BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara pemilik potensi energi panas bumi terbesar di dunia, mencapai 28.617 megawatt (MW) atau setara dengan 40% total potensi dunia yang tersebar di 299 lokasi [1]. Secara geografis, potensi sumber panas bumi tersebut berada pada jalur gunung api yang terdapat di Sumatera (12.760 MW), Jawa (9.717 MW), Sulawesi (3.044 MW), Nusa Tenggara (1.451 MW), Maluku (1.071 MW), Bali (354 MW), serta daerah lain (220 MW) [1] [2]. Pemanfaatan energi panas bumi untuk pembangkitan listrik di Indonesia tercatat mencapai 1336 MW yang dibangkitkan dari 8 pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) sampai dengan akhir tahun 2012 [3]. Kapasitas terpasang PLTP tersebut ditampilkan pada Tabel 1.1. Lebih lanjut, saat ini PT. PGE sedang melaksanakan proyek pengembangan panas bumi, meliputi PLTP Kamojang 5 (1x35 MW) dan Karaha (1x30 MW) di Jawa Barat, Ulubelu 3 & 4 (2x55 MW) di Lampung, Lumut Balai 1 dan 2 (2x55 MW) di Sumatera Selatan, Lahendong 5 dan 6 (2x20 MW) dan pembangkit skala kecil Lahendong 2x5 MW di Sulawesi Utara, Sibayak 1x5 MW di Sumatera Utara, Hululais 1 dan 2 (2x55 MW) di Bengkulu, dan Sungai Penuh 1 (1x55 MW) di Jambi [4]. Selain pembangunan PLTP, saat ini di Indonesia juga telah banyak dilakukan studi pemanfaatan sumber panas bumi non-konvensional, seperti panas bumi untuk aplikasi pendinginan (hot sedimentary aquifer for geothermal cooling), pemanfaatan panas bumi secara langsung (direct use), dan pemanfaatan sumber panas bumi dengan entalpi rendah-menengah untuk pembangkit listrik biner (binary power plant for low-medium enthalpy resources) [5]. 1
2 Tabel 1.1. Kapasitas terpasang PLTP di Indonesia sampai dengan tahun 2012 [1] No 1 2 3 WKP Panas Bumi Sibayak- Sinabung, SUMUT Cibeureum- Parabakti, JABAR Pangalengan- JABAR Pengembang Nama PLTP Kapasitas Terpasang (MW) PT. PGE Sibayak 12 KOB Chevron Geothermal Salak, Ltd KOB-Star Energy Geothermal Wayang Windu, Ltd Salak 377 Wayang Windu 4 Kamojang- Darajat, JABAR PT. PGE Kamojang 200 5 Kamojang- Chevron Geothermal Darajat, JABAR Indonesia Ltd Darajat 270 6 Dieng-JATENG PT. Geo Dipa Energi Dieng 60 7 Lahendong- Tampaso, SULUT PT. PGE Lahendong 80 8 Ulubelu, LAMPUNG 227 PT. PGE Ulubelu 110 Total 1.336 Berdasarkan laporan [6], jenis reservoir panas bumi yang paling banyak terdapat di dunia, termasuk di Indonesia, merupakan kategori dominasi air (liquid dominated) dan hanya sebagian kecil yang termasuk kategori dominasi uap (vapour dominated) seperti yang terdapat di lapanagan panas bumi Kamojang dan Darajat. Berikut ini merupakan rangkuman beberapa area panas bumi di Indonesia yang memiliki reservoir dengan suhu tinggi dan masuk dalam kategori dominasi air : Sibayak 240-275 o C, Wayang Windu 250-270 o C, Gunung Salak 240-310 o C, Lahendong 260-330 o C, Karaha 230-245 o C, Hulu Lais 250-280 o C, Lumut Balai 260-290 o C, Sungai Penuh 230-240 o C, Kotamobagu 250-290 o C, dan Tompaso 250-290 o C [7]. Secara umum, pada area panas bumi dominasi air, energi listrik dibangkitkan dengan teknologi single flash, yaitu ekstraksi uap dengan
3 menggunakan separator untuk memutar turbin uap utama. Di sisi lain, air panas hasil pemisahan dari separator (brine) masih memiliki energi kalor yang cukup besar untuk pembangkitan listrik tambahan dengan teknologi second flash maupun binary plant. Pada semua PLTP yang telah beroperasi di Indonesia, setelah proses pemisahan uap pada separator, brine yang didapatkan langsung diinjeksikan ke dalam perut bumi melalui sumur injeksi. Padahal, brine yang diinjeksikan tersebut secara umum masih memiliki suhu lebih dari 150 o C dan laju alir massa sekitar 100 ton/jam [8]. Salah satu teknologi binary plant yang umum digunakan untuk memanfaatkan energi kalor brine menjadi energi listrik adalah menggunakan sistem siklus rankine organik (organic rankine cycle / ORC). Studi mengenai sistem ORC pada PLTP telah banyak dibahas pada literatur dan menunjukkan kelayakan dari sisi teknis maupun ekonomis. Permasalahan kuantisasi ukuran dan optimisasi sistem ORC pada PLTP juga telah banyak didiskusikan. Namun, sebagian besar studi yang telah dilakukan hanya menggunakan desain pendekatan, dimana variabel pembangkit yang tidak dapat dikontrol, seperti suhu sumber panas bumi, secara sederhana diasumsikan konstan sepanjang umur pembangkit [9]. Semua desain pendekatan tersebut tidak mempertimbangkan adanya degradasi sumber panas bumi akibat pengaruh injeksi brine yang lebih dingin, yang selanjutnya juga menyebabkan penurunan suhu brine pada keluaran separator [10]. Konsekuensinya, desain pembangkit ORC yang dirancang tidak benar-benar mencapai kondisi optimumnya jika dilihat secara luas dalam rentang umur pembangkit yang direncanakan. Proyek percobaan sistem ORC PLTP dominasi air di Indonesia saat ini sedang dikembangkan di PLTP Lahendong, Sulawesi Utara. Proyek ini merupakan kolaborasi antara Jerman dan Indonesia yang melibatkan GFZ Postdam, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan PT. Pertamina Geothermal Energy (PGE) yang telah dimulai sejak 2014 dan direncanakan mulai beroperasi pada 2016 [11].
4 PLTP Lahendong telah beroperasi menghasilkan listrik sejak tahun 2001 hingga sekarang dengan total kapasitas pembangkitan 4x20 MWe, yang terbagi menjadi 4 unit PLTP [12]. Dari 10 buah sumur panas bumi yang digunakan, area panas bumi Lahendong mampu memproduksi fluida sekitar 1100 t/h, terdiri dari 600 t/h berupa uap dan 500 t/h sisanya berupa brine. Suhu fluida pada area panas bumi Lahendong berkisar antara 280 320 o C, yang dibagi menjadi dua zona produksi, Utara dan Selatan. Penelitian yang penulis lakukan ini diharapkan bisa memberikan kontribusi dalam pengembangan sistem ORC yang sedang dilakukan di PLTP Lahendong maupun sistem ORC pada PLTP dominasi air lain di Indonesia. I.2. Perumusan Masalah Dengan memanfaatkan brine keluaran separator pada PLTP yang telah dibangun, permasalahan yang akan dikaji adalah : 1. Bagaimana pengaruh injeksi brine yang lebih dingin terhadap perubahan suhu reservoir panas bumi yang kemudian juga memengaruhi sistem ORC dengan memanfaatkan brine hasil pemisahan pada separator PLTP yang sudah ada. 2. Bagaimana pengaruh perubahan suhu reservoir terhadap kinerja desain sistem ORC selama umur hidup yang direncanakan? I.3. Batasan Masalah Adapun batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Parameter sifat termodinamik brine dan prediksi penurunan suhu reservoirnya diperoleh dari data sekunder hasil studi literatur dan informasi lisan/tertulis dari narasumber terkait. 2. Tidak dilakukan penambahan sumur produksi baru pada sistem PLTP yang sudah ada.
5 3. Simulasi desain sistem ORC menggunakan perangkat lunak Cycle Tempo 5.1 dan dibatasi dengan fasilitas yang disediakan oleh perangkat tersebut. 4. Pemodelan sistem ORC tanpa memperhitungkan adanya penurunan tekanan akibat friksi yang terjadi pada pipa-pipa. 5. Aspek yang dikaji dibatasi pada analisis termodinamik, tanpa memperhitungkan aspek ekonomi secara spesifik. I.4. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah : 1. Mendapatkan pendekatan persamaan prediksi penurunan suhu reservoir dan pengaruhnya terhadap suhu brine hasil pemisahan separator yang akan digunakan sebagai sumber panas sistem ORC. 2. Mendapatkan desain operasi sistem ORC yang sesuai dengan karaketristik sumber daya brine pada PLTP Lahendong Unit III dengan menggunakan perangkat Cycle Tempo. 3. Mendapatkan gambaran pengaruh penurunan suhu brine terhadap kinerja desain sistem ORC pada PLTP Lahendong Unit III. I.5. Manfaat Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan gambaran risiko penurunan suhu reservoir yang akan memengaruhi kinerja desain sistem ORC pada PLTP Lahendong Unit III, sehingga desain sistem ORC yang dirancang lebih efisien dan berkelanjutan selama umur hidup pembangkit yang direncanakan.