BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN SISTEM KELOMPOK DI BMT KUBE SEJAHTERA KRIAN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

BAB I PENDAHULUAN. manusia adalah perubahan. Sekedar contoh, dalam sejarah manusia telah terjadi

BAB IV. A. Analisis Hukum Islam terhadap Pasal 18 Ayat 2 Undang-Undang. memberikan pelayanan terhadap konsumen yang merasa dirugikan, maka dalam

A. Analisis Tentang Tata Cara Akad Manusia tidak bisa tidak harus terkait dengan persoalan akad

adalah suatu transaksi yang sering terjadi saat masyarakat membutuhkan adalah penjual mencari seorang pembeli melalui jasa makelar.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN LETTER OF CREDIT PADA BANK MANDIRI SYARI AH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI QARD} UNTUK USAHA TAMBAK IKAN DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN UU NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBULATAN HARGA

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU

BAB II UTANG-PIUTANG DALAM HUKUM ISLAM. menurut istilah fiqh, terdapat beberapa definisi yang dikedepankan oleh

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PROSEDUR DAN APLIKASI PERFORMANCE BOND DI BANK BUKOPIN SYARIAH CABANG SURABAYA

Bagi YANG BERHUTANG. Publication: 1434 H_2013 M. Download > 600 ebook Islam di PETUNJUK RASULULLAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH AGAMA TENTANG PENAMBAHAN UANG SEWA TAMBAK DI DESA GISIK CEMANDI KEC. SEDATI KAB.

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari bentuk kegiatan muamalah adalah utang-piutang untuk

BAB II TRANSAKSI PINJAM MEMINJAM DALAM ISLAM

BAB II TABUNGAN ZAKAT AL-WADI< AH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM JUAL BELI IKAN DENGAN PERANTAR PIHAK KEDUA DI DESA DINOYO KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB IV ANALISA HUKUM ISLAM TERHADAP SIMPAN PINJAM BERGULIR PADA P2KP (PROYEK PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI IKAN TANGKAPAN NELAYAN OLEH PEMILIK PERAHU DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

Oleh: Shahmuzir bin Nordzahir

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH AGAMA ISLAM TENTANG SEWA POHON MANGGA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBULATAN TIMBANGAN PADA PT. TIKI JALUR NUGRAHA EKAKURIR DI JALAN KARIMUN JAWA SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TAMBAHAN HARGA DARI HARGA NORMAL YANG DIMINTA TUKANG BANGUNAN DALAM PRAKTEK JUAL BELI BAHAN BANGUNAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMOTONGAN HARGA JUAL BELI BESI TUA DAN GRAM BESI DI PT. FAJAR HARAPAN CILINCING JAKARTA UTARA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG DALAM BENTUK UANG DAN PUPUK DI DESA BRUMBUN KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN STANDARISASI TIMBANGAN DIGITAL TERHADAP JUAL BELI BAHAN POKOK DENGAN TIMBANGAN DIGITAL

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP GANTI RUGI DALAM JUAL BELI ANAK BURUNG

BAB IV ANALISIS PRAKTIK PENYITAAN BARANG AKIBAT HUTANG PIUTANG YANG TIDAK DITULISKAN DI DESA BERAN KECAMATAN NGAWI KABUPATEN NGAWI

MUD{A<RABAH DALAM FRANCHISE SISTEM SYARIAH PADA KANTOR

BAB IV KONSEP SAKIT. A. Ayat-ayat al-qur`an. 1. QS. Al-Baqarah [2]:

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK PEMANFAATAN BARANG TITIPAN. A. Analisis Praktik Pemanfaatan Barang Titipan di Kelurahan Kapasari

BAB IV ANALISIS TERHADAP RESCHEDULING TAGIHAN MURA>BAH{AH BERMASALAH PADA PT. BNI SYARIAH CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONAL WADI< AH PADA TABUNGAN ZAKAT DI PT. BPRS BAKTI MAKMUR INDAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI TABUNGAN RENCANA MULTIGUNA DI PT. BANK SYARI AH BUKOPIN Tbk. CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS METODE ISTINBA<T} HUKUM FATWA MUI TENTANG JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGUPAHAN DI DESA SUMBERREJO KECAMATAN WONOAYU KABUPATEN SIDOARJO. Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HADIAH/ UANG YANG DIBERIKAN OLEH CALON ANGOTA DPRD KEPADA MASYARAKAT DI KECAMATAN DIWEK

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

s}ahibul ma>l. Yang digunakan untuk simpanan dengan jangka waktu 12 (dua belas)

FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 81/DSN-MUI/III/2011 Tentang

Solution Rungkut Pesantren Surabaya Perspektif Hukum Islam

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG PETANI TAMBAK KEPADA TENGKULAK DI DUSUN PUTAT DESA WEDUNI KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENERAPAN SISTEM LOSS / PROFIT SHARING PADA PRODUK SIMPANAN BERJANGKA DI KOPERASI SERBA USAHA SEJAHTERA BERSAMA

BAB IV ANALISIS AKAD IJA>RAH TERHADAP PERJANJIAN KERJA ANTARA TKI DENGAN PJTKI DI PT. AMRI MARGATAMA CABANG PONOROGO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENAHANAN SAWAH SEBAGAI JAMINAN PADA HUTANG PIUTANG DI DESA KEBALAN PELANG KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN

tabarru dengan tujuan tolong menolong yang dianjurkan oleh ajaran Islam.

BAB IV. A. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Utang Piutang Dengan Jaminan. bab sebelumnya, bahwa praktek utang piutang dengan jaminan barang

BAB I PENDAHULUAN. ingin tahu, Man is corious animal. Dengan keistimewaan ini, manusia dengan

BAB IV ANALISIS. A. Pelaksanaan Arisan Bahan Pokok Untuk Resepsi Di Desa Bunut Seberang Kecamatan Way Ratay Kabupaten Pesawaran

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI PELAKSANAAN UTANG PIUTANG BENIH PADI DENGAN SISTEM BAYAR GABAH DI

BAB I PENDAHULUAN. berpedoman penuh pada Al-Qur an dan As-Sunnah. Hukum-hukum yang melandasi

ISLAM IS THE BEST CHOICE

BAB IV ANALISIS SEWA MENYEWA TAMBAK YANG DIALIHKAN SEBELUM JATUH TEMPO MENURUT HUKUM ISLAM. A. Analisis Terhadap Akad Sewa Menyewa Tambak

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI RIGHT ISSUE DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) SURABAYA

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan

BAB IV ANALISIS TENTANG APLIKASI PERJANJIAN SEWA SAFE DEPOSIT BOX DITINJAU DARI BNI SYARIAH HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB IV PENERAPAN AKAD BAYʽ BITHAMAN AJIL DALAM PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA DI KOPONTREN NURUL HUDA BANYUATES SAMPANG MADURA

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK MERTELU LAHAN PERTANIAN CABAI MERAH DI DESA SARIMULYO KECAMATAN CLURING KABUPATEN BANYUWANGI

PERAYAAN NATAL BERSAMA

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN, PERBEDAAN, DAN AKIBAT HUKUM ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA DALAM MENGATUR OBJEK JAMINAN GADAI

BAB IV. A. Analisis Terhadap Dasar Hukum yang Dijadikan Pedoman Oleh Hakim. dalam putusan No.150/pdt.G/2008/PA.Sda

Berkompetisi mencintai Allah adalah terbuka untuk semua dan tidak terbatas kepada Nabi.

HADITS TENTANG RASUL ALLAH

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI PERUBAHAN PENGHITUNGAN DARI SISTEM "FLAT" KE "EFEKTIF" PADA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT MELALUI LAYANAN M-ZAKAT DI PKPU (POS KEADILAN PEDULI UMAT) SURABAYA

A. Analisis Tradisi Standarisasi Penetapan Mahar Dalam Pernikahan Gadis dan. 1. Analisis prosesi tradisi standarisasi penetapan mahar

KRITERIA MASLAHAT. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 6/MUNAS VII/MUI/10/2005 Tentang KRITERIA MASLAHAT

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TERHADAP PENGAMBILAN KEUNTUNGAN PADA PENJUALAN ONDERDIL DI BENGKEL PAKIS SURABAYA

KOMPETENSI DASAR INDIKATOR:

CARA PRAKTIS UNTUK MENGHAFAL AL-QUR AN

BAB IV ANALISIS PENENTUAN NISBAH BAGI HASIL PEMBIAYAAN MUDHARABAH PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM DI BMT BINTORO MADANI DEMAK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI HANDPHONE (HP) SERVIS YANG TIDAK DIAMBIL OLEH PEMILIKNYA

BAB IV ANALISIS DUA AKAD (MURA>BAH}AH DAN RAHN) DALAM PEMBIAYAAN MULIA (MURA>BAH}AH EMAS LOGAM MULIA UNTUK INVESTASI ABADI) MENURUT HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS PERSEPSI NASABAH RENTENIR TENTANG QARD} PADA PRAKTIK RENTENIR DI DESA BANDARAN KECAMATAN BANGKALAN

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/11/2005 Tentang PLURALISME, LIBERALISME DAN SEKULARISME AGAMA

BAB IV PEMANFAATAN GADAI SAWAH PADA MASYARAKAT DESA SANDINGROWO DILIHAT DARI PENDAPAT FATWA MUI DAN KITAB FATH}UL MU I<N

BAB I PENDAHULUAN. Diantara larangan Allah yang tertulis di Al-Qur an adalah tentang larangan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN UPAH DENGAN KULIT HEWAN KURBAN DI DESA JREBENG KIDUL KECAMATAN WONOASIH KABUPATEN PROBOLINGGO

ف ان ت ه وا و ات ق وا الل ه ا ن الل ه ش د يد ال ع ق اب

JABATAN PELAJARAN TERENGGANU SUMATIF 2 SIJIL PELAJARAN MALAYSIA 2013 PENDIDIKAN ISLAM

KAIDAH FIQH. Jual Beli Itu Berdasarkan Atas Rasa Suka Sama Suka. Publication 1437 H_2016 M. Kaidah Fiqh Jual Beli Itu Berdasarkan Suka Sama Suka

A. Analisis Mekanisme Angsuran Usaha Kecil dengan Infaq Sukarela pada Bantuan Kelompok Usaha Mandiri di Yayasan Dana Sosial Al Falah Surabaya

waka>lah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan

BAB I PENDAHULUAN. piutang dapat terjadi di dunia. Demikian juga dalam hal motivasi, tidak sedikit. piutang karena keterpaksaan dan himpitan hidup.

Transkripsi:

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Implementasi Hutang Pupuk dengan Gabah 1. Tata Cara Pemberian Hutang Dalam bab terdahulu dijelaskan bahwa dalam tata cara berhutang pupuk dilakukan dengan cara pihak yang berhutang dalam hal ini para petani mendatangi pemilik pupuk dengan maksud untuk berhutang pupuk yang mereka punya. Sebelum pupuk diberikan kepada pihak yang berhutang, mereka terlebih dahulu harus tahu keadaan pupuk, kualitas pupuk dan beberapa banyak timbangannya. Agar nanti dalam hal pengembaliannya tidak terjadi kesalahpahaman antara pemberi hutang dengan pihak yang berhutang. Dengan demikian, obyek hutang yang diberikan oleh yang berpiutang kepada pihak yang berhutang di Desa Pucuk yang selama ini berlangsung adalah sah. Sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh para ulama seperti keterangan di atas.

47 Selanjutnya dalam hal penyerahan dan penerimaan obyek hutang, pihak berpiutang menyerahkan secara langsung setelah pihak yang berhutang selesai mengutarakan maksudnya untuk berhutang, tanpa menunggu tenggang 46 waktu. Dalam hal penyerahan dan penerimaan obyek hutang tersebut tidak menyimpang dari hukum Islam, bahkan dengan cara seperti ini para petani merasa ditolong untuk segera memanfaatkan pupuk yang baru saja di hutang untuk memupuk tanaman padi di sawah. Namun dalam hutang masalah harga pupuk yang diberikan, pemberi sudah menaikkan harga pupuknya lebih tinggi dari harga pasaran, inipun sudah dikompromikan oleh kedua belah pihak sebelum penyerahan dan penerimaan obyek hutang. Dan untuk batasan waktu yang diberikan oleh pedagang pupuk yang menghutangi pupuk tersebut adalah sekitar empat bulan atau tepatnya setelah masa panen/ waktu panen itu sendiri. Dan hal ini telah disepakati oleh kedua belah pihak walau tanpa adanya perjanjian secara tertulis, karena antara yang memberi hutang dan yang berhutang saling mempercayai dan sudah merupakan suatu adat kebiasaan bagi mereka, tanpa adanya perjanjian dalam bentuk tulisan, akan tetapi yang memberi hutang hanya mencatat siapa yang berhutang dan berapa jumlahnya tanpa adanya suatu bentuk perjanjian tertulis. Ima>m Ma>lik berpendapat bahwa dalam perjanjian hutang piutang boleh mensyaratkan waktu dan syarat tersebut harus dilakukan, apabila qird} ditentukan waktunya sampai waktu tertentu, maka orang yang menghutangi

48 tidak boleh menuntut untuk segera melunasi hutang pada orang yang berhutang sebelum waktunya tiba. 1 Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-baqarah ayat 282:...إ ذ ا ت د اي ن ت م ب د ي ن إ ل ى أ ج ل م س م ى... Artinya: "Apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan". 2 Hutang piutang pupuk yang dilakukan oleh masyarakat Desa Pucuk, sebagian besar tidak menggunakan syarat apapun, hanya berdasarkan saling percaya dan adanya rasa tanggung jawab dari pihak yang berhutang (janji untuk membayar dan melunasi hutang). Syarat yang diberikan hanya batasan waktu dalam pembayaran hutang dan syarat ini telah disepakati oleh kedua belah pihak. Meskipun syarat ini telah disepakati oleh kedua belah pihak, akan tetapi kesepakatan tersebut tidak dengan perjanjian tertulis, tetapi hanya perjanjian lisan dan saling percaya. Walaupun begitu pedagang pupuk sebagai pihak pemberi hutang perlu mencatat segalanya dan biasanya yang dicatat hanya orang yang berhutang dan jumlah hutangnya tanpa menyebutkan perjanjiannya. Dan perlakuan semacam ini sudah sesuai dengan apa yang telah difirmankan oleh Allah SWT dalam surat al-baqarah ayat 282: ي ا أ يه ا ا لذ ين ا م ن وا إ ذ ا ت د اي ن ت م ب د ي ن إ ل ى أ ج ل م س م ى ف اآ ت ب وه 1 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah juz 12, h. 131. 2 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, h. 48.

49 Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya". Dalam hal hutang piutang pupuk ini pemberian batasan waktu yang diberikan untuk pelunasan hutang, tidak bertentangan dengan syari at Islam, bahkan waktu yang diberikan tersebut justru dengan membantu pihak yang berhutang yakni meringankan beban dalam pengembalian hutang dan juga memberikan kesempatan bagi pihak yang berhutang untuk berusaha mencari usaha agar bisa melunasi hutangnya tanpa mengingkari janji yang telah disepakati. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-baqarah ayat 280: و إ ن آ ان ذ و ع س ر ة ف ن ظ ر ة إ ل ى م ي س ر ة و أ ن ت ص دق وا خ ي ر ل ك م إ ن آ ن ت م ت ع ل م و ن. Artinya: "Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui". 3 Berdasarkan uraian di atas dapat diambil hukum mengenai hutang piutang pupuk dalam tata cara pemberian hutang pupuk dengan gabah di Desa Pucuk tidak terdapat penyimpangan dari hukum Islam (muamalah), baik mengenai wujud barang yang dihutangkan, waktu pemberian hutang dan pelunasan hutang pupuk. 2. Tata Cara Perjanjian Hutang Pupuk Sebagaimana telah diuraikan pada bab terdahulu, bahwa tata cara dalam perjanjian hutang pupuk yang dalam hal ini mengenai batasan 3 Ibid, h. 47.

50 waktunya seperti yang telah dikemukakan di atas, antara pihak yang berpiutang dan pihak yang berhutang, melakukan perjanjian hutang tidak secara tertulis, akan tetapi hanya berdasarkan atas rasa saling mempercayai. Islam mengajarkan apabila melakukan muamalah secara tunai, maka hendaklah ditulis. Realisasi dari surat al-baqarah ayat 282 telah dilaksanakan oleh masyarakat Desa Pucuk, terutama oleh pihak pemilik pupuk yang menghutangkan pupuknya. Walaupun catatan tersebut bukan untuk perjanjian hutang piutang antara kedua belah pihak, tetapi hanya sebagai pembukuan dalam sebuah toko. Akan tetapi, catatan tersebut bisa dijadikan bukti yang mengingatkan salah satu pihak yang terkadang lupa atau khilaf, sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat al-baqarah 282:...و لا ت س ا م وا أ ن ت ك ت ب وه ص غ ير ا أ و آ ب ير ا إ ل ى أ ج ل ه ذ ل ك م أ ق س ط ع ن د ال له و أ ق و م ل ل شه اد ة و أ د ن ى أ لا ت ر ت اب وا... Artinya: "Dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu". 4 Adapun mengenai perjanjian hutang yang hanya berdasarkan pada kepercayaan dan tidak ada saksi yang bisa menguatkan, hal ini dapat dibenarkan menurut Islam. ف ا ن أ م ن ب ع ض ك م ب ع ض ا ف ل ي و د ا لذ ي اؤ ت م ن أ م ان ت ه و ل ي تق ال له ر ب ه Artinya: "Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya 4 Ibid, h. 48

51 (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya". (QS. Al-Baqarah: 283). 5 Dari ayat ini dapat diambil kesimpulan bahwa apabila orang yang melakukan hutang itu saling percaya karena baik sangka dan yakin bahwa orang yang dipercayai itu tidak akan mengingkarinya, maka hal ini dapat dibenarkan menurut Islam. Kenyataan seperti ini dapat dijumpai di Desa Pucuk terutama pada masalah hutang pupuk. Masyarakat Desa Pucuk pada umumnya saling mempercayai bahwa mereka tidak akan menghindar dan mengingkari perjanjian yang telah mereka sepakati. Sesuai dengan adat dan kebiasaan dalam membuat perjanjian tidak dengan perjanjian tertulis, tapi cukup dengan mereka paham isi dari perjanjian yang telah mereka sepakati. Perjanjian hutang piutang merupakan perjanjian memberikan milik kepada orang lain. Pihak berhutang merupakan pemilik atas hutang yang diterimanya. Oleh karena itu perjanjian hutang piutang hanya dipandang sah apabila dilakukan oleh orang-orang yang berhak membelanjakan hak miliknya, yaitu orang-orang yang telah baligh dan berakal sehat. 6 Dalam praktek hutang pupuk, di Desa Pucuk telah sesuai dengan yang telah digariskan oleh hukum Islam, dalam melakukan perjanjian hutang, semua yang melaksanakan adalah orang yang baligh, berakal dan tidak terlarang untuk membelanjakannya. 5 Ibid, h. 49. 6 Ahmad Azhar Basyi>r, Asas-asas Hukum Muamalat, h. 31.

52 3. Tata Cara Melakukan Ijab Qabul Perjanjian hutang piutang baru terlaksana setelah pihak pertama menyerahkan piutangnya kepada pihak kedua dan pihak kedua telah menerimanya dengan akibat bila harta piutang rusak atau hilang setelah perjanjian terjadi, tetapi sebelum diterima oleh pihak kedua, maka resikonya masih ditanggung pihak pertama. 7 Berdasarkan pada bab terdahulu, bahwa tata cara melakukan ijab qabul dalam hutang piutang pupuk adalah bila antara pemberi hutang dan yang berhutang telah terjadi kesepakatan tentang obyek hutang. Jelaslah bahwa akad hutang piutang dapat dilakukan dalam segala macam pernyataan ijab qabul, asalkan isi daripada ijab qabul dapat dimengerti oleh kedua belah pihak yang mengadakan transaksi hutang piutang. Mengenai waktu ijab qabul berdasarkan penelitian ijab qabul antara pedagang pupuk dengan petani dilaksanakan pada saat hutang piutang sedang berlangsung. Dalam hal ini sebagaimana tata cara ijab qabul yang telah disyari atkan dalam hukum Islam, maka waktu melaksanakan transaksi hutang pupuk di Desa Pucuk tidak bertentangan dengan hukum Islam, karena Islam tidak memerintahkan agar ijab qabul itu dilaksanakan dengan waktu dan tempat tertentu. Islam hanya melarang ijab qabul yang dilakukan di tempat 7 Ibid, h. 38.

53 peribadatan. Seperti di masjid dan waktu az\an jum'at, sehingga akad hutang piutang yang dilakukan selain di tempat dan waktu tersebut diperbolehkan dan ijab qabulnya bisa juga dilaksanakan. Sebagaimana kaidah ushul fiqh menyatakan: و د ا ل فى ا ل ع ق ص الا ن ي ك و ن لا ز ما Artinya: "Hukum pokok pada akad adalah berlaku sah". Sehingga dapat diambil suatu kesimpulan bahwa cara melakukan ijab qabul dan waktu melaksanakan ijab qabul yang dilakukan oleh pedagang pupuk dan orang yang berhutang di Desa Pucuk tidak bertentangan dengan hukum Islam. 4. Tata cara Pengembalian Hutang Sebagaimana data pada bab terdahulu bahwa apabila sudah sampai batas waktu pengembalian hutang yang telah ditentukan telah habis, maka pihak yang telah berhutang segera membereskan dan membayar kembali hutangnya dengan gabah/ padi kering sesuai dengan perjanjian dan kesepakatan sebelumnya. Syari at Islam menganjurkan apabila seseorang melakukan perjanjian hutang dalam jangka waktu tertentu, maka janji itu wajib ditepati dan pihak

54 yang berhutang harus dengan segera membereskan hutangnya sesuai dengan perjanjian. Menepati janji adalah wajib dan setiap orang harus bertanggung jawab atas janji-janjinya. Sebagaimana firman Allah SWT: و أ و ف وا ب ال ع ه د إ ن ال ع ه د آ ان م س ي و لا Artinya: "Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya". (QS. Al-Isra': 34). 8 Mengingkari janji dan menunda-nunda pembayaran hutang akan menimbulkan kesulitan-kesulitan di kemudian hari, baik di dunia maupun di akhirat. Perbuatan mengulur-ulur waktu dengan sengaja dan tidak mau membayar hutang padahal ia mampu termasuk akhlak yang tercela dan dipandang sebagai perbuatan z}alim. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW: م ط ل ال غ ن ي ظ ل م Artinya: "Menunda-nunda pembayaran bagi yang mampu membayarnya adalah kezaliman". 9 Dan firman Allah SWT: ن ص ر ا و م ن ي ظ ل م م ن ك م ن ذ ق ه ع ذ اب ا آ ب ير ا Artinya: "Dan barang siapa di antara kamu yang berbuat dzalim, niscaya kami rasakan kepadanya adzab yang besar". (QS. Al-Furqan: 19). 10 Dalam pengembalian hutang pupuk, pedagang pupuk mensyaratkan bahwa pembayaran tidak dengan membayar sejumlah uang seharga pupuk yang di hutang. Akan tetapi menggunakan gabah atau padi kering. 8 Departemen Agama, Al-Qur'an dan Terjemahnya, h. 285 9 Abu> Daud, Suna>n Abu> Daud, juz 2, h. 120 10 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, h. 361.

55 Pembayaran dengan gabah ini sebenarnya karena pihak pedagang pupuk merasa dirugikan karena selama pupuk tersebut di hutang dengan tenggang waktu yang lama dan seharusnya kalau pupuk dijual, maka pedagang sudah mendapat keuntungan dan modalnya bisa bertambah, sehingga dapat digunakan untuk memperbesar usahanya lagi. Seperti pada bab terdahulu, bahwa harga pupuk yang dihutangkan harganya sudah dinaikkan lebih tinggi dari harga pupuk di pasaran. Dengan demikian, seharusnya yang pembayarannya dengan padi basah seharga hutang pupuk tersebut. Tetapi karena pedagang pupuk merasa dirugikan, maka pembayarannya hutang pupuk tersebut memakai/ ditentukan syaratnya dalam pembayarannya harus memakai gabah kering. Sehingga dalam pengembalian hutang pupuk tersebut, terjadi penambahan dari segi kualitas padi yang dibayarkan. Syari at Islam memerintahkan dengan tegas bahwa orang-orang yang beriman dilarang memakan riba dengan berlipat ganda. Contoh: A menghutang pupuk kepada B 1 kw, B menyetujui atas niatan hutang si A. harga pupuk 1 kg di pasaran adalah Rp. 2500, namun B mensyaratkan pupuknya kepada B untuk 1 kg pupuk adalah Rp. 4000, dan B mensyaratkan lagi dalam pelunasan hutangnya tidak dikembalikan dalam bentuk pupuk atau uang, tetapi berupa gabah kering, di mana harga 1 Kg gabah kering di pasaran adalah Rp. 3000. Seharusnya jumlah hutang si A yang harus dibayar jika tanpa adanya syarat penambahan adalah:

56 Hutang pupuk 1 kw pupuk = Rp. 2500 x 100 kg = Rp. 250.000 = 1 kw pupuk. Pengembalian hutang 1 kw pupuk dengan gabah kering = Rp. 3000 x 100 kg= Rp. 300.000 = 1 kw gabah kering. Tetapi karena orang yang menghutangkan mensyaratkan penambahan, maka hutang yang harus dibayar oleh si A adalah: Harga 1 kw pupuk dari pemilik pupuk = Rp. 4000 x 100 kg = Rp. 400.000. Harga 1 kw gabah kering yang dikembalikan = Rp. 3000 x 100 kg = Rp. 300.000. Jadi, keuntungan yang didapat oleh si B untuk per 1 kw pupuk oleh 1 orang penghutang adalah Rp. 150.000. Bahkan apabila telah jatuh temponya tiba dan orang yang berhutang mengalami gagal panen, maka orang yang memberi hutang akan menyita barang berharga yang dimiliki oleh orang yang berhutang yang nilainya setara dengan harga gabah kering. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 130: ي ا أ يه ا ا لذ ين ا م ن وا لا ت ا آ ل وا الر ب ا أ ض ع اف ا م ض اع ف ة و ا تق وا ال له ل ع لك م ت ف ل ح ون Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan". 11 Nabi SAW melaknati orang-orang yang memakan riba, sebagaimana dalam hadis\nya: ع ن و ه و جا ب ر ر ض ي ا الله ع ن ه قا ل: ل ع ن ر س و ل ا الله ص لى ا الله ع ل ي ه و م وآ ل ه و آا ت ب ه و شا ه د ي ه و قا ل ه م س وا ء. ل الر با س ل م: أ آ 11 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, h. 66.

57 Artinya: "Dari Jabir ra, ia berkata Rasulullah SAW telah melaknat orangorang yang memakan riba, orang yang berwakil padanya, penulisnya dan dua saksinya". 12 Akad qirad} atau hutang dimaksudkan untuk berlemah-lembut sesama manusia, menolong kehidupan mereka dan memudahkan kesulitan dan meringankan beban penderitaannya, bukan bertujuan untuk mempermudah mencari dan mengembangkan harta. Dengan konsekuensi yang harus diterima oleh orang yang berhutang adalah apabila empat bulan setelah masa hutang atau pada saat jatuh tempo ternyata orang yang berhutang mengalami gagal panen, maka orang yang memberi hutang akan tetap menagih hutangnya, yakni dengan penyitaan barang berharga milik orang yang berhutang yang seharga dengan harga jual gabah kering. Seharusnya orang yang menghutangi tidak boleh mensyaratkan kelebihan dalam pembayarannya, karena yang demikian itu terdapat riba, sesuai dengan kaidah fiqh yang berbunyi: آ ل ق ر ض ج ر ن ف ع ا ف ه و ر ب ا Artinya: "Semua bentuk qirad} (hutang-piutang) yang membuahkan bunga adalah riba". 13 Ima>m Hanafi berpendapat, dilarang memberikan hutang kepada seseorang dengan syarat meminta sesuatu yang lain berupa penambahan ataupun manfaat sebagai imbalan pemberian hutang tersebut. Misalnya 12 Abu> Daud, Suna>n Abu> Daud, juz 2, h. 118. 13 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, juz 12, h. 133.

58 memberikan hutang 20 karung gandum yang belum dibersihkan dengan syarat harus dikembalikan dengan 20 karung gandum yang sudah bersih. Apabila pembayaran hutang dilakukan berlebih dari hutang yang sebenarnya atas dasar sukarela atau semacam tanda terima kasih dari pihak yang berhutang, maka tambahan yang demikian itu tidaklah termasuk dalam kategori riba yang diharamkan. Padahal dalam Islam sendiri yang dimaksudkan hutang adalah memakai barang orang lain dan pengambilannya juga harus sama dengan barang yang dihutang. Dari keterangan di atas, dapat diambil pengertian bahwa haram bagi orang yang menghutangi mengambil keuntungan dalam bentuk apapun, baik berupa tambahan atau manfaat yang merupakan syarat yang telah ditentukan dalam pengembaliannya. Lain halnya jika penambahan tersebut dilakukan atas dasar sukarela. Dalam Islam menganjurkan untuk mempermudah bagi orang yang terkena musibah di saat pembayaran hutang. Sebagaimana hadis\ yang diriwayatkan oleh Ima>m Bukhari: ع ن جا ب ر ا ب ن ع ب د ا الله ر ض ي ا الله ع ن ه ما أ ن ر س و ل ا الله ص لى ا الله ع ل ي ه و ر ح م ا الله ر ج لا ا ذا با ع و ا ذا ا ش ت رى و ا ذا ا ق ت ضى س ل م قا ل Artinya: "Dari Jabir bin Abdillah ra meriwayatkan: Sesungguhnya Rasul SAW telah bersabda: Allah menyayangi orang yang melakukan jual beli, pinjam meminjam dan hutang piutang". (HR. Bukha>ri). 14 Sehingga dapat diambil suatu kesimpulan bahwa cara pengembalian hutang pupuk Desa Pucuk dengan gabah tidak sesuai dengan syari at Islam, 14 Abu> Daud, Suna>n Abu> Daud, juz II, h. 584.

59 karena pihak yang menghutangi dalam pembayaran pelunasan hutang pupuk tersebut mensyaratkan akan penambahan dalam pengembaliannya, yang dalam hal ini penambahan tersebut dari segi kualitas barang yang digunakan untuk membayarnya. Dan ini menurut syari at hukum Islam adalah termasuk dalam kategori riba yang diharamkan.