Kinerja Pengawasan DPRD Dalam Pelaksanaan APBD Tahun 2013 Di Kabupaten Halmahera Barat. Nama : Risal Hady Nim :

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mengedepankan akuntanbilitas dan transparansi Jufri (2012). Akan tetapi dalam

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat?

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006

reformasi yang didasarkan pada Ketetapan MPR Nomor/XV/MPR/1998 berarti pada ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 menjadi dasar pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengunakan istilah control sebagaimana yang dikutip Muchsan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

TINJAUAN PUSTAKA. Kata peran atau role dalam kamus oxford dictionary diartikan : Actor s part;

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN

STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH MUCHAMAD ALI SAFA AT

BAB I PENDAHULUAN. yang dipayungi oleh Pasal 18 Undang-Undang Dasar Sedangkan inti

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan, dalam penyelenggaraan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BUPATI INDRAGIRI HULU PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

BAB II LANDASAN TEORI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2012

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

Pembangunan aparatur Negara merupakan bagian yang tidak terpisahkan. dari keseluruhan proses pembangunan nasional yang diarahkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

TENTANG KEPULAUAN. Daerah

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KOTA BANJAR TAHUN 2012

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

I. PENDAHULUAN. dibagi-baginya penyelenggaraan kekuasaan tersebut, agar kekuasaan tidak

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan baik berupa Undang-Undang (UU) maupun

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 79 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

APA ITU DAERAH OTONOM?

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak. perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA TAHUN 2006 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR : 11 TAHUN 2006 TENTANG

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA BUKITTINGGI

PROVINSI JAWA TENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PADANG LAWAS UTARA,

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan gerak yang tidak dapat dibendung akibat sistem penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. pengambil keputusan dalam pemerintahan di era reformasi ini. Pemerintah telah

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 91 TAHUN No. 91, 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 16 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 32 TAHUN 2006

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang

PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. pulau yang dibatasi oleh lautan, sehingga di dalam menjalankan sistem pemerintahannya

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 60 TAHUN 2018 TENTANG DISIPLIN APARATUR DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

I. PENDAHULUAN. Sejak jatuhnya pemerintahan Orde Baru dan digantikan dengan gerakan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

PERATURAN BUPATI BERAU

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 17 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 33 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR : 3 TAHUN : 2006

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI TENTANG PEDOMAN KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN BELITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

PERAN DPRD KOTA MEDAN DALAM PENGAWASAN APBD KOTA MEDAN T.A BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR. 32 TAHUN 2004

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II. individu atau suatu organisasi pada suatu periode tertentu. Menurut Stoner (1996 :

BAB I PENDAHULUAN. menuntut pembangunan yang merata di setiap daerah sehingga pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PULAU MOROTAI DI PROVINSI MALUKU UTARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pembaruan dan perubahan untuk menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

Mengingat : 1. Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

Kinerja Pengawasan DPRD Dalam Pelaksanaan APBD Tahun 2013 Di Kabupaten Halmahera Barat. Oleh : Nama : Risal Hady Nim : 100813146 Abstrak Setiap negara di dunia ini memiliki tujuan untuk mengupayakan kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyatnya. Negara Republik Indonesia juga memiliki tujuan yang sama, sehingga untuk mewujudkan keinginan tersebut diperlukan manajemen pemerintahan yang baik. Dengan bergulirnya pemerintahan reformasi, maka upaya yang dilakukan dalam rangka menata kembali sistem pemerintahan daerah, lahirlah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dengan pola prinsip otonomi daerah yang nyata dan luas yang merupakan suatu harapan yang selama ini didambakan oleh Pemerintah Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Masyarakat. A. Pendahuluan Pemberian Otonomi Daerah yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 ini, sepenuhnya diserahkan kepada daerah yang bersangkutan untuk diatur oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam rangka mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, kecuali beberapa urusan yang masih ditangani oleh Pemerintah Pusat antara lain : urusan pertahanan dan keamanan, agama, hubungan luar negeri serta peradilan dan moneter. Berkaitan dengan hal diatas maka sebagai upaya untuk memajukan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan di daerah, Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dituntut untuk menggali dan memanfaatkan potensi-potensi sumber daya alam sebagai sumber pendapatan daerah yang akan menunjang pembiayaan penyelenggaraan yang dimaksud, berdasarkan perhitungan perolehan pendapatan daerah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang diatur dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang kemudian dirumuskan dalam penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen yang akan menjamin terciptanya disiplin dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan kebijakan pendapatan maupun belanja daerah. Untuk menjamin agar APBD dapat disusun dan dilaksanakan dengan baik dan benar, dalam pengelolaan anggaran daerah yang mengatur antara lain prosedur dan teknis penganggaran yang harus diikuti secara tertib dan taat asas. Maka secara teknis penyusunan dan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja harus mengikuti mekanisme yang memadukan antara perencanaan dan penganggaran dengan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah, pendekatan penganggaran terpadu, dan pendekatan prestasi kerja. Selain hal di atas, dalam penyusunan anggaran yang berbasis kinerja secara normatif juga harus mengikuti asas, fungsi utama dari anggaran, dan paradigmanya. Proses penyusunan APBD pada dasarnya bertujuan untuk menyelaraskan kebijakan ekonomi makro dan sumber daya yang tersedia secara tepat sesuai dengan kebijakan pemerintah dan mempersiapkan kondisi bagi pengelolaan anggaran secara baik. Salah satu pihak yang berperan dalam pengawasan di tingkat daerah adalah DPRD, menurut UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 41, DPRD memiliki fungsi yaitu : legislasi, anggaran dan pengawasan. Pada DPRD pengawasan yang dilakukan bersifat politik, dalam arti pengawasannya berbeda dengan pengawasan fungsional karena pengawasan politik lebih ditekankan pada laporan pertanggungjawaban keuangan oleh kepala daerah. Sedangkan pengawasan fungsional lebih bersifat audit yang terperinci dan bersifat administratif. Fungsi badan perwakilan rakyat yang mencirikan demokrasi modern ini memperkenalkan nama badan legislatif atau badan pembuat undang-undang kepadanya dan juga bertindak sebagai pengawas pelaksana undang-undang tersebut. Melalui fungsi pengawasan ini parlemen menunjukkan bahwa dirinya

sebagai wakil rakyat dengan memasukkan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang diwakilinya kedalam pasal-pasal undang-undang mengawasi perjalanan pelaksanaannya. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam sistem politik dan sistem pemerintahan negara Republik Indonesia adalah merupakan salah satu lembaga tinggi negara yang berkedudukan di daerah dan sebagai wahana melaksanakan Demokrasi Pancasila Arbi Sanit (1982), Dalam s istem pemerintahan demokrasi, lembaga perwakilan rakyat merupakan perangkat kenegaraaan yang sangat penting disamping perangkat-perangkat kenegaraan yang lain, baik yang bersifat infra struktur maupun supra struktur politik. Setiap pemerintahan yang menganut sistem demokrasi selalu didasari suatu ide bahwa warga negara seharusnya dilibatkan dalam setiap proses pengambilan keputusan politik. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah lembaga perwakilan di daerah tempat masyarakat untuk menyampaikan aspirasi, lewat lembaga ini akan keluar kebijakan-kebijakan yang menjadi dasar bagi eksekutif dalam menjalankan roda pemerintahan, yang diwujudkan dalam bentuk peraturan daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang salah satu fungsinya adalah pengawasan memiliki andil dalam mengawal dan mengawasi agar tujuan dari penyusunan APBD dapat terlaksana dengan baik, tetapi DPRD belum menunjukkan kinerja yang diharapkan. Hal ini tercermin pada semakin tinggi tingkat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dalam era otonomi daerah. Akhir-akhir ini muncul gelombang protes dari kalangan aktivis mahasiswa dari pusat hingga ke daerah terhadap terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2006 yang berimplikasi terhadap naiknya beberapa item penerimaan atau gaji anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Belakangan ditegaskan oleh pemerintah bahwa itu dimaksudkan sebagai tambahan biaya operasional atau komunikasi. Fenomena gelombang tuntutan yang dilakukan oleh berbagai elemen mahasiswa dan aktivis pro demokrasi terhadap lembaga legislatif kita dari pusat hingga ke daerah paling tidak didasari atas beberapa alasan : Pertama: Lembaga

legislatif yang diharapkan sebagai wasit dalam penyelanggaraan pemerintahan dan pembangunan itu malah terlibat korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kedua: Lembaga legislatif di banyak daerah ternyata tidak dapat menjalankan fungsinya secara maksimal. Ketiga: Para wakil rakyat itu ternyata tidak dapat menampung dan menyalurkan aspirasi konstituennya. Keempat: Para wakil rakyat itu cenderung kepada kekuasaan (power oriented). dan kelima: Secara keseluruhan kinerja lembaga legislatif berada pada posisi yang mengecewakan. Keberhasilan pembangunan daerah akan sangat ditentukan oleh proses manajemen dalam hal ini pengawasa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dalam penyusunan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) diperlukan pengelolaan keuangan yang transparan, partisipatif dan akuntabel, yang mana setiap input tertentu harus menghasilkan output tertentu. Input tersebut diharapkan mampu menentukan outcome, benefit dan impactnya. Hasil yang didapatkan sehubungan dengan anggaran yang digunakan sebanding dengan kuantitas dan kualitas yang terukur. Dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memiliki andil yang sangat besar dalam pengambilan keputusan dan pengawasan baik dalam penyusunan, pelaksanaan, dan evaluasi berjalannya Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD). Maka secara teknis penyusunan dan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja harus mengikuti mekanisme yang memadukan anrtara perencanaan dan penganggaran dengan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah, pendekatan penganggaran terpadu, dan pendekatan prestasi kerja. Selain hal di atas, dalam penyusunan anggaran yang berbasis kinerja secara normatif juga harus mengikuti asas, fungsi utama dari anggaran, dan paradigmanya. Proses penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) pada dasarnya bertujuan untuk menyelaraskan kebijakan ekonomi makro dan sumber daya yang tersedia secara tepat sesuai dengan kebijakan pemerintah dan mempersiapkan kondisi bagi pengelolaan anggaran secara baik. Dalam proses penyusunan dan pelaksanaan anggaran yang berbasis kinerja yang harus dipahami adalah makna,

baik secara statis maupun dinamis. Dinamis sendiri berarti bahwa setiap input tertentu harus diperhitungkan berupa output yang mampu dicapai oleh input tersebut. Pencapaian dari suatu kinerja dinilai berdasarkan indikator tertentu yang menjadi pertimbangan utama, maka dari itu analisis standar belanja perlu dibuat dengan mengacu pada standar satuan harga untuk mencapai prestasi kerja berdasarkan standar pelayanan minimal. Penyusunan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dilakukan secara terintegras i untuk seluruh jenis belanja guna melaksanan kegiatan pemerintahan yang didasarkan pada prinsip alokasi dana. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan adanya penguatan kapasitas aparatur yang terlibat langsung dalam penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) dan mengawasi penggunaannya. Menurut UU Nomor 33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah, secara khusus telah menetapkan landasan yang jelas dalam penataan pengelolaan dan pertanggungjawaban, keuangan daerah. Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen yang akan menjamin terciptanya disiplin dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan kebijakan pendapatan maupun belanja daerah. Untuk menjamin agar Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) dapat disusun dan dilaksanakan dengan baik dan benar, dalam pengelolaan anggaran daerah yang mengatur antara lain prosedur dan teknis penganggaran yang harus diikuti secara tertib dan taat asas. DPRD yang salah satu fungsinya adalah pengawasan memiliki andil dalam mengawal dan mengawasi agar tujuan dari penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) dapat terlaksana dengan baik, tetapi DPRD belum menunjukkan kinerja yang diharapkan. Hal ini tercermin pada semakin tinggi tingkat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dalam era otonomi daerah. Pengawasan DPRD adalah wewenang yang dimiliki DPRD provinsi, kabupaten atau kota untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-

undang, pelaksanaan keputusan dari gubernur atau bupati atau walikota, pelaksanaan APBD, kebijakan pemerintah daerah melalui Peraturan Daerah (Perda), dan pelaksanaan kerjasama Internasional Daerah. Berdasarkan pasal 42 ayat (1) huruf c UU No. 32 tahun 2004, secara umum ruang lingkup pengawasan DPRD meliputi tiga hal yaitu : 1. Pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya. Pengawsan ini meliputi pengawasan terhadap pencapaian tujuan awal saat ditetapkannya peraturan daerah. 2. Pengawasan terhadap pelaksanaan APBD. Pengawasan ini merupakan pengawasan terhadap pencapaian tujuan awal saat ditetapkannya Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. 3. Pengawasan terhadap perjanjian kerjasama pihak ketiga. Pengawasan ini meliputi pengawasan terhadap kerjasama daerah oleh pemerintah daerah dengan pihak ketiga baik lokal maupun internasional meteri meliputi : bidang yang dikerjasamakan, jangka waktu kerjasama, manfaat bagi daerah, dan sumber pembiayaan. ditujukan : Secara khusus, hasil pengawasan DPRD terhadap pemerintah daerah 1. Untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai rencana dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 2. Untuk menjamin kemungkinan tindakan koreksi yang cepat dan tepat terhadap penyimpangan dan penyelewengan yang ditemukan dalam upaya mencegah berlanjutnya kesalahan atau penyimpangan. 3. Untuk menumbuhkan motivasi, memperbaiki, mengurangi dan atau meniadakan penyimpangan. 4. Untuk meyakinkan bahwa kinerja pemerintah daerah sedang atau telah mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan.

Dari fungsi pengawasan tersebut diharapkan DPRD dapat membangun sistem peringatan dini apabila terjadi kejanggalan atau penyimpangan dalam proses pengelolaan tata pemerintahan daerah. Untuk dapat melakukan pengawasan secara efektif diperlukan beberapa persyaratan, yaitu : 1. Langkah pengawasan tertentu hanya berlaku untuk suatu organisasi tertentu. 2. Kegiatan pengawasan harus dapat mencapai tujuan sekaligus, bukan hanya tujuan sektoral tetapi tujuan luas lainnya. 3. Informasi untuk pengawasan harus diperoleh tepat waktu. 4. Mekanisme pengawasan harus dipahami semua orang yang ada dalam organisasi. Salah satu fungsi DPRD yang cukup penting dan berdampak luas adalah fungsi anggaran DPRD dalam menetapkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Hal ini berhubungan dengan kewajiban kepala daerah melakukan pertanggungjawaban tahunan atas pelaksanaan APBD. Berdasarkan pasal 179 UU No. 32 tahun 2004 disebutkan bahwa APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Agar pengelolaan keuangan daerah yang tertuang dalam APBD benarbenar sesuai dengan kebutuhan daerah, DPRD dapat melakukan pengawasan kebijakan dari perencanaan sampai pelaksanaan dan evaluasi. Agar APBD tersusun dan terlaksana dengan tepat sasaran dan tepat waktu, DPRD dapat mengarahkan penyusunan APBD berpedoman pada peraturan perudang-undangan yang berlaku, sesuai dengan materi berikut : 1. APBD disusun dengan pendekatan kinerja. 2. dalam penyusunan APBD, pengaanggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah cukup.

3. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional dapat dicapai untuk setiap pendapatan. 4. Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. 5. Perkiraan sisa lebih perhitungan APBD tahun sebelumnya dicatat sebagai saldo awal APBD pada tahun berikutnya, sedangkan realisasi sisa lebih perhitungan APBD tahun lalu dicatat sebagai saldo awal pada perubahan APBD. Dengan adanya rincian penyusunan APBD dan berpedoman pada tata cara penyusunan dan penggunaannya, akan memudahkan DPRD dalam penyusunan peraturan daerah menyangkut APBD, perhitungan APBD dan perubahan setiap tahun, sehingga pengawsan yang dilakukan DPRD terhadap APBD dapat dilakukan secara optimal. Fungsi pengawasan DPRD terhadap APBD diarahkan agar tidak terjadi penyimpangan seperti kasus korupsi oleh DPRD yang juga melibatkan kepala daerah yang erat kaitannya dengan penyelewengan dan penetapan Rancangan Peraturan Daerah APBD dan perubahnnya. Dalam menyusun Rancangan Peraturan Daerah tentan APBD berpedoman pada pasal 185 dan pasal 186 UU No.32 tahun 2004. Salah satu aspek penting dalam pelaksanaan rencana sebagai bagian dari proses perencanaan yang menyeluruh adalah pengawasan. Pengawasan adalah salah satu unsur penting dalam rangka meningkatkan pelaksanaan tugas-tugas umum Pemerintahan dan Pembangunan. Oleh karena setiap kegiatan bagaimanapun bentuk dan sifatnya tentunya memerlukan pengawasan demi lancarnya proses pembangunan yang terarah sesuai dengan program untuk terciptanya hasil yang kita harapkan. Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, maka diharapkan adanya pengawasan yang baik, karena pelaksanaan pembangunan yang meliputi seluruh aspek kehidupan yang kompleks ini, tentunya sangat dirasakan pentingnya pengawasan yang dilaksanakan secara efisien dan efektif sehingga apa yang

diharapkan dapat tercapai dan tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang tidak diinginkan. Pengawasan dapat dipandang sebagai suatu keharusan kearah pencapaian tujuan yang telah dirumuskan dalam berbagai program pembangunan. Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD adalah pengawasan politik dan kebijakan yang bertujuan untuk memelihara akuntabilitas publik, terutama lembaga-lembaga yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan kebijakan dan program pemerintahan serta pembangunan di daerah. Sistem akuntabilitas didaerah akan menajdi semakin efektif, karena proses dan hasil pengawasan yang dilakukan DPRD akan memungkinkan lembaga-lembaga publik digugat juka mereka tidak memenuhi kaidah-kaidah publik. George R. Terry di dalam buku Sujamto (1986:17) yang mengatakan bahwa : Control is to determine what is accompleshed measure, it needed to insure result in keeping with the plan, (pengawasan untuk menentukan apa yang telah dicapai mengadakan evaluasi atasnya, dan mengambil tindakan-tindakan korektif bila diperlukan untuk menjamin agar hasilnya sesuai dengan rencana). Proses Pengawasan adalah proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan tersebut. Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai. melalui pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan efisien. Bahkan, melalui pengawasan tercipta suatu aktivitas yang berkaitan erat dengan penentuan atau evaluasi mengenai sejauhmana pelaksanaan kerja sudah dilaksanakan. Pengawasan juga dapat mendeteksi sejauhmana kebijakan pimpinan dijalankan dan sampai sejauhmana penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja tersebut (Basu Swasta 2000 : 87). Dalam praktek pengawasan Pemerintahan Daerah kita melihat bahwa pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh DPRD mengenai hal dimaksud dijadikan peluang untuk menjatuhkan Kepala Daerah sebelum masa jabatannya berakhir. Gejala ke arah ini sudah nampak dimata kita akhir-akhir ini, padahal

seharusnya pelaksanaan pengawasan DPRD ditujukan kepada bagaimana kinerja aparat pemerintah daerah dalam mengemban amanah untuk kepentingan rakyat, bukannya secara tehnis operasioanal. Apabila DPRD tidak mencapai titik temu dengan kepala daerah dalam mengambil keputusan tentang APBD, maka kepala daerah menggunakan anggaran (APBD) tahun sebelumnya. Untuk menghindari hal tersebut DPRD dapat melakukan koordinasi yang baik dengan eksekutif agar seluruh tujuan dapat tercapai dalam merumuskan kegiatan ke dalam APBD yang partisipatif. DPRD lebih memfokuskan pada pengwasan terhadap APBD, artinya perda tentang APBD benar-benar menjadi pedoman bagai semua SKPD, sebgaimana yang diatur pada pasal 190 UU No.32 tahun 2004, yang berbunyi : Peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran perubahan APBD dijadikan dasar penetapan dokumen pelaksanaan anggaran satuan kerja perangkat daerah. Kabupaten Halmahera Barat merupakan salah satu Kabupaten pemekaran di Propinsi Maluku Utara yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Halmahera Barat ibu kotanya dijailolo, Halmahera Utara ibu kotanya ditobelo, Halmahera Timur ibu kotanya dimaba, Halmahera Selatan ibu kotanya disanana, Kabupaten Kepulauan Sula ibu kotanya buli, dan Kota Tidore Kepulauan ibu kotanya ditidore. Kabupaten Halmahera Barat dimekarkan dengan tujuan untuk menegakkan kedaulatan rakyat dalam rangka memajukan kesejahteraan masyarakat, mendekatkan pelayanan kepada publik lokal dan untuk merespons dan merustrukturisasi jajaran pemerintah daerah dalam rangka mempercepat proses pembangunan sehingga dalam waktu yang cukup singkat dapat sejajar dengan Kabupaten lainya sehingga secara langsung akan mengangkat harkat dan martabat hidup masyarakat yang ada di Halmahera Barat pada khususnya dan Maluku Utara pada umumnya.

Sebagai daerah pemekaran baru percepatan pembangunan daerah hanya dapat dicapai apabila roda pemerintahan dapat berputar dengan baik sehingga tujuan pembangunan daerah dapat tercapai secara maksimal tentunya dengan mengandalkan potensi sumber daya manusia sebagai penggerak utama roda pemerintahan tersebut. Sumber daya manusia dalam kerangka otonomi daerah dipandang sebagai salah satu elemen yang sangat penting, karena sumber daya manusia sangat memiliki peran sebagai dinamisator dalam pengelolaan proses pemerintahan tersebut, tentunya dengan kompetensi dan kapabilitas moral yang baik akan dapat menunjuang cepat atau lambatnya pergerakan roda pemerintahan dan pembangunan daerah. Realitas kinerja DPRD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat sejak dimekarkan pada tahun 2003 belum seperti yang diharapkan hal ini terlihat dari kemampuan seluruh anggota DPRD dalam mengawasi APBD.. Banyak faktor yang mengakibatkan ketidakberdayaan DPRD Kabupaten Halmahera Barat, mulai dari kualitas SDM anggota dewan, komitmen para wakil rakyat itu, kontrol masyarakat, kemampuan Sekretariat Dewan yang minim, dan lainnya. Dalam kaitannya dengan latar belakang penulisan, maka penulis mengangkat judul dalam penelitian ini dengan menitik beratkan pada KINERJA PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) DALAM PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) TAHUN 2013. (Suatu Studi di Kantor DPRD Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara ).