti terdiri dari berbagai macam bentuk yang berbeda,termasuk pernyataan lisan dari auditan, komunikasi tertulis dengan pihak luar,pengamatan oleh auditor, dan data elektronik mengenai transaksi. Adalah 53

halyang penting untuk memperoleh bahan bukti dalam jumlah dan kualitas yangcukup untuk memenuhi tujuan audit. Proses penentuan jenis dan jumlah bahanbukti yang diperlukan dan pengevaluasian kesesuaian informasi dengankriteria yang ditetapkan merupakan bagian penting dari audit. Bukti Tindak Pidana Bukti yang diperoleh auditor harus cukup, mengingat seringnya dampak yang akan dihadapi oleh pihak-pihak yang terlibat dan bertanggungjawab dalam kejadian kecurangan. Dan auditor dapat menghadapi tuntutan hukum dari pihak yang merasa dirugikan akibat kesalahan auditor yang mengambil simpulan dari fakta-fakta yang tidak lengkap. Standar audit Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (SA-APFP) SK Kepala Balai Pengawasan Keuangan dan Pembangunan No Kep.378/K/1996 tentang Standar Pelaksanaan Audit APFP bahwa Bukti Audit yang relevan, kompeten dan cukup harus diperoleh sebagai dasar yang memadai untuk mendukung pendapat simpulan dan saran. Maknanya Relevan yaitu logis mendukung pendapat/kesimpulan; Kompeten yaitu sah dan dapat diandalkan menjamin kesesuaian dengan fakta, dan Cukup dalam arti jumlah bukti untuk menarik kesimpulan. Mengumpulkan bukti. Tahapan untuk mendapatkan keyakinan bahwa bukti yang didapatkan/diidentifikasi dapat diandalkan (leading) atau tidak dapat diandalkan (misleading). Bila tidak, maka harus dievaluasi untuk menentukan apakah audit harus diselesaikan sebagaimana yang direncanakan. Bukti dapat diperoleh dari saksi, korban dan pelaku; Pencarian dan penggeledahan; Penggunaan alat bantu (computer), dan tenaga ahli. Evaluasi bukti. Merupakan tahapan yang paling kritis sebab pada tahap ini akan ditentukan diperluas atau tidaknya untuk mendapatkan informasi tambahan sebelum simpulan diambil dan laporan disusun. Kegiatan mencakup evaluasi relevansi dapat diterima dan kompetensi. Evaluasi bukti dilakukan bila seluruh bukti terkait telah diperoleh. Hal ini dilakukan untuk 54

(i) menilai kasus terbukti atau tidak kebenarannya; (ii) evaluasi berkala untuk menilai kesesuaian hipotesis dengan fakta yang ada, (iii) perlu tidaknya pengembangan suatu bukti, (iv) antisipasi dengan urutan proses kejadian (sequence) dan kerangka waktu kejadian/time frame). Pembuktian Bukti Pembuktian menurut KUHAP antara lain Pasal 183 menetapkan bahwa Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana telah terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Sedangkan jenis alat bukti yang sah (I) keterangan saksi (Pasal 185, Pasal 1 butir 27); (ii) Keterangan Ahli (Pasal 187, Pasal 1 butir 28). (iii) Surat (Pasal 187), (iv) Petunjuk (Pasal 186), (v) Keterangan Terdakwa (Pasal 189). Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk menbuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain. Pembuktian yang dilakukan pada Instansi penyidik dalam digambarkan dibawah ini Selanjutnya, hasil dari pembuktian ditingkat penyidikan dan berkasnya dengan bukti-bukti yang cukup diserahkan kepada penuntut umum untuk diteliti berkas perkaranya bila tidak cukup bukti dihentikan penuntutan. Sebaliknya, bila cukup bukti dilimpahkan ke pengadilan negeri untuk dilaksanakan pembuktian di persidangan. Proses Pembuktian dalam persidangan secara lengkap digambarkan sebagai berikut Prosedur audit forensik utamanya ditekankan pada analisis laporan /analytical review dan teknik wawancara mendalam/in depth interview walaupun demikin masih juga tetap menggunakan teknis audit secara umum pengecekan fisik, rekonsiliasi dan konfirmasi. Audit forensik difokuskan pada area tertentu yang telah dipindai atau didugatengarai telah terjadi tindak kecurangan baik dari laporan pihak dalam atau orang pihak 55

ketiga/tip off atau petunjuk terjadinya kecurangan/red flags, maupun dengan petunjuk lainnya. Audit forensik biasa dilakukan dengan melalui beberapa tahapan yaitu auditor (i) memperoleh informasi awal fraud, (ii) memperoleh informasi tambahan bila diperlukan, (ii) melakukan analisis layak tidaknya diinvestigasi dari data yang tersedia, (iii) Menciptakan dan mengembangkan hipotesis-hipotesis yang didasarkan pada hasil analisis, (iv) Melakukan pengujian terhadap hipotesis, (v) memperbaiki maupun mengubah hipotesis berdasarkan hasil pengujian, (vi) mengumpulkan bukti-bukti fraud; (vii) evaluasi bukti-bukti, (viii) menyusun laporan LHF. Teknologi auditnya dapat memilih menggunakan (i) Melakukan audit fisik forensik, (ii) Melakukan konfirmasi atas hasil forensik, (iii) Audit buril atau dokumen yang terkait dengan kasus yang diforensik, (iv) Melakukan reviu secara analitikal atas kasus yang diforensik, (v) Meminta informasi lisan maupun tertulis atas kasus yang diforensik, (vii) Melakukan perhitungan ulang atas kasus forensik (reperformance), dan (viii) Melakukan pengamatan kasus forensik (observation). Kertas Kerja Investigasi (KKI) didokumentasikan secara baik. KKI berisi catatan, analisis, simpulan terhadap pelaksanaan/pelaksanaan investigasi yang menyangkut (i) penyimpangan dan penyebabnya; (ii) pengujian yang telah dilaksanakan, (iii) Bukti informasi yang diperoleh, (iv) hasil wawancara dan Berita Acara Permintaan Keterangan (BAPK), (v) Gambaran tentang modus operandi; dan (vi) simpulan audit investigasi dan rekomendasi. Laporan audit forensik yang utama adalah memuat informasi benar tidaknya fraud yang dipindai terjadi dengan dukungan barang bukti maupun alat bukti yang memadai sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku. Laporan dimaksud nara sumber hanya menyebutkan simpulan benar tidaknya fraud telah terjadi. 56

C. SOAL LATIHAN/TUGAS 1. Dalam audit sebelumnya auditor sudah memperoleh bukti audit, apakah dalam melakukan audit investigasi auditor perlu menambah jumlah bukti yang diperoleh, jelaskan pendapat saudara? 2. Dalam bukti hukum jelaskan apa yang dimaksud dengan barang bukti dan alat bukti? 3. Apakah bukti audit yang diperoleh auditor digunakan hanya sampai pada pelaporan audit investigasi saja, berikan alasan saudara? 4. Sebutkan dan Jelaskan peran auditor dalam peradilan? 57