BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis jenis usaha yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. prinsip bagi hasil dan risiko (profit and loss sharing). Sebagai bagian dari sistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sistem ekonomi islam dengan konsep profit dan loss sharing yang. bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Fenomena menarik yang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan yang cukup pesat dan memberikan pengaruh yang cukup

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan atau biasa disebut financial intermediary. Sebagai lembaga keuangan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perbankan syariah pada dasarnya merupakan pengembangan dari konsep

I. PENDAHULUAN. Kebijakan perbankan di Indonesia sejak tahun 1992 berdasarkan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun Pada tahun 2012 hingga 2013 UMKM menyumbang kan. tahun 2013 sektor ini mampu 97,16% dari total tenaga kerja.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat. Di Indonesia sendiri perbankan syariah menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang membutuhkan dana (defisit unit). Bank syariah secara resmi

BAB 1 PENDAHULUAN. perbankan, karena perbankan memegang peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada aturan keseluruhan yang menentukan kegiatan-kegiatan ekonomi bagi semua

BAB I PENDAHULUAN. Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan, bank

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan melalui laju pertumbuhan ekonomi, salah satunya ialah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai financial

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/16/PBI/2013 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian suatu negara bisa berjalan dengan lancar. Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perekonomian pasti ada hubungannya dengan dunia keuangan dan

BAB I PENDAHULUAN. juga mengalami penurunan yaitu industri perbankan Indonesia. Dengan mengalami

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 9/5/PBI/2007 TENTANG PASAR UANG ANTARBANK BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. konsumtif sehingga pertumbuhan ekonomi dapat terwujud.

BAB I PENDAHULUAN. Indikator

BAB I PENDAHULUAN. sektor perbankan. Berdasarkan sistem operasionalnya, perbankan Indonesia

No. 17/44/DPM Jakarta, 16 November 2015 S U R A T E D A R A N

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 10/ 11 /PBI/2008 TENTANG SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. BANK UMUM. SBI Syariah. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4835)

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan syariah merupakan salah satu representasi aplikasi dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Created by Simpo PDF Creator Pro (unregistered version) BAB I PENDAHULUAN

GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Indikator Utama Perbankan Syariah (dalam milyar rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perbankan syariah merupakan alternatif lembaga keuangan

IV. GAMBARAN UMUM. bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). perbankan syariah. Sedangkan suku bunga kredit, presentase profit dan loss

No. 14/ 2 /DPM Jakarta, 4 Januari 2012 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM DAN PERUSAHAAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari waktu ke waktu. Diawali dengan berdirinya bank syariah di

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 10/ 36 /PBI/2008 TENTANG OPERASI MONETER SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi yang menghubungkan antara pihak-pihak yang kelebihan (surplus) dana

BAB 1 PENDAHULUAN. mikro maupun makro. Terbukti dari semakin banyak munculnya usaha baru yang

BAB I PENDAHULUAN. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, yang secara eksplisit menetapkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. terutama untuk membiayai investasi perusahaan. 1 Di Indonesia terdapat dua jenis

BAB I PENDAHULUAN. pinjaman pada dunia perbankan dan inilah yang terjadi pada perekonomian

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/12/ PBI/ 2014 TENTANG OPERASI MONETER SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keberadaan bank syariah di Indonesia membawa angin segar bagi para

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan teori yang perkembangannya dimulai sejak tahun 1950-an,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan sebuah lembaga keuangan yang sangat penting dalam

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008). Ditinjau dari segi imbalan atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai negara dengan kuantitas penduduk mus\im terbesar di dunia, institusi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah. Dimana perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan, serta menjalankan fungsi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang membutuhkan dana disebut dengan debitur. satu, yang sering disebut dengan pooling of fund yang sesuai dengan

MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur dan jasa. Sedangkan sektor moneter ditumpukan pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. suatu badan usaha atau institusi yang kekayaannya terutama dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Islam di Tanah Air sebenarnya sudah dimulai secara formal dan informal jauh

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk penyimpanan dana, pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. kepada pihak yang kekurangan dana pada waktu yang ditentukan (Dendawijaya,

BAB I PENDAHULUAN. bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito. Biasanya sambil diberikan balas

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhinya, baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Ada kalanya

BAB I PENDAHULUAN. Januari Diakses melalui http// Tanggal 12 Oktober Undang-Undang Perbankan Syariah.

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat dan stabil. Sistem keuangan negara Indonesia sendiri terdiri dari tiga

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/ 9 /PBI/2000 TENTANG SERTIFIKAT WADIAH BANK INDONESIA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lembaga keuangan, khususnya lembaga perbankan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga intermediasi keuangan (financial intermediary institution), yakni

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian yang berbasis nilai-nilai dan prinsip syariah untuk dapat diterapkan

BAB I PENDAHULUAN. sekunder, maupun tersier dalam kehidupan sehari-hari. Adakalanya masyarakat tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembiayaan murabahan..., Claudia, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut McKinsey (2013), perekonomian Indonesia sangat menjanjikan. Saat

BAB 1 PENDAHULUAN. Bank pada hakikatnya merupakan lembaga perantara (intermediary) yaitu. menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat.

Fungsi Pasar Uang. deden08m.com

BAB 1 PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang sangat penting dalam menjalankan

BAB 1 PENDAHULUAN. didirikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan merupakan lembaga keuangan yang memiliki peran. penting terhadap kualitas perekonomian suatu negara dalam menghadapi

Jawaban UAS PLKS 2014/2015

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH THALIS NOOR CAHYADI, S.H. M.A., M.H., CLA

BAB II LANDASAN TEORI

GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. perbankan nasional yang terbagi menjadi dua macam yaitu perbankan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat khususnya bagi umat islam. Rasa terpercaya, amanah dan aman serta

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/ 7 /PBI/2003 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kehidupan perekonomian di dunia tidak dapat dipisahkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dasarkan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bahwa Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Islam dengan landasan moral dan prinsip-prinsip syariah Islam. Terutama yang

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB 1 PENDAHULUAN. perantara jasa keuangan (financial intermediary), memiliki tugas pokok yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum dalam teori stakeholders menyatakan bahwa perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dimaksud dalam undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Syari ah atau Bank Islam yang secara umum pengertian Bank Islam

BAB I PENDAHULUAN. pinggiran, atau biasa dikenal dengan rural banking. Di Indonesia, rural banking

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan perbankan syariah di Indonesia tidak akan terlepas dari peranan dan kebijakan Bank Indonesia. Bank Indonesia dapat melaksanakan pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diamanatkan dalam pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008. Dalam rangka memenuhi tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia memiliki tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter. Dalam rangka mendukung tugas dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia dapat melakukan pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah. Dalam rangka pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah, Bank Indonesia melakukan Operasi Moneter Syariah (OMS) untuk mempengaruhi kecukupan likuiditas perbankan syariah. OMS adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar terbuka (OPT) dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah. Kebijakan Bank Indonesia untuk mengatasi kelebihan likuiditas yang dialami oleh bank syariah dikeluarkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dahulu dikenal sebagai Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Jika bank syariah mengalami kekurangan atau kelebihan likuiditas jangka pendek dapat memanfaatkan Pasar Uang antarbank Syariah (PUAS) yang menggunakan instrumen PUAS, yang antara lain Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (SIMA) (Andi Soemitra:2009). Munculnya SBIS disambut baik oleh dunia perbankan syariah karena dianggap dapat menyerap likuiditas dengan baik. Selain itu SBIS sama sekali 1

tidak mempunyai risiko karena dikeluarkan langsung oleh pemerintah. SBIS dapat digunakan oleh bank syariah sebagai alternatif penyimpanan kelebihan dana yang tidak digunakan untuk pembiayaan. Bila suatu saat bank syariah mempunyai kesulitan dalam menyalurkan dana, perbankan syariah dapat menempatkan dananya pada SBIS supaya tidak terjadi overlikuiditas dengan jangka waktu yang pendek dan imbal hasil yang tinggi. 5.408 6.447 2.395 2.358 1.761 2.824 3.076 Sumber : Statistik Perbankan Indonesia, data diolah kembali. Gambar 1.1 Jumlah Pembelian SBIS oleh BUS dan UUS (Milyar Rupiah) Disambutbaiknya SBIS oleh perbankan syariah di Indonesia tampak terlihat pada gambar 1.1 diatas. Walaupun sempat mengalami penurunan pembelian pada tahun 2007, pembelian SBIS oleh bank umum syariah dan unit usaha syariah tetap mengalami trend positif, dan mencapai angka Rp 6.447 milyar pada tahun 2011. 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Nop-11 Jumlah Pembelian SBIS Selain SBIS, instrumen moneter yang disediakan Indonesia untuk mengatasi kelebihan likuiditas yang dimiliki oleh bank syariah adalah penempatan dana pada PUAS dengan menggunakan Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (SIMA). SIMA adalah sertifikat yang diterbitkan oleh BUS atau UUS yang digunakan sebagai sarana investasi jangka pendek di PUAS dengan akad mudharabah. Pengembangan transaksi SIMA menjadi sangat penting dalam 2

membantu efektivitas transmisi kebijakan moneter dan meningkatkan daya tahan sistem keuangan. Tabel 1.1 Volume Transaksi SIMA (dalam Milyar Rupiah) Tahun Imbal Hasil Volume Transaksi 2008 10.49% 10 2009 6.15% 18 2010 5.80% 60 Okt-2011 5.25% 40 Sumber : Statistik Perbankan Syariah, data diolah kembali Kondisi idealnya SIMA berfungsi dengan baik sebagai sarana pengelolaan likuiditas untuk implementasi kebutuhan moneter dan mendukung peran perbankan syariah membiayai pertumbuhan ekonomi. Namun sampai saat ini meskipun dalam tabel 1.1 diatas volume transaksi SIMA mengalami beberapa kenaikan, namun jumlah tersebut masih dirasakan kurang dari yang seharusnya. Erwin gunawan Hutapea menegaskan bahwa sekarang masih banyak bank syariah yang kelebihan likuiditas dan kekurangan likuiditas itu sulit untuk bertemu dan tampak masih kurang aktif dalam melakukan instumen moneter tersebut. Rata-rata volume transaksi SIMA sebesar Rp154,14 miliar per hari pada 2010 lebih banyak dilakukan antara bank umum syariah (BUS) atau unit usaha syariah (UUS) dengan bank-bank konvensional. Dari 11 BUS dan 23 UUS, BI mencatat tercatat hanya 60% yang pernah bertransaksi SIMA. Dari jumlah tersebut hanya 6-7 bank per hari yang berpartisipasi aktif di SIMA. Porsi penanamannya sendiri untuk SIMA dalam tiga tahun terakhir bank konvensional terus meningkat, dari 37% di tahun 2008, 49% 2009 dan 65% pada 2010. Dengan kondisi tersebut, jika hanya 60% bank syariah yang pernah bertransaksi SIMA, maka imbal hasil dari instrumen moneter tersebut tidak terlalu besar. Sehingga bank syariah akan cenderung lebih memilih menyalurkan dananya ke investasi lain. Selebihnya, pengembangan transaksi SIMA tersebut 3

menjadi sangat penting, karena berkembangnya pasar uang syariah akan membantu efektivitas transmisi kebijakan moneter dan meningkatkan daya tahan sistem keuangan. Kehadiran SBIS dan SIMA dapat memberikan alternatif pilihan untuk bank syariah guna menyalurkan dana yang ia himpun. Namun demikian bank syariah sebagai lembaga intermediary harus berperan sebagai penghubung antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana, khususnya dalam bentuk penyaluran dana ke sektor rill dalam bentuk pembiayaan guna terwujudnya keadilan sosial ekonomi dan pemerataan distribusi pendapatan dan kekayaan serta terbukanya kesempatan kerja yang luas. Dalam segi penyaluran dana terhadap pembiayaan untuk sektor rill, meskipun perbankan syariah memiliki FDR yang lebih dari 90% tiap tahunnya, tetapi telah lama menjadi permasalahan bagi perbankan syariah bagaimana menggantikan produk pembiayaan berpola jual beli dengan produk pembiayaan bagi hasil sebagai produk utama dari sistem operasi perbankan syariah. Walau pada prinsipnya jual beli dalam syariah itu halal, namun hanya merupakan produk sekunder bank syariah. Sedangkan produk primer yakni pembiayaan dengan prinsip bagi hasil belum mendapatkan proporsi sepantasnya. 20.000.000.000 18.000.000.000 16.000.000.000 14.000.000.000 12.000.000.000 10.000.000.000 8.000.000.000 6.000.000.000 4.000.000.000 2.000.000.000-2008 2009 2010 Oktober 2011 Murabahah Salam Istishna Ijarah Mudharabah Musyarakah Qardh Sumber : Laporan keuangan bulanan Bank Syariah Madiri, data diolah kembali. Gambar 1.2 Komposisi Pembiayaan yang Diberikan Bank Syariah Mandiri (dalam Ribu Rupiah) 4

Seperti terlihat pada grafik diatas, meskipun secara keseluruhan pembiayaan yang dilakukan Bank Syariah Mandiri mengalami kenaikan, porsi pembiayaan mudharabah dan musyarakah yang merupakan produk pembiayaan bagi hasil masih jauh dibawah porsi pembiayaan murabahah yang notabene adalah produk pembiayaan jual beli. Bagi hasil merupakan pembeda yang sangat mencolok antara sistem operasional yang dijalankan bank syariah dengan sistem bank konvensional. Bagi hasil pula lah yang menjadi penyelamat perbankan syariah dari krisis ekonomi global baik pada tahun 1997, 2009 maupun krisis global yang bermula dari Yunani pada tahun 2010 lalu. Sistem bagi hasil yang diterapkan oleh bank syariah mengoreksi kelemahan yang ada pada sistem konvensional. Dengan diberlakukannya sistem bagi hasil, dalam masa krisis tidak ada pihak yang lebih diuntungkan dari yang lain. Kerugian ditanggung bersama sementara pada saat perekonomian baik, masing-masing pihak sama-sama mempunyai peluang keuntungan yang lebih baik. Dengan melihat berbagai keunggulan yang ditawarkan oleh sistem bagi hasil tersebut, saharusnya perbankan syariah tidak ragu untuk menyalurkan dana yang ia himpun kedalam produk-produk pembiayaan bagi hasil. Pada teorinya, dengan dimilikinya berbagai alternatif investasi oleh bank syariah akan mempengaruhi jumlah pembiayaan yang dilakukan bank syariah terhadap pembiayaan, dalam hal ini pembiayaan dengan sistem bagi hasil. Besar kecilnya tingkat SBIS dan SIMA dapat mempengaruhi porsi penempatan dana yang dilakukan perbankan syariah dalam instrumen tersebut. Keputusan bank syariah dapat berubah jika imbal hasil yang diberikan berubah. Semakin besar imbal hasil yang diberikan maka semakin besar pula penempatan dana dalam intrumen yang bersangkutan dan akan mengurangi porsi pembiayaan yang akan disalurkan kepada masyarakat, sehingga akan terlihat tarik menarik keputusan bank dalam penyaluran pembiayaan yang dilakukan dan penempatan dana pada SBIS maupun pada SIMA. Tetapi teori yang ada tidak selalu sama dengan fakta dilapangan. Terdapat perbedaan hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti. Penelitian yang dilakukan oleh Fikri Ausyah, M.Si, Farah Sabila 5

Khasani, Novianto dan Abdullah Syakur yang mengatakan bahwa SBIS berpengaruh negatif signifikan terhadap pembiayaan, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Panji Sapoetra pada tahun 2011 yang menghasilkan kesimpulan bahwa SBIS tidak berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan bagi hasil. Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut, penulis merasa tertarik untuk mengambil topik mengenai pembiayaan, penempatan dana pada SBIS dan SIMA. Dengan mengambil sampel dari pembiayaan bagi hasil yang dilakukan oleh Bank Syariah mandiri, penulis mencoba menuangkan permasalahan ini dengan judul Pengaruh SBIS dan SIMA Terhadap Pembiayaan Bagi Hasil pada Bank Syariah Mandiri 1.2 Rumusan Masalah dan Batasan Masalah 1.2.1 Rumusan Masalah Dari permasalahan yang ada maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Apakah SBIS berpengaruh terhadap pembiayaan bagi hasil? 2. Apakah SIMA berpengaruh terhadap pembiayaan bagi hasil? 3. Apakah SBIS, dan SIMA berpengaruh secara simultan terhadap terhadap pembiayaan bagi hasil? 1.2.2 Batasan Masalah Penelitian ini difokuskan pada batasan-batasan: 1. Penelitian ini difokuskan pada variable SBIS dan SIMA yang diduga mempengaruhi pembiayaan bagi hasil. 2. Periode penelitian ini dibatasi jangka waktu bulanan dari bulan Desember 2008 hingga Oktober 2011 dengan menggunakan laporan keuangan bulanan yang diterbitkan Bank Syariah Mandiri. 6

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh SBIS terhadap pembiayaan bagi hasil. 2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh SIMA terhadap pembiayaan bagi hasil. 3. Untuk mengetahui pengaruh, SBIS, dan SIMA secara simultan terhadap pembiayaan bagi hasil. 1.3.2 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Peneliti Dapat memperoleh dan mengetahui bagaimana pengaruh, SBIS dan SIMA terhadap tingkat pembiayaan bagi hasil. 2. Bagi Mahasiswa Dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitianpenelitian berikutnya, khususnya dalam masalah, SBIS dan SIMA terhadap pembiayaan bagi hasil. 3. Bagi Praktisi Dapat memperoleh informasi dan pengetahuan mengenai, SBIS dan SIMA dan pembiayaan bagi hasil. 4. Bagi Bank Syariah Mandiri Merupakan suatu informasi dan saran yang sangat penting dalam menentukan kebijakan terhadap penentuan besarnya pembiayaan bagi hasil terkait pengaruh dari SBIS dan SIMA. 7