Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. PENGGELAPAN DANA SIMPANAN NASABAH SEBAGAI KEJAHATAN PERBANKAN 1 Oleh: Rivaldo Datau 2

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1998/82, TLN 3790]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH [LN 2008/94, TLN 4867]

Lex Administratum, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

BAB II TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN DALAM BERBAGAI PERATURAN. A. Pengaturan dan Jenis-jenis Tindak Pidana Di Bidang Perbankan

Lex Crimen Vol. IV/No. 6/Ags/2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1992/31, TLN 3472]

BAB V PENUTUP. 1. Tanggung Jawab Bank Dan Oknum Pegawai Bank Dalam. Melawan Hukum Dengan Modus Transfer Dana Melalui Fasilitas

PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORPORASI PERBANKAN DENGAN PERMA NO. 13 TAHUN 2016

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

Azas-Azas Perbankan. Oleh: IRDANURAPRIDA IDRIS, SH, MH

M. Rizal Situru, SH., MBL. Dosen Perbanas Jakarta ABSTRAK

Buku ini ditujukan kepada masyarakat luas dan akan menyajikan tipologi tindak pidana perbankan serta tips pencegahan terjadinya tindak pidana

TINDAK-TINDAK PIDANA PERBANKAN INDONESIA Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H., FCBArb

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720]

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016. PENERAPAN PASAL 303 KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PIDANA TENTANG PERJUDIAN 1 Oleh : Christy Prisilia Constansia Tuwo 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Presiden Republik Indonesia,

BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA

OPTIMALISASI PENELUSURAN HASIL TINDAK PIDANA PERBANKAN 1 Yenti Garnasih 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

PERTANGGUNGJAWABAN BANK ATAS PENCATATAN PALSU YANG DILAKUKAN OLEH PEGAWAI BANK DALAM PENERBITAN SURAT KETERANGAN PENOLAKAN (SKP) BILYET GIRO Oleh :

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa upaya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

SANKSI PIDANA BAGI KORPORASI ATAS PEMALSUAN UANG RUPIAH 1 Oleh : Putri Sofiani Danial 2

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

RAHASIA BANK. Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Undang Undang Dasar

UNDANG-UNDANG NOMOR NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU No. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembiayaan murabahan..., Claudia, FH UI, 2010.

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN DALAM HUKUM INDONESIA A. PENGERTIAN DAN UNSUR -UNSUR TINDAK PIDANA

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

AKIBAT HUKUM BAGI PENERBIT BILYET GIRO KOSONG

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 3/Mei/2017

538 KOMPILASI KETENTUAN PIDANA DI LUAR KUHP

Bab XII : Pemalsuan Surat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN PERINTAH ATAU IZIN TERTULIS MEMBUKA RAHASIA BANK GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

UU 10/1998, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

3. Untuk kepentingan siapakah Rahasia Bank itu dilindungi oleh undangundang?

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam P

Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016. PENYITAAN SEBAGAI OBJEK PRAPERADILAN 1 Oleh: Arif Salasa 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2002/30, TLN 4191]

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

Oleh Prihatin Effendi ABSTRAK. a. PENDAHULUAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

BAB III PENUTUP. Berdasarkan analisa kasus diatas dapat disimpulkan bahwa ada. keterkaitan antara jumlah kerugian negara dengan berat ringannya pidana

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI SIMPANAN DEPOSITO

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB II IDENTIFIKASI DATA

TINDAK PIDANA PENIPUAN MENGGUNAKAN BILYET GIRO (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Gresik Putusan No: 246/Pid.B/2014/PN.Gsk)

BAB II TINJAUAN HUKUM HUBUNGAN BANK DENGAN NASABAH. Kemudian pihak bank menggunakan dana yang disetorkan tersebut untuk

BAB I PENDAHULUAN. Era modernisasi saat ini, kejahatan sering melanda disekitar lingkungan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL [LN 1995/64, TLN 3608]

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi yang ditandai dengan munculnya internet yang dapat

Lex Crimen Vol. IV/No. 6/Ags/2015

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016. SANKSI PIDANA BAGI ANGGOTA DEWAN, KOMISARIS DAN DIREKSI ATAS TINDAK PIDANA PERBANKAN 1 Oleh : Toar Y. R.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998

BAB V PENUTUP. Berdasarkan analisis terhadap data yang berhasil dikumpulkan melalui

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

Transkripsi:

PENGGELAPAN DANA SIMPANAN NASABAH SEBAGAI KEJAHATAN PERBANKAN 1 Oleh: Rivaldo Datau 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan hukum dana simpanan nasabah pada bank dan bagaimana penerapan hukum terhadap penggelapan dana simpanan nasabah bank. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, disimpulkan: 1. Penggelapan dana simpanan nasabah bank adalah jenis kejahatan perbankan yang dilakukan oleh pegawai bank atau karyawan bank dengan berbagai modus operandi (cara bekerjanya), seperti memalsukan data atau identitas atau tandatangan, yang berakibat hilangnya dana simpanan nasabah pada bank baik berupa deposito, deposito berjangka maupun tabungan, karena ditarik dan/atau diambil oleh orang lain yang secara hukum bukan pemiliknya. 2. Penerapan hukum terhadap tindak pidana penggelapan dana simpanan nasabah dapat dilakukan berdasarkan berbagai peraturan perundang-undangan, seperti KUHP yang mengatur tentang penggelapan, pemalsuan surat, tindak pidana perbankan khususnya pada Pasal 49 ayat (1) Undang- Undang No. 7 Tahun 1991 jo Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, ketentuan tindak pidana korupsi berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, serta berdasarkan ketentuan Undang- Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Terdapat ketentuan yang bersifat alternatif yang dapat diterapkan dengan merujuk pada ketentuan KUHP serta berbagai tindak pidana khusus di luar KUHP yang digunakan sebagai ancaman pidana penjara dan denda yang diterapkan terhadap perkara penggelapan dana simpanan nasabah bank tersebut. Kata kunci: Penggelapan, dana simpanan, kejahatan, perbankan. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keamanan dana nasabah penyimpan pada bank adalah bagian penting dalam hubungan hukum tersebut, mengingat dalam kenyataannya dana yang disimpan pada bank dapat hilang, baik oleh karena perbuatan pegawai bank untuk menggelapkan dana tersebut maupun oleh pihak lainnya dengan jalan membobol dana simpanan tersebut. Mengingat ada suatu hubungan hukum, tentunya jika dana simpanan nasabah tersebut digelapkan oleh pegawai bank itu sendiri, tentunya hal ini akan menjadi bagian penting dalam lingkup kejahatan perbankan yang menurut Muhammad Djumhana dijelaskannya sebagai berikut: Perbuatan atau tindakan penggelapan ini pun dapat terjadi dengan bantuan komputer atau paling tidak penyalahgunaan sarana komputer. Hal demikian dapat terjadi dengan mengakali sistem komputer yang dipakai pada bank tersebut sehingga suatu simpanan/deposito tidak dimasukkan dalam pusat data komputer. 3 Penggunaan sistem komputerisasi pada perbankan berkaitan dengan fungsinya yakni antara lain lebih cepat dan jelas dalam penentuan dan pengaturan data perbankan seperti data nasabah bank, tetapi juga dapat disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak berkepentingan. Pencurian informasi atau data nasabah bank dapat dilakukan dalam berbagai cara seperti: Pembobolan nomor-nomor kartu kredit. 4 Manakala pihak pegawai bank yang bertugas dalam penghimpunan dana nasabah dan pengadministrasian atau pembukuannya membobol kartu kredit nasabah untuk kepentingan dirinya sendiri, jelas merupakan kejahatan perbankan dan diancam pidana berdasarkan ketentuan hukum perbankan yang berlaku, yang menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 disebutkan pada Pasal 49 ayat (1), sebagai berikut: Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja: 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Dr. Olga Pangkerego, SH, MH; Dr. Deicy N. Karamoy, SH, MH 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 13071101583 3 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm. 590. 4 Maskun, Kejahatan Sibery (Cyber Crime). Suatu Pengantar, Kencana, Jakarta, 2013, hlm. 56. 113

a. Membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam proses laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank; b. Menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank; c. Mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,- (dua ratus miliar rupiah). 5 Berdasarkan pada ketentuan pidana yang dapat diterapkan pada kejahatan penggelapan dana simpanan nasabah bank tersebut, posisi pegawai bank sangat riskan menjadi pelaku maupun turut serta melakukan kejahatan pembobolan dana simpanan nasabah, bank yang dilakukan oleh pegawai bank itu sendiri maupun dengan bekerjasama antara pegawai bank yang bersangkutan dengan pihak-pihak lainnya, sehingga dana simpanan nasabah misalnya sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) menjadi berkurang menjadi sebesar Rp. 75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah), bahkan mungkin keseluruhan dana simpanan nasabah tersebut menjadi hilang tanpa ditarik oleh nasabah yang berhak dan sebagai pemiliknya. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana hubungan hukum dana simpanan nasabah pada bank? 5 Lihat UU No. 7 Tahun 1992 jo UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (Pasal 49 ayat (1)). 2. Bagaimana penerapan hukum terhadap penggelapan dana simpanan nasabah bank? C. Metodologi Penelitian Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, pada penelitian hukum normatif, bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam ilmu penelitian digolongkan sebagai data sekunder. 6 PEMBAHASAN A. Hubungan Hukum Dana Simpanan Nasabah Pada Bank Nasabah yang menyimpan dana (uang) pada suatu bank disebut sebagai nasabah penyimpan, yang menurut Pasal 1 angka 17 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, dirumuskan bahwa, Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan. 7 Unsur utama dari nasabah penyimpan, ialah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian. Hal ini berarti hubungan hukum antara bank sebagai tempat menyimpan dana oleh nasabahnya dengan nasabah yang merupakan pemilik dana tersebut adalah hubungan hukum perjanjian. Menurut Pasal 1313 KUHPerdata, dinyatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 8 Penerapan hubungan hukum penyimpanan dana nasabah pada bank bertitik-tolak dari simpanan dana pada bank, yakni dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. 9 6 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif. Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 24. 7 Lihat UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (Pasal 1 angka 17). 8 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2002, hlm. 338. 9 M. Marwan dan Jimmy. P., Op Cit, hlm. 567-568 114

Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 merumuskan pada Pasal 1 angka 5, bahwa Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. 10 Berdasarkan rumusan ini, fungsi bank yang penting ialah menjembatani kepentingan masyarakat khususnya nasabah di dalam bentuk penghimpunan dana nasabah yang disimpan pada bank. Penyimpanan dana pada bank yang disebut simpanan, terdiri atas beberapa jenis seperti giro, yang menurut Pasal 1 angka 6 Undang- Undang No. 10 Tahun 1998 dirumuskan bahwa Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan. 11 Penyimpanan dana pada bank syariah dalam bentuk simpanan, berupa giro, menurut Pasal 1 angka 23 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dirumuskan bahwa giro adalah simpanan berdasarkan akad wadi ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan perintah pemidahbukuan. 12 Penyimpanan dana nasabah pada bank berikutnya, ialah dalam bentuk deposito, yang menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 dirumuskan bahwa Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Pada Perbankan Syariah menurut Undang- Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dirumuskan pada Pasal 1 angka 22, bahwa Deposito adalah investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah 10 Lihat UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (Pasal 1 angka 5). 11 Lihat UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Pasal 1 angka 23). 12 Lihat UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Pasal 1 angka 23). yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dengan bank syariah dan/atau UUS. Jenis simpanan nasabah pada bank seperti deposito, pada Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 terdiri dari Deposito Berjangka dan Sertifikat Deposito, dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 hanya disebut dengan Deposito dan Sertifikat Deposito. Perihal deposito berjangka yang juga disebut simpanan deposito (time deposit), menurut Muhammad Djumhana, dijelaskannya sebagai berikut: Deposito berjangka yakni mempunyai tanggal jatuh tempo yang telah ditetapkan, dibuktikan dengan instrumen tertulis, dan menghasilkan bunga tetap bagi nasabah selama usia kontrak. Dengan demikian, apabila waktu yang ditentukan telah habis, deposan dapat menarik depositonya atau memperpanjang dengan suatu periode yang dibutuhkan. 13 B. Penerapan Hukum Terhadap Penggelapan Dana Simpanan Nasabah Bank Marwan Effendy menghimpun beberapa putusan Mahkamah Agung dan Hoge Raad yang telah merumuskan pengertian penggelapan, antara lain : 14 1. Berdasarkan Putusan MA No. 681/K/Kr/1986, tanggal 17 April 1986, penjualan barang-barang jaminan milik saksi oleh tersangka tanpa izin saksi merupakan penggelapan; 2. Berdasarkan Putusan MA No. 69/K/Kr/1959, tanggal 11 Agustus 1959, unsur memiliki dalam pasal ini, berarti menguasai suatu barang bertentangan dengan sifat dan hak yang dimiliki atas benda itu; 3. Berdasarkan Putusan MA No. 242/K/Kr/1957, tanggal 8 Februari 1958, penerimaan kembali oleh orang yang dirugikan sebagian dari uang yang digelapkan, sifat kepidanaan dari perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tidak berubah menjadi keperdataan; 4. Berdasarkan arrest Hoge Raad 31 Desember 1931, N.J., 1932, W12418 dan 18 13 Muhammad Djumhana, Op Cit, hlm. 357. 14 Marwan Effendy, Tipologi Kejahatan Perbankan dari Perspektif Hukum Pidana, Op Cit, hlm. 44 115

Juni 1928, 1545, W, 11873, yang dimaksud berada di bawah kekuasaannya berarti bahwa si pelaku melakukan penguasaan yang nyata atas benda tersebut, yaitu bahwa benda tersebut berada dalam kekuasaannya dan menguasai benda itu seolah-olah ia adalah pemiliknya; 5. Berdasarkan arrest Hoge Raad 21 Maret 1927, N.J., 1927, 450, W11660, seorang bendahara yang dengan syarat-syarat tertentu hanya boleh membayar uang gajinya dari uang kas, telah melakukan penggelapan apabila ia mengeluarkan uang dari kas uang sebesar gajinya bagi dirinya tanpa memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan itu. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur beberapa pasal yang berkaitan dengan tindak pidana penggelapan antara lain pada Pasal 372 KUHP, yang berbunyi Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai milik sendiri (zieh toeegenen) barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah. 15 Secara terminologis, penggelapan berasal dari kata gelap yang secara umum dapat diartikan : kabur, tidak jelas, tidak pasti, dan lain-lainnya. Penggelapan merupakan suatu tindakan tidak jujur dengan menyembunyikan barang/harta orang lain oleh satu orang atau lebih tanpa sepengetahuan pemilik barang dengan tujuan untuk mengalih-milik (mencuri), menguasai, atau digunakan untuk tujuan lain. 16 Kejahatan penggelapan menurut Pasal 372 KUHP merupakan penggelapan biasa sebagaimana kejahatan pencurian menurut Pasal 362 KUHP, namun, yang membedakannya ialah pada pencurian, objeknya belum berada pada si pelaku kejahatan, sedangkan pada penggelapan, objeknya sudah berada pada si 15 Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Op Cit, hlm. 132. 16 Penggelapan, dimuat pada : https://id.wikipedia.org/wiki/penggelapan, diakses tanggal 16 Juni 2016 pelaku, bukan oleh karena sebagai suatu kejahatan. Pada penggelapan, barang yang digelapkan sudah berada dalam penguasaan pihak yang menggelapkan, sedangkan pada pencurian, barang itu belum berada pada pihak pencuri, melainkan harus dicuri. Perbedaan kedua tindak pidana ini adalah menyangkut objek tindak pidana itu sendiri, dan yang tidak dapat dipisahkan, ialah keberadaan barang atau benda yang digelapkan, diperoleh bukan dari tindak pidana oleh pihak yang menggelapkan barang tersebut. Ketentuan lainnya dalam KUHP yang penting sehubungan dengan pembahasan ini ialah sebagaimana dinyatakan pada Pasal 374 KUHP yang berbunyi Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencariannya atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. 17 Ketentuan pidana ini mengatur tindak pidana yang dilakukan antara lainnya oleh bendaharawan, pemegang kas, juru bayar, pegawai atau karyawan bank, pegawai bank, dan lain sebagainya. Ketentuan Pasal 374 KUHP diancam pidana penjara paling lama lima tahun terhadap unsurunsur yang terdiri atas: a. Penggelapan; b. Dilakukan oleh orang; c. Penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu. Menurut R. Soesilo, ketentuan Pasal 374 KUHP biasanya dinamakan penggelapan dengan pemberatan. 18 Ketentuan ini pun sebenarnya tidak berlaku bagi pegawai bank milik negara, pegawai pajak dan lainnya sehubungan dengan uang milik negara yang digelapkan, tetapi berlaku untuk pihak swasta. Penggelapan menurut penulis adalah sesuatu hal yang bertentangan dengan hukum, dan sudah sepatutnya menerima sanksi. Penggelapan dana yang dilakukan oleh oknum atau pihak bank harus diterapkan sesuai 17 Loc Cit. 18 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan Penjelasannya Pasal demi Pasal, Politeia, Bogor, 1985, hlm. 259. 116

dengan Undang-Undang yang berlaku atau sesuai dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Satu hal yang penting dalam ketentuan Pasal 374 KUHP ini ialah kaitannya dengan penggelapan dengan pemberatan yang dapat diterapkan pada kasus penggelapan dan nasabah pada bank swasta yang tentunya erat sekali dengan ketentuan Pasal 49 ayat-ayatnya dari Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang menyatakan sebagai berikut: 19 (1) Anggota Dewan Komisaris, Direksi atau Pegawai Bank yang dengan sengaja: a. Membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam proses laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank; b. Menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank; c. Mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut, diancam dengan pidana penjara sekurangkurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,- (dua ratus miliar rupiah). (2) Anggota Dewan Komisaris, Direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja: a. Meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima 19 Lihat UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (Pasal 49). imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas suratsurat wesel, surat promes, cek dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kreditnya pada bank; b. Tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-Undang ini dan ketentuan peraturan perundangundangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun dan denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,- (seratus juta rupiah). Ketentuan Pasal 49 ayat-ayatnya tersebut diberikan penjelasannya pada ayat (1) bahwa, yang dimaksud dengan pegawai bank adalah semua pejabat dan karyawan bank. Pada Pasal 49 ayat (2) diberikan penjelasannya dalam huruf a, bahwa yang dimaksud dengan pegawai bank adalah semua pejabat dan karyawan bank, serta pada huruf b bahwa, yang dimaksud dengan pegawai bank adalah pejabat bank yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab tentang hal-hal yang berkaitan dengan usaha bank yang bersangkutan. Pembahasan tentang kejahatan perbankan yang berkaitan dengan tindak pidana penggelapan dana nasabah bank tersebut, menunjukkan bahwa dalam ketentuan Pasal 49 ayat (1) merupakan dasar hukum yang dapat diterapkan pada pembahasan ini yang dilandasi oleh unsur utamanya sebagai suatu kesengajaan, sebagaimana pada Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 yang dimulai dengan kata-kata anggota dewan 117

komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja. Menurut penulis, kejahatan perbankan yang dilakukan dengan unsur kesengajaan sudah sepantasnya mendapat hukuman. Dengan adanya kesengajaan pelaku benar-benar dengan sengaja atau terang-terangan melakukan kejahatan sehingga diperlukan atau diberikan hukuman sesuai dengan hukum atau perundang-undangan yang ada. Pergeseran tindak pidana penggelapan dana simpanan nasabah dengan dikaitkannya pada ketentuan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang menurut Hariman Satria dikemukakan beberapa dimensinya. Pertama, seseorang melakukan kejahatan yang terkait erat dengan sistem ekonomi negara, sehingga kejahatan itu menghasilkan uang dalam jumlah yang besar. Kedua, keuntungan yang diperoleh secara tidak sah disamarkan dengan cara ditempatkan dalam sistem keuangan dan perbankan. Ketiga, dengan penyamaran itu, menyulitkan aparat penegak hukum mengendus sumber kejahatan yang dilakukan. Keempat, pelaku kejahatan selanjutnya konversi hasil kejahatannya dalam bentuk aset sehingga uang yang awalnya adalah uang haram dapat berubah wujud menjadi uang halal. 20 PENUTUP A. Kesimpulan 1. Penggelapan dana simpanan nasabah bank adalah jenis kejahatan perbankan yang dilakukan oleh pegawai bank atau karyawan bank dengan berbagai modus operandi (cara bekerjanya), seperti memalsukan data atau identitas atau tandatangan, yang berakibat hilangnya dana simpanan nasabah pada bank baik berupa deposito, deposito berjangka maupun tabungan, karena ditarik dan/atau diambil oleh orang lain yang secara hukum bukan pemiliknya. 2. Penerapan hukum terhadap tindak pidana penggelapan dana simpanan nasabah dapat dilakukan berdasarkan berbagai peraturan perundangundangan, seperti KUHP yang mengatur tentang penggelapan, pemalsuan surat, tindak pidana perbankan khususnya pada Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang No. 7 Tahun 1991 jo Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, ketentuan tindak pidana korupsi berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, serta berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Terdapat ketentuan yang bersifat alternatif yang dapat diterapkan dengan merujuk pada ketentuan KUHP serta berbagai tindak pidana khusus di luar KUHP yang digunakan sebagai ancaman pidana penjara dan denda yang diterapkan terhadap perkara penggelapan dana simpanan nasabah bank tersebut. B. Saran 1. Dalam rangka pembaruan Undang- Undang Perbankan, perlu tetap dicantumkan ketentuan tentang kejahatan penggelapan dana simpanan nasabah bank, bahkan perlu dilakukan pemberatan hukumnya. 2. Perlu peningkatan profesionalisme, dedikasi, loyalitas, dan tanggungjawab para pegawai bank, sehingga dapat menyadari bahwasanya dana simpanan nasabah pada bank merupakan kepercayaan nasabah khususnya dan masyarakat umumnya yang turut berperan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan bank itu sendiri. DAFTAR PUSTAKA Anshori Abdul Ghofur, Hukum Perbankan Syariah (UU No. 21 Tahun 2008), Refika Aditama, Bandung, 2009. Asikin Zainal, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2015. Badrulzaman Mariam Darus, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994. Chazawi Adami, Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 2, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014. 20 Mariman Satria, Op Cit, hlm. 77-78. 118

---------------------, dan Ardi Fardian, Tindak Pidana Pemalsuan, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014. Djumhana Muhammad, Hukum Perbankan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006. Effendy Marwan, Kapita Selekta Hukum Pidana, Perkembangan dan Isu-isu Aktual Dalam Kejahatan Finansial dan Korupsi, Referensi, Jakarta, 2012. ---------------------, Tipologi Kejahatan Perbankan dari Perspektif Hukum Pidana, Referensi, Jakarta, 2012. Komaruddin, Kamus Perbankan, CV. Rajawali, Jakarta, 1984, hlm. 27. Mansur Dikdik M. Arief dan Elisatris Gultom, Cyber Law, Aspek Hukum Teknologi Informasi, Refika Aditama, Bandung, 2005. Marwan M. dan Jimmy P., Kamus Hukum, Reality Publisher, Surabaya, 2009. Maskun, Kejahatan Sibery (Cyber Crime). Suatu Pengantar, Kencana, Jakarta, 2013. Mertokusumo Sudikno, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2005. Miru Ahmadi, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014. Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Bumi Aksara, Jakarta, 2001. Muhammad Abdulkadir, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014. Prodjodikoro Wirjono, Asas-asas Hukum Pidana, Refika Aditama, Bandung, 2014. Satria Hariman, Anatomi Hukum Pidana Khusus, UII Press, Yogyakarta, 2014. Soekanto Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif. Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013. Soesilo R., Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan Penjelasannya Pasal demi Pasal, Politeia, Bogor, 1985. Subekti R. dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2002. Sumber-sumber Lain : Peraturan Perundang-undangan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. UU No. 7 Tahun 1992 jo UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Website Bank, dimuat pada: https://wikipedia.org/wiki/bank. Diakses tanggal 16 Juni 2016. Pengertian Kejahatan dan Pembahasannya, dimuat pada: http://www.pengertianpakar.com/20 15/08/pengertian-kejahatandanpembahasannya.html. Diakses tanggal 16 Juni 2016. Pengertian Kejahatan dan Pembahasannya, dimuat pada: http://www.pengertianpakar.com/20 15/08/pengertian-kejahatan-danpembahasannya.html. Diakses tanggal 16 Juni 2016. Penggelapan, dimuat pada : https://id.wikipedia.org/wiki/penggel apan, diakses tanggal 16 Juni 2016 119