BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tujuan Asuhan Persalinan Normal adalah untuk menjaga kelangsungan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. persepsi sehingga ada respon untuk mewujudkan suatu tindakan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Responden. 2. Lama Bertugas / pengalaman bekerja. 3.Mengikuti pelatihan APN ( Asuhan persalinan Normal)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selama kunjungan antenatal atau pasca persalinan/bayi baru lahir atau saat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN. Nama saya lailani Zahra, sedang menjalani pendidikan di Program D-IV Bidan

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

STERILISASI & DESINFEKSI

PENUNTUN SKILLS LAB BLOK 4.3 ELEKTIF Topik 2.A KESEHATAN INTERNASIONAL DAN KARANTINA

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan

BAB I DEFINISI. APD adalah Alat Pelindung Diri.

UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan (Saifuddin, 2006). Menurut WHO (World Health Organization), pada tahun 2013 AKI

BAB I PENDAHULUAN. maju bahkan telah menggeser paradigma quality kearah paradigma quality

DAFTAR TILIK CUCI TANGAN MEDIS

DAFTAR ISI. 1.1 Latar belakang Definisi Pengelolaan Linen...5

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu bagian dari kewaspadaan standar.

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH

Pengendalian infeksi

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu

Kegiatan Belajar TUJUAN. Pembelajaran Umum. Setelah mempelajari materi ini diharapkan Anda dapat mengaplikasikan prosedur mencuci tangan yang benar

Instrumen yaitu sesuatu yang dapat digunakan untuk mempermudah seseorang melakukan tugas atau mencapai tujuan secara efektif atau efisien (Suharsimi

Nomer Station 1 Judul Station Perawatan Jenazah di RS Waktu yang

PROSEDUR STANDAR Tanggal Terbit : / /200

Rumus untuk membuat larutan klorin 0,5% dari larutan konsentrat berbentuk cair :

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone,

Persalinan Normal. 60 Langkah. Asuhan Persalinan Kala dua tiga empat. Dikutip dari Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal

60 Langkah Asuhan Persalinan Normal

Universitas Sumatera Utara

ASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS

KOP DINAS KESEHATAN KOTA DEPOK BERITA ACARA PEMERIKSAAN PRAKTIK BIDAN MANDIRI

PANDUAN PENGGUNAAN APD DI RS AT TUROTS AL ISLAMY YOGYAKARTA

SAP (SATUAN ACARA PENGAJARAN) DIARE

UNIVERSITAS INDONESIA

LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Permohonan

PERSEPSI TERHADAP APD

BAB IV HASIL PENELITIAN

Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

PANDUAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) BAB I PENDAHULUAN

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR

MENCUCI INSTRUMEN BEDAH No.Dokumen No.Revisi Halaman. Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh : Direktur RS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

FOMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN. Saya adalah mahasiswa Program Studi D IV Bidan Pendidik Fakultas

PANDUAN KEWASPADAAN UNIVERSAL PUSKESMAS KECAMATAN PASAR MINGGU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bersifat dinamis dan merupakan masalah kesehatan yang sedang dihadapi terutama

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Infeksi Nosokomial Dan Kepatuhan Perawat

Untuk menjamin makanan aman

JARINGAN NASIONAL PELATIHAN KLINIK KESEHATAN REPRODUKSI PUSAT PELATIHAN KLINIK PRIMER (P2KP) KABUPATEN POLEWALI MANDAR. ( Revisi )

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terdapat di RS PKU Muhammadiyah Gamping memiliki berbagai

PERSYARATAN PRAKTIK BIDAN

LAMPIRAN. Lampiran 1

STANDAR PPI 1 PPI 1.1 PPI 2 PPI 3 PPI 4 PPI 5 PPI 6 PPI 6.1

tekanan tinggi. Akibatnya, dibutuhkan temperatur yang lebih tinggi C atau

SOP PERTOLONGAN PERSALINAN NORMAL

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja bertujuan untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi- tingginya,

PANDUAN RUANG ISOLASI DI RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGENDALIAN INFEKSI DI YANKESGILUT. Harum Sasanti Pelatihan Dokter Gigi Keluarga

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

DAFTAR TILIK KETERAMPILAN PERTOLONGAN ASUHAN PERSALINAN NORMAL (APN)

SOP UPTD PUSKESMAS LAPPADATA

10/13/2015 HIGIENE KARYAWAN DALAM PENGOLAHAN MAKANAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PERAWATAN JENASAH

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

Lampiran 1 LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN

A. Informasi Fasilitas Kesehatan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien.

Perawat instrument (Scrub Nurse) dan perawat sirkuler di kamar operasi.

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan bagian terpenting dalam. diantaranya perawat, dokter dan tim kesehatan lain yang satu dengan yang

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berisiko tinggi terhadap penularan penyakit, mengingat ruang lingkup kerjanya

PENCEGAHAN INFEKSI PADA PERAWATAN JENAZAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.


BAB I PENDAHULUAN. millenium (MDG s) nomor 5 yaitu mengenai kesehatan ibu. Adapun yang menjadi

Pelaksanaan Kegiatan UKS No. Dokumen No. Revisi : Tanggal Terbit Halaman :

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan. kesehatan kepada masyarakat. Rumah sakit memiliki peran penting

SPO PEMULASARAN JENAZAH. No. Revisi: 02. No. Dokumen: Halaman : 1/2. Diterbitkan Direktur, Tanggal Terbit : 01 Januari 2012

LINDUNGILAH KELUARGA ANDA DARI PENULARAN BATUK DAN FLU DENGAN ETIKA BATUK YANG BAIK DAN BENAR

Buku Petunjuk Pemakaian Pengeriting Rambut Berpelindung Ion

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan kontraksi persalinan sejati, yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PANDUAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS CADASARI PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CADASARI


BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kecelakaan yang mungkin ditimbulkan. Oleh karena itu, APD. diperlukan. Syarat-syarat APD adalah :

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, seperti: sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan kesehatan. Dewasa

KUESIONER PENELITIAN ACTION RESEARCH PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DI KAMAR BERSALIN RUMAH SAKIT JIH

BAB I PENDAHULUAN. Asuhan Komprehensif Kebidanan..., Harlina Destri Utami, Kebidanan DIII UMP, 2015

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

BAB I PENDAHULUAN. seharusnya 5,5 % per tahun. Namun data WHO, UNICEF, UNFPA dan Bank

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan Normal Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala, tanpa komplikasi baik ibu maupun janin (Hidayat Asri dan Sujiatini, 2010). Tujuan Asuhan Persalinan Normal adalah untuk menjaga kelangsungan hidup dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, memberikan asuhan yang memadai selama persalinan dalam upaya mencapai persalinan yang bersih dan aman dengan memperhatikan aspek sayang ibu dan bayi. (Hidayat Asri dan Sujiatini, 2010). Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan prinsip pencegahan infeksi (Depkes-PWS KIA, 2010). 2.2. Pencegahan Infeksi 2.2.1 Definisi Pencegahan Infeksi Pencegahan infeksi merupakan tindakan melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan dan tenaga kesehatan lainnya dengan mengurangi infeksi karena bakteri, virus dan jamur. Pencegahan infeksi juga adalah bagian yang esensial dari semua asuhan yang diberikan kepada ibu dan bayi baru lahir 10

11 dan harus dilaksanakan secara rutin pada saat menolong persalinan dan kelahiran bayi, paska persalinan ibu dan bayi baru lahir, saat menatalaksana penyulit/komplikasi, kemungkinan tertular penyakit HIV/AIDS, Hepatitis dan terjadinya infeksi silang antar petugas dengan pasien (JNPK-KR, 2014). 2.2.2 Definisi Tindakan tindakan dalam Pencegahan Infeksi Adapun Definisi tindakan-tindakan dalam pencegahan infeksi yaitu: a. Asepsis adalah suatu tindakan untuk mencegah masuknya mikroorganisme kedalam tubuh. b. Tehnik aseptik adalah suatu tindakan membuat prosedur lebih aman dengan menurunkan / menghilangkan seluruh mikroorganisme pada kulit, jaringan dan instrumen hingga tingkat yang aman. c. Antisepsis adalah suatu tindakan pencegahan infeksi dengan cara membunuh/menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit/jaringan tubuh. d. Dekontaminasi adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa petugas kesehatan dapat menangani secara aman berbagai benda yang terkontaminasi darah, cairan tubuh. e. Mencuci dan membilas adalah suatu tindakan untuk menghilangkan darah, cairan tubuh atau benda asing dari kulit/instrumen. f. Desinfeksi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan hampir semua mikroorganisme pada benda mati/instrumen. g. Desinfeksi Tingkat Tinggi/DT adalah suatu tindakan untuk menghilangkan semua mikroorganisme kecuali endospora bakteri.

12 h. Sterilisasi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan semua mikroorganisme termasuk endospora pada benda mati/instrument. (Hidayat, A dan Sujiatini, 2010 dan JNPK-KR, 2014). 2.2.3 Tujuan Utama Pencegahan Infeksi Tujuan utama dari pencegahan infeksi adalah: 1. Mencegah dan meminimalkan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme. 2. Meminimalkan resiko penyebaran penyakit yang berbahaya yaitu Hepatitis B dan HIV/ AIDS kepada pasien, petugas kesehatan, termasuk petugas kebersihan (Pinem, 2009 & JNPK KR 2014). 3. Melindungi ibu, BBL, keluarga, penolong persalinan, dan tenaga kesehatan lain sehingga mengurangi infeksi karena bakteri, virus dan jamur (Hidayat, A dan Sujiatini, 2010). 2.2.4 Prinsip Dasar dalam Pencegahan Infeksi Pada Persalinan Normal Adapun prinsip dasar dalam pencegahan infeksi pada ibu dengan persalinan normal yaitu: 1. Setiap orang (ibu, bayi baru lahir, penolong persalinan) harus dianggap dapat menularkan penyakit karena infeksi dapat bersifat asimptomatik (tanpa gejala) dan setiap orang harus dianggap berisiko terkena infeksi. 2. Cuci tangan adalah prosedur yang paling penting dan praktis untuk mencegah kontaminasi silang.

13 3. Gunakan pelindung yaitu: a. Sepasang sarug tangan sebelum menyentuh apapun yang basah seperti kulit terkelupas, membran mukosa, darah atau duh tubuh lainnya, serta alat-alat yang telah dipakai dan bahan yang telah terkontaminasi atau sebelum melakukan tindakan invasif. b. Pelindung fisik/barier seperti kacamata (goggles), masker, celemek (apron) setiap kali melakukan kegiatan pelayanan yang diantisipasi dapat terkena percikan atau terkena darah dan cairan tubuh pasien. 4. Gunakan bahan antiseptik untuk membersihkan kulit maupun membran mukosa sebelum melakukan operasi, membersihkan luka, atau menggosok tangan sebelum operasi dengan bahan antiseptik berbahan dasar alkohol. 5. Selalu melakukan tindakan menurut langkah yang aman, seperti tidak membengkokkan jarum dengan tangan, memegang alat medik dan memprosesnya dengan benar, membuang dan memproses sampah medik dengan benar. 6. Lakukan pemrosesan terhadap instrumen, sarung tangan dan bahan lain setelah digunakan dengan cara mendekontaminasi dalam larutan klorin 0,5% dan dicuci bersih, kemudian menggunakan (DTT) atau di sterilisasi dengan cara-cara yang dianjurkan dengan benar dan sesuai prosedur yang berlaku 7. Jika tidak diketahui apakah permukaan, peralatan atau benda lainnya telah diproses dengan benar maka semua itu harus dianggap masih terkontaminasi. Resiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total, tapi

14 dapat dikurangi hingga sekecil mungkin dengan menerapkan tindakantindakan PI secara benar dan konsisten (Pinem, 2009 dan Saifuddin, 2013). 2.3 Tindakan Tindakan yang Termasuk dalam Pencegahan Infeksi Ada berbagai tindakan / praktek pencegahan infeksi yang dapat mencegah mikroorganisme berpindah dari satu individu ke individu lainnya (ibu, bayi baru lahir dan para penolong persalinan) atau dari peralatan ke orang dapat dilakukan dengan meletakkan penghalang di antara mikroorganisme dan individu (pasien atau petugas kesehatan) (Azis dan Uliyah, 2006 dan JNPK-KR, 2014). Tindakan tindakan yang termasuk dalam pencegahan infeksi ini adalah: 2.3.1. Cuci Tangan Cuci Tangan adalah prosedur yang paling penting dari pencegahan penyebaran infeksi yang menyebabkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir. Cuci tangan harus dilakukan, yaitu : a. Segera setelah tiba di tempat pelayanan kesehatan b. Sebelum dan setelah melakukan pemeriksaan atau kontak fisik secara langsung dengan ibu dan bayi baru lahir c. Sebelum memakai dan setelah melepas sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, yang kemungkinan ada kebocoran di sarung tangan d. Setelah menyentuh benda yang mungkin terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh lainnya atau setelah menyentuh selaput mukosa (contohnya: hidung, mulut, mata, vagina) meskipun saat itu sedang menggunakan sarung tangan

15 e. Cuci tangan setelah pergi ke kamar kecil/kamar mandi, membersihkan hidung atau memakai tangan untuk menutupi mulut ketika batuk dan sebelum pulang kerja, cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir selama 10-15 detik, lalu keringkan dengan handuk pribadi atau dianginkan, sebagai pengganti cuci tangan dengan air, gunakan larutan alkohol (100 ml alkohol 60-90% + 2 ml gliserin) jika tidak tersedia air untuk mencuci tangan (Pinem, 2009 & JNPK-KR, 2014). Untuk membudidayakan kebiasaan mencuci tangan, pengelola tempat pelayanan kesehatan khususnya pelayanan asuhan persalinan normal harus berusaha menyediakan sabun dan air bersih secara terus menerus baik dari kran atau ember, serta penggunaan handuk sekali pakai ganti. Untuk setiap petugas kesehatan khususnya bidan menggunakan satu handuk/lap bersih dan kering untuk mengeringkan tangan (Saifuddin, 2013). Langkah-langkah dalam mencuci tangan adalah sebagai berikut: 1. Sediakan: a. Sabun, sebaiknya dalam bentuk cair. b. Air bersih mengalir. Bila tidak ada keran air, tempatkan air bersih ke dalam ember tertutup atau tempat air lainnya agar dapat dikucurkan ketika dipakai untuk mencuci tangan. c. Handuk bersih yang kering atau lap kertas yang bersih. d. Kuku dijaga selalu pendek.

16 2. Lepaskan perhiasan di tangan/ lengan dan jam tangan a. Cincin atau gelang dan jam tangan dapat menyebabkan seluruh tangan dan lengan tidak tercuci bersih. b. Simpan benda-benda tersebut agar aman dan mudah ditemukan saat akan dipakai kembali. 3. Basahi tangan dan lengan setinggi pertengahan lengan bawah dengan air bersih yang mengalir. Jangan mencuci tangan dan lengan dengan memasukkannya ke dalam tempat air, karena air tersebut akan mengandung kotoran. 4. Cuci tangan dan lengan dengan sabun, yaitu: a. Taruh sabun di bagian telapak tangan yang telah basah. Buat busa secukupnya tanpa percikan. b. Gerakan cuci tangan terdiri dari 7 langkah hygiene cuci tangan yaitu: gosokan kedua telapak tangan, gosokan telapak tangan kanan diatas punggung tangan kiri dan sebaliknya, gosok kedua telapak tangan dengan jari saling mengait, gosok kedua ibu jari dengan cara menggenggam dan memutar, gosok ujung ujung jari bergantian yang kanan dan yang kiri, gosok pergelangan tangan, proses berlangsung selama 10-15 detik, kemudian bilas kembali dengan air mengalir sampai bersih, dan proses berlangsung selama 10-15 detik, c. Keringkan tangan dengan handuk/kertas/tisu bersih dan kering sekali pakai (Pinem, 2009).

17 5. Pastikan tangan yang telah dibersihkan tidak bersentuhan dengan barangbarang (seperti peralatan dan baju pelindung) yang tidak didisenfeksi tingkat tinggi atau disterilkan. Jika tangan menyentuh permukaan yang terkontaminasi, ulangi membersihkan tangan dengan cara diatas (Saifuddin, 2013). 2.3.2. Memakai Sarung Tangan dan Perlengkapan Pelindung Lainnya Pemakaian sarung tangan digunakan yaitu: 1. Apabila melakukan tindakan klinik 2. Apabila memegang alat medik dan sarung tangan 3. Apabila membuang sampah medik, dalam melakukan tindakan apapun yang menyentuh sesuatu yang basah seperti mukosa, kulit tidak utuh atau cairan tubuh lainnya dari klien atau pasien harus menggunakan sarung tangan untuk menghindari kontaminasi silang. Dengan kata lain, gunakan sarung tangan yang berbeda untuk setiap tindakan. Sarung tangan sekali pakai lebih dianjurkan, tapi jika jumlahnya sangat terbatas maka sarung tangan steril/ DTT dapat diproses ulang dengan dekontaminasi, cuci bilas, DTT atau sterilisasi dan jangan diproses lebih dari tiga kali karena mungkin ada robekan/ lubang yang tidak terlihat (Saifuddin, 2013 dan JNPK-KR, 2014). A. Ada tiga prosedur penggunaan sarung tangan yaitu: 1. Gunakan sarung tangan steril atau desinfeksi tingkat tinggi digunakan untuk prosedur apapun yang akan mengakibatkan kontak dengan jaringan bawah kulit, seperti persalinan, penjahitan luka.

18 2. Sarung tangan bersih adalah sarung tangan yang didesinfeksi tingkat tinggi yang digunakan untuk menangani darah atau cairan tubuh sebelum tindakan rutin pada kulit dan selaput lendir. Misalnya: saat pemeriksaan dalam dan merawat luka terbuka. 3. Sarung tangan rumah tangga atau tebal terbuat dari lateks atau vinil yang tebal digunakan untuk mencuci peralatan, menangani sampah, juga membersihkan darah dan cairan tubuh membersihkan alat kesehatan, permukaan meja kerja, dll. Setelah dicuci dibilas bersih dan dapat digunakan kembali (Pinem, 2009 dan JNPK-KR, 2014). B. Melindungi diri dari darah dan cairan tubuh, yaitu; 1. Gunakan sarung tangan sesuai petunjuk di atas. 2. Berhati-hati dalam mengelola sampah dan alat/benda tajam. 3. Kenakan apron panjang yang terbuat dari plastik atau bahan tahan air, serta sepatu bot karet ketika menolong persalinan. 4. Lindungi mata dengan mengenakan kacamata atau perlengkapan lain. 5. Gunakan masker dan topi atau tutup kepala ( Depkes, 2013).

19 Tabel 2.1 Prosedur/ Tindakan yang Memerlukan Sarung Tangan Prosedur/Tindakan Perlu sarung tangan Sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi Sarung tangan steril Memeriksa tekanan darah, Tidak Tidak Tidak temperatur tubuh, atau menyuntik Menolong persalinan dan kelahiran bayi, menjahit laserasi atau episiotomy Ya Bisa diterima Dianjurkan Mengambil contoh darah/ Ya Tidak Tidak pemasangan infuse Menghisap lendir dari jalan nafas BBL Ya Ya Tidak Memegang dan Ya Tidak Tidak membersihkan peralatan yang terkontaminasi Memegang sampah yang Ya Tidak Tidak terkontaminasi Membersihkan percikan darah atau cairan tubuh Ya Tidak Tidak Sumber : Depkes-JNPK-KR, 2014 C. Menggunakan perlengkapan/ alat pelindung Jenis alat pelindung adalah: a. Pelindung wajah (masker dan kacamata b. Celemek atau apron untuk melindungi atau menangani pasien dengan perdarahan massif. Celemek yang sudah di DTT digunakan di tempat pelayanan kesehatan berisiko tinggi seperti ruang bersalin. c. Sepatu pelindung (Pelindung kaki/boot), dan penutup kepala digunakan untuk mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas pada alat-alat/ daerah steril kepada ibu bersalin (Pinem, 2009).

20 Tabel 2.2 Manfaat Masing-Masing Alat Pelindung terhadap Pasien Maupun Petugas Kesehatan Alat pelindung Terhadap pasien Terhadap petugas kesehatan Sarung tangan Masker Mencegah mikroorganisme yang terdapat pada tangan petugas kesehatan kepada pasien Mencegah kontak droplet dari mulut dan hidung petugas kesehatan yang mengandung mikroorganisme dan terpecik saat bernafas, bicara, atau batuk kepada pasien Kacamata pelindung - Tutup kepala Jas dan celemek plastik Sepatu pelindung (Depkes RI, 2010) Mencegah jatuhnya mikroorganisme dari rambut dan kulit kepala petugas ke daerah steril Mencegah kontak mikroorganismedari tangan, tubuh dan pakaian petugas kesehatan kepada pasien Sepatu yang bersih mengurangi kemungkinan terbawanya mikroorganisme dari ruangan lain atau luar ruangan Mencegah kontak tangan petugas kesehatan dengan darah dan cairan tubuh penderita lainnya, selaput lendir, kulit yang tidak utuh atau alat kesehatan/permukaan yang telahterkontaminasi Mencegah membran mukosa petugas kesehatan (hidung dan mulut) kontak dengan percikan darah atau cairan tubuh penderita Mecegah membran mukosa petugas kesehatan kontak dengan percikan darah atau cairan tubuh penderita - Mencegah kulit petugas kesehatan kontak dengan percikan darah atau cairan tubuh pasien Mencegah perlukaan kaki oleh benda tajam yang terkontaminasi atau terjepit benda berat (misalnya, mencegah luka karena menginjak benda tajam atau kejatuhan alat kesehatan) dan mencegah kontak dengan darah dan cairan tubuh lainnya

21 2.3.3 Menggunakan Teknik Aseptik Penerapan teknik aseptik membuat prosedur lebih aman bagi ibu, bayi baru lahir dan juga menoolong persalinan. Teknik aseptik ini meliputi 3 aspek yaitu: 1. Penggunaan perlengkapan pelindung pribadi untuk mencegah petugas/bidan terpapar mikroorganisme penyebab infeksi dengan cara menghalangi petugas dari percikan cairan tubuh, darah, atau cedera selama melaksanakan pertolongan persalinan. 2. Antisepsis yaitu tindakan yang dilakukan untuk mencegah infeksi dengan cara membunuh atau mengurangi mikroorganisme pada jaringan tubuh atau kulit, karena kulit atau mukosa tubuh tidak dapat disterilkan maka penggunaan antisepsis ini akan sangat mengurangi jumlah mikroorganisme yang akan mengkontaminasi luka yang terbuka sehingga dapat menimbulkan infeksi. Larutan antiseptik digunakan pada kulit atau jaringan, larutan desinfektan digunakan untuk mendekontaminasi peralatan. Larutan yang biasa dipakai untuk antisepsis antara lain: alkohol 60-90%, savlon, klorheksidin glukonat 4 %, iodine 3 %, sedangkan untuk larutan desinfektan adalah klorin pemutih 0,5 %. 3. Menjaga tingkat sterilitas atau DTT Prinsip menjaga daerah steril harus digunakan untuk prosedur pada area tindakan dengan kondisi desinfeksi tingkat tinggi yang meliputi penggunaan kain yang digunakan untuk alas harus kain yang steril, hanya benda-benda yang steril yang ditempatkan di area ini, benda apapun yang

22 basah, terpotong, atau robek dianggap sebagai benda yang terkontaminasi, mencegah orang yang menggunakan sarung tangan untuk menyentuh benda yang ada di daerah steril ini, dan daerah yang steril/ DTT ini ditempatkan jauh dari jendela atau pintu. Ada 3 proses pokok untuk memproses peralatan dalam upaya pencegahan infeksi yaitu: dekontaminasi, cuci bilas, dan disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau sterilisasi. Benda/alat yang steril ditempatkan dalam kain pembungkus, maka alat dapat disimpan hingga 1 minggu setelah diproses, bila peralatan steril yang dibungkus dalam kantong plastik bersegel, tetap kering dan utuh, masih dapat digunakan hingga 1 bulan setelah diproses. Peralatan yang sudah di DTT, dapat disimpan dalam wadah tertutup seperti bak instrumen atau partus set dan dapat disimpan dalam kisaran waktu 1 minggu jika peralatan tetap kering dan terhindar dari debu. Jika semua prosedur penyimpanan sudah melewati tenggang waktu penyimpanan, maka alat tersebut harus diproses kembali sebelum digunakan (JNPK-KR, 2014).

23 Gambar 2.1 Proses Peralatan Bekas Pakai DEKONTAMINASI Rendam dalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit CUCI DAN BILAS Gunakan deterjen dan sikat, pakai sarung tangan tebal untuk menjaga agar tidak terluka oleh benda tajam Metode yang dipilih Metode alternatif STERILISASI DISINFEKSI TINGKAT TINGGI Otoklaf panas kering rebus/kukus kimiawi 160 kpa 120 0 C 170 0 C 60 menit Panci tertutup Rendam 20 menit 30 menit jika terbungkus 20 menit jika tidak terbungkus DINGINKAN DAN DISIAPKAN (peralatan yang sudah diproses dapat disimpan dalam wadah tertutup yang sudah disinfeksi Tingkat Tinggi / DTT sampai 1 minggu jika wadah tidak dibuka-buka) Sumber : Depkes-JNPK-KR 2014 Langkah pertama dalam menangani peralatan, perlengkapan, sarung tangan dan benda benda lain yang terkontaminasi adalah dengan cara dekontaminasi. Sarung tangan dari karet tebal atau sarung tangan rumah tangga

24 digunakan pada saat menangani peralatan bekas pakai atau kotor. Alat yang sudah digunakan segera masukkan ke dalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit. Prosedur ini akan mematikan virus Hepatitis B dan HIV. Larutan klorin 0,5 % ini hanya dapat digunakan dalam jangka waktu 24 jam, jika lewat dari batas waktu tersebut daya kerja klorin akan turun, sehingga perlu diganti setiap 24 jam atau dapat diganti lebih cepat jika larutan klorin terlihat kotor atau keruh. Gambar 2.2 Rumus Membuat Larutan Klorin 0,5% dari Larutan Konsentrat Berbentuk Cair Jumlah bagian air = 1 Contoh: Membuat larutan klorin 0,5% dari larutan pemutih (klorin 5%) 1. Jumlah bagian air = (5% / 0,5%) 1 = 10 1 = 9 2. Larutan klorin 0,5% dapat dibuat dengan menambahkan 1 bagian larutan pemutih (klorin 5%) dengan 9 bagian air, misalnya 100 ml larutan pemutih dengan 900 ml air (1: 9). Catatan : air tidak perlu dimasak Depkes, 2013. Langkah selanjutnya setelah dekontaminasi adalah pencucian dan pembilasan. Pencucian juga dapat menurunkan endospora bakteri yang dapat menyebabkan tetanus dan gangren. Jika perlengkapan untuk proses sterilisasi tidak ada, maka tindakan pencucian alat adalah satu-satunya proses fisik.

25 Tabel 2.3 Efektifitas berbagai proses alat bekas pakai Dekonta minasi Pencucian (hanya air) Pencucian (deterjen DTT Efektifitas menghilangkan atau menonaktifkan mikroorganisme Waktu yang diperlukan agar proses berjalan efektif Membun uh virus AIDS dan Hepatitis Rendam selama 10 menit Sumber: JNPK-KR, 2014 Hingga 50% Cuci hingga bersih dan bilas) Hingga 80% Cuci hingga terlihat bersih Sterilisasi 5% 100% Rebus, kukus atau secara kimia : 20 menit Kukus: 20-30 menit 106 kpa, 121 0 C. Panas kering: 60 menit pada suhu 170 0 C. Langkah selanjutnya setelah pencucian dan pembilasan adalah DTT dan sterilisasi. Sterilisasi adalah cara yang paling efektif untuk membunuh mikroorganisme tetapi proses sterilisasi tidak selalu memungkinkan dan praktis. (JNPK-KR, 2014). 2.3.4 Menjaga Kebersihan dan Sanitasi Lingkungan (Termasuk Pengolahan Sampah Medis / Limbah Medis dengan Benar) Sampah yang terkontaminasi diletakkan ke dalam tempat sampah tahan air dan dibakar, jika tidak memungkinkan untuk dibakar maka dikubur bersama dengan wadahnya. Menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan akan mengurangi mikroorganisme yang ada pada bagian permukaan benda-benda tertentu dan menolong mencegah infeksi.

26 Adapun yang termasuk dalam menjaga kebersihan dan keamanan dari sanitasi lingkungan dalam menerapkan pencegahan infeksi yaitu : 1) Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Mencuci dan membilas peralatan setelah dekontaminasi. 2) Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat sampah yang sesuai. 3) Membersihkan ibu dengan menggunakan air disinfeksi tingkat tinggi. Membersihkan cairan ketuban, lendir dan darah. Membantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering. 4) Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan ASI. Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman dan makanan yang diinginkan. 5) Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan dengan larutan klorin 0,5% dan membilas dengan air bersih. 6) Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, membalikkan bagian dalam ke luar dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. 7) Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir (JNPK-KR, 2014).

27 2.3.5 Standar Operasional Prosedur (SOP) Tentang Tindakan Pencegahan Infeksi di Rumah Sakit Khususnya di Ruang Bagian Kebidanan Mulai tahun 2001, Depkes telah memasukkan pengendalian infeksi tersebut sebagai tolak ukur akreditasi RS termasuk didalamnya adalah penerapan tindakan pencegahan infeksi sesuai SOP. Tabel 2.4 Standar Operasional Prosedur Tentang Pencegahan Infeksi N Standar Kriteria verifikasi O 1. Rumah sakit tampak bersih Rumah Sakit harus selalu bersih dari debu, darah, sampah, jarum dan spuit bekas dan atau sarang laba laba di berbagai tempat berikut: 1. Ruang pendaftaran dan pemeriksaan kehamilan 2. Ruang observasi kala I persalinan 3. Ruang bersalin 4. Ruang nifas segera 5. Area untuk perawatan bayi baru lahir segera 6. Unit rawat inap (kebidanan) 7. Area untuk mencuci instrumen (kebidanan) 8. Area pemrosesan peralatan sterilisasi dan DTT 9. Penyimpanan barang steril atau DTT 10. Kamar mandi di ruang kebidanan 2. Di Ruang Observasi Kala I Persalinan, Kamar Bersalin dan Ruang Nifas mempunyai wadah pembuangan benda tajam dan menggunakan-nya dengan benar 11. Kamar mandi di ruang periksa Di Ruang Observasi Kala I Persalinan, Kamar Bersalin dan Ruang Nifas mempunyai : 1. Tersedia wadah pembuangan benda tajam yang terbuat dari: karton tebal/plastik keras/kaleng tertutup dengan lubang yang cukup untuk memasukkan jarum suntik dan spuit serta benda tajam lainnya. 2. Wadah pembuangan benda tajam diletakkan di dekat tempat benda tajam digunakan 3. Jarum dan spuit dibuang segera setelah dipakai setelah didekontaminasi dengan larutan klorin 0,5% tanpa menutup atau melepaskan jarumnya. 4. Wadah pembuangan benda tajam ditutup rapat dan diambil untuk dibuang jika sudah tiga perempat penuh 5. Setiap wadah pembuangan benda tajam hanya digunakan untuk satu kali dan kemudian dibuang sesuai aturan pembuangan sampah

28 3 Menyiapkan antiseptik di Ruang Observasi Kala I Persalinan, Kamar Bersalin dan Ruang Nifas sesuai penggunaan 4 Persiapan mencuci instrument di ruang bersalin dan melahirkan sesuai rekomendasi 5 Pemrosesan alat pakai ulang di Ruang Observasi Kala I Persalinan, Kamar Bersalin Penggunaan antiseptik di Ruang Observasi Kala I Persalinan, Kamar Bersalin dan Ruang Nifas adalah sebagai berikut: a. Antiseptik disiapkan dalam wadah kecil yang bisa dipakai ulang untuk penggunaan harian b. Wadah pakai ulang dicuci dengan sabun dan air, dibilas dengan air bersih dan dikeringkan sebelum diisi ulang c. Wadah pakai ulang diberi label yang mencantumkan tanggal pengisian ulang d. Kasa atau gulungan kapas disimpan dalam wadah kering tanpa diberi antiseptik e. Instrumen dan benda lain disimpan dalam wadah kering tanpa diberi antiseptik f. Korentang disimpan dalam wadah kering tanpa diberi antiseptik Petugas menyiapkan pencucian alat di Ruang Bersalin dan Ruang Nifas mengikuti langkah dan rekomendasi seperti berikut: 1. Merendam alat habis pakai dalam larutan klorin 0,5 % A. Klorin cair: a. Jika menggunakan konsentrasi 3,5%, 1 bagian pemutih dicampur dengan 6 bagian air, atau b. Jika menggunakan konsentrasi 5%, 1 bagian pemutih dicampur dengan 9 bagian air, atau c. Jika menggunakan konsentrasi lain, gunakan formula berikut untuk mempersiapkanlarutan: Total jumlah air =*%konsentrasi/0,5%+ 1 untuk satu bagian klorin B. Klorin serbuk: a. Jika menggunakan kalsium hipoklorida (35%), 14 g pemutih serbuk dicampur dengan 1 L air, atau b. Jika menggunakan kalsium hipoklorida (70%), 7 g pemutih serbuk dicampur dengan 1 L air c. Larutan klorin baru dipersiapkan pada pagi hari atau lebih awal jika diperlukan 2. Wadah plastik digunakan untuk dekontaminasi 3. Instrumen dan benda lain direndam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit 4. Setelah 10 menit, instrument dan benda lain dikeluarkan dari larutan klorin dan dicuci segera Pemrosesan alat pakai ulang di Ruang Observasi Kala I Persalinan, Kamar Bersalin dan Ruang Nifas ini dilakukan seperti berikut: 1. Area ini terpisah dari ruang prosedur 2. Barang kotor dan bersih tidak di tempat yang sama

29 dan Ruang Nifas dilakukan dengan benar 6 Mencuci instrument di Ruang Observasi Kala I Persalinan, Kamar Bersalin dan Ruang Nifas dilakukan sesuai rekomendasi 3. Ada meja penerimaan barang kotor 4. Paling sedikit ada satu wastafel dengan air mengalir untuk mencuci instrument 5. Ada meja untuk mengeringkan instrument 6. Ada daerah kerja bersih untuk pembungkusan/ Pengepakan instrumen yaitu meja kerja. 7. Ada rak untuk meletakkan paket instrumen bersih sebelum di sterilisasi 8. Jika disterilisasi di ruang bedah, paket yang sudah dibungkus dikirim ke ruang bedah yang memiliki autoklaf 9. Paket diberi label, jenis dan tanggal pemrosesan. Petugas mencuci instrumen di ruang berikut mengikuti langkah dan rekomendasi di bawah ini, memakai: a. Sarung tangan karet rumah tangga b. Masker dan pelindung mata atau muka c. Celemek plastik d. Boot karet atau sepatu tertutup e. Sikat lembut f. Deterjen (cair atau serbuk) g. Menyikat instrumen dan benda lain di bawah permukaan air, membersihkan semua darah dan zat asing lainnya h. Melepas bagian-bagian instrumen dan benda lain, dan mencuci lekuk, gigi dan engsel dengan sikat i. Membilas instrumendan benda lain dengan air bersih secara seksama j. Mengeringkan instrument dan benda lain dengan diangin-angin atau handuk bersih k. Melepas sarung tangan dan peralatan pelindung diri lainnya. l. Mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun selama 10-15 detik dan mengeringkannya dengan handuk bersih pribadi, handuk kertas atau dengan cara diangin-angin atau menggunakan larutan alkohol gliserin (jika tangan tidak terlihat kotor). Sumber: USAID, Standar KIA (Rumah Sakit) tentang pencegahan infeksi 2011.

30 2.3.6 Upaya Program Pemerintah untuk Menurunkan Kejadian Infeksi yang Mengakibatkan AKI dan AKB Upaya penurunan angka kematian ibu dan angka kematian neonatal pada tahun 2012 melalui program EMAS oleh pemerintah dilakukan dengan cara: 1. Meningkatkan kualitas pelayanan emergensi obstetri dan bayi baru lahir minimal di 150 rumah sakit (PONEK) dan 300 Puskesmas/Balkesmas (PONED) 2. Memperkuat sistem rujukan yang efisien dan efektif antar Puskesmas dan Rumah Sakit. Selain itu, pemerintah bersama masyarakat juga bertanggung jawab untuk menjamin bahwa setiap ibu memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan ibu yang berkuaberkualitas, mulai dari saat hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih, dan perawatan paska persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan jika terjadi komplikasi, dan memperoleh cuti hamil dan melahirkan serta akses terhadap keluarga berencana (Kemenkes, 2013). Program Kemenkes dengan Rencana Aksi Percepatan Penurunana Angka Kematian Ibu di Indonesia Tahun 2013-2015 dengan berpedoman pada MDG S 2015 yaitu : 1. Penjaminan Kompetensi Bidan Khususnya di desa sesuai standar. 2. Penjaminan ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan mampu pertolongan persalinan 24/7 sesuai standar 3. Penjaminan seluruh RS Kabupaten/ Kota mampu PONEK 24/7 sesuai standar 4. Penjaminan terlaksananya rujukan efektif pada kasus komplikasi 5. Penjaminan terlaksananya rujukan efektif pada kasus komplikasi

31 6. Penjaminan dukungan PEMDA terhadap regulasi yang dapat mendukung secara efektif pelaksanaan program 7. Peningkatan Kemitraan dengan lintas sektor dan swasta. 8. Meningkatkan pemahaman dan pelaksanan program perencanaan persalinan dan pencegahan Komplikasi (P4K) di masyarakat. (RAN PP AKI 2013-2015, Kemenkes Dirjen Bina Gizi dan KIA 2013). 2.4 Definisi Tindakan Tindakan adalah hal apa yang dilakukan oleh responden terhadap terkait dengan kesehatan, cara peningkatan kesehatan, cara memperoleh pengobatan yang tepat, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010). Menurut Notoatmodjo Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yaitu: a. Persepsi (perseption) adalah mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah (Notoatmodjo, 2007). b. Praktik terpimpin (guided response) adalah apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung atau menggunakan panduan. c. Praktik secara mekanisme (mechanisme): apabila subjek telah mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis. d. Adopsi (adoption) adalah suatu tindakan yang sudah berkembang. (Notoatmodjo, 2010). Untuk memperoleh data tindakan (perilaku terbuka) yang paling akurat adalah melalui dua metoda yaitu secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung yaitu melalui pengamatan subjek yang diteliti. Secara tidak langsung

32 yaitu dengan metode mengingat kembali melalui orang ketiga atau orang lain yang dekat dengan sujek, melalui indikator (hasil perilaku) responden (Notoatmodjo, 2010). 2.5 Definisi Bidan Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktik kebidanan (KEPMENKES NO 1464, 2010). Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi, mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawat-daruratan (Keputusan MenKes Nomor: 369/MENKES/SK/III/2007). 2.6 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tindakan Pencegahan Infeksi Pada Asuhan Persalinan Normal Didalam Teori Safety Behavior, Menurut Geller (2001) dalam bukunya the psychology of safety handbook menggambarkan mengenai pentingnya pendekatan behavior based safety dalam upaya keselamatan kerja, baik dalam prespektif reaktif maupun proaktif dan mengelompokkan perilaku ke dalam at risk behavior dan safe behavior. Salah satu teori perilaku keselamatan, yaitu safety Triad oleh Geller (2001). Total safety culture yang memiliki 3 domain, yaitu:

33 a. Faktor lingkungan, meliputi perlengkapan, peralatan, desain ruangan, standar operasional prosedur dan temperature b. Faktor manusia, meliputi pengetahuan, keterampilan, kemampuan, kecerdasan, mtivasi, kepribadian. c. Faktor perilaku, yaitu pelatihan, praktik kerja yang aman. Ketiga faktor tersebut dinamis dan aktif, sehingga apabila terjadi perubahan pada salah satu faktor akan mempengaruhi faktor yang lainnya. Gambar 2.3 The Safety Triad Person: Knowledge, skill, abities, intelegence, motives, personality Safety culture Environment: Equipment, tools, machines, house keeping, heat/cold, engineering, standards, operating procedures Behavior: Complying, coahing, recognizing, communication demonstrating, actively caring Menurut Geller ( 2001), perilaku seseorang dipengaruhi oleh 2 aspek yaitu aspek internal dan eksternal yang terkait dengan keberhasilan suatu proses keselamatan, Aspek / faktor internal meliputi sikap, kepercayaan, perasaan, pemikiran, kepribadian, persepsi, nilai-nilai dan perhatian. Aspek eksternal meliputi pelatihan, kepatuhan terhadap peraturan, komunikasi pengakua dan pengawasan secara aktif.

34 Gambar 2.4 Aspek internal dan eksternal penentu faktor manusia dalam keselamatan people Internal States or traits: Attitudes, belifes, feelings, thoughts, personalities, perceptions, values and intentions External Behaviors, coaching, recognizing, complying, communicating and actively caring Upaya untuk meningkatkan dan memeperbaiki budaya keselamatan dapat dilakukan dengan memperbaiki faktor orang, lingkungan atau perilakunya maupun kombinasi dari ketiganya. Pendekatan berbasis orang (person based approach) dan meningkatkan budaya keselamatan menekankan pada sikap individu atau proses berpikir individu secara langsung. Contoh praktik pendekatan ini melalui proses pengajaran, pendidikan dan konsultasi. Namun sebaliknya pada pendekatan berbasis perilaku. Penulis menyederhanakan faktor- faktor yang ada, sehingga didapatkan faktor internal dan faktor eksternal yang terkait dengan perilaku dan tindakan. Sesuai dengan teori Geller (2001), terdapat dua faktor yang sesuai dengan faktorfaktor yang berhubungan dengantindakan bidan dalam pencegahan infeksi yaitu faktor internal (sikap, motivasi) dan eksternal (pengawasan dan dukungan teman sejawat).

35 2.6.1 Sikap (Attitude) Sikap adalah proses pengorganisasian motivasi, emosi, persepsi, dan kognitif yang bersifat jangka panjang dan berkaitan dengan aspek lingkungan di sekitarnya. Demikian dapat dikatakan bahwa sikap bersifat menetap karena sikap memiliki kecenderungan berproses dalam kurun waktu panjang hasil dari pembelajaran. Sikap juga merupakan respon yang konsisten baik itu respon positif maupun negatif terhadap suatu objek sebagai hasil dari proses. Dalam ungkapan yang sederhana, sikap adalah bagaimana kita berpikir, merasa dan bertindak terhadap objek tertentu dalam lingkungan (Ema Ferrinadewi, 2008). Menurut Secord dan Backman sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseroang terhadap sutatu aspek di lingkungan sekitarnya (Saifuddin, 2012). Menurut Notoatmojo (2010), sikap mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut: a. Menerima (receiving) diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap seseorang terhadap periksa hamil (antenatal care), dapat diketahui atau diukur dari kehadiran ibu untuk mendengarkan penyuluhan tentang antenatal care di lingkungannya. b. Menanggapi (responding) diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaaan atau objek yng dihadapi. Contohnya: seseorang ibu yang mengikuti penyuluhan antenatal tersebut ditanya atau diminta menanggapi oleh penyuluh, kemudian ia menjawab atau menanggapinya.

36 c. Menghargai (valuing) diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai positif terhadap objek tulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons. d. Bertanggung Jawab (responsible). Sikap yang paling tinggi tingkatnya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain (Notoatmodjo, 2010). Menurut Lina Ambarwati (2014), Sikap bidan memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan pelaksanaan tindakan pencegahan infeksi pada pertolongan persalinan. Adanya hubungan antara sikap dengan perilaku pencegahan infeksi di wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Timur, dimana bidan/ tenaga kesehatan yang memilki sikap positif berpeluang lebih dari tiga kali untuk berperilaku baik dalam pencegahan infeksi daripada yang memiliki sikap negatif (Fitria, W, 2012). 2.6.2 Motivasi Motivasi berasal dari bahasa latin yaitu moreve yang berarti dorongan yang ada dalam diri manusia untuk melakukan suatu tindakan atau berperilaku. Menurut Hasibuan (1995), motivasi adalah suatu perangsang keinginan dan daya penggerak kemauan yang akhirnya seseorang bertindak atau berperilaku (Notoatmodjo, 2010).

37 Timbulnya motivasi dalam diri seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berdasarkan teori motivasi yang dikemukakan oleh Hezberg, motivasi seseorang didasari oleh dua faktor, yaitu faktor- faktor penyebab kepuasan (satisfier) atau factor motivasional dan faktor- faktor penyebab ketidakpuasan (dissatisfaction). Faktor kepuasan ini mencakup antara lain : prestasi, penghargaan, tanggung jawab, kesempatan untuk maju, dan pekerjaan itu sendiri. Faktor ketidakpuasan ini mencakup antara lain: kondisi kerja fisik, hubungan interpersonal, kebijakan dan administrasi, pengawasan, dan keamanan kerja (Notoatmodjo, 2010). Menurut beberapa ahli ada dua cara untuk meningkatkan motivasi kerja, yaitu dengan metoda langsung dengan cara memberikan materi maupun non materi. Sedangkan metode tidak langsung dengan cara memberikan fasilitas atau sarana penunjang pekerjaan bagi pekerja (Notoatmodjo, 2010). Adanya hubungan antara motivasi dengan perilaku atau tindakan pencegahan infeksi di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten lampung Timur, dimana responden yang memiliki motivasi kuat berpeluang lebih dari tiga kali untuk berperilaku baik dibandingkan dengan petugas kesehatan/bidan yang memiliki motivasi lemah. Kurangnya tanggapan dari atasan akan prestasi kerja dan penghargaan akan tindakan pencegahan infeksi yang dilakukan bidan diduga menjadi salah satu penyebab lemahnya motivasi dari bidan (Fitria, W, 2012).

38 2.6.3 Dukungan Teman sejawat Pengaruh norma sosial dan pengaruh lingkungan seperti keluarga atau teman sejawat merupakan hal yang juga mempengaruhi perilaku seseorang. Menurut Notoadmodjo (2007), pengaruh interpersonal (keluarga, teman sejawat, tenaga kesehatan, dukungan social) merupakan hal yang mempengaruhi karakteristik, pengalaman dan perilaku seseorang. Dukungan Teman Sejawat dalam melakukan tindakan kesehatan akan memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan tindakan pencegahan infeksi secara benar dan aman oleh petugas kesehatan atau bidan. Menurut Mulyanti (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa faktor lingkungan yaitu ada tidaknya rekan kerja yang menggunakan APD yang merupakan salah satu dari tindakan pencegahan infeksi ketika melakukan pertolongan persalinan dan mempengaruhi mereka dalam penggunaan APD. 2.6.4 Pengawasan / Supervisi Pengawasan merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak atasan atau yang bertanggung jawab dalam upaya memastikan bahwa hasil aktual sesuai dengan kenyataan. Tujuan utama pengawasan bukan untuk mencari kesalahan tetapi untuk mencari umpan balik yang selanjutnya dapat dilakukan perbaikan (Notoatmodjo, 2010). Pengawasan dapat dilakukan antara lain dengan (1) melalui kunjungan langsung / observasi terhadap obyek yang diamati, (2) melalui analisis terhadap laporan yang masuk, (3) melakukan perbandingan, (4) pembetulan terhadap penyimpangan. Bila pengawasan dilakukan dengan tepat, akan mendapatkan

39 manfaat berupa dapat diketahuinya sejauh mana hasil dari suatu tindakan program berjalan dan apakah sudah sesuai dengan program atau rencana kerja, dapat mengetahui adanya penyimpangan dari program, apakah waktu dan sumber daya sudah mencukupi dapat diketahui adanya penyimpangan serta dapat diketahui staf yang perlu diberikan penghargaan dari hasil kerjanya. Faktor yang dapat mempengaruhi dan berhubungan dengan kinerja ataupun dengan tindakan bidan yaitu adanya kontrol dan supervisi baik dari Pimpinan Pihak Rumah Sakit, Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Dinas Kesehatan Kota Medan, tentang pencegahan infeksi pada pertolongan persalinan (Mohanis, dkk, 2005). Menurut Rahmadona, dkk (2014) menunjukkan bahwa supervisi atau pengawasan memiliki hubungan yang paling dominan pada perilaku bidan dalam pencegahan infeksi pada risiko penularan HIV/AIDS di wilayah Dinas Kesehatan Tanjung Pinang.

40 2.7 Kerangka Konsep Variabel Bebas (Independen) Variabel Terikat (Dependen) Faktor Internal : - Sikap - Motivasi Tindakan Bidan dalam Pencegahan Infeksi pada Ibu Faktor Eksternal : - Dukungan teman sejawat - Pengawasan/ supervisi bersalin dengan Persalinan Normal Gambar 2.5 Kerangka Konsep Penelitian