III. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
II. BAHAN DAN METODE

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDEDERAN IKAN NILA HIBRID Oreochromis sp DENGAN PADAT PENEBARAN 2, 4 DAN 6 EKOR/LITER KARTIKA ERAWATI

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)

III. BAHAN DAN METODE

IV. HASIL DA PEMBAHASA

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus)

Lampiran 1. Analisis pengaruh peningkatan kepadatan terhadap tingkat kelangsungan hidup (survival rate) benih ikan nilem

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. BAHAN DAN METODE

Lampiran 1b, Data laju pertumbuhan spesifik benih lele Sangkuriang dengan lama pemeliharaan 20 hari

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

ke dalam bak filter. Berdasarkan Anonim (2011 ) waktu tinggal dapat dihitung dengan rumus :

BAB III BAHAN DAN METODE

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paracheirodon innesi UKURAN L PADA PADAT TEBAR 20, 40 DAN 60 EKOR/LITER DALAM SISTEM RESIRKULASI

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

II. BAHAN DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Jenis nutrien Kandungan (%) 2.2 Metode Penelitian Rancangan Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

BAB III METODE PENELITIAN

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Bahan dan Alat Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan Uji Rancangan Pakan Perlakuan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Alat dan Bahan 2.2 Tahap Penelitian

Tingkat Kelangsungan Hidup

PENGARUH PADAT PENEBARAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus gouramy Lac. UKURAN 2 CM

Gambar 3. Grafik Biomassa cacing sutra oligochaeta selama percobaan.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilakukan selama 2 bulan pada bulan Februari-April 2015,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

Lampiran 1. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Data SR Setiap Perlakuan Selama Pemeliharaan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan

PERTUMBUHAN IKAN PATIN SIAM (Pangasianodon hypopthalmus) YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM BIOFLOK PADA Feeding Rate YANG BERBEDA

BAB III BAHAN DAN METODE

PERBANDINGAN KARBON DAN NITROGEN PADA SISTEM BIOFLOK TERHADAP PERTUMBUHAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus)

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA

BAB III BAHAN DAN METODE

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Keragaan benih ikan mas (Cyprinus carpio) strain rajadanu dengan kepadatan berbeda

II. BAHAN DAN METODE

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

BAB III BAHAN DAN METODE

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: ISSN :

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 10 Mei 30 Juni 2013 selama 50

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014,

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Gurami Osphronemus gouramy Lac.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Februari 2013

II. BAHAN DAN METODE

APLIKASI TEKNOLOGI NANO DALAM SISTEM AERASI PADA PENDEDERAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

PRODUKSI TOKOLAN UDANG VANAMEI (Litopenaeus vannamei) DALAM HAPA DENGAN PADAT PENEBARAN YANG BERBEDA

PENGARUH PADAT PENEBARAN 75, 100 DAN 125 EKOR/M2 DAN RASIO SHELTER

METODOLOGI. = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah dari pengamatan σ i ε ij

Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 2015

II. BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2014 di

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL... xvi. DAFTAR GAMBAR... xvii. DAFTAR LAMPIRAN... xviii

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei sampai Juli 2014, di Laboratorium Budidaya

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011 bertempat di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

282 Jurnal Perikanan (J. FISH. Sci) X (2) : ISSN:

Transkripsi:

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Laju Pertumbuhan Bobot Harian Bobot benih ikan nila hibrid dari setiap perlakuan yang dipelihara selama 28 hari meningkat setiap minggunya. Bobot akhir benih ikan nila hibrid pada setiap padat penebaran 2, 4, dan 6 ekor/liter masing-masing sebesar 9,62 g, 7,47 g dan 6,88 g (Tabel 1). Perbedaan bobot tersebut terjadi karena adanya perbedaan laju pertumbuhan. Tabel 1 Bobot rata-rata (g) benih ikan nila hibrid Oreochromis sp. yang dipelihara dengan padat tebar 2, 4, dan 6 ekor/liter selama 28 hari. Hari ke- 0 1,51 ± 0,28 1,51 ± 0,30 1,52 ± 0.31 7 2,76 ± 0,92 2,36 ± 0,76 2,26 ± 0,85 14 3,70 ± 1,25 3,56 ± 1,15 3,35 ± 0,95 21 7,02 ± 1,04 6,07 ± 1,33 5,34 ± 1,04 28 9,62 ± 1,48 7,47 ± 1,61 6,88 ± 1,39 Laju pertumbuhan bobot harian menurun dengan makin meningkatnya padat penebaran. Dari hasil analisis ragam menunjukkan bahwa padat penebaran berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bobot harian (p<0,05). Setelah uji lanjut Tukey, nilai laju pertumbuhan bobot harian pada setiap padat penebaran berbeda nyata satu sama lain (Gambar 3, Lampiran 3). Laju pertumbuhan bobot tertinggi dicapai oleh perlakuan 2 ekor/l dengan nilai 6,85% dan perlakuan 6 ekor/liter mempunyai laju pertumbuhan terendah dengan nilai 5,53%. Laju Pertumbuhan Bobot Harian (%) 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 6.85 5.89 5.53 a b c Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% Gambar 3. Histogram laju pertumbuhan bobot harian (%/hari) benih ikan nila hibrid Oreochromis sp. yang dipelihara dengan padat penebaran 2, 4, dan 6 ekor/liter selama 28 hari. 10

3.1.2 Pertumbuhan Panjang Mutlak Pertumbuhan panjang mutlak rata-rata benih ikan nila hibrid setiap minggunya dapat dilihat pada Tabel 2. Pertumbuhan panjang mutlak dari semua perlakuan meningkat setiap minggunya. Pertumbuhan panjang mutlak benih ikan nila hibrid pada akhir pemeliharaan berkisar antara 3,02 cm hingga 3,98 cm. Pertumbuhan panjang mutlak ikan nila hibrid tertinggi yaitu pada perlakuan dengan padat penebaran 2 ekor/liter 3,98 cm. Sedangkan pertumbuhan panjang mutlak terendah yaitu pada perlakuan dengan padat penebaran 6 ekor/liter 3,02 cm. Tabel 2 Pertumbuhan panjang mutlak rata-rata (cm) benih ikan nila hibrid Oreochromis sp. yang dipelihara dengan padat tebar 2, 4, dan 6 ekor/liter selama 28 hari. Hari ke- 7 0,92 ± 0,03 0,71 ± 0,01 0,61 ± 0,03 14 1,53 ± 0,02 1,48 ± 0,03 1,38 ± 0,04 21 2,88 ± 0,54 2,72 ± 0,02 2,41 ± 0,03 28 3,98 ± 0,01 3,19 ± 0,09 3,02 ± 0,06 Dari hasil analisis ragam menunjukkan bahwa padat penebaran antar perlakuan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak (p<0.05). Setelah uji lanjut Tukey, masing-masing perlakuan padat penebaran berbeda nyata satu dengan yang lainnya (Gambar 4, Lampiran 4). Pertumbuhan Panjang Mutlak (cm) 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 3.98 3.19 3.02 a b c Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% Gambar 4. Histogram pertumbuhan panjang mutlak (cm) benih ikan nila hibrid Oreochromis sp. yang dipelihara dengan padat penebaran 2, 4, dan 6 ekor/liter selama 28 hari. 11

3.1.3 Koefisien Keragaman Panjang Nilai koefisien keragaman panjang benih ikan nila hibrid pada akhir masa pemeliharaan berkisar antara 4,79 6,70% pada Tabel 3. Tabel 3 Koefisien keragaman panjang mutlak rata-rata (%) benih ikan nila hibrid Oreochromis sp. yang dipelihara dengan padat tebar 2, 4, dan 6 ekor/liter selama 28 hari. Perlakuan Ulangan KK (%) KK rata-rata (%) 2 ekor/l 4 ekor/l 6 ekor/l 1 4,86 2 4,76 3 4,75 1 7,07 2 6,67 3 6,35 1 5,53 2 5,69 3 6,00 Dari hasil analisis ragam menunjukkan bahwa padat penebaran berpengaruh nyata terhadap koefisien keragaman panjang (p<0.05, Gambar 5). Setelah uji lanjut Tukey, nilai koefisien keragaman dari masing-masing perlakuan padat penebaran berbeda nyata satu dengan yang lainnya (Lampiran 5). 4,79 ± 0,06 6,70 ± 0,36 5,74 ± 0,24 Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% Gambar 5. Histogram koefisien keragaman panjang (%) benih ikan nila hibrid Oreochromis sp. yang dipelihara dengan padat penebaran 2, 4, dan 6 ekor/liter selama 28 hari. 12

3.1.4 Derajat Kelangsungan Hidup Derajat kelangsungan hidup benih ikan nila hibrid yang dipelihara dengan padat penebaran berbeda yaitu 2, 4, dan 6 ekor/liter selama 28 hari mengalami penurunan mulai dari minggu pertama masa pemeliharaan. Derajat kelangsungan hidup tertinggi yaitu pada perlakuan padat penebaran 2 ekor/l dengan nilai 87,31%, sedangkan derajat kelangsungan hidup terendah yaitu pada perlakuan padat penebaran 6 ekor/l dengan nilai 71,6%. Tabel 4 Kelangsungan hidup rata-rata (%) benih ikan nila hibrid Oreochromis sp. yang dipelihara dengan padat tebar 2, 4, dan 6 ekor/liter selama 28 hari. Hari ke- 0 100 ± 0,00 100 ± 0,00 100 ± 0,00 7 97,57 ± 0,63 95,72 ± 0,79 94,69 ± 0,12 14 95,02 ± 1,57 91,07 ± 1,97 86,82 ± 1,68 21 91,86 ± 1,04 81,89 ± 1,79 76,98 ± 2,63 28 87,31 ± 0,67 75,63 ± 2,05 71,60 ± 2,24 Dari hasil analisis ragam menunjukkan bahwa padat penebaran berpengaruh nyata terhadap derajat kelangsungan hidup benih nila hibrid (p<0.05, Lampiran 6). Setelah uji lanjut Tukey, nilai derajat kelangsungan hidup perlakuan dengan padat penebaran 2 ekor/l berbeda nyata dengan padat tebar 4, dan 6 ekor/liter, sedangkan pada perlakuan dengan padat penebaran 4 ekor/l tidak berbeda nyata terhadap padat penebaran 6 ekor/liter (Gambar 6). Derajat Kelangsungan Hidup (%) 100 80 60 40 20 0 87.31 75.63 71.60 a b b Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% Gambar 6. Histogram derajat kelangsungan hidup (%) benih ikan nila hibrid Oreochromis sp. yang dipelihara dengan padat penebaran 2, 4, dan 6 ekor/liter selama 28 hari. 13

3.1.5 Efisiensi Pakan Efisiensi pemberian pakan benih ikan nila hibrid pada setiap perlakuan disajikan pada Gambar 7. Efisiensi pemberian pakan menurun dengan meningkatnya padat penebaran. Pada akhir pemeliharaan efisiensi pakan berkisar antara 86,05% - 98,05%. Tabel 5 Efisiensi pakan rata-rata (%) benih ikan nila hibrid Oreochromis sp. yang dipelihara dengan padat tebar 2, 4, dan 6 ekor/liter selama 28 hari. Hari ke- 2 ekor/liter 4 ekor/liter 6 ekor/liter 7 87,69 ± 0,59 73,24 ± 1,33 74,15 ± 5,17 14 72,02 ± 0,91 90,95 ± 0,74 84,85 ± 5,20 21 93,85 ± 0,98 86,12 ± 1,44 79,26 ± 3,29 28 75,57 ± 0,15 74,07 ± 3,39 87,19 ± 1,93 EP rata-rata 82,28 ± 10,22 81,10 ± 8.82 79,40± 3,86 Dari hasil analisis ragam menunjukkan bahwa padat penebaran berpengaruh nyata terhadap efisiensi pakan (p<0.05, Lampiran 7). Setelah uji lanjut Tukey, padat tebar 2 ekor/liter tidak berbeda nyata dengan padat tebar 4 ekor/liter namun, berbeda nyata dengan padat tebar 6 ekor/liter. Efisiensi Pakan (%) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 82.28 81.10 79.40 a a b Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% Gambar 7. Histogram efisiensi pakan (%) benih ikan nila hibrid Oreochromis sp. yang dipelihara dengan padat penebaran 2, 4, dan 6 ekor/liter selama 28 hari. 14

3.1.6 Kualitas Air Hasil pengukuran parameter kualitas air (DO, suhu, ammonia, ph, dan alkalinitas) selama penelitian disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Nilai parameter kualitas air pemeliharaan benih ikan nila hibrid Oreochromis sp. selama 28 hari. Parameter Waktu Pengamatan (pukul) Nilai Kualitas Air Nilai Kisaran Optimal Sumber Suhu 07.00 24-25 25-30 Chakraborty 12.00 27-28 and Samir, 2010 15.00 27-29 DO 06.00 3,47-3,73 ppm > 5 ppm Chakraborty 11.00 5-6 ppm and Samir, 2010 15.00 9-10 ppm ph 06.00 8-8,24 6,5-8,5 Chakraborty 11.00 10-10.24 and Samir, 2010 15.00 12-12.24 Alkalinitas 10.00 136-144 mg/l 50-200 mg/l CaCO3 CaCO3 Amonia 10.00 0.008-0.021 mg/l <0.02 mg/l Effendie, 2003 Suhu air diamati setiap hari pada pukul 07.00, 12.00, dan 15.00 WIB. Oksigen terlarut arau DO diamati pada awal, tengah dan akhir masa pemeliharaan, sedangkan alkalinitas dan ammonia diukur pada akhir pemeliharaan. Dari Tabel 6 dapat dilihat, suhu air kolam selama pemeliharaan berkisar 24-29 0 C, kandungan oksigen yang terlarut berkisar antara 3,47-10 ppm, nilai ph berkisar antara 8-12,24, dan alkalinitas berkisar antara 136-144 mg/l. 3.1.7 Efisiensi Ekonomi Nilai efisiensi ekonomi pendederan benih ikan nila hibrid dengan perlakuan padat penebaran 2 ekor/liter (A), perlakuan 4 ekor/liter (B), dan 6 ekor/liter (C) selama 28 hari dihitung dalam jangka waktu 1 tahun.analisis usaha pada setiap perlakuan disajikan pada Tabel 7. Asumsi yang digunakan dalam analisis usaha adalah sebagai berikut : 1. Harga faktor produksi dianggap tetap, selama siklus produksi. 2. Hasil perhitungan kapasitas jumlah hapa dalam 1 kolam, maka jumlah hapa yang dianalisis dalam pendederan ikan nila hibrid dengan padat penebaran 2, 4 15

dan 6 ekor/liter adalah 144 unit hapa (Lampiran 8). Hapa yang digunakan berukuran 1,2 m x 0,6 m x 0,6 m. Volume air hapa tersebut adalah 288 liter. 3. Siklus pertama produksi memerlukan waktu 56 hari. Dengan 14 hari persiapan, 14 hari aklimatisasi, dan 28 hari pemeliharaan (Wahyu 2010). Siklus kedua dan selanjutnya terdiri dari 42 hari, dengan 14 hari aklimatisasi dan 28 hari pemeliharaan (Lampiran 9). 4. Satu tahun dilakukan 8 siklus produksi. 5. Jumlah ikan yang ditebar pada perlakuan A adalah 576 ekor/hapa, jumlah ikan pada perlakuan B adalah 1.152 ekor/hapa, dan jumlah ikan pada perlakuan C adalah 1.728 ekor/hapa. 6. Kelangsungan hidup dari benih ikan nila dengan perlakuan A, B, dan C secara berturut-turut 87,31%, 75,63%, dan 71,60%. 7. Penyusutan investasi dihitung dengan cara menggunakan metode garis lurus dapat dilihat pada Lampiran 10. 8. Efisiensi pakan pada perlakuan A, B, dan C berturut-turut 82,28%, 81,10% dan 79,40%. 9. Jumlah tenaga kerja pengelola pada usaha pendederan ini adalah 1 orang. Biaya tenaga kerja pengelola diberikan sesuai Upah Minimum Regional tahun 2012 di Kabupaten Sumedang Rp 1.007.500/bln (Anonim 2012). 10. Harga benih ikan nila ukuran 2-3 cm Rp 50/ekor 11. Harga jual benih ikan nila ukuran 7-9 cm Rp 250/ekor 12. Upah tenaga kerja pada saat panen dihitung berdasarkan jumlah kantong ikan yang dipanen Rp 5.000/kantong. 13. Upah tenaga kerja pada saat masa persiapan adalah Rp 50.000/hari. 14. Setiap 3 kg ikan dikemas dalam satu kantong plastik, biaya kantong plastik Rp 500 dan oksigen sebesar Rp 1.000 Tabel 7 menunjukkan analisis usaha pendederan benih ikan nila hibrid Oreochromis sp. dengan padat penebaran 2, 4, dan 6 ekor/liter per tahun, yang meliputi biaya investasi, biaya tetap,biaya variabel, penerimaan, keuntungan, R/C ratio, BEP, PP, dan biaya produksi per ekor. 16

Tabel 7 Analisis usaha pendederan benih ikan nila hibrid Oreochromis sp. dengan padat penebaran 2, 4, dan 6 ekor/liter per tahun. Uraian Investasi (Rp) 4.414.500 4.414.500 4.414.500 Biaya tetap (Rp) 15.653.850 15.653.850 15.653.850 Biaya variabel (Rp) 74.896.060 117.753.660 167.095.260 Biaya total (Rp) 90.549.910 133.407.510 182.749.110 Penerimaan (Rp) 144.836.813 250.922.189 356.327.424 Keuntungan (Rp) 54.286.903 117.514.679 173.578.314 R/C ratio 1,60 1,88 1,95 BEP (Rp) 32416776,31 29495694,95 29476469,16 BEP ekor 62745,18 62733,16 62733,07 PP (tahun) 0,08 0,04 0,03 Biaya produksi/ekor (Rp) 156 133 128 Berdasarkan Tabel 7. dapat dilihat bahwa dengan biaya investasi yang sama perlakuan dengan padat penebaran 6 ekor/liter memiliki nilai R/C ratio yang tertinggi 1,95. Selain itu, perlakuan dengan padat tebar 6 ekor/liter memiliki nilai BEP ekor, BEP harga dan biaya produksi/ekor terendah jika dibandingkan dengan padat tebar 2 dan 4 ekor/liter. Perlakuan dengan padat tebar 6 ekor memiliki nilai PP yang lebih singkat 3 kali lipat jika dibandingkan dengan perlakuan padat tebar 2 dan lebih singkat satu kali lipat dari perlakuan padat tebar 4 ekor/liter yaitu selama 0,03 tahun atau 11 hari. Perhitungan R/C ratio, BEP (Rp), BEP ekor, PP, dan biaya produksi/ekor dapat dilihat pada Lampiran 18. 3.2 Pembahasan Dalam budidaya ikan terutama pada tahap pendederan, jumlah ikan atau biomassa ikan saat panen sangat penting. Salah satu cara untuk meningkatkan hasil panen yaitu dengan melakukan peningkatan padat tebar. Dari sisi produksi, padat tebar ikan yang dipelihara dalam hapa berkaitan dengan volume air atau luas permukaan per ekor. Peningkatan kepadatan tebar mengakibatkan terjadinya peningkatan stres, yang mengarah pada kebutuhan energi yang lebih tinggi, hal ini menyebabkan terjadinya penurunan tingkat pertumbuhan dan pemanfaatan makanan. Sebaliknya pada tingkat kepadatan rendah ikan tidak dapat membentuk gerombolan dan tidak merasa nyaman. Sehingga, mengidentifikasi tingkat kepadatan tebar optimum untuk sebuah spesies adalah faktor penting 17

dalam mendesain sebuah sistem budidaya yang efisien (Leatherland dan Cho, 1985), dan untuk praktek pembudidayaan yang optimal. Menurut Hepher dan Pruginin (1981), selama kebutuhan makanan dan lingkungan terpenuhi peningkatan kepadatan tidak mempengaruhi pertumbuhan individu. Namun, pada penelitian ini peningkatan kepadatan ikan dari 2 ekor/liter hingga 6 ekor/liter diikuti dengan penurunan pertumbuhan bobot maupun panjang, yaitu menurunkan laju pertumbuhan bobot harian dari 6,85% hingga 5,53% dan menurunkan pertumbuhan panjang mutlak dari 3,98 cm hingga 3,02 cm. Hal yang sama didapatkan Adriani (1988) peningkatan padat penebaran ikan nila merah dengan ukuran 4-5 cm dengan padat penebaran dari 0,75 hingga 1,3 ekor/liter menurunkan laju pertumbuhan bobot harian dari 3,14% hingga 2,71% dan pertumbuhan panjang mutlak dari 4,33 cm hingga 3,74 cm. Menurut Likongwe et al. (1996) laju pertumbuhan bobot harian pada benih ikan nila dengan bobot rata-rata benih 4,6 g yang dipelihara pada suhu 24 0 C dan salinitas 0 ppt adalah 2,64%, sedangkan pada suhu 28 0 C laju pertumbuhan bobot hariannya adalah 2,68%. Menurut Yuliati (2003) pemeliharaan ikan nila gift dengan ukuran 5-6 cm di dalam jaring selama delapan minggu menurunkan laju pertumbuhan bobot dari 4,6% hingga 2,87%. Semakin tinggi padat penebaran maka laju pertumbuhan semakin menurun. Seperti yang diungkapkan oleh Holm et al. 1990; Haylor 1991; Bjørnsson 1994; Huang and Chiu 1997; Irwin et al. 1999; Ma et al. 2006 dalam Aksungur et al (2007) dalam beberapa spesies ikan budidaya, pertumbuhan berhubungan terbalik dengan tingkat kepadatan dan ini dikaitkan dengan interkasi sosial. Interaksi sosial tersebut yaitu persaingan makanan dan tempat yang dapat mempengaruhi ikan secara negatif. Hasil analisis ragam untuk laju pertumbuhan bobot harian dan pertumbuhan panjang mutlak menunjukkan bahwa peningkatan padat penebaran memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap pertumbuhan bobot harian dan panjang mutlak (p<0.05, Gambar 3 dan 4). Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat dilihat bahwa benih ikan nila hibrid memiliki laju pertumbuhan bobot harian yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan benih ikan nila strain lain. Perbedaan laju pertumbuhan yang terjadi karena penurunan laju pertumbuhan seiring dengan ditingkatkannya kepadatan yang mengakibatkan 18

adanya keragaman panjang. Koefisien keragaman panjang menunjukkan seberapa besar variasi ukuran ikan selama pemeliharaan. Nilai koefisien keragaman panjang ikan nila hibrid yang dipelihara selama 28 hari berkisar antara 4,79 % hingga 6,70% (Gambar 5). Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa padat penebaran memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap nilai koefisien keragaman panjang (p<0.05). Dalam penelitian ini, kepadatan 4 ekor/l yang memiliki tingkat keragaman panjang tertinggi 6,70%. Pada umumnya tingkat keragaman tertinggi yaitu perlakuan dengan padat penebaran tertinggi. Padat penebaran tertingi dalam penelitian ini yaitu 6 ekor/liter. Adanya perbedaan hasil diduga disebabkan adanya dominasi dari ikan yang berukuran lebih besar, terhadap ikan yang berukuran lebih kecil. Dominasi ini terjadi terutama dalam memperebutkan pakan. Ikan yang lebih besar biasanya lebih agresif terhadap pakan, sehingga menurunkan nilai efisiensi pemberian pakan. Terganggunya kesehatan ikan akibat interaksi antar ikan seperti yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya lama kelamaan dapat menyebabkan kematian. Terjadinya kematian berpengaruh terhadap derajat kelangsungan hidup ikan. Dari hasil analisis ragam menunjukkan bahwa padat penebaran memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap derajat kelangsungan hidup ikan nila hibrid yang dipelihara (p<0.05, Gambar 6). Derajat kelangsungan hidup terendah yaitu 71,60%. Menurut Aksungur et al (2007) semakin tinggi kepadatan nilai derajat kelangsungan hidup semakin menurun. Derajat kelangsungan hidup pada penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian Likongwe et al (1966) yaitu 73,0% - 82,20% pada suhu 24-28 0 C dan salinitas 0 ppt. Namun lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian Yuliati et al. (2003) yang memiliki nilai kelangsungan hidup terendah yaitu pada kepadatan 0,2 ekor/liter sebesar 94,83% selama empat minggu masa pemeliharaan. Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat kepadatan yang digunakan oleh Yuliati et al. (2003) jika dibandingkan dengan tingkat padat penebaran pada penelitian ini. Efisiensi pakan pada akhir penelitian berkisar antara 79,40-82,28%. Dari hasil analisis ragam menunjukkan bahwa peningkatan padat penebaran 2 ekor/liter dengan 4 ekor/liter tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap efisiensi pakan (p>0.05), namun berbeda dengan padat penebaran 6 19

ekor/liter. Efisiensi pakan cenderung menurun dengan semakin meningkatnya padat penebaran. Hal ini diduga, ikan pada kepadatan yang lebih rendah mampu memanfaatkan pakan yang tersedia dengan lebih baik, karena tidak perlu bersaing dengan ikan yang lain untuk memperebutkan pakan. Menurut Adriani (1988) ikan pada kepadatan tinggi akan menggunakan energi yang lebih banyak daripada ikan yang dipelihara pada kepadatan rendah, yaitu untuk bersaing dalam mendapatkan makanan, ruang dan mengimbangi kondisi lingkungan. Dilihat dari segi teknis perlakuan dengan padat penebaran 2 ekor/liter merupakan perlakuan yang paling efisien, karena memiliki laju pertumbuhan pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, derajat kelangsungan hidup dan efisiensi pakan lebih tinggi dibandingkan perlakuan dengan padat penebaran 4 dan 6 ekor/liter serta memiliki koefisien keragaman panjang terendah dibandingkan perlakuan dengan padat penebaran 4 dan 6 ekor/liter. Kondisi kualitas air selama pemeliharaan yaitu suhu 24-30 0 C, oksigen yaitu 3-10 ppm, nilai ph 8-12, alkalinitas berkisar antara 136-144 mg/l dan ammonia 0,008-0,021 mg/l. Menurut Chakraborty (2010) suhu optimal untuk pertumbuhan ikan nila yaitu 25-30 0 C, kadar oksigen terlarut optimal dalam air > 5 ppm, dan ph optimal berkisar antara 6,5-8,5. Menurut Effendie (2003) alkalinitas optimal untuk ikan nila 50-200 mg/l CaCO 3 setara dan amonia < 0,02 mg/l. Tingginya nilai oksigen terlarut pada sore hari karena pada waktu tersebut merupakan puncak dari proses fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton. Persamaan reaksi kimia dari proses fotosintesis adalah sebagai berikut (Goddard 1996) : 6CO 2 + 6H 2 O C 6 H 12 O 6 + 6O 2 Karbon dioksida Air Glukosa Oksigen Tingginya nilai oksigen didukung oleh tingginya nilai ph air pada sore hari selama pemeliharaan yaitu mencapai 12. Kadar amonia yang rendah diakibatkan karena adanya pergantian air terus-menerus, sehingga buangan metabolik tidak berpengaruh pada penurunan pertumbuhan ikan nila hibrid. Hasil perhitungan analisis usaha 144 unit hapa pada kegiatan pendederan ikan nila hibrid yang dipelihara dengan padat penebaran 2, 4 dan 6 ekor/liter (Tabel 7), dapat dilihat bahwa pada padat penebaran 6 ekor/liter memiliki 20

keuntungan tertinggi karena memproduksi ikan nila hibrid dengan jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan padat penebaran 2 dan 4 ekor/liter. Padat penebaran 6 ekor per liter memiliki R/C rasio tertinggi mencapai 1,95. Hal ini, disebabkan oleh jumlah ikan yang diproduksi tinggi sehingga penerimaan yang diperoleh padat penebaran 6 ekor/liter lebih tinggi dibandingkan dengan padat penebaran 2 dan 4 ekor/liter. Menurut Soekartawi (1995) R/C rasio merupakan analisis yang membagi antara penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan. Selain itu, perlakuan dengan padat penebaran 6 ekor/liter memiliki nilai BEP ekor dan harga paling rendah, artinya perlakuan dengan padat penebaran 6 ekor/liter dapat memperoleh keuntungan lebih cepat dibandingkan perlakuan dengan padat penebaran 2 dan 4 ekor/liter. Hal ini disebabkan oleh tingginya jumlah penerimaan yang didapatkan dan tingginya jumlah ikan yang diproduksi. Nilai BEP ekor pada perlakuan dengan padat penebaran 6 ekor/liter adalah 62.733,07 ekor, artinya agar usaha pendederan benih ikan nila hibrid ini mencapai titik impas maka harus memproduksi benih ikan nila hibrid sebanyak 62.733,07 ekor. Nilai BEP harga pada perlakuan dengan padat tebar 6 ekor/liter adalah Rp 29.476.469,16, artinya agar usaha pendederan benih ikan nila hibrid ini mencapai titik impas maka harus memperoleh penerimaan Rp 29.476.469,16. Padat penebaran 6 ekor/liter juga memiliki PP paling singkat karena memperoleh keuntungan tertinggi dibandingkan dengan perlakuan 2 dan 4 ekor/liter. Biaya produksi/ekor pada perlakuan dengan padat penebaran 6 ekor/liter lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Rendahnya biaya produksi per ekor dikarenakan jumlah produksi yang dihasilkan pada perlakuan ini lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan 2 dan 4 ekor/liter. Dilihat dari semua aspek efisiensi ekonomi, maka perlakuan dengan padat penebaran 6 ekor/liter merupakan perlakuan yang paling efisien yang secara ekonomi. Pendederan ikan nila hibrid dengan padat penebaran 6 ekor/liter lebih efisien untuk tujuan produksi, meskipun secara teknis perlakuan dengan padat penebaran 2 ekor/liter lebih baik dibandingkan perlakuan dengan padat penebaran 6 ekor/liter. Perlakuan dengan padat penebaran 2 ekor/liter memiliki laju pertumbuhan bobot harian yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan dengan padat penebaran 6 ekor/liter, namun pada tahap pendederan besarnya bobot tidak 21

diperhitungkan. Pada tahap pendederan faktor yang diperhitungkan adalah jumlah ikan, karena pada tahap ini ikan dijual per ekor bukan per bobot ikan. Pertumbuhan panjang perlakuan dengan padat penebaran 6 ekor/liter lebih rendah dibandingkan perlakuan dengan padat penebaran 2 ekor/liter, namun harga jual dipasar untuk ikan nila hibrid ukuran yang dicapai perlakuan dengan padat penebaran 2 dan 6 ekor/liter adalah sama yaitu Rp 250/ekor. Derajat kelangsungan hidup perlakuan dengan padat penebaran 2 ekor/liter lebih tinggi dibandingkan perlakuan dengan padat penebaran 6 ekor/liter, namun karena tingginya jumlah ikan yang diproduksi pada perlakuan dengan padat penebaran 6 ekor/liter maka jumlah ikan akhir pada perlakuan ini lebih tinggi dibandingkan perlakuan dengan padat penebaran 2 ekor/liter. Tujuan produksi bisa tercapai dengan melakukan pengontrolan parameter kualitas air yang lebih baik lagi. Salah satunya dengan cara meningkatkan frekuensi debit air yang masuk dan ke luar, agar kandungan oksigen dalam air tetap tinggi dan dapat memenuhi kebutuhan ikan. Selain itu, untuk membuang limbah metabolik yang berupa sisa pakan yang tidak termakan maupun feses ikan dari wadah budidaya. Hal tersebut sesuai dengan Effendi (2003) aliran air yang relatif deras kaya akan oksigen, penting untuk menyuplai oksigen dalam respirasi ikan dan membuang limbah metabolisme, terutama amonia. 22