BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

bio.unsoed.ac.id MENGENAT DAN MEMAHAMI NYAMUK DEMAM BERDARAH ( Aedes aegypti ) DTS,DARSONO,MSi KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tjitrosoepomo (1993), klasifikasi sirih (Piper bettle L.) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang telah membawa virus Dengue dari penderita lainnya. Nyamuk ini biasanya aktif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. 2.1 Tanaman Bunga Pagoda (Clerodendrum squamatum Vahl) Deskripsi Morfologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Nyamuk Aedes aegypti Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSAKA. Mahoni merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. ,

Nyamuk sebagai vektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit, menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi nyamuk Anopheles sp. adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kedudukan Taksonomi dan Morfologi Cabai Rawit (Capsicum frutescen)

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006)

BAB I PENDAHULUAN. kejadian luar biasa dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agypti yang

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bengkuang atau bengkoang (Pachyrhizus erosus) berasal dari Amerika

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id

HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

BAB I PENDAHULUAN. banyak ditemukan didaerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang. Nyamuk Aedes aegypti merupakan salah satu vektor. yang membawa penyakit demam berdarah dengue.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ke berbagai penjuru dunia. Di Indonesia sendiri, tanaman pepaya (Carica

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk Aedes sp. adalah serangga pembawa vektor penyakit Deman

SIARAN RADIO TANGGAL 3 OKTOBER 2011 MATERI PENYAKIT DEMAM BERDARAH NAMA DR. I GUSTI AGUNG AYU MANIK PURNAMAWATI, M.KES

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit. Demam Berdarah Dangue (DBD) yaitu Aedes aegypti dan Aedes

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kajian resiko penularan demam berdarah dengue pada sekolah dasar di Kecamatan Oebobo dan Kecamatan Kota Raja, Kota Kupang, tahun 2012


untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai perantara (vektor) beberapa jenis penyakit terutama Malaria

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Pengamatan Tempat Perindukan Aedes

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) : Siswa dapat mengetahui, memahami dan mempunyai sikap. Waktu : 60 menit ( 45 menit ceramah dan 15 menit diskusi ).

TINJAUAN PUSTAKA. : Dicotyledoneae. perdu yang memiliki batang pohon besar dan berkayu keras. Cengkeh

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

BAB IV PENGGUNAAN METODE SEMI-PARAMETRIK PADA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PULAU JAWA DAN SUMATERA

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP ) DHF ( Dengue Haemoragic Fever)

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA Definisi Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) tidak tertutup kemungkinan menyerang orang dewasa. Tanda-tanda penyakit ini

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. Tanggal / Tempat Lahir : 13 Agustus 1988 / Terengganu, Malaysia.

Transkripsi:

kaki) 6) Arthropoda dibagi menjadi 4 klas, dari klas klas tersebut terdapat klas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Nyamuk Arthropoda adalah binatang invertebrata; bersel banyak; bersegmen segmen; bentuknya simetris bilateral; memiliki eksiskeleton (rangka luar) yang terbuat dari chitin dan mempunyai beberapa pasang kaki dengan banyak sendi (arthro = sendi; poda = Hexapoda (insekta kaki enam) dari hexapoda dibagi menjadi 12 ordo. Salah satunya adalah ordo Diptera. Menurut Richard dan Davis (1977), kedudukan nyamuk Aedes aegypti dalam klasifikasi hewan adalah sebagai berikut: 8) Phylum Arthropoda Klas Insecta Ordo Diptera Familia Culicidae Genus Aedes Spesies Aedes aegypti A. Tinjauan Tentang Nyamuk Aedes aegypti 1. Morfologi Masa pertumbuhan dan perkembangan nyamuk Ae. aegypti dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu : telur, larva (jentik), pupa (kepompong) dan dewasa, sehingga termasuk metamorfosis sempurna (holometabola). 8) Ae. aegypti mempunyai morfologi sebagai berikut : a. Telur Telur berbentuk oval memanjang, warna hitam, berukuran antara 0,5 0,8 mm, tidak memiliki alat pelampung, dan diletakkan satu per satu pada benda benda yang terapung atau pada dinding bagian dalam tempat penampungan air (TPA) yang berbatasan

langsung dengan permukaan air. Dilaporkan bahwa dari telur yang dilepas, sebanyak 85 % melekat pada dinding TPA. Sedangkan 15 % lainnya jatuh ke permukaan air. 8) Kebanyakkan Ae. aegypti betina dalam satu siklus gonotropik melekatkan telur di beberapa tempat. Masa perkembangan embrio selama 24 jam pada lingkungan hangat dan lembab. Setelah perkembangan embrio sempurna, telur dapat pada lingkungan yang kering dalam waktu yang lama (lebih satu tahun). Kemampuan telur bertahan dalam keadaan kering membantu kelangsungan hidup spesies selama kondisi iklim tidak menguntungkan. Tidak semua telur menetas dalam waktu yang bersamaan. Faktor faktor yang mempengaruhi daya tetas adalah suhu, ph air, perindukkan, cahaya serta kelembaban disamping fertilitas telur sendiri. 9) b. Larva ( Jentik ) Larva Ae. aegypti tubuhnya memanjang tanpa kaki dengan bulu bulu sederhana yang tersusun bilateral simetris. Larva ini dalam pertumbuhan dan perkembangannya mengalami empat kali pergantian kulit (ecdysis) dan larva yang terbentuk berturut turut disebut larva instar I, II, III dan IV. Larva instar I, tubuhnya sangan kecil, warna transparan, panjang 1 2 mm, duri duri (spinae) pada dada (thorax) belum begitu jelas, dan corong pernapasan (siphon) belum menghitam. Larva instar II bertambah besar, ukuran 2,5 3,9 mm, duri dada belum jelas, dan corong pernapasan sudah berwarna hitam. Larva instar III lebih besar sedikit dari larva instar II. Larva instar IV berukuran paling besar 5 mm, telah lengkap struktur anatominya dan jelas. Tubuh dibagi menjadi bagian kepala (chepal), dada (thorax), dan perut (abdomen). Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk, sepasang antena tanpa duri, dan alat mulut tipe pengunyah (chewing). Bagian dada tampak paling besar dan terdapat bulu bulu yang simetris. Perut tersusun atas 8 ruas. Ruas perut kedelapan terdapat corong pernapasan tanpa duri, berwarna hitam dan ada seberkas bulu (tuft), ada bulu sikat (brush) dibagian ventral dan gigi gigi sisir (comb) berjumlah 15 19 gigi yang tersusun dalam satu baris. Gigi gigi sisir dengan lekukan yang jelas membentuk gerigi. Larva Ae. aegypti tubuhnya langsing dan bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negatif, waktu istirahat membentuk sudut hampir tegak lurus dengan bidang permukaan air. Larva ini dapat ditemukan pada bejana bejana air yang tidak berhubungan langsung dengan tanah. 8) c. Pupa (kepompong)

Pupa atau kepompong berbentuk bengkok, dengan bagian kepala dada (sephalothorax) lebih besar dibanding bagian perutnya. Ukurannya lebih besar tapi bentuknya lebih ramping dibanding larvanya. Pupa Ae. aegypti berukuran lebih kecil, jika dibandingkan dengan rata rata pupa nyamuk lainnya. Pupa ini mempunyai bentuk yang khas yaitu adanya terompet pernapasan (Respiratorry trumpets) yang berbentuk segi tiga. Jika pupa diganggu oleh gerakan atau sentuhan, maka akan bergerak cepat menyelam ke dalam air beberapa detik dan akan muncul lagi, karena pada ruas perut kedelapan terdapat sepasang alat pengayuh untuk berenang. Pupa gerakkannya lebih lincah dari larva. Pada waktu istirahat posisi pupa sejajar dengan bidang permukaan air. d. Nyamuk Dewasa Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil dibanding nyamuk lain, mempunyai ciri yang khas yaitu adanya garis garis atau bercak bercak putih keperakan di atas dasar warna hitam. Sedang yang menjadi ciri khas utamanya adalah adanya dua garis lengkung putih keperakan di kedua sisi lateral dan dua buah garis putih sejajar di garis median dari punggungnya yang berwarna dasar hitam (lyreshaped marking). 8) Nyamuk betina yang telah dibuahi akan mencari makan dalam waktu 24 34 jam. Darah merupakan sumber protein untuk mematangkan sel telurnya. 10)

Gambar 2.1. Perbedaan secara garis besar antara nyamuk Genus Anopheles, Culex dan Aedes 2. Siklus Hidup Nyamuk Ae. aegypti seperti juga nyamuk Anophelini lain mengalami metamorfosis sempurna yaitu : telur, larva (jentik), pupa (kepompong) dan nyamuk dewasa. Stadium telur, larva dan kepompong hidup dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi larva dalam waktu kurang lebih 2 hari setelah telur terendam air pada suhu 25 o C 27 o C dan kelembaban 70 % - 90 %. Stadium larva biasanya berlangsung antara 6 8 hari, dan stadium pupa berlangsung antara 2 4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa mencapai 9 10 hari dan umur nyamuk betina dapat mencapai 2 3 bulan. 9)

Gambar 2.2. Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti 3. Lingkungan Hidup Nyamuk Ae. aegypti bersifat urban, hidup diperkotaan dan lebih sering di dalam dan di sekitar rumah (domestik). Nyamuk ini mempunyai lingkungan hidup yang erat dengan manusia. 8) 4. Perilaku Nyamuk a. Berkembang biak (breeding habits) Tempat berkembang biak nyamuk ini berupa genangan air yang tertampung disuatu tempat atau bejana dan tidak berhubungan langsung dengan tanah. Jenis jenis tempat perkembangbiakkan nyamuk Ae. aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1) Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari hari, seperti : drum, tangki, reservoir, tempayan bak mandi atau WC, ember dan lain lain; 2) Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari hari, seperti : tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut dan barang barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik dan lain lain); 3) Tempat penampungan air alamiah, seperti : lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang, potongan bambu dan lain lain. Ada banyak faktor yang perlu diamati untuk mempelajari tempat perindukan nyamuk antara lain adalah faktor fisik (macam, luas, kedalaman, warna dan lama genangan air, aliran air dan dasar tempat air), faktor kimia (ph, kadar garam dan suhu air), serta faktor biologi (jenis tumbuhan air, patogen dan pemangsa di dalam air). 9) b. Kebiasaan Menghisap Darah (feeding habits)

Setelah lahir (keluar dari pupa), nyamuk beristirahat di kulit pupa untuk beberapa waktu. Beberapa saat setelah itu sayap merenggang menjadi kaku, sehingga nyamuk mampu terbang untuk mencari makan atau mangsa. Nyamuk Ae. aegypti jantan menghisap cair tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya, sedang yang betina menghisap darah dan lebih menyukai darah manusia daripada darah binatang (antropofilik). Darah (proteinnya) diperlukan untuk mematangkan telur agar jika dibuahi oleh sperma nyamuk jantan dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur, mulai dari nyamuk menghisap darah sampai telur dikeluarkan biasanya bervariasi antara 3 4 hari. Jangka waktu tersebut disebut satu siklus gonotropik (gonotropic cycle). Biasanya nyamuk betina mencari mangsa pada siang hari (diurnal). Aktivitas menggigit mulai pagi sampai petang hari, dengan dua puncak aktivitas antara pukul 09.00 10.00 dan 16.00-17.00. Tidak seperti nyamuk lain, Ae. aegypti mempunyai kebiasaan menghisap darah berulang kali (multiple bites) dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit DBD. 8) c. Kebiasaan Beristirahat (resting habits) Setelah menghisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau kadang kadang di luar rumah. Berdekatan dengan tempat berkembangbiaknya. Tempat hinggap yang disenangi adalah benda benda yang tergantung, seperti : pakaian, kelambu atau tumbuh tumbuhan di dekat tempat berkembanngbiaknya. Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Di tempat tempat ini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya. Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan meletakkan telur di dinding tempat berkembangbiaknya, sedikit diatas permukaan air. Setiap kali bertelur nyamuk bisa mencapai 100 butir. 9 ) B. Tindakan Pencegahan dan Pemberantasan Pada saat ini pemberantasan nyamuk penular (Ae. aegypti) merupakan cara utama yang dilakukan untuk memberantas penyakit DBD, karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virus belum tersedia. 8) Pemberantasan nyamuk Aedes aegypti hanya dapat dilakukan terhadap nyamuk dewasa dan jentiknya (larva). Ada beberapa cara pencegahan dan pemberantasan nyamuk Ae. aegypti :

1. Pengelolaan lingkungan atau Mekanik Pengelolaan lingkungan adalah menyangkut upaya pencegahan atau mengurangi kontak antara manusia dan vektor. Kegiatan ini ada beberapa cara, diantaranya adalah : a. Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN) Kegiatan PSN meliputi : 1) Menguras bejana bejana air yang tidak berhubungan langsung dengan tanah sekurang kurangnya seminggu sekali; 2) Menutup rapat rapat bejana air yang sulit dikuras, sehingga nyamuk tidak bisa bersarang; 3) Menimbun atau menyingkirkan barang barang bekas dan sampah sampah lain yang dapat menampung air hujan sehingga dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk. a. Alat penangkap telur nyamuk (Autocidal ovitrap) Autocidal ovitrap adalah suatu tabung berwarna gelap dengan diameter kurang lebih 10 cm, yang salah satu ujung tabungnya tertutup rapat. Tabung ini diisi dengan air dan ditutup dengan kain kasa nylon. 8) Adapun cara membuat dan fungsi autocidal ovitrap adalah sebagai berikut : 1) Cara membuat autocidal ovitrap Cara membuat autocidal ovitrap yaitu dengan menyediakan bahan bahan sebagai berikut : tabung berwarna gelap dengan diameter kurang lebih 10 cm yang salah satu ujungnya tertutup rapat ; kain kasa nylon; air dan tali pengikat. Selanjutnya bahan bahan dirangkai sebagai berikut : tabung diisi dengan air sampai dengan penuh kemudian ditutup dengan kain kasa nylon secukupnya dan diikat dengan tali. 2) Cara kerja dan fungsi autocidal ovitrap Cara kerja dan fungsi autocidal ovitrap adalah menangkap telur nyamuk Ae. aegypti yang berada di kain kasa nylon, kemudian telur menetas menjadi jentik di dalam tabung, bila larva berkembang menjadi nyamuk dewasa maka nyamuk dewasa tersebut akan terperangkap, tidak bisa terbang keluar dari tabung dan akan mati. Agar alat ini berfungsi dengan baik, autocidal ovitrap harus di letakkan pada lokasi yang teduh dan terang (secara tidak langsung terkena sinar Matahari) dan volume air di dalam tabung harus diisi bila terjadi penguapan.

Gambar 2.3. Bentuk autocidal ovitrap. 10) 2. Pengendalian biologis Pengendalian biologis atau hayati dilakukan dengan menggunakan kelompok hidup, baik dari golongan mikroorganisme, hewan invertebrata atau hewan vertebrata. Sebagai pengendalian biologis, dapat berperan sebagai patogen, parasit atau pemangsa. Beberapa jenis ikan, seperti ikan kepala timah (Panchax panchax), ikan gabus (Gambusia affinis) adalah pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk. Beberapa jenis golongan cacing Nematoda, seperti Romanomarmis iyengari dan R. culiciforax merupakan parasit pada larva nyamuk. Sebagai patogen, seperti dari golongan virus, bakteri, fungi atau protozoa dapat dikembangkan sebagai pengendali biologi larva nyamuk di tempat perindukkannya. 8) 3. Pengendalian Kimiawi Disini digunakan insektisida yang dapat ditujukan terhadap nyamuk dewasa atau larva. Insektisida yang dapat digunakan terhadap nyamuk Ae. aegypti dewasa antara lain golongan organochlorine, organophosphor, carbamate dan pyrethroid. Bahan bahan insektisada tersebut dapat diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan ( spray ) terhadap rumah rumah penduduk. Insektisida yang dapat digunakan terhadap larva Ae. aegypti yaitu golongan organophosphor (Temephos) dalam bentuk sand granuler yang dilarutkan ke dalam air. 8) 4. Pengendalian radiasi

Disini nyamuk dewasa jantan diradiasi dengan bahan radioaktif dengan dosis tertentu sehingga menjadi mandul. Kemudian nyamuk jantan yang telah diradiasi ini dilepaskan ke alam bebas. Meskipun nantinya akan berkopulasi dengan nyamuk betina tapi nyamuk betina tidak akan dapat menghasilkan telur. 8) 5. Pengendalian terpadu (Integrated control) Dari cara cara pengendalian vektor DBD tersebut di atas ternyata tidak satupun yang 100 % memuaskan. Karena itu konsep pengendalian terpadu dengan melibatkan semua cara dapat diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi biologis, bionomik, ekologi vektornya, serta pengaruhnya terhadap kualitas lingkungan. C. Survei Jentik (pemeriksaan jentik) Untuk mengetahui kepadatan populasi nyamuk Ae. aegypti dapat dilakukan beberapa survei. Survei yang sering dipakai adalah survei jentik. Ada dua cara survei jentik, yaitu : 11) 1. Cara single larva Survei ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat genangan air yang ditemukan jentik untuk dilakukan identifikasi lebih lanjut jenis jentiknya. 2. Cara visual Survei ini cukup melihat ada atau tidaknya jentik di setiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya.

D. Kerangka Teori Berdasarkan teori di atas disusun kerangka teori sebagai berikut : Faktor faktor yang mempengaruhi tempat perindukan : a. Fisik: Macam, luas, kedalaman, warna dan lama genangan air, aliran air dan dasar tempat air. b. Biologi: Jenis tumbuhan air, patogen dan pemangsa di dalam air. c. Kimia: ph, kadar garam dan suhu air Survei Jentik : 1. Single larva 2. Visual Keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti Lingkungan pemukiman : a. Kepadatan b. Perilaku penduduk Teknik pengendalian : a.fisika/mekanik : dengan autocidal ovitrap b.biologi c.kimia d.radiasi e.terpadu Sumber : 6, 7, 8, 9, 10, 11 )

F. Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian sebagai berikut : Variabel Bebas Warna kasa penutup autocidal ovitrap : a. Putih b. Merah muda c. Biru muda Variabel Terikat Jumlah jentik nyamuk Aedes aegypti 1. Suhu, kelembaban, pencahayaan 2. Tandon air yang lain 3. Pemakaian obat nyamuk 4. Kasa penutup ventilasi Variabel Pengganggu G. Hipotesa Ada pengaruh warna kasa penutup autocidal ovitrap terhadap jumlah jentik nyamuk Ae. aegypti yang tertangkap.