BAB IV SIMULASI PERHITUNGAN INTERFERENSI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB III INTERFERENSI SEL

TEKNIK PERANCANGAN JARINGAN AKSES SELULER

Cellular Interference and Celular Planning S1 TEKNIK TELEKOMUNIKASI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEMATIKA TELKOM PURWOKERTO 2016

PENGANTAR SISTEM KOMUNIKASI SELULER

Wireless Communication Systems Modul 9 Manajemen Interferensi Seluler Faculty of Electrical Engineering Bandung 2015

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORI

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

BAB III ANALISIS TRAFIK DAN PARAMETER INTERFERENSI CO-CHANNEL

BAB II LANDASAN TEORI. standarisasi yang dibentuk di Eropa tahun 1982 untuk menciptakan sebuah

Dalam hal ini jarak minimum frequency reuse dapat dicari dengan rumus pendekatan teori sel hexsagonal, yaitu : dimana :

ANALISA CO-CHANNEL INTERFERENCE RATIO (CCIR) PADA SISTEM KOMUNIKASI SELULER MENGGUNAKAN ANTENA OMNI-DIREKSIONAL PADA DAERAH URBAN DAN SUB-URBAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

Setyo Budiyanto 1,Mariesa Aldila 2 1,2

KONSEP DASAR SELULER. (DTG3G3) PRODI D3 TT Yuyun Siti Rohmah,ST.,MT

BAB 2 DASAR TEORI. Sistem telekomunikasi yang cocok untuk mendukung sistem komunikasi

# CDMA1900, khususnya kanal 12 untuk 3G/WCDMA. Dengan penataan ulang yang dilakukan oleh pihak regulator berdampak juga terhadap pengguna komunikasi s

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG

BAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II DASAR TEORI. Teknologi komunikasi selular sebenarnya sudah berkembang dan banyak

BAB III PERANCANGAN SFN


ABSTRACT I. PENDAHULUAN. Jom FTEKNIK Volume 4 No. 1 Februari

Sistem Komunikasi Modern Teknik Elektro Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto Yogyakarta

Alasan-Alasan Operator GSM Mengadopsi Frekuensi Hopping (SFH)

BAB I PENDAHULUAN. sinyal paling tinggi. Metode ini memperlihatkan banyaknya handover yang tidak

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Diajukan guna melengkapi sebagian syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh :

Multiple Access. Downlink. Handoff. Uplink. Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes

Analisis Aspek-Aspek Perencanaan BTS pada Sistem Telekomunikasi Selular Berbasis CDMA

Bab 7. Penutup Kesimpulan

Lisa Adriana Siregar Dosen Tetap Program Studi Teknik Elektro Sekolah Tinggi Teknik Harapan

Teknik Sistem Komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN

KOMUNIKASI DATA PROGRAM STUDI TEKNIK KOMPUTER DOSEN : SUSMINI I. LESTARININGATI, M.T

Universitas Kristen Maranatha

BAB III PROSES HANDOVER DAN PENYEBAB TERJADINYA HANDOVER FAILURE

Analisis Pengaruh Penggunaan Physical Cell Identity (PCI) Pada Perancangan Jaringan 4G LTE

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan pada sistem komunikasi nirkabel dan bergerak sangatlah kompleks

BAB IV PERANCANGAN DAN REALISASI FILTER

Cell boundaries (seven cell repeating pattern)

STUDI PENGGUNAAN ALGORITMA ANT COLONY DALAM PENGALOKASIAN KANAL DINAMIK PADA KOMUNIKASI SELULER

Topologi WiFi. Topotogi Ad Hoc

BAB III CROSSTALK PADA JARINGAN DWDM. (tersaring). Sebagian kecil dari daya optik yang seharusnya berakhir di saluran

BAB I PENDAHULUAN. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan metode akses kanal

PENANGANAN INTERFERENSI PADA JARINGAN SELULER 2G PT. INDOSAT UNTUK AREA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV PEMODELAN SIMULASI

ANALISIS KINERJA ALGORITMA SUBOPTIMAL HANDOVER PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS

Fundamental Sistim Komunikasi Nirkabel dan Konsep Seluler

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA TENTANG

BAB III. IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS. Konsep selular mulai muncul di akhir tahun 1940-an yang digagas oleh

BAB I PENDAHULUAN. menuntut agar teknologi komunikasi terus berkembang. Dari seluruh

SIMULASI DAN ANALISIS MANAJEMEN INTERFERENSI PADA LTE FEMTOCELL BERBASIS SOFT FREQUENCY REUSE

Dasar Sistem Transmisi

BAB II DASAR TEORI. menjadi pilihan adalah teknologi GSM (Global System for Mobile

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

Analisis Pengaplikasian MCPA pada Perusahaan Provider GSM di Daerah Sumatera Utara

Apa perbedaan antara teknik multiplex dan teknik multiple access??

Optimasi Single Frequency Network pada Layanan TV Digital DVB-T dengan Menggunakan Metode Simulated Annealing L/O/G/O

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG

Dasar- dasar Penyiaran

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. maka antara satu BTS dengan BTS yang lain frekuensinya akan saling

Makalah Seminar Tugas Akhir PENINGKATAN KAPASITAS SEL CDMA DENGAN METODE PARTISI SEL

BAB II WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (WDM) Pada mulanya, teknologi Wavelength Division Multiplexing (WDM), yang

Pengaruh Penggunaan Skema Pengalokasian Daya Waterfilling Berbasis Algoritma Greedy Terhadap Perubahan Efisiensi Spektral Sistem pada jaringan LTE

Designing WLAN based Metropolitan Area Network (MAN)

Teknik Multiple Akses FDMA, TDMA, CDMA

Analisis Pengaruh Model Propagasi dan Perubahan Tilt Antena Terhadap Coverage Area Sistem Long Term Evolution Menggunakan Software Atoll

Powered By TeUinSuska2009.Wordpress.com. Upload By - Vj Afive -

BAB III PEMODELAN DAN SIMULASI

BAB IV ANALISA HASIL SIMULASI

LAPORAN SKRIPSI ANALISIS DAN OPTIMASI KUALITAS JARINGAN TELKOMSEL 4G LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI AREA PURWOKERTO

SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI

BAB IV PERANCANGAN DAN REALISASI FILTER

Teknik Modulasi dan Frekuensi GSM

Sistem Komunikasi Bergerak Seluler

BAB II DASAR TEORI. digunakan pada awal tahun 1980-an, diantaranya sistem C-NET yang

BAB III PERANCANGAN SIMULASI INTERFERENSI DVB-T/H TERHADAP SISTEM ANALOG PAL G

BAB II DASAR TEORI. komunikasi bergerak tidak menggunakan kabel sebagai medium transmisi[1].

PERENCANAAN ULANG SITE JARINGAN GSM 900 DAN 1800 DI KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat Indonesia akan informasi dan komunikasi terus

ANALISA PENGARUH INTERFERENSI PADA KAPASITAS MAKRO/MIKROSELULAR CDMA DENGAN PENGATURAN PERBANDINGAN DAYA

BAB IV DATA DAN ANALISA SERTA APLIKASI ANTENA. OMNIDIRECTIONAL 2,4 GHz

Kegagalan Panggil (Fail Connection) pada Sistem Jaringan Telepon Selular (GSM)

Transkripsi:

BAB V SMULAS PERHTUNGAN NTERFERENS 4.1 nterferensi Kanal yang Berfrekuensi Sama (ochannel nterference) ochannel nterference merupakan gangguan interferensi yang berasal dari sel-sel lain yang menggunakan frekuensi yang sama (ochannel cell) sebagai akibat penggunaan ulang frekuensi (frequency reuse). Bila interferensi ini terjadi maka akan menutup (memblok) kanal sehingga akan mengganggu pengguna. Parameter untuk mengukur pengaruh ochannel nterference terhadap kinerja sistem komunikasi bergerak seluler GSM adalah dengan mengetahui perbandingan sinyal pembawa (carrier) terhadap sinyal penginterferensi atau disebut dengan arrier To nterference Ratio (/). Nilai / minimum untuk menghindari ochannel nterference ditentukan lebih besar dari 9 db untuk sistem digital GSM dengan menggunakan frekuensi hopping dan 12 db tanpa menggunakan frekuensi hopping. Pada pembahasan ini akan dihitung parameter perbandingan sinyal pembawa (carrier) terhadap sinyal penginterferensi (arrier To nterference Ratio) pada desain antena omnidirectional yang meliputi : kasus 1 (keadaan normal/normal case), kasus 2 (keadaan terburuk/worst case), kasus 3 (keadaan khusus/special case), serta pada desain antena directional yang meliputi : antena directional yang menggunakan sektorisasi 120 0 dan 60 0 dengan menggunakan persyaratan / minimum sebesar 12 db. Perhitungan parameter menggunakan rumus yang bersumber dari buku referensi dan dengan program simulasi perhitungan yang telah dibuat menggunakan software Visual Basic 6.0. 4.1.1 Hasil Simulasi Perhitungan Parameter / ochannel nterference arrier To nterference Ratio merupakan perbandingan sinyal pembawa (carrier) terhadap sinyal penginterferensi sebagai sebuah fungsi. Untuk menganalisis nilai /, diberikan sebuah daerah pelayanan menggunakan pola pengulangan (reuse pattern) dengan i = 2 dan j = 0, pada pola ini, maka perhitungan / dijelaskan sebagai berikut : 38

39 Untuk memperoleh nilai /, terlebih dahulu mencari jumlah sel dalam satu kelompok (luster) yaitu dengan menggunakan rumus 2.3, sebagai berikut : N N N = i 2 = 2 = 4 2 + j 2 + 0 2 + ( i. j) + (2x0) Nilai N sama dengan 4 berarti banyaknya sel dalam sebuah kelompok sel adalah 4. Setelah diperoleh nilai N, maka faktor pengurang interferensi (q) dapat dicari dengan menggunakan rumus 3.1, sebagai berikut : Setelah faktor pengurang interferensi diperoleh, maka nilai / untuk masingmasing kondisi dapat dihitung sebagai berikut : 1. BTS mengunakan antena omnidirectional a. Kasus 1 (keadaan normal / Normal ase) Menggunakan rumus Dengan menggunakan rumus 3.22, maka dapat dicari besarnya perbandingan sinyal pembawa (carrier) terhadap sinyal interferensi (/), dengan menganggap nilai konstanta propagasi yang menyatakan berapa cepat redaman bertambah sebagai fungsi dari jarak (γ) sebesar 4, diperoleh hasil sebagai berikut : q q = 3x4 = 3,4641 1 = 4 6x(3,4641) = 24 atau = 13,802 db Menggunakan program simulasi perhitungan

40 Analisis Gambar 4.1 Perhitungan / ochannel nterference kasus Normal ase Pada keadaan normal (normal case) dengan menggunakan jumlah kelompok sel (cluster) 4 tidak terjadi gangguan cochannel interference karena nilai / yang diperoleh sebesar 13,802 db. Nilai ini lebih besar dari nilai / minimum yang dipersyaratkan sebesar 12 db. b. Kasus 2 (keadaan terburuk / Worst ase) Menggunakan rumus Dengan menggunakan rumus 3.25, maka dapat dicari besarnya perbandingan sinyal pembawa (carrier) terhadap sinyal interferensi (/), dengan menganggap nilai konstanta propagasi yang menyatakan berapa cepat redaman bertambah sebagai fungsi dari jarak (γ) sebesar 4, diperoleh hasil sebagai berikut : = 2 1 ( ) 4 3,4641 2( 3,4641 1) 4 2( 3,4641 1 + + + ) 4

41 = 13,666 atau = 11,356 db Menggunakan program aplikasi simulasi perhitungan. Analisis Gambar 4.2 Perhitungan / ochannel nterference kasus Worst ase Keadaan terburuk terjadi pada saat MS menerima sinyal yang paling lemah dari BTS yang menanganinya (cell site) sendiri, tetapi mendapat interferensi yang kuat dari semua sel yang memiliki frekuensi yang sama (cochannel cell). Pada keadaan ini dengan menggunakan jumlah kelompok sel (cluster) 4 terjadi gangguan cochannel interference karena nilai / yang diperoleh sebesar 11.356 db. Nilai ini sedikit lebih kecil dari nilai / minimum yang dipersyaratkan sebesar 12 db.

42 c. Kasus 3 (keadaan khusus / Special ase) Menggunakan rumus Dengan menggunakan rumus 3.28, maka dapat dicari besarnya perbandingan sinyal pembawa (carrier) terhadap sinyal interferensi (/), dengan menganggap nilai konstanta propagasi yang menyatakan berapa cepat redaman bertambah sebagai fungsi dari jarak (γ) sebesar 4, diperoleh hasil sebagai berikut : = 6 1 ( 3,4641 1) 4 = 6,144 atau = 7,885 db Menggunakan program aplikasi simulasi perhitungan. Gambar 4.3 Perhitungan / ochannel nterference kasus Special ase

43 Analisis Pada keadaan paling buruk diasumsikan bahwa pemancar yang menggangu semuanya berjarak yang paling kecil. Pada keadaan ini dengan menggunakan jumlah kelompok sel (cluster) 4 nilai / yang diperoleh sebesar 7,885 db, nilai ini jauh lebih kecil dari nilai / minimum yang dipersyaratkan sebesar 12 db, sehingga terjadinya gangguan cochannel interference sangat besar. 2. BTS mengunakan antena directional a. Sektorisasi 120 0 (Tiga Sektor / Three Sector) Menggunakan rumus Dengan menggunakan rumus 3.32, maka dapat dicari besarnya perbandingan sinyal pembawa (carrier) terhadap sinyal interferensi (/), dengan menganggap nilai konstanta propagasi yang menyatakan berapa cepat redaman bertambah sebagai fungsi dari jarak (γ) sebesar 4, diperoleh hasil sebagai berikut : = 3,4641 4 1 + (3,4641 + 0.7) 4 = 97,367 atau = 19,884 db Menggunakan program aplikasi simulasi perhitungan

44 Analisis Gambar 4.4 Perhitungan / ochannel nterference BTS menggunakan antena 3 sektor Penggunaan antena directional dapat meningkatkan nilai / yang diperoleh. Pada daerah pelayanan yang menggunakan kelompok sel (cluster) 4 dengan sektorisasi antena BTS 3 sektor akan menghasilkan nilai / sebesar 19,884 db. Nilai ini jauh diatas nilai / minimum yang dipersyaratkan sebesar 12 db, sehingga terjadinya gangguan cochannel interference akan sangat kecil. b. Sektorisasi 60 0 (Enam Sektor / Six Sector) Menggunakan rumus Dengan menggunakan rumus 3.35, maka dapat dicari besarnya perbandingan sinyal pembawa (carrier) terhadap sinyal interferensi (/), dengan menganggap nilai konstanta propagasi yang menyatakan berapa cepat redaman bertambah sebagai fungsi dari jarak (γ) sebesar 4, diperoleh hasil sebagai berikut :

45 = 1 (3,4641 + 1) 4 = 397,133 atau = 25,989 db Menggunakan program aplikasi simulasi perhitungan Gambar 4.5 Perhitungan / ochannel nterference BTS menggunakan antena 6 sektor Analisis Pada daerah pelayanan yang menggunakan kelompok sel (luster) 4 dengan sektorisasi antena BTS 6 sektor akan menghasilkan nilai / sebesar 25,989 db. Nilai ini jauh diatas nilai / minimum yang dipersyaratkan sebesar 12 db, sehingga dapat mengatasi gangguan cochannel interference.

46 4.1.2 Hasil Simulasi Perbandingan / Parameter yang dibandingkan adalah penggunaan jumlah sel dalam satu kelompok (N) yang berbeda. Parameter lain seperti konstanta propagasi dan jarijari sel diasumsikan sama, dengan masing-masing bernilai 4 dan 2 Km. Hasil perhitungan program aplikasi ditampilkan sebagai berikut : 1. Untuk jumlah kelompok sel (N) sama dengan 3 Gambar 4.6 Perbandingan / ochannel nterference untuk N = 3

47 2. Untuk jumlah kelompok sel (N) sama dengan 4 Gambar 4.7 Perbandingan / ochannel nterference untuk N = 4 3. Untuk jumlah kelompok sel (N) sama dengan 7 Gambar 4.8 Perbandingan / ochannel nterference untuk N = 7

48 4. Untuk jumlah kelompok sel (N) sama dengan 9 Gambar 4.9 Perbandingan / ochannel nterference untuk N = 9 5. Untuk jumlah kelompok sel (N) sama dengan 12 Gambar 4.10 Perbandingan / ochannel nterference untuk N = 12

49 6. Untuk jumlah kelompok sel (N) sama dengan 19 Gambar 4.11 Perbandingan / ochannel nterference untuk N = 19 7. Tabel perbandingan nilai N terhadap Q, D dan / untuk keenam kondisi yang berbeda. Hasil dari perbandingan perhitungan di atas ditampilkan dalam tabel 4.1 berikut ini : Tabel 4.1 Perbandingan ochannel nterference

50 4.1.3 Analisis Perbandingan / Untuk Menghindari ochannel nterference Nilai / yang diperoleh dari perhitungan berbagai kondisi dengan nilai N yang beragam menunjukkan perbedaan yang signifikan. Salah satu nya pada penggunaan N berjumlah 3 yaitu nilai / yang diperoleh untuk memenuhi / yang dipersyaratkan sebesar 12 db hanya terjadi pada kondisi BTS menggunakan teknik sektorisasi 3 sektor dan 6 sektor yaitu sebesar 17,525 db dan 24,082 db. Sedangkan untuk BTS yang menggunakan antena omnidirectional nilai / yang diperoleh jauh dibawah / yang dipersyaratkan yaitu 11,383 db, 8,027 db, 4,260 db masing-masing untuk keadaan normal, terjelek dan keadaan khusus. Nilai / ini menunjukkan penggunaan N sama dengan 3 tidak bisa mengatasi permasalahan cochannel interference untuk antena omnidirectional. Pada penggunaan kelompok sel (N) sama dengan 4 nilai yang memenuhi / yang dipersyaratkan sebesar 12 db untuk BTS yang menggunakan antena omnidirectional hanya terjadi pada keadaan normal yaitu sebesar 13,802 db, sedangkan keadaan terjelek (worst case) dan keadaan khusus (special case) masing-masing sebesar 11,356 db dan 7,885 db. Nilai ini sedikit dibawah nilai / yang dipersyaratkan, sehingga masih mungkin terjadi cochannel interference. Untuk antena bersektor cochannel interference tidak terjadi karena nilai / yang diperoleh sebesar 19,884 db dan 25,989 db, masing-masing untuk antena tiga sektor dan enam sektor. Nilai ini jauh lebih besar dari yang dipersyaratkan, sehingga pada keseluruhan sel sistem dapat dirancang dengan baik. Pada penggunaan kelompok sel (N) lebih dari 4 nilai / yang yang diperoleh untuk berbagai kondisi antena omnidirectional dengan ketiga kasus yaitu keadaan normal, terjelek dan keadaan khusus serta antena directional yang menggunakan 3 sektor dan 6 sektor sudah memenuhi nilai / dipersyaratkan sebesar 12 db, sehingga pada keseluruhan sel, sistem dapat dirancang dengan baik karena dapat menghindari masalah cochannel interference. Hasil analisis di atas menjelaskan bahwa perbaikan / dengan sektorisasi 120º maupun 60 0 dapat mencapai persyaratan minimum nilai / sebesar 12 db dengan mudah yaitu dengan hanya menggunakan jumlah kelompok sel atau pola perulangan 3 sel, dibandingkan dengan pola perulangan 7 sel untuk keadaaan

51 yang paling buruk yang memungkinkan terjadi dalam kondisi penggunaan sel yang tidak bersektor. Dengan demikian, teknik penyektoran memperkecil terjadinya interferensi. Dari data yang ditampilkan pada tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa nilai / berbanding lurus dengan nilai Q yang merupakan perbandingan penggunaan ulang frekuensi terhadap ukuran kelompok sel, atau faktor pengurang interferensi pada kanal yang sama, sedangkan Q berbanding lurus juga dengan penggunaan kelompok sel (N) dan nilai reuse distance (D). Hubungan ini mengandung pengertian bahwa semakin besar kelompok sel yang digunakan maka nilai faktor pengurang interferensi (Q), Jarak antar sel yang menggunakan frekuensi sama / reuse distance (D) dan / semakin besar. Pengertian lain dari tabel 4.1 di atas, bahwa semakin jauh jarak pisah dari sel yang menggunakan frekuensi yang sama, maka nilai / akan semakin besar. Nilai Q yang kecil akan memberikan kapasitas yang lebih besar pada sistem, karena ukuran kelompok N bernilai kecil. Sementara nilai Q yang besar akan memperbaiki kualitas transmisi, disebabkan oleh interferensi yang timbul dari kanal-kanal yang sama, tarafnya menjadi lebih rendah karena nilai / yang diperoleh semakin besar dan jarak antar sel yang menggunakan frekuensi sama disebut reuse distance semakin jauh. Pertimbangan kelebihan dan kekurangan dari keduanya harus dilakukan secara cermat dalam menetapkan nilai N dan Q tersebut. Dengan persyaratan / minimum sebesar 12 db maka secara analisis rumus, ukuran jumlah kelompok sel yang mungkin untuk keadaan normal dapat ditentukan dengan mensubstitusikan persamaan 3.1 ke dalam persamaan 3.23 sebagai berikut : Persamaan 3.1 sama dengan :

52 Persamaan 3.22 sama dengan : Substitusi persamaan 3.1 ke dalam persamaan 3.23 dan menganggap konstanta propagasi sebesar 4, diperoleh hasil : / sebesar 12 db ekuivalen dengan angka nominal 16 (hasil pembulatan dari 15,85), sehingga diperoleh jumlah kelompok sel minimum yang diperlukan : Dari perhitungan di atas angka enam menunjukkan jumlah sel penginterferensi. Untuk merancang agar sistem memiliki kinerja yang masih dapat diterima pada kondisi yang paling buruk, perlu untuk menaikkan N ke ukuran berikutnya yang lebih besar. Seperti halnya pada penggunaan N sama dengan 7 yakni dengan i = 2, dan j = 1. keadaaan ini dengan jelas menyebabkan penurunan yang berarti dalam hal kapasitas sistemnya, karena penggunaan ulang frekuensi 7 sel menghasilkan penggunaan spektrum (jatah keseluruhan spektrum frekuensi yang diberikan

53 kepada sebuah operator seluler) sebesar 1/7 untuk setiap selnya, sementara penggunaan ulang frekuensi 4 sel menghasilkan penggunaan spektrum 1/4. Kondisi pengurangan kapasitas sebesar 4/7 tidak akan ditoleransi untuk diakomodasikan dalam kondisi situasi yang paling buruk yang kemungkinannya jarang terjadi. Analisis perbandingan masing-masing parameter, dijelaskan melalui grafik berikut ini : 1. Grafik perbandingan jumlah cluster (N) terhadap carrier to interference (/) Gambar 4.12 Grafik Jumlah luster terhadap nilai / Grafik di atas menunjukan bahwa untuk penggunaan jumlah cluster sama dengan 3 nilai, / terbesar diperoleh pada BTS yang menggunakan antena dengan sektorisasi 6 sektor, sedangkan / terkecil terjadi pada BTS yang menggunakan antena omnidirectional yaitu pada keadaan terburuk (Worst ase). Semakin meningkat penggunaan jumlah cluster, maka nilai / yang diperoleh semakin besar. 2. Grafik perbandingan jumlah cluster (N) terhadap faktor pengurang interferensi (Q )

54 Gambar 4.13 Grafik Jumlah luster terhadap nilai Q Grafik di atas menunjukan bahwa untuk penggunaan jumlah cluster sama dengan 3, nilai faktor pengurang interferensi sebesar 3. Semakin meningkat penggunaan jumlah cluster, maka nilai faktor pengurang interferensi yang diperoleh semakin besar, seperti yang ditunjukkan pada penggunaan jumlah cluster sama dengan 19, nilai / yang diperoleh lebih besar dari 7 atau sekitar 7,5. Hal ini berarti akan memperbaiki kualitas transmisi, karena interferensi yang timbul dari kanal-kanal yang sama, tarafnya menjadi lebih rendah, namun kapasitas tiap sel akan semakin berkurang. 3. Grafik perhitungan perbandingan jumlah cluster (N) terhadap reuse distance (D) Gambar 4.14 Grafik Jumlah luster terhadap pemisahan ochannel ell

55 Grafik di atas menunjukan bahwa untuk penggunaan jumlah cluster sama dengan 3, nilai pemisahan sel yang menggunakan frekuensi yang sama sejauh 6 Km. Semakin meningkat penggunaan jumlah cluster, maka nilai pemisahan sel yang menggunakan frekuensi yang sama akan semakin jauh, seperti yang ditunjukkan pada penggunaan jumlah cluster sama dengan 19, nilai pemisahan sel yang menggunakan frekuensi yang sama sejauh 15 Km. Hal ini berarti akan memperbaiki kualitas transmisi, karena jarak antar sel yang menggunakan frekuensi sama disebut reuse distance semakin jauh, namun kapasitas tiap sel akan semakin berkurang. 4. Grafik perhitungan perbandingan jarak ochannel ell terhadap nilai / Gambar 4.15 Grafik pemisahan ochannel ell terhadap nilai / Grafik di atas menunjukan bahwa untuk pemisahan sel yang menggunakan frekuensi yang sama sejauh 6 Km, nilai / yang diperoleh sebesar 11. Semakin jauh pemisahan sel yang menggunakan frekuensi yang sama, maka nilai / akan semakin besar, seperti yang ditunjukkan pada pemisahan sel yang menggunakan frekuensi yang sama sejauh 15,1 Km, nilai / yang diperoleh sebesar 27,33. Hal ini berarti akan memperbaiki kualitas transmisi, karena interferensi yang timbul dari kanal-kanal yang sama, tarafnya menjadi lebih rendah.

56 4.2 nterferensi Kanal Yang Berdekatan (Adjacent hannel nterference) Adjacent hannel nterference merupakan interferensi yang disebabkan oleh pengaruh dari frekuensi kanal yang berdekatan yang disebabkan karena filter pada sistem penerimaan yang tidak sempurna, sehingga memungkinkan frekuensi disebelahnya dapat diterima atau menginterferensi sinyal utama. Untuk mencegah atau mengurangi pengaruh dari Adjacent hannel nterference dapat dilakukan dengan pengaturan alokasi kanal frekuensi yaitu dengan mengatur spasi kanal operasi dalam satu cakupan yang sama. Untuk dapat menghitung jarak pemisahan kanal minimum dari sebuah wilayah cakupan sebuah sel dimana terdapat MS pertama yang aktif, berjarak 10 Kilometer dari BTS. Sementara MS kedua yang frekuensi kanalnya berdampingan dengan frekuensi kanal MS pertama, berada pada posisi dengan jarak 0,25 Kilometer dari BTS yang sama. Jika sistem filter kanal memiliki kemiringan 24 db/oktaf dan kemiringan redaman lintasan bernilai 4. Perhitungan pemisahan kanal minimum dijelaskan sebagai berikut : 4.2.1 Menghitung Nilai / Untuk menentukan besarnya nilai / digunakan persamaan 3.36 sebagai berikut : 4.2.2 Menghitung Pemisahan Kanal Minimum Untuk menentukan pemisahan kanal minimum digunakan persamaan 3.37 sebagai berikut :

57 Dengan menggunakan program aplikasi simulasi perhitungan. diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut : 1. Perhitungan Gambar 4.16 Perhitungan / dan pemisahan Adjacent hannel 2. Tabel perbandingan nilai d 0 /d 1 untuk enam perbandingan jarak MS yang berbeda, dengan mengasumsikan MS pertama yang jauh dari BTS jaraknya tetap, ditunjukan sebagai berikut :

58 Tabel 4.2 Perbandingan Adjacent hannel nterference 4.2.3 Analisis Nilai / yang diperoleh dari perhitungan dan simulasi menunjukkan angka sebesar -64,082 db, sehingga pemisahan kanal minimum untuk menghindari adjacent channel interference sebesar 6,365 B. Angka sebesar 6,365 B (Bandwidth / lebar pita) menunjukkan bahwa jarak pemisahan kanal minimum antar kanal yang bersebelahan sebesar 7 kali frekuensi kanal (hasil pembulatan 6,365). Pemisahan sejauh itu bertujuan untuk mencapai pelemahan (atenuasi) sebesar 64,082 db. Strategi pemisahan kanal yang lebih besar dari 7 kali frekuensi kanal diterapkan supaya interferensi kanal sebelah dapat diusahakan tetap bisa masuk ke suatu taraf yang masih bisa diterima. Jika pemisahan kurang dari 7 kali frekuensi kanal, maka sistem filter yang ada di BTS perlu dipertajam. Dari data yang ditampilkan pada tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa nilai / berbanding terbalik dengan nilai perbandingan jarak MS yang jauh dari BTS dengan MS yang dekat dengan BTS. Hubungan ini mengandung pengertian bahwa semakin kecil perbandingan jarak MS yang jauh dari BTS dengan MS yang dekat dengan BTS, maka nilai / akan semakin besar, sehingga pemisahan kanal minimum akan semakin kecil.

59 Analisis perbandingan masing-masing parameter, dijelaskan melalui grafik berikut ini : 1. Grafik perhitungan perbandingan jarak terhadap nilai pemisahan kanal ditunjukan sebagai berikut : Gambar 4.17 Grafik perbandingan jarak terhadap spasi kanal Grafik di atas menunjukan bahwa untuk perbandingan jarak MS-1 (jauh dari BTS) terhadap MS-2 (dekat dengan BTS) dengan menganggap jarak MS-1 sebagai acuan tetap, untuk nilai 40 diperoleh pemisahan / spasi kanal yang berdekatan sejauh 6,365 B atau 7 kali frekuensi kanal (hasil pembulatan). Semakin kecil perbandingan jarak MS-1 terhadap MS-2, maka pemisahan / spasi kanal yang berdekatan akan semakin kecil, seperti yang ditunjukkan pada perbandingan jarak MS-1 terhadap MS-2 sebesar 2,22, nilai pemisahan / spasi kanal sejauh 1,49 B atau 2 kali frekuensi kanal. 2. Grafik perhitungan perbandingan nilai / terhadap nilai pemisahan kanal ditunjukan sebagai berikut :

60 Gambar 4.18 Grafik nilai / terhadap spasi kanal Grafik di atas menunjukan bahwa nilai / untuk -64,082 db diperoleh pemisahan / spasi kanal yang berdekatan sejauh 6,365 B atau 7 kali frekuensi kanal (hasil pembulatan). Semakin besar nilai /, maka pemisahan / spasi kanal yang berdekatan akan semakin kecil, seperti yang ditunjukkan pada nilai / sebesar -13,871 db, nilai pemisahan / spasi kanal sejauh 1,49 B atau 2 kali frekuensi kanal.