1. Kewenangan membentuk dan mengelola sistem pemerintahan sendiri.

dokumen-dokumen yang mirip
Pengelolaan Keuangan Desa Dalam Kerangka Tata Pemerintahan Yang Baik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta APRIL 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 22 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR,

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006

BAB I PENDAHULUAN. berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman,

I. PENDAHULUAN. Desa menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang. Pemerintahan Daerah, merupakan suatu kesatuan masyarakat hukum yang

BAB I. tangganya sendiri (Kansil, C.S.T. & Christine S.T, 2008). perubahan dalam sistem pemerintahan dari tingkat pusat sampai ke desa.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2012

BAB I PENDAHULUAN. demorasi secara langsung, desa juga merupakan sasaran akhir dari semua program

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

SKRIPSI. Diajukan guna memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara FISIP UPN veteran Jawa Timur

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM *

B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 3 TAHUN 2007 SERI E NOMOR 02

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. paket kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 tentang

I. PENDAHULUAN. hakekatnya ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG KEUANGAN KEPENGHULUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HILIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good

BAB I PENDAHULUAN. Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak. perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik.

BUPATI KEPULAUAN MERANTI

penduduknya bekerja sebagai petani dan tingkat pendidikan relatif rendah, dengan

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Ini memberikan implikasi terhadap

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Desa memasuki babak baru ketika pelaksanaan UU No. 6 tahun 2014 akan segera

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 10 SERI E

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2006 NOMOR 18

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG RUMUSAN DAN PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN SITUBONDO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. pembahasan, akhirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

Faktor hirarki inilah yang tidak memungkinkan pengujian materil peraturan desa tidak BAB IV PENUTUP

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 6 SERI D

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

P E R A T U R A N D A E R A H

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 11 Tahun 2007 Seri E Nomor 11 Tahun 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 11 TAHUN 2007

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

WALIKOTA BANJAR. PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 2.a TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR : 10 TAHUN 2000 T E N T A N G SUMBER PENDAPATAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

I. PENDAHULUAN. Sejak jatuhnya pemerintahan Orde Baru dan digantikan dengan gerakan

MENGEMBANGKAN DEMOKRATISASI DESA. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 25 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA

Transkripsi:

MATERI PENGABDIAN MASYARAKAT OLEH DOSEN ILMU PEMERINTAHAN UMY DI DESA TEMUWUH KECAMATAN DLINGO KABUPATEN BANTUL 4 MEI 2016 UU no 6 Tahun 2014 tentang Desa baru ditetapkan dua tahun yang lalu, sehingga berbagai kajian, penelitian, ataupun diskusi tentang Pemerintah Desa yang terkait dengan keberadaan UU tersebut masih sedikit. Untuk itulah pendampingan terhadap desa terkait dengan pengelolaan keuangan perlu dilakukan agar tidak banyak terjadi penyimpangan selama proses ini berlangsung. Desa Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan hak asalusul, adat istiadat dan sosial budaya masyarakat setempat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. 1 Sedangkan Desa menurut Prof. Drs. HAW. Widjaja dalam bukunya Otonomi Desa 2 dinyatakan bahwa: Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa, landasan pemikiran dalam mengenai Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Sebagai sebuah entitas yang berdaulat tentu saja desa mempunyai kewenangan. Zakaria ( dalam Eko, 2010 ) menyebutkan bahwa kewenangan desa sebagai property right komunitas untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri atau yang sering disebut sebagai wujud otonomi asli. Ada beberapa jenis kewenangan generik yang sering dibicarakan: 1. Kewenangan membentuk dan mengelola sistem pemerintahan sendiri. 1 UU no 6 Tahun 2014 tentang Desa 2 HAW Widjaja.2008.Otonomi Desa merupakan otonomi Yang Asli, Bulat Dan Utuh. Rajawali Pers. 1

2. Kewenangan mengelola sumberdaya lokal (tanah kas desa, tanah bengkok, tanah ulayat, hutan adat, dll). 3. Kewenangan membuat dan menjalankan hukum adat setempat. 4. Kewenangan mengelola dan merawat nilai-nilai dan budaya lokal (termasuk adat-istiadat). 5. Kewenangan yudikatif atau peradilan komunitas (community justice system), misalnya dalam hal penyelesaian konflik lokal. Di Sumatera Barat, misalnya, terdapat lembaga Kerapatan Adat Nagari yang mempunyai kewenangan dalam menjalankan peradilan, terutama penyelesaian sengketa pusako. Di Jawa, dulu, ada dewan morokaki, sebuah wadah para tetua desa yang memberikan pertimbangan kepada lurah desa, sekaligus menjalankan fungsi penyelesaian sengketa lokal. Jika dilihat dari tipologinya, maka Sekurang- kurangnya ada lima model tipologi desa yang ada di Indonesia: 3 Tabel 1. Tipologi Desa di Indonesia Tipe Desa Deskripsi Daerah Ada adat, tetapi tidak ada Adat sangat dominan. Desa Papua desa tidak punya pengaruh. Tidak ada adat, tetapi ada desa Integrasi antara desa dan adat Dualisme/Konflik antara adat dengan desa Tidak ada desa tidak ada adat Pengaruh adat sangat kecil. Desa modern sudah tumbuh kuat. Adat (tradisionalisme) dan desa (modernisme) sama-sama kuat. Terjadi kompromi keduanya Pengaruh adat (tradisionalisme) jauh lebih kuat ketimbang desa. Terjadi dualisme kepemimpinan lokal. Pemerintahan desa tidak efektif. Kelurahan sebagai unit administratif (local state Jawa, sebagian besar Sulawesi, Kalimantan Timur, sebagian Sumatera Sumatera Barat Bali, Kalimantan Barat, Aceh, NTT, Maluku. Wilayah perkotaan 3 Sutoro Eko. 2007. Mempertegas Posisi Politik dan Kewenangan Desa. Mudik Edisi VII Agustus 2

government). Tidak ada demokrasi lokal.. Desentralisasi dan Otonomi Menurut Soemitro 4 sebenarnya otonomi daerah mempunyai empat tujuan, pertama: peningkatan ekonomi masyarakat setempat, kedua: meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, ketiga: meningkatkan sosial budaya masyarakat, keempat: untuk demokratisasi. Demikian juga dengan otonomi desa yang menjadi roh dari UU no 6 tahun 2014 ini. Khazanah Administrai Publik Abad 21 melihat desentralisasi atau otonomi sebagai tuntutan dan tantangan yang tidak hanya sebatas legal formal. 5 Walaupun dalam praktiknya kebijakan desentralisasi otonomi yang berlangsung di Indonesia masih setengah hati. Hal itu ditunjukkan dengan pola zig-zag antara sentralisasi dan desentralisasi dalam menyusun paradigma otonomi daerah. 6 Desentralisasi yang memberikan kewenangan yang berlebihan kepada tingkat lokal dinilai sebagai suatu kebijakan yang tergesa-gesa. Terlebih merujuk para ilmuan yang tergabung dengan International Crisis Group (ICG) menyebut kebijakan desentralisasi yang mulai diimplementasikan tahun 1999 silam sebagai The Big Bang policy. 7 Demikian juga dengan konsep otonomi desa yang diatur oleh UU no 6 Tahun 2014 ini. Kewenangan yang begitu besar bagi Desa bisa menimbulkan potensi yang berbahaya jika Pemerintah Desa tidak mampu menajlankan amanah dengan baik. Konsep dasar yang ada dalam UU Desa berupaya untuk merubah kondisi desa yang selalu dipinggirkan sejak Orde Baru dengan pola penyeragamannya. Berbeda dengan zaman Orba, UU Desa sekarang ini mengakomodasi nilai-nilai dan kearifan lokal. Karena bagaimanapun pengembangan kearifan-kearifan lokal yang relevan dan kontekstual memiliki arti penting bagi berkembangnya suatu bangsa, terutama jika 4 Rahmad Soemitro.2005.Pembinaan demokrasi dan otonomi daerah, Grasindo, Jakarta. 5 Warsito Utomo. 2009. Administrasi Publik Baru Indonesia, Perubahan Paradigma dari Administrasi Negara ke Administrasi Publik. Yogyakarta. Pustaka Pelajar 6 Warsisto Raharjo. 2012. Inkonsistensi Paradigma Otonomi Daerah di Indonesia : Dilema Sentralisasi atau Desentralisasi. Jurnal Konstitusi, Volume 9, Nomor 4 7 Irawati. 2010. Desentralisasi dan Demokrasi pada Tingkat Lokal Nagari sebagai Symbolic Democracy. Jurnal Visi Publik Vo. 7 No. 1 April 2010. 3

dilihat dari sudut ketahanan budaya, di samping juga mempunyai arti penting bagi identitas daerah itu sendiri 8. Oleh karena itu, saat inilah sebenarnya masyarakat desa perlu mengembangkan diri untuk segera berdaya dihadapan Pemerintah Desa, kekuatan inilah yang sejatinya perlu dimiliki oleh masyarakat desa 9. Manajemen keuangan desa merupakan permasalahan lain yang perlu dicarikan solusi, mengingat banyaknya kasus korupsi oleh eksekutif desa. Tidak adanya mekanisme check and balance yang bagus semakin membuka potensi korupsi di desa. Kesejahteraan rakyat menjadi di nomor duakan jika mentalitas elit desa hanya mengutamakan motif ekonomi saja. Di sisi yang lain, Posisi institusi desa perlu diperjelas agar definsi otonom tidak tumpang tindih dengan fungsi dan kewenangan desa terhadap institusi yang dulu menjadi atasan pemerintahan desa. 10 Untuk menjawab berbagai tantangan yang muncul dari UU Desa ini, maka sebagai awalan perlu sosialisasi UU Desa dan pendidikan politik secara masif dan holistik di seluruh desa dengan pendekatan dan metodologi yang tepat. Pendidikan politik ini diselenggarakan dalam kepentingan intervensi sosial dalam membangun kesadaran masyarakat, terutama dalam kesadaran kritis. 11 Akuntabilitas Berbagai definisi akuntabilitas diungkapkan oleh banyak ahli, salah satunya akuntabilitas dimaknai sebagai: The requirement of an public organization (or perhaps an individual) to render an account to some other organization and to explain its action. 12 Dari definisi tersebut akuntabilitas menyangkut tiga konsep utama yakni : a. akuntabilitas keuangan (financial accountability), berhubungan dengan kemampuan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan. 8 Damai Darmadi dan Sukidin. 2009. Administrasi Publik. Yogyakarta. LaksBang Pressindo 9 Zongze Hu. 2008. Power to the People? Villagers self-rule in a North China village from the locals point of view. Journal of Contemporary China, 17(57), November, 611 631 10 DRSP.2009.Decentralization 2009, stock taking on Indonesia's recent decentralization reforms, Summary Report 11 Alfitri. 2011. Community Development Teori dan Aplikasi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar 12 B. Guy Peters.2000.The Politics of Bureaucracy. London : Routledge hal. 299-381 4

b. akuntabilitas administratif (administrative accountability), berhubungan dengan proses pemerintahan dalam menjalankan tugas dan fungsi sehari-hari c. akuntabilitas kebijakan publik (policy decision accountability ), berhubungan dengan kemampuan pemerintah dalam membuat kebijakan yang tepat dan efektif. Disamping itu, akuntabilitas juga bisa dimaknai sebagai: The extent to which one must answer to higher authority legal or organizational- for one s actions in society at large or within one s particular organizational position. 13 Akuntabilitas bisa diperoleh melalui : 14 a. usaha imperative untuk membuat para aparat pemerintahan mampu bertanggung jawab untuk setiap perilaku pemerintahan dan responsif kepada entitas darimana mereka memperoleh kewenangan. b. penetapan kriteria untuk mengukur performansi aparat pemerintahan serta penetapan mekanisme untuk menjamin bahwa standar telah terpenuhi. Prinsip akuntabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau norma eksternal yang dimiliki oleh para stakeholders yang berkepentingan dengan pelayanan tersebut. Berdasarkan tahapan sebuah program akuntabilitas dari setiap tahapan adalah : 15 a. pada tahap proses administrator publik harus siap untuk mendiskusikan atau mendemonstrasikan bahwa program telah dibangun dalam hubungan dengan tujuan program dan rencana utamanya serta bagaimana pelayanan akan disampaikan dalam sebuah tatacara yang konsisten dengan nilai-nilai konstituen b. pada tahap keluaran akuntabilitas dimulai dengan pernyataan tujuan, terutama dalam bentuk level kuantitas maupun kualitas pelayanan yang akan disediakan bagi konstituen 13 Jay M. Shafritz & E.W. Russell.1997. Introducing Public Administration. USA : Longman, hal 376 14 Governance : Sound Development Management.1999.Asian Development Bank hal 7-13 15 Dra.Loina Lalolo Krina P.2003.Indikator & Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi & Partisipasi, Sekretariat Good Public Governance Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta 5

Menyoal akuntabilitas, Chhatre berpendapat bahwa akuntabilitas dalam desentralisasi, begitupula dalam konteks desentralisasi pada desa, tidak dapat dikonseptualisasikan atau dianalisis secara terpisah dari akuntabilitas lembaga tinggi representasi dan pemerintahan, sehingga akuntabilitas desa akan selalu berkait erat dan saling berkelindan dengan akuntabilitas daerah dan akuntabilitas negara yang harus juga ikut mengawal dari keberlaksanaan dari UU ini. 16 Pengelolaan Keuangan Desa Yang Baik 17 Keuangan desa adalah barang publik (public goods) yang sangat langka dan terbatas, tetapi uang sangat dibutuhkan untuk membiayai banyak kebutuhan dan kegiatan. Pemerintah desa dan BPD pasti pusing memikirkan begitu banyaknya kebutuhan dan kegiatan desa, padahal uang yang tersedia sangat terbatas. Karena itu, pemerintah desa dan BPD ditantang untuk mengelola keuangan secara baik dengan dasar penentuan skala prioritas. Pengelolaan keuangan desa mencakup: Perencanaan (penyusunan) APBDES: pendapatan dan belanja. Pengumpulan pendapatan (atau sering disebut ekstraksi) dari berbagai sumber: pendapatan asli desa, swadaya masyarakat, bantuan dari pemerintah atasan, dan lain-lain. Pembelanjaan atau alokasi. Beberapa prinsip pengelolaan keuangan desa yang baik: 1. Rancangan APBDES yang berbasis program. 2. Rancangan APBDES yang berdasarkan pada partisipasi unsur-unsur masyarakat dari bawah. 16 Ashwini Chhatre. 2008. Political Articulation and Accountability in Decentralisation: Theory and Evidence from India. Conservation and Society 6(1): 12 23 17 Diambil dari materi yang dibuat oleh Sutoro Eko 6

3. Keuangan yang dikelola secara bertanggungjawab (akuntabilitas), keterbukaan (transparansi) dan daya tanggap (responsivitas) terhadap priotitas kebutuhan masyarakat. 4. Memelihara dan mengembangkan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan (pelayanan dan pemberdayaan). Ada tiga bidang utama yang dibiayai dengan keuangan desa: No Bidang Unsur-unsur 1 Pemerintahan Gaji pamong desa; perlengkapan dan operasional kantor; perawatan kantor desa; pajak listrik; perjalanan dinas; jamuan tamu; musyawarah; sidang BPD; gaji BPD (kalau ada); langganan media; dll. Yang perlu dipikirkan: biaya peningkatan SDM, pendataan desa; publikasi desa; papan informasi; dll. 2 Pembangunan Prasarana fisik desa; perawatan, ekonomi produktif; pertanian, dll. 3 Kemasyarakatan Kegiatan LKMD, pemberdayaan PKK, pembinaan mudamudi, kelompok tani, keagamaan, pananganan kenakalan remaja, dll. A. APBDES Berbasis Program Perencanaan dan penyusunan APBDES bukan semata pekerjaan administrasi, dengan cara mengisi blangko APBDES beserta juklak dan juknis yang sudah diberikan dari pemerintah atasan. Ini memang kekeliruan pemerintah selama ini yang tidak memberdayakan dan meningkatkan otonomi desa. Perencanaan APBDES adalah persoalan politik (mengelola aspirasi dan kebutuhan masyarakat) dan bagian dari agenda pengelolaan program kerja desa. 7

Dengan kata lain, menyusun ABPDES harus diawali dengan menyusun rencana program kerja tahunan. Dana yang akan digali (pendapatan) kemudian digunakan untuk membiayai pelaksanaan program itu. Tahap Penyusunan APBDES 1. Perencanaan program Desa Perencanaan program desa ini melibatkan partisipasi masyarakat, dengan mengoptimalkan masyawarah desa. Perencanaan program mencakup bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Program berangkat dari aspirasi, kebutuhan, potensi dan masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Perlu penentuan prioritas kebutuhan dalam perencanaan program. Penentuan prioritas ini harus bersama-sama. Program operasional bisa mencakup pemerintahan, pelayanan, pembangunan dan kemasyarakatan. Menyusun sasaran atau hasil-hasil yang akan dicapai dari masing-masing program operasional desa. Merancang agenda kegiatan untuk mencapai hasil-hasil dan rencana program tersebut. Merancang jadwal kegiatan program dalam satu tahun. Gambar 1 Daur Ulang (siklus) Pengelolaan program Perencanaan Program 8

Pengawasan Dan Evaluasi Penganggaran (RAPBDES) Pelaksanaan Program 9

Manfaat Partisipasi Masyarakat Perencanaan program yang partisipatif dari bawah dan menyeluruh di atas memang membutuhkan tenaga besar, waktu panjang dan melelahkan. Banyak orang yang jengkel dan tidak sabar dengan partisipasi karena terlalu banyak bicara, lambat, dan katanya tidak membuahkan hasil. Tetapi, partisipasi sebenarnya akan memberikan manfaat yang sangat besar pada pemerintah dan masyarakat desa: Partisipasi adalah perwujudan kedaulatan rakyat, yang menempatkan mereka sebagai awal dan tujuan pembangunan. Partisipasi menimbulkan rasa harga diri dan kemampuan pribadi untuk turut serta dalam menentukan keputusan yang menyangkut masyarakat. Dengan kalimat lain, partisipasi adalah bentuk memanusiakan manusia (nguwongake). Partisipasi adalah proses saling belajar bersama antara pemerintah dan masyarakat, sehingga bisa saling menghargai, mempercayai, dan menumbuhkan sikap yang arif. Partisipasi menciptakan suatu lingkaran umpan balik informasi tentang aspirasi, kebutuhan dan kondisi masyarakat. Partisipasi merupakan kunci pemberdayaan dan kemandirian masyarakat. Partisipasi merupakan cara yang paling efektif untuk mengembangkan kemampuan masyarakat untuk pengelolaan program pembangunan guna memenuhi kebutuhan. Partisipasi bisa mencegah timbulnya pertentangan, konflik dan sikap-sikap waton suloyo. Partisipasi bisa membangun rasa memiliki masyarakat terhadap agenda pemerintahan, kemasyarakatan dan pembangunan. Partisipasi dipandang sebagai pencerminan demokrasi 2. Penganggaran 10

Pada prinsipnya penganggaran adalah merancang kebutuhan dana yang digunakan untuk membiayai program dan kegiatan desa di bidang pemerintahan, kemasyarakatan dan pembangunan. Menentukan besaran dana yang digunakan untuk membiayai program dan kegiatan atau sering disebut dengan pos pengeluaran (belanja). Mengidentifikasi sumber-sumber pendapatan (baik pendapatan asli desa maupun bantuan pemerintah) untuk membiayai pos pengeluaran yang sudah disusun di atas. Dengan demikian tentukan dulu pos pengeluaran (belanja), baru pos pendapatan. 3. Pelaksanaan Program Pelaksanaan program adalah kegiatan mengelola dan menggerakan sumberdaya manusia dan dana untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang sudah dirumuskan dalam perencanaan sesuai dengan jadwal (waktu) yang ditentukan. Pemerintah desa bertanggungjawab melaksanakan program kegiatan. Pemerintah desa yang dibantu oleh dusun, RT, RW mengumpulkan dana (pendapatan) untuk membiayai pengeluaran. Pemerintah desa mengalokasikan dana untuk membiayai pelaksanaan kegiatan. Kepala Desa (Lurah) melakukan koordinasi dan pengawasan terhadap jalannya kegiatan pemerintahan, kemasyarakatan dan pembangunan. Masyarakat ikut menyumbangkan tenaga, dana, dan ikut berpartisipasi mengawasi jalannya pelaksanaan kegiatan. 4. Pengawasan dan Evaluasi Pengawasan dan evaluasi sangat penting untuk menilai apakah pelaksanaan program sesuai dengan rencana, apakah dana digunakan sebagai mestinya, apakah kegiatan mencapai hasil sesuai dengan rencana, serta merumuskan agenda bersama untuk perbaikan pada tahun berikutnya. Badan Perwakilan Desa (BPD) bertugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan yang ditangani oleh pemerintah desa. 11

Pemerintah desa, BPD dan masyarakat bersama-sama meninjau kembali apakah pelaksanaan kegiatan sudah sesuai dengan perencanaan. Pemerintah desa, BPD dan masyarakat bersama-sama menilai capaian hasil pelaksanaan kegiatan serta masalah dan kendala yang muncul. Pemerintah desa, BPD dan masyarakat bersama-sama mencari faktor-faktor penyebab masalah dan solusi untuk perbaikan pada perencanaan berikutnya. BPD dan masyarakat menilai apakah dana digunakan sebagaimana mestinya secara efisien dan efektif. Kepala Desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban program dan keuangan kepada BPD, masyarakat dan kabupaten. B. Akuntabilitas, Transparansi dan Responsivitas Akuntabilitas berarti pertanggungjawaban pemerintah desa dalam mengelola keuangan desa sesuai dengan amanah dan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Bertanggungjawab berarti mengelola keuangan dengan baik, jujur, tidak melakukan penyelewengan dengan semangat tidak makan uang rakyat. Semangat ini perlu dipelihara di desa, jangan sampai di desa dipimpin oleh para tersangka seperti republik Indonesia. Kalau pemerintah desa bertanggungjawab, maka akan selalu dihormati dan dipercaya oleh masyarakat. Sebaliknya kalau pemerintah tidak bertanggungjawab alias tidak jujur, maka masyarakat akan tidak percaya, bisa-bisa kalau ketidakjujuran itu parah sekali atau sering makan uang rakyat, maka rakyat akan bergerak mereformasi pemerintah desa. Transparansi berarti pemerintah desa mengelola keuangan secara terbuka, sebab keuangan itu adalah milik rakyat atau barang publik yang harus diketahui oleh masyarakat. Pemerintah desa wajib menyampaikan informasi secara terbuka APBDES kepada masyarakat. Keterbukaan sama dengan akuntabilitas. Keterbukaan akan meningkatkan kepercayaan dan penghormatan masyarakat kepada pemerintah desa. Demikian sebaliknya. 12

Responsivitas pengelolaan keuangan berarti daya tanggap pemerintah desa dan BPD terhadap kebutuhan masyarakat yang perlu didukung dengan pendanaan. Tentu saja tidak semua kebutuhan masyarakat akan didanai karena begitu banyaknya kebutuhan masyarakat. Paling ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam kerangka daya tanggap ini. Pemerintah desa dan BPD perlu tanggap terhadap prioritas kebutuhan masyarakat yang sangat mendesak. Prioritas itu akan tampak dan sesuai dengan aspirasi masyarakat bila dirumuskan bersamasama dalam perencanaan program secara partisipatif yang melibatkan masyarakat. Tanpa partisipasi masyarakat yang memadai, maka prioritas itu tidak bisa menjangkau kebutuhan masyarakat, kecuali hanya prioritas yang dirumuskan oleh pemerintah desa beserta tokoh-tokoh masyarakat. Tiga prinsip daya tanggap: Prioritas kebutuhan yang mendesak. Perencanaan partisipatif Keseimbangan dan pemerataan. Perlu diperhatikan aspek keseimbangan dan pemerataan alokasi dana untuk pembangunan. Dalam mengalokasikan dana APBDES, Pemerintah desa dan BPD perlu memperhatikan keseimbangan dan pemerataan pada sektor-sektor pembangunan, kelompok-kelompok sosial dan seluruh wilayah desa. Dalam praktiknya, masalah keseimbangan dan pemerataan ini jarang diperhatikan di banyak desa. Sebagai contoh, sebuah desa (sebut saja desa Karangrejo), mengalokasikan sebesar 85% dana pembangunan untuk perbaikan sarana fisik (jalan dan penerangan), sisanya 15% untuk ekonomi produktif dan kegiatan kemasyarakatan. Padahal di desa ini banyak sekali pengrajin dan pedagang kecil yang sangat kekurangan modal, alias butuh bantuan modal untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Lebih dari 200 pengrajin dan pedagang kecil di desa ini hanya memperoleh kucuran modal Rp 50.000,- per rumah tangga, yang ternyata tidak berarti bagi mereka. Sementara, jalan-jalan di desa ini sangat 13

mulus dan terang benderang. Para pengrajin dan pedagang kecil itu hanya pasrah dan tidak tahu harus berbuat apa untuk memupuk modal mereka. Kenyataan ini sebenarnya menunjukkan bahwa keseimbangan dan pemerataan pembangunan belum ditanggapi secara responsif oleh pemerintah desa dan BPD. C. Keuangan Desa dan Pembangunan Sekali lagi, keuangan desa sangat terkait dengan pemerintahan, kemasyarakatan dan pembangunan. Beberapa prinsip penting perlu diperhatikan. Pengelolaan keuangan bukan hanya menjadi kewenangan pemerintah desa, tetapi juga menjadi hak milik masyarakat. Karena itu, masyarakat perlu partisipasi dalam perencanaan ABPDES, perlu mengetahui secara transparan kondisi keuangan desa, dan pemerintah desa wajib bertanggungjawab mengelola keuangan. Dalam sektor pemerintahan, keuangan desa seyogyanya tidak semata dialokasikan untuk gaji pamong (konsumsi), tetapi bagaimana alokasi itu juga bisa mendorong peningkatan kemampuan SDM pamong desa. Bidang-bidang kemasyarakatan juga perlu dijadikan sebagai bagian dari program desa dan perlu memperoleh dukungan dana yang cukup. Sebagai contoh adalah pembinaan muda-mudi dan juga penanganan kenakalan remaja. 14

Dalam konteks pembangunan, APBDES yang baik perlu memperhatikan tiga prinsip sebagai berikut. 1. Memfasilitasi dan memacu pengembangan ekonomi produktif, termasuk kegiatan investasi di desa. 2. Meningkatkan dan menjamin pemerataan pembangunan. 3. Mendorong pemberdayaan masyarakat. 1. Memfasilitasi dan memacu pengembangan ekonomi produktif Pungutan desa diusahakan harus memfasilitasi ekonomi produktif (pertumbuhan ekonomi) di desa. Pemerintah yang memaksimalkan pungutan pada kegiatan investasi (ekonomi produktif) dianggap tidak mendukung (kondusif) bagi pertumbuhan ekonomi. Seharusnya kegiatan konsumtif-lah yang cocok untuk dipungut lebih besar, terutama konsumsi barang-barang nonprimer seperti beli sepeda motor, beli mobil mewah, membangun rumah mewah, membeli logam mulia, dan lain-lain. Pungutan perlu dilakukan pada output kegiatan ekonomi (bila sudah berhasil, baru dikenai pungutan), dan bukan melakukan pungutan yang menjadi beban bagi input dan proses kegiatan ekonomi (pungutan terhadap modal awal atau memungut pengusaha yang sedang mulai usaha). Catatan: Tetapi Desa harus hati-hati dalam melakukan pungutan, apalagi bentuk-bentuk pungutan baru, sebab desa hanya memiliki kewenangan yang sangat terbatas dalam hal pajak dan retribusi. Bisa jadi perdes tentang pungutan itu dianggap bertentangan dengan peraturan di atasnya atau merugikan kepentingan umum. Dari sisi belanja (pengeluaran), kebijakan alokasi anggaran dalam APBDES harus ditekankan pada kegiatan yang secara langsung dan tidak langsung mendorong 15

investasi (seperti mendorong berkembangnya usaha kecil), dan bukan memacu pertumbuhan konsumsi nonprimer. Sebagai contoh, desa perlu segera merubah alokasi APBDES yang dulu ditekankan pada prasarana fisik ke ekonomi produktif. Desa perlu memberi perhatian secara serius dan memfasilitasi kegiatan ekonomi produktif yang dikembangkan oleh warga masyarakatnya. 2. Meningkatkan dan menjamin pemerataan pembangunan Dari sisi pendapatan, pungutan harus menekankan pada kelompok dan wilayah yang lebih kaya. Dalam konteks pajak sering dikenal adanya pajak progresif. Kelompok dan wilayah yang miskin perlu memperoleh pelayanan khusus yang bisa memacu investasi. Pengeluaran (belanja) dalam APBDES perlu dialokasi secara merata menurut sektorsektor pembangunan. Misalnya bukan hanya prasarana fisik yang dibesar-besarkan tetapi pada sektor lain terutama ekonomi produktif. 3. Memberdayakan masyarakat Tugas utama pemerintah (termasuk desa) adalah memfasilitas masyarakat untuk berkembang, mampu dan bisa meningkatkan potensi yang dimilikinya. Pemerintah tidak mungkin bisa melayani dan memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat itu. Pemerintah harus menghindari pungutan pada warga masyarakat yang sedang memberdayakan mereka sendiri, misalnya yang sudah mulai berbisnis atau yang akan bekerja. Dalam kondisi keuangan yang terbatas, pemerintah perlu menekankan kegiatan mengendalikan daripada kegiatan yang mengayuh sendiri. Sebagai contoh, perhatian usaha kecil bisa dilakukan melalui kerjasama dengan pengusaha yang lebih besar atau lembaga perbankan. 16