BAB I PENDAHULUAN. melalui kegiatan pinjam-meminjam. Kegiatan pinjam-meminjam terdapat produk yang dapat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Dalam rangka

BAB IV PENUTUP. maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Substansi dari jaminan fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999

BAB III PERBANDINGAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 DENGAN HUKUM RAHN TASJÎLÎ

BAB I PENDAHULUAN. usahanya berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian (akad) antara

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Salah. satunya pegadaian syariah yang saat ini semakin berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. dengan istilah pembiayaan yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syari ah baik

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir, perekonomian yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi Islam belakangan ini mulai menunjukkan. peningkatan yang berarti di Indonesia maupun dunia. Ekonomi Islam juga

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan umum usaha agribisnis di Indonesia, terutama yang berkaitan

Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

BAB IV TINJAUAN FATWA NO /DSN-MUI/III/2002 TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD IJA>RAH PADA SEWA TEMPAT PRODUK GADAI EMAS BANK BRI SYARIAH KC SURABAYA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. peneliti menemukan beberapa hal penting yang bisa dicermati dan dijadikan acuan penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tidak sesuai dengan kondisi keuangan yang dimiliki.

Rahn - Lanjutan. Landasan Hukum Al Qur an. Al Hadits

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Pelaksanaan Jaminan Fidusia di Bank Syariah Mandiri KCP Solok. menanyakan langsung kepada pihak warung mikro itu sendiri.

BAB IV ANALISA A. PELAKSANAAN IB RAHN EMAS DI BANK JATENG SYARIAH KANTOR CABANG SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pemberian Pembiayaan Jaminan Fidusia di Bank Syariah

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI IJĀRAH JASA SIMPAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG BLAURAN SURABAYA

TANGGUNG JAWAB MURTAHIN (PENERIMA GADAI SYARIAH) TERHADAP MARHUN (BARANG JAMINAN) DI PT. PEGADAIAN (PERSERO) CABANG SYARIAH UJUNG GURUN PADANG

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari sejarah pertumbuhan bank syariah. 1 Bank secara. kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.

PELAKSANAAN GADAI SYARIAH PADA PERUM PEGADAIAN SYARIAH (Studi Kasus: Pegadaian Syariah Cabang Ujung Gurun Padang) SKRIPSI

BAB IV PEMBAHASAN. A. Implementasi Akad pada produk Gadai Emas di bank Syariah

BAB I PENDAHULUAN. sehingga pinjam meminjam menjadi salah satu cara terbaik untuk

Rahn /Gadai Akad penyerahan barang / harta (marhun) dari nasabah (rahin) kepada bank (murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam segala aspek

BAB IV ANALISIS BESARAN UJRAH DI PEGADAIAN SYARIAH KARANGPILANG SURABAYA DALAM PERSPEKTIF FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002

BAB IV ANALISIS PENERAPAN MULTI AKAD DALAM PEMBIAYAAN ARRUM (USAHA MIKRO KECIL) PEGADAIAN SYARIAH (STUDI KASUS DI PEGADAIAN SYARIAH PONOLAWEN KOTA

BAB I PENDAHULUAN. kepada Muhammad S.A.W. sebagai petunjuk dan pedoman yang mengandung

A. Kesimpulan Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Gadai. emas BSM adalah penyerahan hak penguasaan secara fisik atas

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB IV ANALISIS DATA. Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan Bandar Lampung. mendeskripsikan dan mengilustrasikan rangkaian pelaksaan gadai dari awal

BAB V PENUTUP. kepada Kospin Jasa Syariah sebagai agunan atas pembiayaan yang di terima

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Nadhifatul Kholifah, Topowijono & Devi Farah Azizah (2013) Bank BNI Syariah. Hasil Penelitian dari penelitian ini, yaitu:

ABSTRAKSI. Kata Kunci : Akuntansi Pendapatan, Pegadaian Konvensional, Pegadaian Syariah

BAB III STUDI PUSTAKA. Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

membutuhkan pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Salah satunya pegadaian syariah yang saat ini semakin berkembang.

A. Latar Belakang Masalah

BAB IV IMPLEMENTASI FATWA DSN NO.25/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN PADA PRODUK AR-RAHN. A. Aplikasi Pelaksanaan Pembiayaan Rahn Di Pegadaian Syariah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyediaan dana secara cepat ketika harus segera dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. barang yang digadaikan tersebut masih sayang untuk dijual. Pengertian gadai

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian masyarakat berdampak terhadap

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB V PEMBAHASAN. dipaparkan pada bab sebelumnya. Sebagaimana yang ditegaskan dalam teknik analisa data

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, baik kebutuhan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

1. Analisis Praktek Gadai Emas di Bank Syariah Mandiri Cabang Karangayu. akad rahn sebagai produk pelengkap yang berarti sebagi akad tambahan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK GADAI TANAH SAWAH DI DESA ULULOR KECAMATAN PRACIMANTORO KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

Pembebanan Jaminan Fidusia

BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS

BAB IV ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. Pelembagaan Bisnis gadai pertama kali di Indonesia sejak Gubernur

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berinteraksi antara satu dengan yang lain. Masing- masing

PENERAPAN TEORI DAN APLIKASI PENGGADAIAN SYARIAH PADA PERUM PENGGADAIAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang

BAB I PENDAHULUAN. lain sehingga muncul hubungan utang piutang. Suatu utang piutang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

MENCERMATIPROBLEMA HUKUM DALAM PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG JAMINAN FIDUSIA (UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999) Oleh: Munawar Kholil

BAB I PENDAHULUAN. Islam merupakan agama yang sempurna dengan Al-Qur an sebagai sumber

BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Marhu>n adalah harta yang ditahan oleh pihak murtahi>n untuk. marhu>n bihi. Jika marhu>n sama jenisnya dengan hak yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang amat damai dan sempurna telah diketahui dan dijamin

BAB I PENDAHULUAN. bentuk penyaluran dana kemasyarakat baik bersifat produktif maupun konsumtif atas dasar

BAB IV ANALISIS APLIKASI RAHN PADA PRODUK GADAI EMAS DALAM MENINGKATKAN PROFITABILITAS BNI SYARIAH KANTOR CABANG SURABAYA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat juga dinamai alhabsu.

Analisis Pelaksanaan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomer : 26/DSN- MUI/III/2002 Tentang Rahn Emas pada Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Cimahi

BAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

RAHN, DAN KETENTUAN FATWA DEWAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. yang kemudian menyebar ke bagian Asean lainnya termasuk Indonesia.

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN. A. Implementasi gadai di PT. Bank BNI Syariah Cabang Dharmawangsa Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. di dalamnya juga mencakup berbagai aspek kehidupan, bahkan cakupannya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Allah S.W.T. sebagai khalifah untuk memakmurkan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan terssebut diperoleh melalui pinjaman-pinjaman atau

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat, baik dalam aspek politik, ekonomi, sosial,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam istilah bahasa Arab, gadai di istilahkan dengan rahn dan juga dapat

BAB IV PEMANFAATAN GADAI SAWAH PADA MASYARAKAT DESA SANDINGROWO DILIHAT DARI PENDAPAT FATWA MUI DAN KITAB FATH}UL MU I<N

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Gadai Emas Syariah Pada PT Bank Syariah Mandiri

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, perkembangan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) mengalami peningkatan yang cukup pesat tidak hanya pada negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai syariah dalam operasional kegiatan usahanya. Hal ini terutama didorong

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan jaminan, hal ini demi keamanan pemberian kredit tersebut dalam

BAB IV ANALISIS PENERAPAN BIAYA IJARAH DI PEGADAIAN SYARIAH SIDOKARE SIDOARJO MENURUT PRINSIP NILAI EKONOMI ISLAM

ANALISIS PENENTUAN TARIF POTONGAN IJARAH DAN PERLAKUAN AKUNTANSI ATAS PEMBIAYAAN IJARAH OLEH PERUM PEGADAIAN SYARIAH CABANG MALANG.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai banyak fungsi seperti dapat melakukan jual beli (murabahah),

PENENTUAN BIAYA PEMELIHARAAN BARANG GADAI MENURUT FATWA DSN MUI NO 26 TAHUN 2002 ( STUDI KASUS PEGADAIAN SYARIAH CABANG KOTA LANGSA) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan meningkatnya pembangunan ekonomi dan kebutuhan semakin banyak yang sebagain besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan pinjam-meminjam. Kegiatan pinjam-meminjam terdapat produk yang dapat digunakan oleh masyarakat dalam bentuk penjaminan barang guna mendapatkan pembiayaan, diantaranya yaitu Rahn, dan jaminan fidusia. Rahn menurut Imam Ibnu Qudhamah dalam Kitab al-mughni yang dinukilkan oleh Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan dan Sapiudin Shidiq dalam bukunya yang berjudul Gadai Syariah di Indonesia adalah suatu hutang untuk dipenuhi dari harganya, apabila yang berhutang tidak sanggup membayarnya dari orang yang berpiutang. Sedangkan menurut Imam Abu Zakaria al-anshary dalam kitabnya Fathul Wahab yang dinukilkan pula oleh Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan dan Sapiudin Shidiq mendefinisikan rahn adalah menjadikan benda yang bersifat harta benda sebagai kepercayaan dari suatu yang dapat dibayarkan dari harta benda tersebut bila utang tidak dibayar. Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya. 1 Jaminan fidusia dan rahn merupakan produk pembiayaan yang saat ini berkembang dengan pesat di tengah-tengah kehidupan masyarakat, karena selain mempermudah 1 Pasal 1 Angka (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168).

masyarakat dalam memenuhi kehidupan baik perseorangan ataupun badan hukum. Kedua produk pembiayaan melalui kegiatan pinjam-meminjam dengan bentuk penjaminan barang. Yang dijadikan jaminan adalah harta benda untuk mendapatkan kepercayaan suatu hutang, di mana harta tersebut dapat dilelang jika yang berhutang tidak dapat melunasi hutangnya tersebut. Di dalam Islam, kegiatan pinjam-meminjam yang menggunakan penjaminan barang dapat menggunakan akad yang disebut rahn tasjîlî yang merupakan salah satu bentuk dari rahn. Menurut fatwa Nomor 68/DSN-MUI/III/2008 dinyatakan bahwa : rahn tasjîlî adalah jaminan dalam bentuk barang atas utang tetapi barang jaminan tersebut (marhun) tetap berada dalam penguasaan (pemanfaatan) rahin dan bukti kepemilikannya diserahkan kepada murtahin. Untuk mengetahui lebih dalam persamaan dan perbedaan di antara konsep jaminan fidusia dengan rahn tasjîlî di atas perlu dilakukan penelitian intensif dalam kerangka penelitian hukum normatif, maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian, terkait Perbandingan Hukum Jaminan Fidusia Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Dengan Hukum Rahn Tasjîlî Menurut Fatwa Nomor 68/DSN-MUI/III/2008. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana substansi jaminan fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia dengan substansi rahn tasjîlî menurut fatwa Nomor 68/DSN- MUI/III/2008? 2. Bagaimana perbandingan hukum antara jaminan fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 dengan rahn tasjîlî menurut fatwa Nomor 68/DSN-MUI/III/2008? C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui substansi jaminan fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia dengan substansi rahn tasjîlî menurut fatwa Nomor 68/DSN- MUI/III/2008. 2. Untuk mengetahui perbandingan hukum antara jaminan fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 dengan rahn tasjîlî menurut fatwa Nomor 68/DSN-MUI/III/2008. D. Manfaat Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis. Secara teoritis, Menambah pengetahuan perkembangan hukum positif maupun hukum Islam bagi yang mendalami ilmu hukum khususnya di bidang pembiayaan konsumen yang berupa jaminan fidusia dan rahn tasjîlî. Manfaat praktis, Dapat memberikan kontribusi keilmuan bagi lembaga pembiayaan. E. Definisi Konseptual 1. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. 2 2. Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu. 3 2 Pasal 1 Angka (1) Undang-Undang No.42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168). 3 Pasal 1 angka (2) Undang-Undang No.42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168).

3. Rahn menurut Sayyid Sabiq yang dinukilkan oleh Qomarul Huda dalam bukunya yang berjudul Fiqh Muamalah, rahn adalah menjadikan suatu benda dalam pandangan syara` sebagai jaminan atas hutang selama masih ada dua kemungkinan, untuk mengembalikan uang itu atau mengambil sebagian benda itu. 4 4. Rahn Tasjîlî adalah merupakan bentuk gadai, dimana barang yang digadaikan hanya dipindahkan kepemilikannya, namun barangnya sendiri masih tetap dikuasai dan dipergunakan oleh pemberi gadai. 5 F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif ini sepenuhnya menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 6 2. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan komparatif (comparative approach). 3. Jenis dan Bahan Hukum Jenis data yang digunakan dalam penelitian hukum normatif yaitu menggunakan data sekunder. Sumber data yang digunakan dalam penelitian normatif adalah data sekunder, yang terdiri atas bahan hukum primer; bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. 4. Teknik Pengumpulan Data 4 Qomarul Huda, Fiqh Muamalah ( Yogyakarta : Teras, 2011), h. 92. 5 file:///d:/jenis - Jenis Rahn-Irma Devita-Info Kenotariatan dan Pertanahan.htm, diakses tanggal 24 november 2014. Pukul 18:57 6 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), h. 118.

Penulis melakukan penentuan, dan menggunakan bahan hukum yang relevan untuk dijadikan sebagai bahan penelitiannya, tetapi dalam pengumpulan data ini penulis juga tidak terlepas dari bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier. Penelusuran yang digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan data yaitu dengan cara membaca dan melalui media internet. 5. Pengolahan Data Penyusunan penelitian ini penulis menggunakan analisis data yang bersifat deskriptif, karena penulis ingin memberikan gambaran atau pemaparan atas subjek dan objek penelitian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Jaminan Fidusia 1. Pengertian Jaminan Fidusia Di dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia Pasal 1 Angka 1 yang dimaksud dengan fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. 2. Dasar Hukum Jaminan Fidusia a. Arrest Hoge Raad 1929, tertanggal 25 Januari 1929 tentang Beirbrouwerij Arrest ( negeri Belanda), b. Arrest Hoggerechtshof 18 Agustus 1932 tentang BPM-Clynet Arrest (Indonesia), dan c. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia. 7 B. Tinjauan Rahn Tasjîlî 1. Pengertian Rahn Tasjîlî 7 www. academia.edu/7432708/makalah-jaminan-fidusia-oleh-retno-wulandari-11300108/, diakses tanggal 13 Maret 2015.

Di dalam Fatwa DSN-MUI yang dimaksud dengan Rahn Tasjîlî adalah jaminan dalam bentuk barang atas utang tetapi barang jaminan tersebut (marhun) tetap berada dalam penguasaan (pemanfaatan) rahin dan bukti kepemilikannya diserahkan kepada murtahin. 8 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Substansi Jaminan Fidusia Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Dengan Substansi Rahn Tasjîlî Menurut Fatwa Nomor 68/DSN-MUI/III/2008 1. Substansi Jaminan Fidusia Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. 9 Dapat diketahui dari pengertian di atas, bahwa fidusia merupakan penyerahan hak kepemilikan suatu benda tanpa menyerahkan fisik dari benda tersebut, yang diserahkan hanya sertifikat atau tanda atas kepemilikan benda tersebut. Sedangkan bendanya tetap berada di tangan pemilik benda. Dengan demikian, dapat kita ketahui dari bagan di bawah ini substansi jaminan fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia sebagai berikut: Kantor pendaftaran fidusia Bunga Kreditur Debitur Hutang Piutang 8 Ketentuan Umum Fatwa DSN-MUI No. 68/DSN-MUI/III/2008 Tentang Rahn Tasjily 9 Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168).

2. Substansi Rahn Tasjîlî Menurut Fatwa Nomor 68/DSN-MUI/III/2008 Substansi rahn tasjîlî dari bagan sebagai berikut : Rahn Tasjîlî Murtahin Râhin Tarif Ijarah Qard Dengan demikian, dapat kita ketahui dari bagan di atas, bahwa pihak râhin mengikatkan perjanjian kepada pihak murtahin, yang dinamakan dengan perjanjian rahn tasjîlî dengan menggunakan akad utang piutang yang disertai dengan sebuah agunan/jaminan berupa barang atas utang yang barang jaminan tersebut tetap berada dalam penguasaan (pemanfaatan) râhin dan bukti kepemilikannya diserahkan kepada pihak murtahin. B. Perbandingan Hukum Antara Jaminan Fidusia Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Dengan Rahn Tasjîlî Menurut Fatwa Nomor 68/DSN-MUI/III/2008 1. Perbedaan Antara Jaminan Fidusia Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Dengan Rahn Tasjîlî Menurut Fatwa Nomor 68/DSN-MUI/III/2008 Perbedaan antara jaminan fidusia dengan rahn tasjîlî dapat dilihat dari segi pemeliharaan benda yang dijadikan jaminan atas utang. Di dalam jaminan fidusia, pemeliharaan benda yang dijadikan jaminan atas utang yaitu menjadi kewajiban pihak kreditur tetapi biaya pemeliharaannya menjadi tanggungjawab pihak debitur. Sedangkan di dalam rahn tasjîlî pemeliharaan benda yang dijadikan jaminan atas utang yaitu tidak hanya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin. Selain itu, dari segi subjek, jaminan fidusia terdiri

dari pihak kreditur (pihak berpiutang) dan pihak debitur (pihak berhutang). Pihak dalam rahn tasjîlî terdiri dari pihak râhin (pemberi gadai) dan pihak murtahin (penerima gadai). 2. Persamaan Antara Jaminan Fidusia Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Dengan Rahn Tasjîlî Menurut Fatwa Nomor 68/DSN-MUI/III/2008 Persamaan antara jaminan fidusia dengan rahn tasjîlî, dapat dilihat dari berbagai segi. Pertama, dari segi istilah, jaminan fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Sedangkan rahn tasjîlî adalah jaminan dalam bentuk barang atas utang tetapi barang jaminan tersebut (marhun) tetap berada dalam penguasaan (pemanfaatan) râhin dan bukti kepemilikannya diserahkan kepada murtahin. Kedua, dari segi bentuk/sifat perjanjian. Ketiga, dari segi objeknya. Keempat, dari segi akibat dari berakhirnya suatu perjanjian. Kelima, dari segi cara eksekusi objeknya. BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Substansi jaminan fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 adalah bahwa jaminan fidusia merupakan suatu perjanjian antara pihak debitur yang mengikatkan perjanjiannya kepada pihak kreditur sebagai perjanjian hutang piutang yang disertai dengan bunga dan disertai dengan adanya benda yang dijadikan jaminan atas utang dari pihak debitur. Untuk memenuhi prestasi diantara para pihak, pihak kreditur mendaftarkan fidusia ke Kantor Pendaftaran Fidusia, supaya terdapat asuransi jika salah satu pihak mengalami kerugian. Sedangkan substansi dari rahn tasjîlî menurut fatwa Nomor 68/DSN-MUI/III/2008 adalah bahwa rahn tasjîlî merupakan suatu perjanjian antara pihak râhin mengikatkan perjanjiannya kepada

pihak murtahin dengan menggunakan akad qard (utang piutang) yang disertai dengan tarif ijarah sebagai ganti biaya pemeliharaan atas benda jaminan. Ada beberapa perbedaan diantara jaminan fidusia dengan rahn tasjîlî, apabila ditinjau dari segi pemeliharaan benda jaminan,. Di dalam jaminan fidusia, pemeliharaan benda yang dijadikan jaminan yaitu menjadi kewajiban pihak kreditur tetapi biaya pemeliharaannya menjadi tanggungjawab pihak debitur. Sedangkan di dalam rahn tasjîlî pemeliharaan benda yang dijadikan jaminan atas utang yaitu tidak hanya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin. Dan apabila ditinjau dari segi subjeknya, jaminan fidusia terdiri dari pihak kreditur (pihak yang berpiutang) dan pihak debitur (pihak yang berhutang) dan rahn tasjîlî terdiri dari pihak râhin (pemberi gadai) dan pihak murtahin (penerima gadai). Ada beberapa persamaan diantara jaminan fidusia dengan rahn tasjîlî. Persamaan antara jaminan fidusia dengan rahn tasjîlî, dapat dilihat dari berbagai segi. Pertama, dari segi istilah. Kedua, dari segi bentuk/sifat perjanjian. Ketiga, dari segi objeknya. Keempat, dari segi akibat dari berakhirnya suatu perjanjian. Kelima, dari segi cara eksekusi objeknya. B. Saran 1. Perusahaan pembiayaan yang menjalankan sistem secara syariah harus mengaplikasikan fatwa DSN-MUI ke dalam kegiatannya khusus di bidang jaminan fidusia agar terhindar dari praktik maisir, gharar, dan riba. 2. Akan lebih baik jika UUJF dan fatwa DSN-MUI tersebut dijadikan sebagai hukum positif yang mengikat bagi perbankan syariah, dan lembaga non bank sehingga akan memiliki kekuatan hukum. Daftar Pustaka

Amiruddin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rajawali Pers, 2006. Fatwa DSN-MUI No. 68/DSN-MUI/III/2008 Tentang Rahn Tasjily. Huda, Qomarul. Fiqh Muamalah. Yogyakarta : Teras, 2011. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. file:///d:/jenis - Jenis Rahn-Irma Devita-Info Kenotariatan dan Pertanahan.htm, diakses tanggal 24 november 2014. www.academia.edu/7432708/makalah-jaminan-fidusia-oleh-retno-wulandari-11300108/, diakses tanggal 13 Maret 2015.