kecombrang dalam bentuk nanoenkapsulan dapat membuka peluang dihasilkannya bahan

dokumen-dokumen yang mirip
Nanoenkapsulan Antioksidan Alami Berbahan Dasar Buah Kecombrang (Nicolaia speciosa) Rifda Naufalin, Tobari dan Herastuti

I. PENDAHULUAN. Di industri pangan, penerapan teknologi nanoenkapsulasi akan memberikan

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. membentuk lapisan kompleks yang menyelimuti inti. Bahan inti yang dilindungi

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (6) Hipotesa dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan istilahnya, mikroenkapsulasi berarti suatu teknik enkapsulasi untuk

I. PENDAHULUAN. lainnya. Secara visual, faktor warna berkaitan erat dengan penerimaan suatu

I. PENDAHULUAN. poliaromatik hidrokarbon / PAH (Panagan dan Nirwan, 2009). Redestilat asap cair

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.

BAB I PENDAHULUAN. (41%), kulit sapi (28,6%), dan tulang (30%). Data dari Badan Pusat Statistik

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia disebut sebagai negara penghasil rempah-rempah, yang juga

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

PENDAHULUAN. hemiselulosa dan lignin dan telah dikondensasi. Asap cair masih mengandung

POTENSI ANTIOKSIDAN HASIL EKSTRAKSI TANAMAN KECOMBRANG (Nicolaia speciosa Horan) SELAMA PENYIMPANAN 1. Oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

III. BAHAN DAN METODE

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen. Muhammadiyah Semarang Jl. Wonodri Sendang Raya No. 2A Semarang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

4. PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Penentuan Konsentrasi Mikroenkapsulan

I. PENDAHULUAN. rusak serta terbentuk senyawa baru yang mungkin bersifat racun bagi tubuh.

PENGARUH PERBANDINGAN BAHAN PELAPIS MALTODEKSTRIN DAN GUM ARAB DALAM MIKROKAPSUL BERBAHAN INTI SITRONELAL ABSTRAK ABSTRACT

I. PENDAHULUAN. sehingga memberikan kesegaran bagi konsumen. Warna yang beraneka macam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI

Polisakarida Larut Air (PLA) Kulit Kopi sebagai Pensubstitusi Gum Arab Pada Enkapsulasi Minyak Kopi

BAB I PENDAHULUAN. industri pangan karena mempunyai banyak kelebihan, diantaranya adalah proses

POTENSI BUNGA KECOMBRANG SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA TAHU DAN IKAN 1. Rifda Naufalin dan Herastuti Sri Rukmini, Erminawati 2 ABSTRAK

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 10 Media pertumbuhan semanggi air (Marsilea crenata).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

bahwa ternyata zat warna sintetis banyak mengandung azodyes (aromatic

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian,

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

BAB I PENDAHULUAN. industri. Pemanis yang umumnya digunakan dalam industri di Indonesia yaitu

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

Enkapsulasi Minyak Kopi Menggunakan Polisakarida Larut Air Kulit Buah Kopi Sebagai Flavoring

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Asia yang beriklim tropis yang memiliki beberapa khasiat sebagai obat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini telah banyak diungkapkan bahaya lingkungan yang tidak sehat

BAB III METODE PENELITIAN

TEKNOLOGI ENKAPSULASI FLAVOR REMPAH-REMPAH. Ir. Sutrisno Koswara, MSi

I. PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan, beberapa

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstraksi terhadap 3 jenis sampel daun pidada menghasilkan ekstrak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. seperti rasa dan tekstur. Selama proses pengolahan pangan warna suatu bahan

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB V PEMBAHASAN. graveolens L.), kemangi (Ocimum bacilicum L.) serta campuran keduanya. terhadap pertumbuhan Candida albicans in vitro yang

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. satu produk olahan pangan asal hewan yangpaling banyak diminati

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HASIL. Kadar Air Daun Anggrek Merpati

Seminar Nasional dalam Rangka Dies Natalis ke-53 Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Palembang 14 September2016

I. PENDAHULUAN. selama penyimpanan (teroksidasinya senyawa fenol, perubahan warna), kurang praktis dalam penanganan, distribusi dan aplikasinya.

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, mulai dari teh, kopi, karet, kakao, kelapa, rempah-rempah

Transkripsi:

Karakterisasi Nanoenkapsulan Buah Kecombrang (Nicolaia speciosa) Oleh: Rifda Naufalin, Tobari, Herastuti Sri Rukmini ABSTRAK Buah kecombrang merupakan bagian bunga yang mengalami pendewasaan lebih lanjut, berwarna merah, terdiri atas dua bagian, yaitu bagian luar (kulit) dan bagian dalam (biji). Bagian buah belum dimanfaatkan oleh masyarakat secara optimal. Pemanfaatan ekstrak buah kecombrang dalam bentuk nanoenkapsulan dapat membuka peluang dihasilkannya bahan tambahan pangan yang praktis dan stabil oleh panas, cahaya dan oksigen. Oleh karena itu, pada penelitian ini dikaji karakterisasi nanoenkapsulan buah kecombrang. Nanoenkapsulan dibuat dengan menambahkan enkapsulan gelatin dan maltodekstrin dengan perbandingan (1:2 ; 1:1 dan 2:1) pada ekstrak buah kecombrang. Key words : buah kecombrang, nanoenkapsulasi, bahan pengisi. Gelatin dan maltodekstrin PENDAHULUAN Buah kecombrang merupakan bagian bunga yang mengalami pendewasaan lebih lanjut dan kandungan senyawa bioaktif yang terdapat dalam buah sama dengan bunga, namun memiliki kandungan fenolik dan triterpenoid yang lebih banyak, dan aromanya segar dan lebih dapat diterima oleh konsumen (Naufalin et al., 2010). Buah kecombrang mirip nanas besar, berwarna merah dan erdiri atas dua bagian, yaitu bagian luar (kulit) dan bagian dalam (biji). Bagian buah belum dimanfaatkan oleh masyarakat secara optimal. Pemanfaatan ekstrak buah kecombrang dalam bentuk nanoenkapsulan dapat membuka peluang dihasilkannya bahan tambahan pangan yang praktis dan stabil oleh panas, cahaya dan oksigen. Oleh karena itu, pada penelitian ini dikaji karakterisasi nanoenkapsulan buah kecombrang. Nanoenkapsulasi dilakukan melalui pembentukan partikel berukuran 1 1000 nm dengan muatan bahan aktif di dalamnya (Reis et al., 2006). Partikel dengan ukuran nano memungkinkan terjadinya distribusi yang lebih baik pada produk serta dapat memperluas permukaan kontak partikel dengan bahan. Selain itu, nanoenkapsulasi memungkinkan bahan aktif untuk lepas secara berkala melalui lapisan enkapsulan, sehingga hal ini juga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan bahan aktif (Won et al., 2008). Penelitian ini bertujuan mengkaji karakteristik nanoenkapsulan buah kecombrang,

METODE PENELITIAN Persiapan sampel bubuk buah kecombrang Bahan buah kecombrang diseleksi. Bahan hasil seleksi dibersihkan dengan air, kemudian dikeringkan dalam dryer pada suhu 50 0 C hingga kadar air 8-10%. Selanjutnya simplisia kering digiling sampai diperoleh bubuk yang homogen. Ekstraksi dengan pelarut organik Jenis pelarut yaitu etil asetat untuk mengekstrak bubuk buah kecombrang. Bubuk buah kecombrang diekstrak dua kali dengan etanol (1:4 b/v). Proses ekstraksi dilakukan secara maserasi pada suhu 37 C, dengan kecepatan rotasi 150 rpm selama 24 jam setiap tingkat. Ffiltrat dipisahkan dari pelarut dengan cara penguapan dalam rotavapor sampai tidak ada pelarut yang menetes lagi. Pelarut pertama diuapkan pada suhu 40 o C, pelarut kedua diuapkan pada suhu 50 o C. Sisa pelarut dihilangkan dengan gas nitrogen sehingga dihasilkan suatu ekstrak (Houghton dan Raman 1998 dan Apriyantono et al., 1998). Pembuatan nanoenkapsulasi ekstrak Satu unit percobaan menggunakan 1 bagian konsentrat ekstrak buah kecombrang dan 3 bagian enkapsulan. Enkapsulan dibuat dari komposisi gelatin : maltodekstrin dengan perbandingan (1:2 ; 1:1 dan 2:1). Ditambah dengan air bebas ion dan dicampur merata dengan cara pengadukan pada suhu 50 o C selama 30 menit. Konsentrat ekstrak ditambahkan pada enkapsulan, campuran dihomogenisasi pada suhu 40 o C selama 30 menit, sehingga terbentuk suatu emulsi. Selanjutnya dilakukan pengecilan partikel emulsi menjadi nanopartikel dengan menggunakan dispersing machine (Ultra-Turrax) 22.000 rpm selama 30 menit. Analisis fisikokimia Analisis ini meliputi analisis kandungan bioaktif, kadar air dengan metode oven vakum (Apriyantono et al., 1989), analisis tingkat kelarutan, analisis densitas kamba nanokapsulan, efisiensi nanoenkapsulan (Won et al., 2008), dan rendemen

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Senyawa Bioaktif Data senyawa bioaktif (fitokimia) buah kecombrang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Data fitokimia bagian-bagian tanaman kecombrang - Jenis Pengujian Buah kecombrang - Alkaloid +++ Saponin - Tanin - Fenol +++ Flavonoid ++ Triterpenoid ++ Steroid + Glikosida ++++ - Keterangan: -: negatif; +: positif lemah; ++: positif; +++: positif kuat; ++++: positif kuat sekali. Komponen bioaktif yang terdapat dalam buah kecombrang yaitu alkaloid, fenol, flavonoid, triterpenoid, steroid, dan glikosida. Komponen yang dominan pada buah kecombrang adalah fenol, flavonoid dan saponin. Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari dari 15 atom karbon yang umumnya tersebar di dunia tumbuhan. Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal dari tumbuhan telah diidentifikasi, namun ada tiga kelompok yang umum dipelajari, yaitu antosianin, flavonol, dan flavon (Hahlbrock, 1981). Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar. Flavonoid merupakan senyawa polar karena memiliki gugus hidroksil, umumnya flavonoid larut dalam pelarut polar seperti air, etanol, metanol, aseton dan lainnya. Adanya gula yang terikat pada flavonoid, cenderung menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam air (Markham, 1998). Antosianin adalah pigmen berwarna yang umumnya terdapat di bunga berwarna merah, ungu, dan biru. Pigmen ini juga terdapat di berbagai bagian tumbuhan lain misalnya, buah tertentu, batang, daun dan bahkan akar (Salisbury, 1995). Sebagian besar tumbuhan memiliki kandungan antosianin terbesar pada bagian buahnya (Houghton dan Hendry, 1995).

Pigmen ini telah banyak digunakan sebagai pewarna alami pada berbagai produk pangan dan berbagai aplikasi lainnya (Gould et al., 2008). Berbagai macam pigmen antosianin yang diekstrak dari buah-buahan tertentu telah banyak dimanfaatkan sebagai pewarna pada produk minuman ringan, susu, bubuk minuman, minuman beralkohol, produk beku dan lainnya ( Houghton dan Hendry, 1995). Rendemen bubuk buah kecombrang Rendemen diperoleh dari perbandingan berat awal buah kecombrang segar terhadap berat bubuk buah kecombrang yang dihasilkan. Nilai rendemen bubuk kering buah kecombrang sebesar 16,54% dibandingkan nilai rendemen bagian-bagian lain dari tanaman kecombrang menurut Istianto (2008) yakni bunga (10,89%), daun (20,51%), batang (13,86%), dan rimpang (18,00%). Hal ini menunjukkan bahwa kadar air buah kecombrang tidak lebih tinggi dibandingkan kadar air bagian bunga dan batang tanaman kecombrang. Nilai rendemen bubuk kering buah kecombrang digunakan untuk mengetahui seberapa besar bagian buah yang dapat dimanfaatkan dalam proses ekstraksi untuk selanjutnya mengalami perubahan menjadi konsentrat. Rendemen nanoenkapsulan buah kecombrang Nilai rata-rata rendemen dari proporsi enkapsulan 1:1, 1:2, dan 2:1 berturut-turut 44,29 %; 46,15 % dan 44,69 % (Gambar 1). Hal ini diduga karena enkapsulan proporsi 1:2 dengan jumlah maltodekstrin yang lebih banyak akan lebih mampu berinteraksi dengan fraksi yang dikapsulkan. Maltodekstrin memiliki berat molekul yang lebih rendah daripada gelatin. Menurut Llod dan Nelson (1984) maltodekstrin (C 6 H 12 O 5 )n H 2 O merupakan polisakarida yang terdiri dari ikatan (1-4) D glukosa dengan berat molekul kurang dari 4000. Gelatin memiliki berat molekul bentuk alfa antara 80.000-125.000, BM bentuk beta antara l60.000-250.000 dan BM untuk Gama antara 240.000-375.000 (Poppe, 1999). Menurut Fennema (1996), maltodekstrin merupakan produk yang mempunyai nilai DE kurang dari 20. Maltodekstrin tidak berasa, tidak manis dan sangat bagus kontribusinya sebagai pelindung dalam sistem makanan. Maltodekstrin dipakai dalam industri makanan sebagai pengental, pemantap serta

Rendemen Mikrokapsul (%) memiliki kemampuan untuk membentuk film stabil, selain itu juga dapat digunakan untuk enkapsulasi senyawa volatil (DeMan, 1997). 48 46 44,29a 46,15b 44,69a 44 42 40 1:1 1:2 2:1 Proporsi gelatin - maltodekstrin Gambar 1. Nilai rata-rata rendemen nanokapsul. pada berbagai proporsi gelatin maltodekstrin (b/b) Densitas kamba nanokapsul buah kecombrang Densitas kamba mikrokapsul merupakan perbandingan antara berat nanokapsul terhadap volume mikrokapsul tersebut. Semakin tinggi nilai densitas kamba nanokapsul berarti semakin kecil volume kemasan yang diperlukannya. Nanoenkapsulan buah kecombrang dengan beberapa perbandingan tidak berbeda nyata. Nilai rata-rata densitas kamba nanokapsul buah kecombrang yaitu antara 0,47 sampai 0,51 g/ml. Kelarutan nanokapsul buah kecombrang dalam air Pengukuran kelarutan ini bertujuan agar mikrokapsul yang dihasilkan dapat diaplikasikan pada pangan. Pada umumnya bahan pangan banyak mengandung air, sehingga produk yang akan diaplikasikan pada bahan pangan seharusnya larut dalam air. Nanokapsul dari proporsi gelatin : maltodekstrin 2:1(b/b) berbeda nyata dengan proporsi 1:1 (b/b) dan 1:2 (b/b), sedangkan proporsi 1:1 dan 1:2 (b/b) tidak berbeda nyata. Proporsi gelatin yang lebih tinggi menyebabkan kelarutan dalam air semakin tinggi. Gelatin merupakan golongan protein yang memiliki gugus hidrofilik. Gugus hidrofilik sangat mudah

Kelarutan dalam air (%) berinteraksi dengan air, sehingga sangat larut dalam air. Menurut Poppe (1999), gelatin merupakan hidrokoloid dan polimer larut air yang digunakan sebagai agen pengental atau penstabil yang larut dalam air pada suhu 71 0 C. 70 68,61 a 68 66 64 62 64,75 b 65,51 b 60 1:1 1:2 2:1 Proporsi gelatin : maltodekstrin (b/b) Gambar 2. Nilai rata-rata kelarutan nanokapsul dalam air pada berbagai proporsi enkapsulan gelatin : maltodekstrin terhadap Kelarutan mikrokapsul dalam etanol Nanokapsul dari proporsi gelatin : maltodekstrin 2:1(b/b) berbeda nyata dengan proporsi 1:1 (b/b) dan 1:2 (b/b), sedangkan proporsi 1:1 dan 1:2 (b/b) tidak berbeda nyata terhadap kelarutan nanokapsul dalam etanol (Gambar 3). Proporsi gelatin-maltodekstrin 2:1 (b/b) menghasilkan kelarutan nanokapsul dalam etanol paling rendah (20,69 %). Hal ini diduga karena interaksi antara gelatin dengan proporsi tinggi dengan fraksi terekstrak sangat kuat sehingga tidak mudah larut dalam etanol. Dinding yang dihasilkan oleh gelatin lebih mampu menahan bahan inti dibandingkan dengan maltodekstrin sehingga kelarutan dalam etanol rendah. Ini juga dipengaruhi oleh sifat gelatin yang sukar larut dalam pelarut polar. Menurut Poppe (1999) gelatin larut dalam air pada suhu 71 0 C dan tidak larut dalam pelarut polar.

Kadar fraksi tak terkapsulkan (%) Kelarutan dalam alkohol (%) 25 24,35 b 24 23 22,83 b 22 21 20 20,69 a 1:1 1:2 2:1 Proporsi gelatin : maltodekstrin (b/b) Gambar 3. Nilai rata-rata kelarutan nanokapsul dalam etanol pada berbagai proporsi enkapsulan gelatin : maltodekstrin terhadap. Kadar fraksi tidak terkapsulkan Proporsi enkapsulan gelatin : maltodekstrin (E), menunjukkan rata-rata kadar fraksi tidak terkapsulkan pada proporsi enkapsulan 1:2 (b/b) lebih rendah (22,41%) daripada perlakuan yang lain (Gambar 4). 30 28 26 27,99 b 25,80 b 24 22,41 a 22 20 1:1 1:2 2:1 Proporsi gelatin : maltodekstrin (b/b) Gambar 4. Nilai rata-rata kadar fraksi tidak terkapsulkan pada nanoenkapsulasi pada berbagai proporsi enkapsulan gelatin-maltodekstrin terhadap. Hal ini diduga karena proporsi maltodekstrin yang tinggi menyebabkan molekulmolekul maltodekstrin yang berinteraksi dengan gelatin dan fraksi kecombrang juga semakin banyak sehingga fraksi dapat terlindungi dengan baik. Mikrokapsul yang terbentuk dari gelatin

Efisiensi mikrokapsul (%) (protein) dan maltodekstrin (karbohidrat) mempunyai struktur dinding mikrokapsul yang berlapis. Fungsi protein sebagai emulsifier dan pembentuk film sedangkan karbohidrat berfungsi sebagai filler (pengisi) dan pembentuk matriks (Sheu dan Rosenberg, 1998). Efisiensi mikroenkapsulasi Efisiensi nanoenkapsulasi dihitung berdasarkan perbandingan jumlah fraksi yang berada di dalam nanokapsul dengan fraksi yang digunakan dalam proses. Efisiensi yang tinggi menunjukkan tingginya jumlah fraksi yang terkapsulkan (Mustikawati, 1998). Nilai rata-rata efisiensi nanoenkapsulasi pada perlakuan E1, E2 dan E3 berturut-turut 58,77 %, 66,35 % dan 56,56 % (Gambar 5). Perlakuan proporsi gelatin : maltodekstrin memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap efisiensi mikrokapsul. Hal ini diperkirakan karena penambahan gelatin maupun maltodekstrin memberikan tingkat hidrofilisitas yang tidak sama pada setiap perlakuan. Kekuatan hidrofilisitas yang berbeda menyebabkan kekuatan pengikatan fraksi juga berbeda sehingga efisiensi dari setiap perlakuan proporsi enkapsulan gelatin : maltodekstrin berbeda sangat nyata. 70 65 66,35 a 60 58,77 b 56,56 c 55 1:1 1:2 2:1 Proporsi gelatin : maltodekstrin Gambar 5. Nilai rata-rata efisiensi nanokapsul pada berbagai proporsi enkapsulan gelatin : maltodekstrin. Menurut Lin et al. (1995) efisiensi yang optimal dapat dihasilkan dari matriks protein dan karbohidrat sebagai dinding mikrokapsul. Dinding mikrokapsul yang terdiri dari dua bahan enkapsulan mampu memberikan perlindungan yang baik terhadap mikrokapsul. Penggunaan dua bahan enkapsulan menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan penggunaan satu enkapsulan sebagai bahan pengisi sebab kemampuan enkapsulan untuk berinteraksi membentuk granula yang dapat menyalut komponen yang dienkapsulasi lebih baik (Afeli, 1998).

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Nanokapsul buah kecombrang dengan menggunakan proporsi enkapsulan gelatin maltodekstrin 1:2 b/b (E 2 ) memiliki sifat fisikokimia (rendemen, densitas kamba, kelarutan dalam air, kelarutan dalam etanol, dan efisiensi mikroenkapsulasi) lebih tinggi daripada proporsi 1:1 dan 2:1 (b/b). 2. Efisiensi nanoenkapsulasi buah kecombrang bagian dalam paling tinggi (45,85 %) diperoleh dari enkapsulan gelatin - maltodekstrin 1:2 b/b. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai stabilitas nanokapsul terhadap berbagai kondisi proses diantaranya pemanasan dan oksidasi. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang aktivitas antibakteri buah kecombrang dibandingkan aktivitasnya dari bunga kecombrang. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih disampaikan Unsoed melalui dana penelitian Riset Unggulan 2012 sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan. DAFTAR PUSTAKA Afeli, R. 1998. Studi Mikroenkapsulasi dan Stabilitas Minyak Kaya Asam Lemak Omega-3 dari Limbah Pengalengan Ikan Tuna (tuna precook oil). Skripsi. IPB, Bogor. 44 hal. (tidak dipublikasikan) Fessenden, R. J. 1991. Kimia Organik 1. Erlangga, Jakarta. Hadioetomo, R.S., T.I.S.S. Tjitrosomo, dan S.L. Agka. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi I. Terjemahan. UI Press, Jakarta. 234 hal. Jay, J. M. 1986. Modern Food Microbiology. Wayne State University. Van Nostrand Reinhold, New York. 467 pp. Ketaren, S. 1990. Minyak Atsiri. Departemen Teknologi Hasil Pertanian. IPB. Bogor. 112 hal.

Koswara, S. 2007. Teknologi Enkapsulasi Flavor Rempah-Rempah (On-line) http://www. ebookpangan.com diakses 20 desember 2007. Lin, C.C, Lin S.Y. and Hwang L.S. 1995. microencapsulation of Squid Oil with Hydrophilic Macromolecules for Oxidative and Thermal Stabilization. J of Food Sci.60 1) : 36-39 Lyod, N. E. and W.I. Nelson. 1984. Glucose and Fructose Containing Sweeteners from Starch In Whistler and BeMiller (eds). Starch, Chemistry and Technology. Academy Inc, Florida. 618 p. Mustikawati, L. 1998. Mikroenkapsulasi Konsentrat Asam Lemak Omega-3 dai Minyak Limbah Pengalengan Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) dengan Konservasi Komplek. Skripsi. IPB, Bogor. 48 hal. (Tidak dipublikasikan) Naufalin, R. 2005. Kajian Sifat Antimikroba Bunga Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) Terhadap Berbagai Mikroba Patogen dan Perusak Pangan. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 181 hal (Tidak dipublikasikan) Permadi, A. 2003. Analisis pengembangan industri pengolahan mikroenkapsulasi minyak ikan. Makalah Falsafah Sains, Program Pasca Sarjana, IPB, Bogor. E-mail: aefpermadi@eudoramail.com Poppe, J. 1999. Gelatin. In. Alan Imeson (eds). Pp 145-167: Thickening and gelling agents for food. 2 nd edition. Aspen publisher, Inc. Maryland. 320 p. Tampubolon, O.T., S. Suhatsyah, dan S. Sastrapradja. 1983. Penelitian Pendahuluan Kimia Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan). Risalah Simposium Penelitian Tumbuhan Obat III. Fakultas Farmasi, UGM, Yogyakarta. Valianty K. 2002. Potensi Antibakteri Minyak Bunga Kecombrang. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. 38 hal (Tidak dipublikasikan). Wikipedia. 2008. Etil asetat (on line). http://en.wikipedia.org/wiki/ diakses 9 Agustus 2008