BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya menyelenggarakan pendidikan saja, tapi juga turut serta memberikan

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Kemampuan Komunikasi Matematis

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Noviawati, 2013

TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi merupakan hal yang sangat penting bagi manusia. Komunikasi dapat

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembelajaran matematika dan salah satu tujuan dari materi yang

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu komponen utama kebutuhan manusia. Melalui

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadi dalam diri seseorang dan interaksi dengan lingkungannya. Hal ini sesuai

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

I. PENDAHULUAN. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

A. LATAR BELAKANG MASALAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB II KERANGKA TEORITIS. mempunyai efek, dapat membawa hasil, berhasil guna. Efektivitas menunjukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. KERANGKA TEORITIS. kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting. Manusia tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BSNP,

Rata-rata UN SMP/Sederajat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan latin Communis yang artinya membuat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang bermartabat dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara spesifik

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

I. PENDAHULUAN. dan berlangsung sepanjang hayat. Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan perkembangan yang dialami oleh seseorang menuju kearah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang bertakwa

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di

BAB I PENDAHULUAN. partisipasi dalam proses pembelajaran. Dengan berpartisipasi dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan diberikannya mata pelajaran matematika untuk siswa

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, menjadi salah satu ilmu yang diperlukan pada saat

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu yang menunjang berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aspek penting yang menjadi salah satu prioritas utama

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

I. PENDAHULUAN. didiknya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan berusaha secara terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. Maksudnya bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu peristiwa yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan media yang sangat berperan untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia agar dapat mengembangkan potensi dirinya, antara lain melalui proses

1. PENDAHULUAN. perkembangan ilmu dan teknologi suatu negara. Ketika suatu negara memiliki

BAB I PENDAHULUAN. proses untuk menuntun siswa agar mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana dengan

II. KERANGKA TEORETIS. Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses belajar yang membantu manusia dalam mengembangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angkaangka,

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II, Pasal 3. 1 Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha untuk menumbuhkembangkan potensi SDM melalui

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Everett M Rogers dalam Latifah (2011:12) mengemukakan bahwa komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dan keterampilan intelektual. Matematika juga merupakan. lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menjadi mandiri. Secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan terpenting dalam kehidupan manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia berkualitas. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan, bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Atas dasar tuntutan tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan yang dilakukan secara menyeluruh mencakup pengembangan dimensi manusia Indonesia seutuhnya yaitu aspek-aspek pengetahuan, perilaku, dan keterampilan. Perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi yang cukup, mudah dan cepat dari berbagai sumber dan berbagai tempat di dunia. Dalam dunia pendidikan, siswa perlu memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi untuk dapat bertahan pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif dan kemauan bekerjasama yang efektif. Menurut Budiarto, dkk (2004: 4) matematika sebagai wahana pendidikan tidak hanya dapat digunakan

2 untuk mencerdaskan siswa, tetapi dapat pula membentuk kepribadian siswa serta mengembangkan keterampilan tertentu. Dengan demikian guru harus dapat menciptakan situasi dan kondisi kelas yang dapat menggali berbagai potensi siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Dalam kurikulum matematika, siswa perlu memiliki penguasaan matematika pada tingkat tertentu, berupa penguasaan kecakapan matematika yang harus dicapai oleh siswa dan dirumuskan dalam bentuk kompetensi. Pengertian kompetensi dalam konteks pengembangan kurikulum diungkapkan Sanjaya (2009: 68) yaitu perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Seseorang yang telah memiliki kompetensi dalam bidang tertentu bukan hanya mengetahui, tetapi juga dapat memahami dan menghayati kompetensi pada bidang tersebut yang tercermin dalam pola perilaku sehari-hari. Baik guru maupun siswa perlu memahami kompetensi yang harus dicapai dalam proses pembelajaran, pemahaman ini diperlukan untuk memudahkan dalam merancang penyajian materi dan cara pencapaian indikator keberhasilannya. Bagaimana seorang guru berusaha menguasai matematika yang akan diajarkannya serta bagaimana mengajarkannya kepada siswa merupakan seni atau kiat tersendiri. Tidak benar kalau ada anggapan bahwa seorang guru yang telah menguasai matematika dengan baik akan dengan sendirinya mampu mengajarkannya dengan baik pula sebab keabstrakan objek-objek matematika perlu diupayakan agar dapat diwujudkan secara lebih kongkret, sehingga akan mempermudah siswa memahaminya.

3 Kecakapan dan kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika adalah : (1) Menunjukkan pemahaman konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, (2) Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah, (3) Menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (4) Menunjukkan kemampuan strategis dalam membuat (merumuskan), menafsirkan, dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah, (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam pemecahan masalah (Lambas, 2004: 24). Dalam proses pembelajaran matematika, pemahaman dan komunikasi matematis merupakan komponen yang penting untuk menyelesaikan soal-soal dengan tingkatan yang lebih tinggi, jika siswa tidak memahami suatu konsep, maka siswa tersebut akan kesulitan dalam memahami konsep yang lainnya. Turmudi (2009: 8) mengemukakan bahwa belajar matematika dengan pemahaman dapat menjadikan siswa mampu menerapkan prosedur, konsep-konsep, dan proses matematika. Model penyajian materi dalam pembelajaran matematika merupakan salahsatu faktor yang menarik untuk dikaji dan diteliti, karena kenyataan di lapangan, pembelajaran matematika belum sepenuhnya dapat mengembangkan kemampuan dasar matematis siswa seperti kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa. Pembelajaran matematika umumnya masih bersifat konvensional dengan karakteristik berpusat pada guru, dan menggunakan

4 pendekatan yang bersifat ekspositori. Dengan proses pembelajaran seperti ini siswa menjadi pasif, kadar aktivitas dan komunikasi antara siswa dan guru sangat rendah, komunikasi yang terjadi terbatas pada jawaban verbal yang pendek atas berbagai pertanyaan yang diajukan oleh guru (Sanjaya, 2009:1). Menurut Wahyudin (2008: 383) terdapat kesepakatan nasional bahwa pembelajaran konvensional yang ada sekarang kurang efektif untuk siswa. Pada pembelajaran konvensional sebagian besar siswa mengikuti dengan baik setiap penjelasan atau informasi dari guru, siswa jarang mengajukan pertanyaan kepada guru sehingga guru asyik sendiri menjelaskan apa yang telah disiapkannya. Dengan praktek pembelajaran konvensional siswa hanya menerima saja informasi yang disampaikan oleh guru, sehingga guru kesulitan mengetahui apakah siswa sudah memahami materi yang disampaikan atau belum. Di saat siswa tidak dapat mengerjakan soal yang diberikan, barulah guru menyadari bahwa siswa belum memahami materi yang telah disampaikan sehingga hasil tes kemampuan siswa pada materi tertentu dibawah standar yang ditentukan. Beberapa penelitian mengenai kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis pada salah satu topik mata pelajaran matematika belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Dari hasil penelitian yang dilakukan Rohaeti (2003), Wihatma (2004), Dewi (2006) dan Sabilulungan (2008) dan Hendriana (2009) diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional sangat rendah. Hasil uji coba secara terbatas Hendriana (2009) yang dilakukan pada populasi siswa SMP yang ada di kota Cimahi Bandung diperoleh bahwa siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional pada pokok bahasan

5 perbandingan, operasi hitung bentuk aljabar dan persamaan/pertidaksamaan linear satu variable, ternyata rerata kemampuan komunikasi matematis siswa adalah 55%, lebih rendah dari rerata kemampuan pemahaman matematis siswa yang mencapai 64%. Menurut KTSP, seorang siswa yang mempelajari unit satuan pelajaran tertentu dapat berpindah ke unit satuan pelajaran berikutnya jika siswa yang bersangkutan telah menguasai sekurang-kurangnya 75% dari kompetensi dasar (KD) yang ditentukan (BSNP, 2006). Hal ini berarti jika siswa menguasai kurang dari 75% dari KD yang harus dicapai, maka siswa harus mengulang kembali proses pembelajaran pada KD yang bersangkutan bila akan melanjutkan ke materi berikutnya. Upaya untuk meningkatkan pemahaman dan komunikasi matematis siswa diantaranya dengan meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran. Untuk mengefektifkan proses pembelajaran, guru hendaknya mengkondisikan siswa agar memiliki banyak pengalaman yaitu dengan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif diantaranya dengan menyediakan berbagai stimulus yang siap untuk direspon oleh siswa. Semakin banyak stimulus dilingkungan siswa, semakin banyak respon yang dilakukan siswa, maka semakin banyak pengalaman dan pemahaman yang diperoleh siswa. Well (Sanjaya, 2009: 102) mengemukakan beberapa prinsip penting yang harus dikuasai guru dalam proses pembelajaran diantaranya adalah membentuk kreasi lingkungan yang dapat membentuk atau mengubah struktur kognitif siswa, serta menciptakan aktivitas siswa secara penuh untuk mencari dan menemukan sendiri pengetahuan yang harus dikuasainya. Akhir-akhir ini, muncul teori-teori baru dalam psikologi pendidikan, diantaranya pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme. Soedjadi (2007: 27)

6 mengemukakan bahwa pada pendekatan konstruktivistik belajar merupakan hasil konstruksi pembelajar sebagai hasil interaksinya terhadap lingkungan belajar. Menurut teori konstruktivisme, prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberi pengetahuan pada siswa, tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuannya. Guru dapat memberi kemudahan dalam proses pembelajaran dengan memberi kesempatan pada siswa untuk menemukan serta menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa untuk menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Tugas guru matematika adalah mendorong pengembangan setiap individu di dalam kelas untuk pengeksplorasian, pengajuan pertanyaan, dan menguatkan konstruksi matematika siswa dalam penemuan konsep-konsep matematika, dan penerapan konsep dalam penyelesaian soal-soal yang diberikan. Pembelajaran yang menganut paham konstruktivisme yang sedang berkembang saat ini diantaranya adalah pembelajaran kooperatif, yaitu suatu pembelajaran yang diberikan kepada kelompok-kelompok siswa, sehingga siswa dapat belajar bersama-sama, saling membantu antara satu dengan yang lainnya dalam menyelasaikan tugas yang telah ditentukan sebelumnya. Trianto (2009: 56) berpendapat pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Dengan pembelajaran kooperatif, setiap siswa dapat mendiskusikan pendapat, bertanya, belajar dari pendapat orang lain, memberikan kritik dan menyimpulkan penemuan mereka, sehingga mendapatkan sesuatu yang lebih baik dibanding dengan mempelajarinya secara individu.

7 Namun pada kenyataannya sering terjadi, dalam suatu kelas pembelajaran kooperatif tidak berjalan efektif yang diakibatkan hanya beberapa siswa saja yang aktif dalam kegiatan kelompok. Sanjaya (2006: 56) mengungkapkan dalam pembelajaran kooperatif jika anggota kelompok terlalu banyak, maka terdapat kecenderungan semakin banyaknya siswa yang enggan berpartisipasi secara aktif dalam setiap kegiatan kelompok. Selain itu ukuran kelompok akan menentukan produktivitas kelompoknya, semakin banyak anggota kelompok akan semakin sulit bagi setiap individu untuk saling berkoordinasi dalam berbagi pendapat. Pembelajaran kooperatif tipe formulate-share-listen-create (FSLC) dikembangkan oleh Johnson, Johnson, & Smith pada tahun 1991, diharapkan dapat menanggulangi beberapa kekurangan dari model pembelajaran kooperatif yang lain. Pembelajaran kooperatif tipe FSLC merupakan struktur pembelajaran kooperatif yang memberi siswa kesempatan untuk bekerja dalam kelompok kecil beranggotakan 2-3 siswa. Sebelum bekerja dengan kelompoknya, siswa diberikan waktu beberapa saat untuk memformulasikan hasil pemikiran atau gagasannya secara individu untuk kemudian mencari partner untuk menyampaikan hasil kerjanya. Dengan memperhitungkan hasil kerja individu dan pemilihan partner oleh individu yang bersangkutan, diharapkan setiap siswa mengikuti pembelajaran lebih aktif, lebih percaya diri, merasa nyaman dan dapat saling berkoordinasi secara maksimal dalam proses pembelajaran. Pembelajaran kooperatif tipe formulate-share-listen-create (FSLC) merupakan modifikasi dari strategi pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share (TPS) yang dirancang oleh Frank Lyman (1985) dan Koleganya di Universitas Maryland. Arends (Trianto, 2009: 81) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif

8 tipe TPS merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas, dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan. Perbedaan pembelajaran kooperatif tipe FSLC dibanding pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah dalam pembelajaran kooperatif tipe FSLC siswa secara individu tidak sekedar memikirkan langkah penyelesaian suatu permasalahan (think), tetapi harus membuat catatan penyelesaian suatu permasalahan secara individu. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe FSLC adalah memformulasi berbagai kemungkinan jawaban (formulate), berbagi ide dengan pasangannya (share) dan mendengarkan pendapat pasangan yang lain (listen), serta merangkum dan menuliskan temuan-temuan baru dengan cara mengintegrasikan pengetahuan mereka menjadi pengetahuan yang baru (create). Penggunaan pembelajaran kooperatif tipe FSLC dikelas diharapkan selain memiliki kelebihan yang dimiliki pembelajaran kooperatif tipe TPS, juga dapat menanggulangi kelemahan-kelemahannya, dan akan lebih cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika. Dalam pembelajaran kooperatif tipe formulate-share-listen-create (FSLC) hasil eksplorasi siswa perlu dikomunikasikan dengan partnernya (share). Dalam pelaksanaannya, kemungkinan terjadinya kegagalan penyampaian informasi dalam arti siswa hanya memahami sedikit dari informasi yang disampaikan oleh pasangannya atau tidak dipahami seluruhnya akan lebih besar dibandingkan dalam pembelajaran konvensional. Penyebab tidak optimalnya penyampaian materi bisa diakibatkan oleh penempatan posisi anggota kelompok yang kurang tepat, pelaksanaan diskusi kelas yang kurang terarah, jumlah siswa yang aktif dikelas

9 mungkin hanya sebagian kecil saja, atau pemahaman siswa yang terbatas terhadap bahan ajar yang diberikan. Masalah dalam pembelajaran kooperatif ini dapat mengakibatkan siswa memiliki sikap negatif terhadap pembelajaran, kurang berani mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan, kurang serius dalam mengikuti pelajaran, kurangnya minat dan motivasi dalam belajar, serta kurangnya rasa menghargai dan saling bekerjasama sesama siswa. Lambas (2004: 6) mengidentifikasi beberapa faktor yang terdapat pada diri siswa dan dapat mempengaruhi efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran diantaranya adalah minat, motivasi, dan sikap. Pembelajaran matematika yang baik harus melibatkan penciptaan, pengayaan, dan penyesuaian pembelajaran sehingga dapat selain dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran matematika, juga dapat menarik minat, serta menumbuhkan sikap positif siswa dalam membangun pemahaman dan mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Slavin (2005 : 134-142) mengungkapkan berbagai strategi pembelajaran kooperatif yang telah diteliti dan dikaji oleh para peneliti menunjukkan variasi kajian yang sangat luas dan dapat memberikan pengaruh positif pada serangkaian variable non-kognitif yang meliputi rasa harga diri siswa, dukungan kelompok terhadap pencapaian prestasi, kesukaan pada pembelajaran dan kesukaan pada teman sekelas. Dalam kondisi demikian penting bagi peneliti untuk menyiapkan strategi pembelajaran kooperatif tipe FSLC yang dapat meningkatkan pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa, sekaligus dapat memberikan pengaruh positif pada diri siswa agar dapat mengembangkan kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor sesuai dengan yang diamanatkan dalam tujuan pendidikan nasional.

10 Memperhatikan uraian tentang permasalahan rendahnya kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa, dan tak kalah pentingnya untuk mengetahui dan mengembangkan minat dan sikap siswa sebagai hasil pembelajaran, maka guru harus pandai memilih dan menentukan model, metode, dan pendekatan yang tepat untuk mempermudah siswa dalam mempelajari konsep matematika yang dianggap sulit oleh sebagian besar siswa. Dengan potensi yang dimiliki oleh pembelajaran kooperatif tipe FSLC untuk mengoptimalkan proses pembelajaran, penulis tertarik untuk meneliti apakah penggunaan pembelajaran kooperatif tipe FSLC dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa di sekolah menengah pertama. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan pokok permasalahan penelitian sebagai berikut: Apakah pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe formulate-share-listen-create (FSLC) dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa dengan lebih baik daripada menggunakan pembelajaran konvensional? Rumusan masalah di atas dapat dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang belajar menggunakan pembelajaran kooperatif tipe FSLC lebih baik dibandingkan peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional?

11 2. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar menggunakan pembelajaran kooperatif tipe FSLC lebih baik dibandingkan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional? 3. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan pembelajaran kooperatif tipe FSLC? 4. Bagaimana minat belajar siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan pembelajaran kooperatif tipe FSLC? C. Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan di atas, maka hipotesis penelitiannya adalah: 1. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe FSLC lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. 2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe FSLC lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui apakah pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe FSLC dapat meningkatkan kemampuan

12 pemahaman konsep matematis siswa lebih baik dibanding dengan menggunakan pembelajaran konvensional. 2. Mengetahui apakah pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe FSLC dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa lebih baik dibanding dengan menggunakan pembelajaran konvensional. 3. Menelaah dan mendeskripsikan sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe FSLC. 4. Menelaah dan mendeskripsikan minat belajar siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe FSLC. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan variasi model pembelajaran matematika yang bermanfaat bagi siswa, guru dan peneliti sebagai berikut : 1. Bagi siswa agar dapat memberikan pengalaman baru dalam berpartisipasi secara aktif dalam proses pembelajaran matematika di kelas, sehingga selain dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan kemampuan komunikasi matematis yang berakibat pada peningkatan prestasi belajar siswa, juga dapat menumbuhkan sikap dan minat positif pada pembelajaran matematika. 2. Bagi guru dan peneliti sebagai acuan dalam mengembangkan model pembelajaran yang berkaitan dengan pembelajaran kooperatif dalam

13 meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa. F. Definisi Operasional Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terdapat pada rumusan masalah dalam penelitian ini, perlu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut: 1. Pemahaman konsep adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu menerapkan konsep dalam perhitungan rutin/sederhana, serta dapat mengkaitkan beberapa konsep yang saling berhubungan. 2. Kemampuan komunikasi matematis siswa adalah kemampuan mengungkapkan suatu situasi ide matematika kedalam bentuk gambar, dan kemampuan menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika dalam bentuk uraian tertulis atau model matematika, atau sebaliknya 3. Model pembelajaran kooperatif tipe formulate-share-liten-create (FSLC) adalah model pembelajaran yang diberikan kepada kelompok-kelompok berpasangan dengan langkah-langkah: memformulasikan jawaban pertanyaan secara individu, berbagi jawaban dengan teman yang menjadi pasangan, mendengarkan lalu mencatat kesamaan dan perbedaan jawaban pasangan yang lainnya, dan membuat jawaban baru dengan cara menggabungkan ide-ide terbaik mereka. 4. Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran dengan menggunakan metoda ekspositori dan demonstrasi yang dilakukan di kelas kontrol,

14 dilanjutkan dengan memberikan contoh soal, kemudian siswa mengerjakan latihan secara individual. 5. Sikap adalah kecenderungan perubahan tingkah laku atau merespon positif atau negatif terhadap pembelajaran kooperatif tipe FSLC yang meliputi kognisi yang berhubungan dengan kepercayaan, ide dan konsep, afeksi yang mencakup perasaan seseorang, dan konasi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku. 6. Minat belajar adalah pilihan kesenangan dalam melakukan kegiatan pembelajaran yang dapat membangkitkan gairah seseorang meliputi kesukacitaan, ketertarikan, perhatian, dan keterlibatan.