PENGGUNAAN BOTTOM ASH YANG TELAH DIOLAH UNTUK PEMBUATAN BETON HVFA MUTU MENENGAH

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH TREATMENT PADA BOTTOM ASH TERHADAP KUAT TEKAN BETON HIGH VOLUME FLY ASH

PENGGUNAAN BOTTOM ASH SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT HALUS PADA MORTAR HVFA

PEMANFAATAN BOTTOM ASH DAN FLY ASH TIPE C SEBAGAI BAHAN PENGGANTI DALAM PEMBUATAN PAVING BLOCK

KETAHANAN DI LINGKUNGAN ASAM, KUAT TEKAN DAN PENYUSUTAN BETON DENGAN 100% FLY ASH PADA JANGKA PANJANG

PEMANFAATAN LUMPUR SIDOARJO SECARA MAKSIMAL DENGAN CAMPURAN FLY ASH DALAM PEMBUATAN MORTAR GEOPOLIMER

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah membuat program untuk membangun pembangkit listrik dengan total

PEMANFAATAN BOTTOM ASH SEBAGAI AGREGAT BUATAN

KARAKTERISTIK MORTAR DAN BETON GEOPOLIMER BERBAHAN DASAR LUMPUR SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. dalam dunia konstruksi modern saat ini.

PENGARUH KADAR FLY ASH TERHADAP KINERJA BETON HVFA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia nesia dikenal sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk

STUDI AWAL PEMBUATAN HIGH VOLUME LIGHT WEIGHT SIDOARJO MUD CONCRETE BRICK

KATA KUNCI : rheology, diameter, mortar, fly ash, silica fume, superplasticizer.

PEMANFAATAN LUMPUR SIDOARJO PADA PEMBUATAN BATA RINGAN NON STRUKTURAL DENGAN METODE CELLULAR LIGHTWEIGHT CONCRETE (CLC)

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK BETON GEOPOLIMER BERDASARKAN VARIASI WAKTU PENGAMBILAN FLY ASH

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PERBANDINGAN BEBERAPA PROSEDUR PEMBUATAN GEOPOLIMER BERBAHAN DASAR FLY ASH TIPE C

STUDI PENGEMBANGAN BETON 100% FLY ASH TIPE C: PENGARUH W/FA, SUPERPLASTICIZER, DAN KALSIUM TERHADAP KUAT TEKAN PASTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMBUATAN AGREGAT RINGAN GEOPOLIMER BERBASIS LUMPUR SIDOARJO DAN FLY ASH DENGAN MENGGUNAKAN FOAM AGENT

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Agregat yang digunakan untuk penelitian ini, untuk agregat halus diambil dari

PEMBUATAN BATAKO DENGAN MEMANFAATKAN CAMPURAN FLY ASH DAN LUMPUR SIDOARJO DENGAN KADAR YANG TINGGI

PENINGKATAN DURABILITAS BETON KONVENSIONAL DAN HVFA YANG MENGGUNAKAN METODE PERAWATAN STEAM CURING DENGAN COATING LARUTAN ALKALI DAN PASTA GEOPOLIMER

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC (Portland

TUGAS AKHIR PEMANFAATAN LUMPUR BAKAR SIDOARJO UNTUK BETON RINGAN DENGAN CAMPURAN FLY ASH, FOAM, DAN SERAT KENAF

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH BERBAGAI KADAR VISCOCRETE PADA BERBAGAI UMUR KUAT TEKAN BETON MUTU TINGGI f c = 45 MPa

PENGARUH PENAMBAHAN BORAKS DAN KALSIUM OKSIDA TERHADAP SETTING TIME DAN KUAT TEKAN MORTAR GEOPOLIMER BERBAHAN DASAR FLY ASH TIPE C

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

KOMPOSISI CAMPURAN OPTIMUM BOTTOM ASH DAN FLY ASH SEBAGAI AGREGAT BUATAN

PENGARUH KOMBINASI SEMEN-FLY ASH DAN VARIASI WATER CONTENT DENGAN PENAMBAHAN SUPERPLASTICIZER TERHADAP KEPADATAN PASTA

PENGARUH SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN DENGAN ABU TERBANG TERHADAP KARAKTERISTIK TEKNIS BETON

ANALISIS SIFAT MEKANIS BETON MUTU TINGGI DENGAN MEMANFAATKAN TEKNOLOGI HIGH VOLUME FLY ASH CONCRETE. Naskah Publikasi

Pengaruh Penambahan Admixture Jenis F dan Substitusi Silica Fume terhadap Semen pada Kuat Tekan Awal Self Compacting Concrete

Perhitungan Mix Design Beton (ACI 211.4R-93)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL PENELITIAN. Tabel V-1 Hasil analisa fly ash Analisis kimia Satuan Fly ash Pasaran

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fly ash terhadap kuat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KAJIAN KORELASI RASIO-AIR-POWDER DAN KADAR ABU TERBANG TERHADAP KINERJA BETON HVFA

The 1 st INDONESIAN STRUCTURAL ENGINEERING AND MATERIALS SYMPOSIUM Department of Civil Engineering Parahyangan Catholic University

PENGARUH VARIASI KADAR SUPERPLASTICIZER TERHADAP NILAI SLUMP BETON GEOPOLYMER

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PERBANDINGAN PEMAKAIAN AIR KAPUR DAN AIR TAWAR SERTA PENGARUH PERENDAMAN AIR GARAM DAN AIR SULFAT TERHADAP DURABILITAS HIGH VOLUME FLY ASH CONCRETE

BAB IV HASIL DAN ANALISA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Karakteristik Fisik dan Kimia Fly Ash dari Perusahaan Ready Mix Beton dan Limbah Pabrik terhadap Sifat Mekanik Pasta dan Mortar

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSETUJUAN KATA PENGANTAR PERSEMBAHAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI

SIFAT MEKANIK KUAT TARIK BELAH DAN POROSITAS BETON MENGGUNAKAN LIMBAH ABU BATUBARA (POND ASH)

Pemanfaatan Mikrobakteri Terhadap Beton Mutu Tinggi dengan Tambahan Silica Fume

BAB I PENDAHULUAN. Beton merupakan salah satu bahan material yang selalu hampir digunakan pada

PENGARUH PEMANFAATAN ABU TERBANG (FLY ASH) DARI PLTU II SULAWESI UTARA SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN TERHADAP KUAT TEKAN BETON

Perlu adanya suatu alternatif bahan yang bisa mengurangi kadar semen, tetapi tidak mengurangi kekuatan (strength) beton itu sendiri dan sifat-sifat

FAKTOR - FAKTOR PENYEBAB PEMUAIAN DALAM PEMBUATAN AGREGAT RINGAN GEOPOLIMER BERBASIS LUMPUR SIDOARJO

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH PENAMBAHAN SUPERPLASTICIZER PADA KINERJA BETON GEOPOLIMER

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hasil

III. METODE PENELITIAN. ini adalah paving block dengan tiga variasi bentuk yaitu berbentuk tiga

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan beton non pasir, yaitu beton yang dibuat dari agregat kasar, semen dan

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH FLY ASH PADA KUAT TEKAN CAMPURAN BETON MENGGUNAKAN EXPANDED POLYSTYRENE SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL PASIR

Sukolilo Surabaya, Telp , ABSTRAK

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH SUBTITUSI ABU SERABUT KELAPA (ASK) DALAM CAMPURAN BETON. Kampus USU Medan

KOMPATIBILITAS ANTARA SUPERPLASTICIZER TIPE POLYCARBOXYLATE DAN NAPHTHALENE DENGAN SEMEN LOKAL

PENGARUH PENAMBAHAN METAKAOLIN TERHADAP KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON MUTU TINGGI

ANALISIS SIFAT MEKANIS BETON MUTU NORMAL DENGAN PEMAKAIAN FLY ASH LEBIH DARI 50% DAN SUPERPLASTICIZER

BAB I PENDAHULUAN. serta bahan tambahan lain dengan perbandingan tertentu. Campuran bahan-bahan

PENGARUH PENAMBAHAN FLY ASH PADA SELF COMPACTING CONCRETE (SCC) TERHADAP KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PEMERIKSAAN AGREGAT

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

> NORMAL CONCRETE MIX DESIGN <

PEMANFAATAN TEKNOLOGI HIGH VOLUME FLY ASH CONCRETE UNTUK MEMPRODUKSI BETON KUAT TEKAN NORMAL

Tinjauan Kembali Mengenai Pengaruh Modulus Kehalusan Pasir terhadap Kuat Tekan Beton

APLIKASI BETON RAMAH LINGKUNGAN

PENGARUH PENAMBAHAN FLY ASH TERHADAP KUAT TEKAN DAN TARIK PEREKAT BATA RINGAN

PENGGUNAAN ABU DASAR BATUBARA SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN LATASIR B TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL.

STUDI AWAL PENGARUH PENAMBAHAN FOAM PADA PEMBUATAN BATA BETON GEOPOLIMER BERBAHAN DASAR LUMPUR SIDOARJO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Beton sebagai salah satu bahan konstruksi banyak dikembangkan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MIX DESIGN METODE SKSNI MENGGUNAKAN MATERIAL AGREGAT KASAR DAN HALUS DENGAN BERAT JENIS RENDAH

STUDI EKSPERIMENTAL PENGGUNAAN PECAHAN BETON RECYCLE SEBAGAI AGREGAT KASAR PADA BETON DENGAN MUTU RENCANA f c = 25 MPa

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) D-104

PENGARUH WAKTU CAMPUR DAN FAKTOR AIR SEMEN TERHADAP KUAT TEKAN DAN KUAT TARIK BELAH BETON 1 HARI DENGAN BAHAN TAMBAH FLY ASH ABU LIMBAH BATU BARA

PEMBUATAN BETON RINGAN DENGAN CRUMB RUBBER LIGHTWEIGHT CONCRETE MAKING WITH RUBBER CRUMB

BAB V HASIL PEMBAHASAN

Transkripsi:

PENGGUNAAN BOTTOM ASH YANG TELAH DIOLAH UNTUK PEMBUATAN BETON HVFA MUTU MENENGAH Yohanes Christian 1, Andry Wirananda 2, Antoni 3, Djwantoro Hardjito 4 ABSTRAK : Bottom ash merupakan limbah pembakaran batu bara dari PLTU. Di Indonesia pemanfaatan bottom ash sebagai material konstruksi belum maksimal. Terdapat potensi penggunaan bottom ash sebagai pengganti agregat halus pada beton. Dalam penelitian ini, bottom ash akan diberikan treatment ayak dan tumbuk sebelum digunakan sebagai pengganti agregat halus pada beton high volume fly ash (HVFA). Pengujian awal dilakukan dengan menguji karakteristik dari pasir Lumajang dan bottom ash yang akan dipakai seperti water content, analisa ayakan, dan fineness modulus. Pengujian kuat tekan dan slump test dilakukan pada beton HVFA yang menggunakan pasir Lumajang dibandingkan dengan beton HVFA yang menggunakan bottom ash yang telah diberi treatment. Dari penelitian ini, didapatkan hasil bahwa semakin banyak persentase penggantian pasir Lumajang dengan bottom ash maka semakin banyak pula penurunan kekuatan dan workability dari beton HVFA. Penurunan workability dapat diatasi dengan memberikan treatment penumbukan pada bottom ash. KATA KUNCI : bottom ash, treatment, beton high volume fly ash (HVFA), kuat tekan, workability 1. PENDAHULUAN Beton merupakan material utama dalam dunia konstruksi yang terbuat dari campuran semen, agregat, dan air. Di jaman sekarang ini hampir semua konstruksi bangunan menggunakan beton konvensional yang memiliki banyak permasalahan. Salah satunya yaitu bahan material yang terbatas seperti semen dan pasir. Agar dapat mengurangi dampak penggunaan semen dan pasir pada beton serta mengatasi keterbatasan material dibutuhkan bahan pengganti yang lebih ramah lingkungan. Fly ash dan bottom ash adalah abu limbah pembakaran batu bara pada PLTU. Abu yang diambil dari dasar tungku disebut bottom ash, sedangkan yang terangkat ke atas oleh gas pembakaran disebut fly ash (Aggarwal & Siddique, 214). Fly ash umumnya berbentuk bulat (spherical), berdiameter antara 1 µm hingga 15 µm dipengaruhi oleh jenis alat pengumpul debu yang dioperasikan. Fly ash dapat dibagi menjadi 2 jenis umum, yaitu tipe C dan F (Ramezanianpour, 214). Beton HVFA merupakan beton yang mengandung minimal 5% fly ash, memiliki water content rendah (13 kg/m 3 ), kadar semen kurang dari 2 kg/m 3, dan water-cement ratio yang rendah (<,4) (Reiner & Rens, 26). Beton HVFA memiliki kadar water content yang rendah sehingga water reducer (superplasticizer) digunakan untuk mendapatkan workability yang diinginkan. Beton HVFA dapat mencapai kekuatan tekan dan tarik yang setara bahkan lebih tinggi ketika dibandingkan dengan beton konvensional (Kumar, Tike, & Nanda, 27). `1 Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil Universitas Kristen Petra Surabaya, yohanescb@petra.ac.id 2 Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil Universitas Kristen Petra Surabaya, andryraharjo278@petra.ac.id 3 Dosen Program Studi Teknik Sipil Universitas Kristen Petra Surabaya, antoni@petra.ac.id 4 Dosen Program Studi Teknik Sipil Universitas Kristen Petra Surabaya, djwantoro.h@petra.ac.id 1

Bottom ash mempunyai sifat pozzolan yang cocok digunakan dalam pembuatan beton. Beton yang menggunakan bottom ash dengan kalsium rendah sebagai pengganti agregat halus lebih stabil dan lebih memiliki ketahanan terhadap penetrasi ion klorida daripada beton tanpa bottom ash (Singh & Siddique, 215).Penggunaan bottom ash sebagai material konstruksi masih memiliki banyak hambatan. Salah satu hambatan dari penggunaan bottom ash adalah bentuk partikel bottom ash yang kasar sehingga cenderung saling mengikat satu sama lain yang menyebabkan berkurangnya workability. Selain itu bottom ash memiliki permukaan pori-pori yang cukup besar sehingga menyebabkan penyerapan air cukup besar. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas dari campuran akibat dari peningkatan water content (Kim, 215). Untuk mengatasi permasalahan terkait dengan bentuk partikel bottom ash tersebut, treatment yang dapat dilakukan di antaranya adalah mengurangi ukuran partikel dengan penggilingan dan pengayakan pada bottom ash. Tujuan dari treatment ini adalah agar dapat mengurangi pori-pori dan ukuran partikel yang dengan kata lain mengurangi penggunaan air serta meningkatkan workability sehingga meningkatkan efektivitas penggunaan dari bottom ash tersebut (Kim, 215). Pemanfaatan bottom ash di Indonesia sendiri dikarenakan bentuk partikelnya yang kasar dan porous, serta penurunan kekuatan dan workability yang akibat penggunaan bottom ash. Di PLTU Paiton sendiri bottom ash hanya digunakan sebagai bahan pembuatan paving block dan belum ada upaya penggunaan bottom ash sebagai campuran dalam beton. Untuk itu, dilakukan penelitian dengan menggabungkan dan mengembangkan penelitian sebelumnya (Wahyudi & Vincent, 216; Kim, 215; Kim & Lee, 211; Singh & Siddique, 215), yaitu menggunakan bottom ash yang telah diberi treatment sebagai pengganti agregat halus pada beton HVFA. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa pengaruh penggunaan bottom ash yang diberi treatment terhadap kuat tekan dan workability beton HVFA untuk memanfaatkan fly ash dan bottom ash secara maksimal sebagai material pembuatan beton. 2. RANCANGAN PENELITIAN 2.1 Material Cementitious material yang digunakan adalah semen PPC produksi PT. Semen Gresik dan fly ash tipe C dari PT. YTL di PLTU Paiton, Probolinggo, Jawa Timur. Agregat halus digunakan pasir Lumajang dan bottom ash dari PT. YTL di PLTU Paiton, Probolinggo, Jawa Timur. Pasir Lumajang dikondisikan dalam keadaan saturated surface dry (SSD) sebelum digunakan sedangkan bottom ash dengan water content 3%. Fly ash yang digunakan memiliki ph sebesar 11.8, diperoleh dari pengetesan ph berdasarkan ASTM D5239-12. Bottom ash yang diambil dari PT. YTL dinamakan raw bottom ash (RBA) dimasukkan ke dalam oven hingga mencapai kondisi oven dry, kemudian diayak menggunakan ayakan berukuran 5 mm dinamakan sieved bottom ash (SBA) yang memiliki ukuran partikel -5 mm. Bottom ash yang tidak lolos ayakan 5 mm kemudian ditumbuk secara manual selama 5 menit kemudian disaring kembali dan yang tidak lolos ditumbuk ulang dengan bottom ash berikutnya hingga semua partikel lolos dari ayakan 5 mm, diberi nama pounded bottom ash (PBA). Bentuk partikel fly ash, pasir Lumajang, dan bottom ash dapat dilihat pada Gambar 1, sedangkan hasil pengujian XRF (X-Ray Fluorescence) fly ash dan bottom ash dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil pengujian water content pada kondisi SSD dan fineness modulus untuk pasir Lumajang dan bottom ash dapat dilihat pada Tabel 2 dan analisa ayakan dapat dilihat pada Gambar 2. Air yang digunakan adalah air aquades demineralized (Aqua DM) dengan ph 7 dan superplasticizer (SP) yang di gunakan adalah tipe polycarboxylate ether merek Viscocrete 13 dari PT. Sika. Dari analisa water content, SBA dan PBA memiliki water content lebih tinggi dari pasir Lumajang dikarenakan bottom ash memiliki banyak rongga udara sehingga membutuhkan lebih banyak air untuk mendapai kondisi SSD. Dari hasil tes ayakan, Pounded Bottom Ash (PBA) memiliki hasil paling baik karena partikelnya terdistribusi dengan baik. Finenes modulus dari PBA adalah yang paling tinggi, dikarenakan oleh ukuran partikel yang terdistribusi dengan baik. Sedangkan untuk Sieved Bottom Ash (SBA) ukuran partikelnya lebih seragam

sehingga menimbulkan fineness modulus yang lebih rendah dan hampir sama dengan fineness modulus dari pasir Lumajang. (a) (b) (c) (c) (d) Gambar 1. (a) Fly Ash, (b) Pasir, (c) RBA, (d) SBA, (e) PBA Tabel 1. Hasil XRF Fly Ash dan Bottom Ash Komponen SiO 2 Al 2 O 3 Fe 2 O 3 TiO 2 CaO MgO K 2 O Na 2 O SO 3 MnO 2 P 2 O 5 L O I Fly Ash (%) Bottom Ash (%) 34.29 16.62 1 5. 3 8. 7 3 1 8. 1 8 7. 5 2 1. 3 5 2. 9 7 1. 6 3. 1 7. 2 5. 3 6 34.39 1.2 1 8. 4 1. 6 5 2 1. 1 6 9. 7. 9. 2 4. 6 6. 2 2-3. 5 4 Tabel 2. Hasil Tes Water Content dan Fineness Modulus Material Material Water Content Fineness Modulus Pasir.5 2.59 SBA 2.9 2.65 PBA 3 3.2 3

Persentase Lolos Ayakan 1 9 8 7 6 5 4 3 2 1.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 Ukuran Ayakan (mm) Pasir SBA PBA Gambar 2. Grafik Gradasi Material 2.2. Komposisi Campuran Komposisi campuran beton HVFA per meter kubik dapat dilihat pada Tabel 3. Pada penelitian ini beton HVFA dibuat 15 spesimen berukuran 15 x 15 x 15 cm 3 untuk setiap mix designnya. Cementitious material di semua komposisi campuran adalah semen dan fly ash dengan perbandingan massa 1:1. Jumlah air dan superplasticizer (SP) yang dipakai berasal dari presentase massa cementitious material. Penamaan SBA (Sieved Bottom Ash) dan PBA (Pounded Bottom Ash) menunjukkan material bottom ash yang dipakai, diikuti dengan tiga digit angka yang menunjukkan presentase substitusi massa pasir dengan bottom ash. Kode CTRL adalah campuran kontrol yang digunakan sebagai pembanding. Campuran CTRL menggunakan pasir Lumajang tanpa menggunakan bottom ash. Penambahan superplasticizer dilakukan sesuai kebutuhan untuk mencapai nilai slump 5 ± 2.5 cm. Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur 3, 7, 28, dan 56 hari. Tabel 3. Komposisi Campuran Per Meter Kubik Semen Fly Ash Pasir SBA PBA Kerikil SP Nama w/c (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) (%) CTRL 193.75 193.75 772.93 124.58.31 SBA2 193.75 193.75 618.34 154.59 124.58.31 SBA5 193.75 193.75 386.46 386.46 124.58.31.1 SBA8 193.75 193.75 154.59 618.34 124.58.31.5 SBA1 193.75 193.75 772.93 124.58.31.7 PBA1 193.75 193.75 772.93 124.58.31 3. HASIL PENGUJIAN DAN DISKUSI 3.1. Kuat Tekan Gambar 3 menunjukkan bahwa penambahan bottom ash mengurangi kuat tekan dari beton. Semakin tinggi persentase penggantian pasir lumajang dengan bottom ash maka kuat tekan beton semakin rendah. Pada umur 3 hari perbedaan kuat tekan antara beton kontrol dengan beton yang ditambahkan bottom ash tidak terlalu signifikan dimana pada beton dengan penggantian 1% bottom ash yang telah ditumbuk (spesimen PBA 1) kuat tekan mencapai 8.1% dari beton kontrol. Pada penggantian 1% pasir 4

Lumajang dengan bottom ash (spesimen SBA 1) kuat tekan mencapai 87.7% dari beton Kontrol yang menggunakan pasir Lumajang saja sebagai agregat halus pada umur 28 hari. Penggantian 1% pasir Lumajang dengan bottom ash yang ditreatment tumbuk (spesimen PBA 1) memiliki kuat tekan 71.6% dari beton kontrol meskipun workability mengalami peningkatan dibandingkan dengan bottom ash yang tidak ditumbuk. Gambar 3. Perbandingan Kuat Tekan Beton HVFA 3.2. Workability Beton HVFA Gambar 4 menunjukkan bahwa penambahan bottom ash sebagai pengganti agregat halus juga mempengaruhi workability dari campuran beton HVFA. Analisa workability dilakukan dengan menghitung penurunan slump pada campuran beton segar dan penambahan superplasticizer untuk mencapai slump 5 ± 2.5 cm. Pada penggantian 1% pasir Lumajang dengan bottom ash (spesimen SBA 1) diperlukan superplasticizer sebanyak.7% dari material cementitious untuk mencapai slump sebesar 3.5 cm. Semakin sedikit persentase penggantian pasir Lumajang dengan bottom ash maka kebutuhan superplasticizer juga semakin berkurang, dimana pada penggantian 35% bottom ash tidak diperlukan superplasticizer untuk mencapai slump yang dibutuhkan. 6 5 4 3 2 1 1.8.6.4.2 slump (cm) sp (%) CTRL SBA 2 SBA 5 SBA 8 SBA 1PBA 1 Gambar 4. Korelasi antara Slump dan Kebutuhan Superplasticizer 5

Kuat tekan (MPa) Kuat Tekan (MPa) 3.3 Korelasi Density dengan Kuat Tekan Beton HVFA Dilakukan juga analisa terhadap variabel density pada beton sehingga dapat mengevaluasi secara akurat akibat penggantian pasir Lumajang dengan bottom ash. Korelasi dilakukan dengan cara menghubungkan density setiap spesimen yang dibuat dan kuat tekan betonnya pada umur 3, 7, 28, dan 56 hari. Kuat tekan beton HVFA menggunakan satuan MPa, sedangkan untuk density menggunakan satuan kg/m 3. Berikut grafik korelasi density dan kuat tekan beton disajikan pada Gambar 5. 5 45 4 35 3 25 2 y =.81x - 2.3964 15 1 5 23 235 24 245 25 255 Density (kg/m3) CTRL SBA 2 SBA 5 SBA 8 SBA 1 PBA 1 (a) 5 45 4 35 3 25 y =.461x - 87.61 2 15 1 5 23 235 24 245 25 255 Density (kg/m3) CTRL SBA 2 SBA 5 SBA 8 SBA 1 PBA 1 (b) 6

Kuat tekan (MPa) 5 4 y =.563x - 98.833 3 2 1 23 235 24 245 25 255 Density (kg/m3) CTRL SBA 2 SBA 5 SBA 8 (c) Gambar 5. Korelasi Density dengan Kuat Tekan pada Umur (a) 3 dan (b) 7 Hari Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin banyak penggantian pasir Lumajang dengan bottom ash maka density beton semakin rendah. Hal ini disebabkan karena partikel bottom ash yang memiliki banyak rongga sehingga density dari beton menjadi rendah. 3.4 Analisa Visual Spesimen Beton HVFA Dilihat secara visual terdapat perbedaan warna permukaan pada spesimen beton tanpa penambahan bottom ash dengan beton yang menggunakan bottom ash. Beton yang tidak menggunakan bottom ash memiliki warna permukaan lebih terang daripada yang menggunakan bottom ash. Perbedaan warna ini dapat dilihat dari Gambar 6. (a) (b) (c) (d) (e) (f) Gambar 6. Spesimen (a) CTRL, (b) SBA2, (c) SBA5, (d) SBA8, (e) SBA1, dan (f) PBA1 7

4. Kesimpulan Dari pemberian treatment pengayakan dan penumbukan pada material bottom ash dan penggunaannya pada campuran beton HVFA telah didapat kesimpulan sebagai berikut: 1. Pada sieved bottom ash dan pounded bottom ash kebutuhan water content untuk mencapai kondisi SSD (2.9% dan 3%) jauh lebih tinggi sekitar 6 kali lipat jika dibandingkan dengan pasir Lumajang (.5%). Untuk itu pembuatan beton HVFA menggunakan bottom ash membutuhkan lebih banyak air jika dibandingkan dengan menggunakan pasir Lumajang. 2. Pada beton dengan penggantian 1% pasir Lumajang dengan sieved bottom ash (SBA1), kuat tekan dari beton adalah sekitar 72.5% dari kekuatan tekan beton kontrol (CTRL) yang menggunakan 1% pasir Lumajang untuk agregat halusnya pada umur beton 7 hari. Sedangkan pada komposisi campuran PBA1, kuat tekan yang diperoleh hampir sama dengan beton SBA1 hanya berselisih.3 MPa. 3. Penggunaan sieved bottom ash sebagai pengganti agregat halus mengakibatkan adanya penurunan workability dilihat dari dibutuhkannya superplasticizer untuk mencapai slump yang ditargetkan. Namun, treatment penumbukan bottom ash dapat meningkatkan workability dari campuran beton sehingga tidak membutuhkan superplasticizer pada penggantian 1% pasir Lumajang dengan pounded bottom ash (Spesimen PBA1). 4. Penggantian pasir Lumajang dengan 2% sieved bottom ash (spesimen SBA2) merupakan penggantian yang paling ideal karena dapat mencapai kekuatan rencana beton mutu menengah (2-4 MPa) dan workability masih tinggi sehingga memungkinkan diaplikasikan pada komponen struktur bangunan. 5. DAFTAR REFERENSI Aggarwal, Y., & Siddique, R. (214). Microstructure and Properties of Concrete Using Bottom Ash and Waste Foundry Sand as Partial Replacement of Fine Aggregates. Construction and Building Materials, 54, 21 223. http://doi.org/1.116/j.conbuildmat.213.12.51 Kim, H. K. (215). Utilization of sieved and ground coal bottom ash powders as a coarse binder in highstrength mortar to improve workability. Construction and Building Materials, 91, 57 64. http://doi.org/1.116/j.conbuildmat.215.5.17 Kim, H. K., & Lee, H. K. (211). Use of Power Plant Bottom Ash as Fine and Coarse Aggregates in High- Strength Concrete. Construction and Building Materials, 25(2), 1115 1122. http://doi.org/1.116/j.conbuildmat.21.6.65 Kumar, B., Tike, G. K., & Nanda, P. K. (27). Evaluation of Properties of High-Volume Fly-Ash Concrete. Journal of Materials in Civil Engineering, 19(October), 96 911. http://doi.org/1.161/(asce)899-1561(27)19:1(96). Ramezanianpour, A. A. (214). Cement Replacement Materials (1 st ed.). Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. http://doi.org/1.17/978-3-642-36721-2. Retrieved December 8, 215, from ScienceDirect (Elsevier) database. Reiner, M., & Rens, K. (26). High-Volume Fly Ash Concrete: Analysis and Application. Practice Periodical on Structural Design and Construction, 11(February), 58 64. http://doi.org/1.161/(asce)184-68(26)11:1(58) Singh, M., & Siddique, R. (215). Properties of Concrete Containing High Volumes of Coal Bottom Ash as Fine Aggregate. Journal of Cleaner Production, 91, 269 278. http://doi.org/1.116/j.jclepro.214.12.26 Wahyudi, S., & Vincent, A. (216). Beton HVFA dengan Bottom Ash sebagai Pengganti Agregat Halus untuk Beton Kekuatan Menengah, Tugas Akhir. Universitas Kristen Petra, Surabaya. 8